Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama
Tanggal Lahir
Umur
Agama
Suku
Status Perkawinan
Pekerjaan
Alamat

: Ny.N
: 01/01/1984
: 32 tahun
: Islam
: Jawa
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: Renojoyo Kedung Kampil Porong

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien
1. Keluhan Utama
Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak sejak lama namun memberat sejak 1 minggu yang lalu (19 04
2016). Sesak dirasakan bila pasien berbicara terlalu banyak dan berkurang bila istirahat.
Dahulunya sesak hanya dirasakan bila sedang menyapu atau mengepel. Dada juga
dirasakan nyeri seperti tertusuk pada dada kiri dan bila menarik nafas terasa nyeri, tapi
nyeri tidak dirasakan menjalar ke lengan kiri ataupun leher kiri. Pasien juga mengeluh
sering batuk sejak lama, sekali batuk sangat lama kurang lebih 1 jam tanpa henti, tidak
dirasakan adanya dahak, adanya batuk darah disangkal oleh pasien dan lama kelamaan
menjadi sesak. Selain itu dada dirasakan berdebar debar sejak lama sekitar tahun 2013.
Dikatakan bahwa jika tidur harus menggunakan bantal tinggi dan lebih sering dengan
posisi tidur yang sudah dilakukan sangat lama. Saat tidur pasien juga sering tiba tiba
bangun saat tidur malam hari. Badan sering terasa lemas dan nafsu makan dirasakan
menurun sejak 1 minggu yang lalu sehingga berat badan menurun yang awalnya 51 kg
menjadi 44 kg. didapatkan kaki bengkak saat 1 hari sebelum masuk rumah sakit (25 04
2016). Pasien mengatakan pernah didiagnosa jantung bocor dan disarankan ganti katup
saat tahun 2014 setelah dilakukan echocardiography lalu dirujuk ke RSUD Soetomo dan
dilakukan echocardiography ulang, dan dilakukan rawat jalan control rutin lalu pasien
memutuskan untuk mengikuti pengobatan tradisional selama 2 th dan mulai merasa baik
1

lalu lupa untuk control dan mulai timbul batuk yang lama lagi dan sesak. Pasien
mengatakan dahulu saat sebelum menikah sering menderita batuk pilek dan sering sesak
bila terlalu capek. Saat lahir pasien mengatakan lahir secara normal dan cukup bulan.
Pasien mempunyai 1 anak dan dilahirkan secara normal pula.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Dari keterangan pasien dikatakan pasien sering mengalai demam karena infeksi
tenggorok atau nyeri telan.
Pasien mengatakan sudah pernah masuk RSUD Sidoarjo dan RSAL dr. Ramelan dengan
keluhan yang sama sebanyak 2 kali. Sudah pernah melakukan pemeriksaan rekam
jantung dan echocardiography di RSUD Soetomo dan RSUD Sidoarjo. Riwayat
Hipertensi, Diabetes, dan Asma disangkal oleh pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien menderita penyakit dengan keluhan yang sama
Ibu pasien menderita penyakit paru
5. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah meminum obat untuk jantung yang didapat saat control ke dokter spesialis
jantung dan pembuluh darah
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Riwayat merokok dan minum alcohol disangkal dan jarang makn diluar rumah.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Vital Sign
:
1) TD
: 90/60 mmHg
2) Nadi
: 105 x/mnt
3) RR
: 28 x/mnt
4) Suhu Axilla : 37,1 C
d. Kulit
: Ikterus (-), Ptechiae (-), Purpura (-), Ekimosis (-)
e. Kelenjar limfe : Tidak ditemukan pembesaran pada limfonodi leher.
f. Otot
: Kekuatan otot normal, artrofi (-)
g. Tulang
: Tidak ada deformitas.
h. Status Gizi
:
1) Berat badan
: 41 kg
2) Tinggi badan
: 150 cm
3) IMT
: 13 %
Kesan : Didapatkan hipotensi, takikardi, takipneu dan status gizi kurang
2. Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Kepala
2

1) Bentuk
2) Rambut
3) Mata

: Bulat
: Hitam, lurus
: Konjungtiva anemis +/+
Sklera ikterus -/Oedem palpebra -/Reflek cahaya +/+

4) Hidung
5) Telinga
6) Mulut

: Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-), Pernafasan cuping hidung (+)
: Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-)
: Sianosis (+), Bau (-)

b. Leher :
1) Kelenjar limfe

Tidak

ada

pembesaran

pada

limfonodi leher
2) Tiroid
:
Tidak ada pembesaran
3) Kaku kuduk :
(-)
4) JVP :
5cm dari angulus ludovici pada sudut 30o dari posisi
berbaring
5) Tidak tampak

retraksi

suprasternal

dan

kontraksi

M.

sternocleidomastoideus
c. Thorax
1) Cor
a) Inspeksi:
b) Palpasi :

Ictus cordis tampak


Ictus cordis teraba pada ICS V MCL sinistra

left parasternal heave (+)


c) Auskultasi
:
S1-S2 bervariasi
Opening snap terdengar (intermitten absence)
A2- OS interval bervariasi
Diastolic rumbling di apex grade III-IV, iregular
Lokalisasi : mitral
Jenis murmur : murmur crescendo
Durasi : short duration
Penjalaran: 2) Pulmo

Ins

Aspectus Ventralis
Bentuk dada normal

Aspectus Dorsalis
Bentuk dada normal

Simetris

Simetris

Retraksi (-)

Retraksi (-)

Gerak nafas tertinggal (-)

Gerak nafas tertinggal (-)

Per

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Fremitus raba

Fremitus raba

Pal

Sonor-Redup

Sonor-Redup

S S
S

R R
R

R R
R

S S
S

Aus

Suara Dasar

Suara Dasar

BV

BV

BV

BV

BV

BV

BV

BV

V V

V V

Wheezing

Wheezing

- -

- -

- -

- -

Rhonki

Rhonki

- -

- -

- -

- -

d. Abdomen
1)Inspeksi
:
2)Auskultasi :
3)Perkusi
:

Cekung
Bising usus (+) 10x/menit
Tympani-redup, batar hepar redup 3 jari dibawah

arcus costae.
4)Palpasi
:

Distended (-), Nyeri tekan (-), Hepatomegali (+) 3

jari dibawah arcus costae, Splenomegali(-).


e. Ekstermitas
5

1) Superior
2) Inferior

: Akral hangat +/+, oedem -/: Akral hangat +/+, oedem -/-

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 26 april 2016
Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

Nilai normal

HEMATOLOGI
Hemoglobin

13,2

12-18

gr/dL

Leukosit

11,35

4.8-11.8

103/uL

Hematokrit

39,1

36-46

Trombosit

265

150-450

103/uL

Glukosa Sewaktu
ELEKTROLIT

109

<140 mg/dL

mg/dL

Natrium

124

137-145

mmol/L

Kalium

5,7

3.6-5

mmol/L

Chlorida

93

98-107

mmol/L

Kreatinin Serum

0,9

0.5-1.1

mg/Dl

BUN

14,5

6-20

mg/dL

GULA DARAH

FAAL GINJAL

Tanggal 27 April 2016


Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

Nilai normal

FAAL
HEMOSTASIS
PPT

15,8

Control PPT

11,0

<2 detik dari


control
9,90 13,30

8,2
128
77

2,4 5,7
130 - 220
34 143

detik
detik

KIMIA KLINIK
Asam Urat
Cholestrol Total
Trigliserida

mg/dL
mg/dL
mg/dL
6

HDL Cholestrol
LDL - Cholestrol
SGOT
SGPT
ELEKTROLIT

20
93
78
44

48 74
<100
<32
<33

mg/dL
mg/dL
U/L
U/L

Natrium

125

137-145

mmol/L

Kalium

4,0

3.6-5

mmol/L

Chlorida

91

98-107

mmol/L

2. Pemeriksaan EKG
a. Tanggal 26 April 2016 jam 06.50

Rate : 136 - 187 x/menit


Rhythm: irama sinus takiaritmia
Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : Gelombang R/S > 1(V1 dan V2) = RVH
Gelombang S dalam pada V5 dan V6
ST depresi pada VI-3
Atrium kanan

: pada V1 gelombang P meninggi 2mm


Pada lead berapapun tinggi gelombang P 2.5 mm
7

b. Tanggal 26 April 2016 jam 09.00

Rate : 136 - 187 x/menit


Rhythm: irama sinus takiaritmia
Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : Gelombang R/S > 1(V1 dan V2) = RVH
Gelombang S dalam pada V5 dan V6
ST depresi pada VI-3
Atrium kanan

: pada V1 gelombang P meninggi 2mm


Pada lead berapapun tinggi gelombang P 2.5 mm
c. Tanggal 27 April 2016

Rate : 75 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi :
Ventrikel kiri : Gelombang R pada V6 + gelombang S pada V2 > 35 mm
Gelombang S dalam pada V6
Ventrikel kanan : T inversi pada V1
Ischemi : T datar pada LII, LIII, AVF, V1-V4
d. Tanggal 28 April 2016 jam 05.00

Rate : 71 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi :
Ventrikel kiri : Gelombang S dalam pada V2
Ventrikel kanan : ratio R/S <1 pada V6
T inversi pada V1
9

Ischemi : T Inversi pada V1-V3, ST depresi V2-V3


3. Pemeriksaan Foto Thorax

Kesimpulan : Kardiomegali dengan kongestif pulmonum


4. Pemeriksaan Echocardiografi
Tahun 2014

Kesan: prolapse katup mitral AML dengan MR berat, AR Trivial, LA dan LV dilatasi,
Fungsi Diastolik LV Abnormal, LVH Eksentrik
Tahun 2015

10

Kesan : LA dan LV dilatasi, LVH, MR severe, MS moderate, PR mild, AR mild


E. Resume
Anamnesa : Dyspnea deffort (+)
Noctulnal dyspnea (+)
Orthopnea (+)
Berdebar- debar
Nyeri dada
Batuk lama
Edema (+)
Berat Badan berkurang
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Lemah
Vital sign

: Hipotensi,Takikardia, Takipnea

Kepala/Leher

: Konjungtiva anemis, Pernapasan Dyspnea

Thorax
Pulmo

: Wheezing, Ronkhi

Cor

: Ictus cordis bergeser pada ICS V MCL sinistra


Auskultasi : diastolic rumbling di apex grade III- IV

Abdomen

: Hepatomegali (+)

Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis, hiponatremi, hyperkalemia, hipochlorida, Gangguan profil lemak
dan gangguan faal hati.

11

Pemeriksaan EKG
RVH, Iskemi anteroseptal inferior, AF VR moderate, Axiz RAD
Pemeriksaan echocardiography
RHD MS Berat, LA dan LV dilatasi, LVH, , MS moderate, PR mild, AR mild, prolapse
katup mitral AML dengan MR berat, Fungsi Diastolik LV Abnorma.
F. Diagnosis
Etiologi

: Penyakit Jantung Reumatic

Anatomis : Mitral Regurgitasi Berat , Mitral Stenosis sedang , aorta regurgitasi sedang,
Pulmonal regurgitasi sedang, Prolaps katup mitral AML
Fungsional : DCFC III
Sekunder : Gangguan Faal Hati dan gangguan profil lemak
G. Planing
1. Planning Terapi
O2 2-4 lpm
Infus PZ 7 tpm
Injeksi Furosemide 1x1 amp
p/o digoxin 2x1
p/o Spironolacton 25 mg 1-0-0
p/o Bisoprolol 2,5 0-0-1/2
p/o alprazolam 1x 1 mg
p/o Beraprost 2x1
p/o Warfarin 2mg 0-0-1
2. Planing diagnostik
3. Planing Monitoring
a. Vital sign
b. ECG
c. Resiko pendarahan (score:1)
d. Resiko tromboemboli selama satu tahun follow up adalah 0.78%
4. Planing Operatif
Valvuloplasti
5. Planning edukasi
12

a. Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan yang perlu dilakukan dan tindakan medis
kepada pasien serta keluarga.
b. Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada pasien dan keluarga
c. Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya
H. Prognosis
Dubia ad malam

BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIOLOGI
Daun katup mitral terdiri dari jaringan fibrous tipis dan lentur. Dua buah katup anterior
dan posterior terbuka oleh pengembangan terhadap dinding ventrikel dan tertutup oleh
aposisi saat tekanan dalam ventrikel kiri lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan atrium
kiri.
Mitral Stenosis terjadi saat daun katup mitral mengalami kekakuan, kalsifikasi atau tidak
mampu sepenuhnya membuka selama fase diastole. Demam rematik bertanggung jawab
terhadap sebagian besar kasus mitral stenosis. Infeksi awal dan sequelae nya menyebabkan
penebalan daun katup mitral dan penggabungan komisura diantara kedua daun katup mitral.
Hal ini juga mempengaruhi korda tendinea sehingga menjadi tebal dan memendek.
Kebanyakan katup pada demam rematik menunjukkan abnormalitas terhadap seluruh struktur
ini. Hanya sedikit pasien dengan kelainan katup demam rematik memiliki gangguan stenosis
mitral murni, kebanyakan pasien memiliki kombinasi dari stenosis dan regurgitasi. Kira- kira
dua diantara tiga kasus mitral stenosis yang terjadi di USA terjadi pada wanita.
Peningkatkan tekanan secara kronis pada atrium kiri yang berhubungan dengan mitral
stenosis menyebabkan hipertrofi atrium kiri dan memiliki predisposisi terjadinya atrial
13

fibrilasi. Kerusakan katup oleh karena mitral stenosis juga rentan terhadap terjadinya
thrombosis rekuren dan implantasi dari bakteri yang berakhir dengan infektif endokarditis.
Efek hemodinamik dari mitral stenosis kronis termasuk hipertensi arteri dan vena
pulmonalis, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan, edema perifer, asites, dan kerusakan hepar
dan sirosis hepar.
Beberapa etiologi yang berkontribusi terhadapa terjadinya mitral stenosis. Termasuk juga
prolaps katup mitral, rheumatic heart disease, cardiomiopati dengan dilatasi ventrikel,
Penyakit jantung iskemia termasuk otot papillary, kardiomiopati iskemia, endokarditis
bakteri atau jamur, dan beberapa penyakit vascular- kolagen. Penyakit dari berbagai
komponen apparatus mitral dapat menyebabkan kegagalan fungsional dari katup.
Pada pasien etiologi terjadinya mitral stenosis adalah demam rematik dimana diawali
dengan adanya riwayat faringitis atau tonsillitis. Dari heteroanamnesa terhadap ibu pasien,
riwayat adanya demam karena infeksi tenggorokan atau nyeri telan disangkal. Riwayat
keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. Interval antara episode demam rematik akut
dan gejala mitral stenosis rata- rata sekita 16 tahun. Kebanyakan pasien tidak ingat pernah
mengalami gejala akut walaupun sekarang pada pasien sudah timbul gejala ganggaun katup.
B. PATOGENESIS
Luas area normal pada potongan cross sectional katup mitral saat diastole adalah 4- 6
cm2. Aliran darah terganggu saat orifisium katup menyempit kurang dari 2 cm 2, dimana akan
menciptakan peningkatan gradient tekanan. Area katup yang lebih kecil dari 1 cm 2 dianggap
sebagai kegawatan mitral stenosis dan menyebabkan gradient yang melalui katup akan
berakhir dengan peningkatan tekanan atrium kanan secara kronis.
Pasien merasakan efek dari mitral stenosis moderate/sedang (1-2cm2) saat beraktivitas.
Terjadinya stenosis yang berat dapat menyebakan dyspnea eksersi minimal dan paroksismal
nocturnal dyspnea. Pada beberapa kasus onset yang mendadak atau berulangkali pada atrial
fibrilasi menghasilkan gejala pertama namun kadang menyebabkan oedema pulmonary yang
fatal. Saat perkembangan atrial fibrilasi tidak menunjukkan gejala klinis (silent), kejadian
awal dapat berupa stroke atau gejala tromboembolic lainnya. Presentasi klasik dari cor
pulmonal yang parah dengan asites dan edema terlihat pada pasien ini. Penyakit katup mitral
meningkatkan resiko terjadinya endokarditis bacterial, dimana selalu ditentukan dengan
gejala klinis yang semakin memburuk pada pasien dengan penyakit katup mitral yang
sebelummnya dalam keadaan stabil.
14

Auskultasi pada kasus dengan gejala mitral stenosis dikarakterisasikan dengan suara
jantung pertama yang keras loud first heart sound dan opening snap setelah suara jantung
kedua dan murmur diastolic nada rendah dengan aksentuasi presistolic pada pasien dengan
irama sisnus. Opening snap adalah suara yang dihasilkan pembukaan penuh katup mitral
yang terjadi mendadak. Ini dapat menunjukkan tingkat keparahan dari gradient tekanan
melalui katup mitral karena peningkatan tekanan pada atrium kiri menghasilkan pembukaan
yang lebih awal dari katup mitral dibandingkan keadaan normal. Oleh karena itu, semakin
dekat jarak A2 terhadap opening snap maka semakin berat stenosis yang terjadi.
Karakteristik murmur diatolic, rumbling frekuensi rendah pada pasien dengan mitral
stenosis paling baik terdengan pada daerah apex menggunakan bell dengan posisi LLD (Left
Lateral Decubitus). Bising terjadi pada saat proses diastole, dengan aksentuasi yang
terdengar sebagai diastole yang terlambat (late diastole/ presistole) pada pasien irama sinus.
Murmur ini akan susah terdengar, lemah dan singkat pada mitral stenosis minimal. Oleh
karena itu, kepedulian yang tinggi dibutuhkan terhadap kemungkinan terjadinya mitral
stenosis. Bila murmur belum terdengar saat dilakukan manuver ini maka pasien dapat
melakukan latihan sebelum dilakukan auskultasi. Rangkaian murmur loud first sound,
opening snap dan diastolic rumble- cukup spesifik untuk menunjukkan terjadinya mitral
stenosis. Murmur yang mirip dengan mitral stenosis termasuk murmur Austin Flint dengan
aorta regusgitasi, murmur diatolic mitral pada pasien dengan kebocoran intracardiac, dan
kadang murmur yang disebabkan mixoma atrium kiri. Meskipun demikian, tidak ada satupun
dari tiga komponen diatas merupakan tanda mitral stenosis klasik.
Elektrocardiografi pada mitral stenosis menunjukkan abnormalitas jarak ST- segmen dan
gelombang T sampai pada bukti dari elektrocardigrafi terhadap terjadinya hipertensi
pulmonal berat dan pembesaran ventrikel kanan. Pola EKG pada pembesaran atrium dan
ventrikel kanan merupakan indikator klasik. Fibliasi atrium umum terjadi pada kasus ini.

15

Gambar 1. Patofisiologi dan aspek klinis dari Mitral Stenosis


Banyak penyakit pulmonal yang dapat dibedakan dari penyakit mitral stenosis dengan
pemeriksaan gambaran dada, termasuk radiografi dan CT scan. Saat evaluasi awal
difokuskan terhadap diferensial diagnosis penyakit katup mitral maka echocardiografi
merupakan alat klinis yang paling membantu. Pada penyakit katup mitral rematik,
echocardiografi dapat menunjukkan penebalan, kalsifikasi dan mobilitas yang rendah dari
katup dan penebalan struktur subvalvular. Tingkat stenosis atau regurgitasi katup dapat
dihitung dengan menggunakan dopler ultrasonografi. Saat dibutuhkan, anatomi katup dan
aparatus subvalvular lebih lanjut dapat diketahui melalui transesophageal echocardiografi.
Tujuan dari echocardiografi adalan untuk mengevaluasi tingkat keparahan dari stenosis dan
regurgitasi, mobilitas katup, keikutsertaan struktur subvalvular, tingkat kalsifikasi dan
mendeteksi thrombus intracardiac. Echocardiografi menyediakan informasi mengenai fungsi
16

kontraktilitas dari ventrikel kiri dan estimasi yang akurat mengenai tekanan arteri pulmonal
dan fungsi ventrikel kanan. Alat ini juga dapat mengidentifikasi vegetasi bakteri atau jamur,
massa intracardiac ( terutama mixoma atrium kiri) dan kelainan septum intraventrikel, serta
seluruh kondisi yang dapat menjadi komplikasi dari diagnosis penyakit katup mitral.
Kateterisasi jantung diindikasikan terhadap beberapa pasien dengan diagnosis yang
dipertanyakan dan pada beberapa pasien yang akan dilakukan tindakan bedah. Kateterisasi
dilakukan untuk mengukur area katup mitral, elemen kunci dari hemodinamik dimana
mempengaruhi cardiac output dan resistensi sistemik, menetapkan derajat hipertensi
pulmonal dan untuk menentukan kemungkinan adanya penyakit arteri koroner.
C. ASPEK KLINIS
1. Anamnesa
Adanya obstruksi yang signifikan pada pasien dengan mitral stenosis berat dengan
MVA 0.48 cm2 (<2 cm2 ) menyebabkan darah hanya dapat mengalir dari atrium kiri ke
ventrikel kiri hanya jika didorong oleh gradient tekanan atrioventrikel kiri yang
meningkat secara abnormal, dimana merupakan tanda hemodinamik stenosis mitral. Jadi
untuk mempertahankan jumlah curah jantung (cardiac output) yang normal maka tekanan
atrium kiri harus ditingkatkan sehingga akan meningkatkan tekanan vena dan kapiler
pulmonal yang akan mengurangi daya kembang (compliance) paru sehingga akan
menyebabkan dyspnea pada waktu pengerahan tenaga (exertional dyspnea, dyspnea
deffort.
Pada pasien mengeluh sesak dimana keluhan sudah dirasakan kurang lebih 5
tahun. Awalnya sesak dirasakan saat melakukan aktivitas lama dan berat namun beberapa
bulan terakhir pasien mengeluh lebih sering mengalami sesak sehingga pasien berhenti
bekerja. Hal ini menunjukkan compliance paru yang semakin menurun oleh karena MS
yang memberat. Kadang pasien juga mengeluh kurang nyaman saat tidur karena terasa
sesak. Ini merupan gejala mitral stenosis berat dimana sesak timbul saat tidur malam
(Nocturnal dyspnea). Tingginya tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan pecahnya
kapiler pulmonal sehingga dapat ditemukan batuk darah (hemoptysis). Pasien
menyangkal semua riwayat pendarahan.
Dada berdebar- debar juga sudah dirasakan 5 tahun terakhir dan memberat saat
sesak. Hal ini menunjukkan terjadinya atrial fibrilasi dimana terjadi kontraksi atrium
terus menerus untuk memompa darah menuju ventrikel. Peningkatan tekanan arteri
17

pulmonal menyebabkan kontraksi berlebihan dari ventrikel kanan hal ini akan
menyebakan penebalan ventrikel kanan (hipertofi RV) dimana ditandai dengan precordial
hip meningkat.
Hipertensi pulmonal meningkatkan juga tekanan pada ventrikel kanan dimana
juga akan meningkatkan tekanan pada atrium kiri. Gangguang aliran vena cava superior
dan inferior menyebabkan terjadinya hipertensi porta dimana terjadi pembesar hepar
asites dan Edema shingga pasien mengeluh perut terasa sebah dan teraba keras pada
daerah ulu hati. Pasien mengatakan jika banyak minum air maka perut akan semakin
membesar dan dada tambah berdebar- debar. Berat badan menurun beberapa bulan
terakhir. Pada pasien tidak didapatkan edema.
Riwayat Penyakit Dahulu dari keterangan ibu pasien sejak kecil dikatakan pasien
tidak pernah mengalai demam karena infeksi tenggorok atau nyeri telan. Interval antara
episode demam rematik akut dan gejala mitral stenosis rata- rata sekita 16 tahun.
Kebanyakan pasien tidak ingat pernah mengalami gejala akut walaupun sekarang pada
pasien sudah timbul gejala ganggaun katup.
Riwayat Penyakit Keluarga tidak ada keluarga pasien menderita penyakit dengan
keluhan yang sama.Riwayat Pengobatan, Pasien belum pernah konsumsi obat sebelum
sakit. Riwayat Sosial Ekonomi: Riwayat merokok dan minum alcohol disangkal dan
jarang makan diluar rumah.
Keadaan umum lemah, komposmentis. Status gizi baik, IMT: normal.
Pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipneu, peningkatan suhu tubuh, konjungtiva
anemis, pernapasan dyspnea, precordial hip teraba, perkusi batas jantung melebar redup 3
cm prasternal dextra, anterior axilla sinistra dan pinggang jantung membesar. Auskultasi
suara bising jantung murmur, bising diastolic. Auskultasi paru terdengan wheezing,
vesikuler menurun ICS 4-5-6 hemithoraks sinistra. Abdomen distended, perkusi hepar
redup 3 jari dibawah arkus costae dan palpasi jantung teraba 3 jari dibawah arcus costae.
Akral dingin pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan Laboratorium: leukositosis dan
gangguan faal hati. Pemeriksaan EKG terdapat sinus takikardi dan atrial fibrilasi.
Pemeriksaan ekocardiography dengan kesimpulan RHD MS Berat, MR ringan, AR
ringan, TR Ringan dengan PHT sedang.
2. Pemeriksaan Fisik

18

Pasien datang dengan sesak sehingga pemeriksaan fisik keadaan umum lemah,
didapatkan takikardi, takipneu, peningkatan suhu tubuh,

konjungtiva anemis, bibir

sianosis. Sianosis minimal disebabkan adanya gangguan sirkulasi sitemik dimana


penurunan cardiac output menurut karena waktu pengisian ventrikel menjadi lebih
singkat juga disebabka karena takikardia.
Pernapasan dyspnea, precordial hip teraba. Auskultasi suara bising jantung
murmur, bising diastolic. Denyut apical bergeser ke lateral, dorongan kontraksi ventrikel
kanan bagian parasternal dapat dirasakan akibat adanya hipertensi pulmonalis. Auskultasi
dijumpai S1 bervariasi disebabkan akibat terjadinya atrial flutter. Opening snap terdengar
(intermitten absence). Bising diastolic bersifat low pithched, rumbling dan crescendo
presitolik dengan short duration, semakin berat semakin lama bising yang terjadi. A2-OS
interval pendek bervariasi dengan rumble diastolic di apex grade II regular.
Auskultasi paru terdengan wheezing dan ronkhi serta vesikuler menurun ICS 4-56 hemithoraks sinistra. Pasien datang saat sesak dan batuk disertai dahak sehingga
auskultasi didapatkan wheezing dan ronkhi. Abdomen distended, perkusi hepar redup 3
jari dibawah arkus costae dan palpasi jantung teraba 3 jari dibawah arcus costae. Pada
pasien sudah terjadi hipertensi porta yang menyebabkan hepatomegali dan asites.
Gangguan sirkulasi menyebabkan akral dingin pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan
Laboratorium: leukositosis dan gangguan faal hati. Lekositosis didapat karena pasien
demam dengan suhu agak meningkat yang diduga merupakan suatu proses infeksi.

3. Rontgen

19

Gambaran Kardiomegali dengan CTR (Cardio Thoraxic Ratuo > 50%)


Gambaran pinggang jantung menghilang dengan ictus cordis bergeser ke kiri,
pembesaran atrium kiri, Hipertensi pulmonal, dilatasi ventrikel kanan dan atrium kanan
serta karina bronkus melebar. Mitral stenosis menyebakan gangguan aliran dari atrium
kiri menuju venrikel kiri sehingga tekanan atrium kiri meningkat. Peningkatan tekanan
pada atrium kiri menghasilkan pembukaan yang lebih awal dari katup mitral
dibandingkan keadaan normal. Hal ini menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal
sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan memompa darah melalui arteri
pulmonal. Peningkatan kontraksi dan beban yang terjadi terus menurus menyebabkan
dilatasi ventrikel kanan. Peningkatan juga terjadi pada atrium kanan yang memompa
darah ke ventrikel kanan sehingga atrium kanan juga mengalami dilatasi dan membesar.

4. ECG

20

Rate : 75- 100 x/menit


Rhythm: Ireguler
Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : Gelombang R/S > 1(V1 dan V2) = RVH
Gelombang S dalam pada V5 dan V6
ST depresi pada VI-3
Ventrikel kiri
: S di V1 atau V2 : < 25mm
R di V5 atau V6 : < 25 mm
S di Vka dan R di Vki : < 35mm
Atrium Kiri
: Lebar gelombang P 1 kotak kecil atau dalamnya 1 pada V1
P mitral melekuk/ melebar > 3 kotak kecil (normal: < 3 kotak
Atrium kanan

kecil)
: pada V1 gelombang P meninggi 2mm
Pada lead berapapun tinggi gelombang P 2.5 mm
21

D. TERAPI
Pasien asimtomatis dengan penyakit katup mitral uncomplicated ringan hanya
membutuhkan profilaksis terhadap endokarditis. Pada pasien yang simptomatis, diuretic
dapat membantu mengurangi kongesti pulmonal. Adanya Stenosis mitral maka waktu yang
dibutuhkan untuk pengisian ventrikel menjadi sangat penting. Detak jantung harus
dipertahankan serendah mungkin dengan menggunakan beta bloker ataupu calsiun chaner
blocker misalnya verapamil atau diltiazem. Pasien dengan Fibrilasi atrium harus diterapi
dengan mengguankan anticoagulant warfarin kecuali ada kontraindikasi penggunaan obat.
Kondisi pasien dengan mitral stenosis yang simptomatik dapat ditingkatkan dengan
Percutaneous Balloon Mitral Valvotomy, bedah valvotomy atau penggantian katup mitral.
Berbagai kriteria digunakan untuk mengukur waktu pembedahan, dengan mengukur jarak
dari gejala pada pasien mitral stenosis berat terhadap diagnosis baru dari mitral stenosis berat
pada pasien muda.
Stenosis Katup Mitral
Obstruksi aliran menuju ventrikel kiri melalu katup mitral paling sering terjadi pada
penyakit rematik akut. Rheumatic Heart Disease merupakan penyebab dominan terjadinya
mitral stenosis selain menyebabkan kelainan katup lainnya.
Interval antara episode demam rematik akut dan gejala mitral stenosis rata- rata sekita 16
tahun. Kebanyakan pasien tidak ingat pernah mengalami gejala akut walaupun akhirnya
sekarang pasien mengalami mitral stenosis. Penyatuan komisura antara daun katup anterior
dan posterior merupakan cirri karakteristik terbanyak dari mitral stenosis rheumatic.
Penyatuan, penebalan, dan retraksi dari chordae, penebalan daun katup, dan deposisi kalsium
berkontribusi terhadap proses obstruksi. Keparahan dari ciri- ciri ini telah membentuk
penilaian kualitatif echocardiografi dimana jumlahnya sudah ditentukan untuk masingmasing karakteristik. Mobilitas daun katup mitral anterior, adanya penebalan katup atau
adanya parut submitral dan bukti dari kalsifikasi akan memperberat penilaian kualitatif
sehingga mengarah dilakukan tindakan

percutaneous valvuloplasty (didiskusikan

berdasarkan indikasi).
Lokasi dari penyatuan komisura dapat membantu memprediksi kesuksesan dilatasi dari
balon. Karena prosedur ini dilakukan dengan merobek komisura yang menagalami fibrosis
yang menyebabkan penyatuan dari katup, bila penyatuan komisura yang terjadi minimal
22

maka dikatakan bahwa prosedur ini kurang efektif. Jika terdapat kelaian penyatuan katup
komisura dimana hanya terjadi pada satu sisi dari daun katup maka balon yang terinflasi
dapat terdesak oleh bagian daun katup yang tidak menyatu diamana akan meningkatkan
resiko katup atau trauma ventricular. Contohnya bila penyatuan hanya pada bagian septal dari
katup mitral maka akan meningkatkan resiko saat balon yang terinflasi atau dikembangkan
dapat merobek annulus mitral.
Area katup mitral yang diukur dengan planimetri biasanya berkorelasi baik dengan
pembagian area katup menurut dopler. Saat planimetric area lebih luas dibandingkan dengan
pembagian area dopler, maka dikotomi ini memberikan sinya yang menunjukkan terdapat
gradient submitral yang berarti. Menunjukkan bahwa katup tidak memberikan respon yang
baik terhadap Balloon valvuloplasty.

Indikasi Percutaneous Balloon Valvuloplasty


Stenosis katup mitral menyebabkan obstruksi aliran menuju ventrikel kiri dan
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri. Beberapa aktivitas yang menyebabkan
peningkatan aliran (misalanya olahraga) atau pendeknya waktu diastolic (onset takikardi dan
fibrilasi atrium) meningkatkan gradient mitral. Saat gradient tekanan yang melalui mitral
meingkat, maka timbul gejala dyspnea dan congesti pulmonal. Keputusan untuk dilakukan
tindakan pada mitral stenosis terutama berdasarkan beratnya gejala.
Hipertensi pulmonal yang bertambah berat diduga berasal dari besarnya tekanan pada
atrium kiri itu snediri. Hipertensi pulmonal juga merupakan indikasi dilakukan perbaikan
terhadap katup yang mengalami stenosis. Peningkatan yang signifikan diharapkan setelah
dilakukan prosedur tindakan. Resistensi vascular pulmonal sangat berkorelasi dengan MVA
(Mitral Valve Area). Resistensi vascular pulmonal dapat meningkat secara proporsional
dibandingkan dengan tekanan kapiler pulmonal. Meskipun, pencetus meningkatnya tekanan
pulmonal yang berlebihan belum diketahui diduga endotelin dan adrenomedulin yang
keduanya merupakan vsokontriktor potent pulmonal yang juga ikut serta dalam proses ini.
Karena hipertensi pulmonal dalam kasus ini dapat menurun melalui tindakan balloon
valvuloplasty, maka hipertensi pulmonal atau gagal jantung kanan walaupun tanpa gejala
kongesti merupakan indikasi dilakukan intervensi pada mitral stenosis.
Apakah diproses melalui penggantian katup atau valvuloplasty tergantung pada morfologi
stenosis dari katup mitral. Beberapa system penilaian echocardiografi telah menyarankan
23

bahwa system yang paling popular adalah Massachusetts General system dimana masingmasing dari empat karakteristik diberi tingkat 0 sampai 4 dimana 0 adalah normal.
Semakin tinggi dari skor, maka semakin kecil kemungkinan di dapat hasil yang
memuaskan melalui dilatasi balon perkutan (percutaneous balloon dilatation). Sistem
scoring ini telah suskses memprediksikan hasil akut di berbagai studi: score lebih dari 8 lebih
diasosiasikan dengan hasil yang kurang optimal. Saat diperlakukan sebagai variabel yang
berulang bagaimanapun hubungan antara score morfologi dan peningkatan baik dalam MVA
atau MVA terakhir setelah dilakukan prosedur menjukkan hubungan yang relative rendah.
Sistem scoring menyamaratakan semua factor, walaupun beberapa factor memiliki gejala
yang lebih berat dengan hasil yang buruk dibandingkan dengan gejala lainnya.
Sebelum dilakukan prosedur pasien harus melakukan transesophageal echocardiografi
untuk memastikan tidak ada thrombus pada atrial dan untuk menyediakan asesmen awal dari
morfologi katup. Jika didapatkan thrombus atrial pasien mendapat warfarin selama 4 sampai
6 minggu dan transesophageal echocardiografi diulang. Prosedur dapat dilakukan bila
thrombus atrial melekat jauh didalam tapi disarankan dilakukan pemecahan terhadap trobus
atrial sebelum prosedur.
Umur pasien atau riwayat pembedahan comisurotomy tidak secara signifikan
mempengaruhi

hasil

dari

prosedur,

namun

tersedianya

morfologi

katup

cukup

menguntungkan. Secara umum pasien dengan gejala dengan skor morfologi rendah yang
beralasan dan mitral regurgitasi kurang dari 2+ merupakan kandidat dilakukan percutaneous
mitral valvuloplasty. Pada dasarnya diindikasikan pada semua pasien dengan gejala yang
behubungan dengan mitral stenosis dan memilki kalkulasi MVA kurang dari 1.5cm2.

24

Kelas I
1. Percutaneous mitral balllon valvotomy efektif terhadap pasien dengan gejala (NYHA
kelas fungsional II, III, IV), dengan MS sedang atau berat dan morfologi katup yang
baik untuk dilakukan Percutaneous mitral balllon valvotomy dan tidak ada thrombus
atrium kiri atau MR sedang atau ringan.
2. Percutaneous mitral balllon valvotomy efektif terhadap pasien dengan gejala MS
sedang atau berat dan morfologi katup yang baik untuk dilakukan Percutaneous
mitral balllon valvotomy yang memiliki hipertensi pulmonal (tekanan arteri systole
>50mmHg saat istirahat atau >60mmHg saat olahraga) dan tidak ada thrombus atrium
kiri atau MR sedang atau ringan.
Kelas II A
Percutaneous mitral balllon valvotomy sangat layak dilakukan pada pasien dengan MS
sedang atau berat yang memiliki katup yang tidak lentur karena sudah mengalami
kalsifikasi (NYHA kelas fungsional III-IV yang bukan merupakan kandidat pembedahan
atau resiko tinggi bedah).

25

Kelas IIB
1. Percutaneous mitral balllon valvotomy dapat dipertimbangkan pada pasien
asimtomatik dengan MS sedang atau berat dan morfolaogi katup yang baik untuk
dilakukan Percutaneous mitral balllon valvotomy yang memiliki onset baru terjadinya
fibrilasi atrial dan tidak ada thrombus atrium kiri atau MR sedang atau ringan.
2. Percutaneous mitral balllon valvotomy dapat dipertimbangkan pada pasien
asimtomatis dengan MVA >1.5 cm2 jika didapatkan bukti hemidinamik yang
sidnifikan dari MS bedasarkan pada tekanan arteri pulmonal >60mmHg, atau ratarata MV gradient >15mmHg selama olahraga
3. Percutaneous mitral balllon valvotomy dapat dipertimbangkan sebagai alternative
terhadap bedah pada pasien dengan MS sedang atau berat yang memiliki katup
kalsifikasi yang tidak lentur.
4. ESC merekomendasikan Percutaneous mitral balllon valvotomy untuk pasien yang
pernah mengalami tromboembolisasi, dibutuhkan untuk pembedahan nonjantung dan
pada pasien yang memiliki keiinginan hamil.

Kontraindikasi Percutaneous Balloon Valvuloplasty


Kelas III
1. Percutaneous mitral balllon valvulotomy tidak diindikasikan pada pasien dengan MS
ringan.
2. Percutaneous mitral balllon valvulotomy tidak dilakukan pada MR sedang dan berat

atau adanya thrombus atrium kiri.

26

Anda mungkin juga menyukai