Anda di halaman 1dari 4

HADIRMU ADALAH KETERKEJUTANKU

Awal aku berkenalan denganmu saat itu aku sedang memasuki tahun kedua dan
baru saja beberapa bulan putus dari mantan pacarku yang kalau tidak salah ingat
hanya berumur empat bulan. Dengan alasan yang sepele dan tidak logis aku
memutuskan hubungan itu. Entahlah, mungkin saat itu aku sedang mangkatmangkatnya dengan segala kesempurnaan yang aku punya sehingga meremehkan
hubungan yang ada.
Sebagai pihak yang memutuskan memang aku tidak tahu bagaimana rasanya
berada di pihak yang diputuskan; bagaimana rasanya ingin selalu tetap bersama
orang yang disayangi; bagaimana rasa sakitnya menerima keputusan dari orang
yang disayang. Kuakui saat itu memang egois. Sebenarnya diriku sendiri jauh dari
kata sempurna seperti orang-orang yang memang mendapatkan predikat itu.
Sempurna yang aku maksud di sini adalah aku dengan lingkungan sosialku; aku
dengan kegiatan perkuliahanku; aku dengan segala aktivitasku; aku dengan
adrenalin yang memompaku untuk terus menerus bergerak. Aku yang cukup mandiri
dan tak mau ditentang; aku yang selalu benar dan tidak mau disanggah. Tak ayal
kehidupanku dengan lawan jenis pun juga sedang gencar-gencarnya. Keakuan dan
darah mudaku. Ya itulah aku. Tapi itu dulu sebelum bertemu seseorang yang
mengajarkanku tentang kehidupan yang sebenarnya. Perubahan drastis yang benarbenar berbeda antara aku dulu dan sekarang. Satu kalimat bijak yang selalu
kuyakini, Suatu akhir merupakan sebuah awal perjalanan baru.
Aku cukup ingat bagaimana kita berkenalan, mungkin bisa dikatakan agak sedikit
aneh. Perkenalan itu terjadi melalui pesan singkat yang masuk di kotak masuk
telepon selulerku (ponsel). Tanpa basa basi kamu langsung mengajakku berkenalan
dengan menyebutkan nama, umur dan tempat tinggalmu. Hanya keterkejutan yang
aku dapatkan. Keterkejutan itu diantaranya adalah pertanyaan-pertanyaan tentang
kamu dapat dan tahu dari mana nomor ponselku, karena selama aku punya ponsel
beserta nomornya, aku tidak pernah menggunakan untuk hal-hal yang kuanggap
norak atau kampungan seperti kenalan. Keterkejutan yang dibarengi dengan
keanehan. Tapi sudahlah, seandainya saat itu aku tidak menanggapimu, aku tidak
akan benar-benar bisa belajar tentang arti hidup sebenarnya; tentang kehidupan
cinta khususnya.
Perkenalan dan keanehan pun berlanjut, hingga akhirnya kamu intens
menghubungiku dan juga sebaliknya. Dengan kesadaran tinggi bahwa perkenalan
kita yang cukup aneh tapi tetap saja komunikasi dilakukan. Kita yang berbeda
hampir 12 tahun dari usia masing-masing pun tidak jadi penghalang dalam
komunikasi, karena memang bukan itu alasanku untuk mempunyai banyak teman.
Kamu yang begitu mempunyai wawasan luas; kamu yang tidak membosankan
ketika berdiskusi; kamu yang menyenangkan dalam batasan candamu. Kamu yang
bisa mengontrolku tanpa harus mengekang; kamu yang bisa diandalkan dalam
menyelesaikan masalah dan memberikan solusi melalui beberapa pilihan tanpa
memaksakan kehendak. Kamu yang selalu bisa membuatku terkagum-kagum
dengan pembawaan apa adanya. Aku seakan menajadi salah satu fans berat kamu
saat itu.
Semua hanya masalah waktu. Tibalah saat itu, untuk pertama kalinya kita bertemu.
Janji temu yang dilakukan ditempatmu, daerah Jakarta Selatan bersebrangan
dengan Taman Makam Pahlawan. Rumah dengan beberapa kamar kost, satu dapur
dan halaman yang agak luas, cukup untuk memarkir beberapa kendaraan di sana.

Kostanmu dengan kamarnya berukuran 5 x 6 meter dan dilengkapi tempat tidur yang
cukup untuk satu orang serta televisi 14 inch, kipas angin, sebuah kulkas, lemari
pakaian dan beberapa perlengkapan lainnya. Untuk pertama kalinya juga aku
melihat penampakanmu yang menjemputku tepat dimana kita janjian untuk bertemu
di depan Taman Makam Pahlawan. Kamu yang saat itu hanya mengenakan kaos
dalaman putih dan bercelana pendek dengan postur tubuh yang lebih tinggi sedikit
dari aku, berkulit putih bila dibandingkan denganku, berperawakan tegas dan terlihat
santun. Sejjurnya saat itu juga yang ada dibenakku adalah apa yang aku lakukan
hingga bisa mendatangi dan menyetujui janji temu ini? Pikiran bodoh yang selalu
timbul di saat-saat terkahir setelah kejadian.
Perasaanku saat bertemu dengan kamu bagaikan seorang peserta yang sedang
mengikuti acara disalah satu televise dimana peserta diminta untuk membuktikan
apakah terdapat makhluk lain selain manusia di sebuah tempat menyeramkan dan
hanya ditemani sebuah lilin. Iya, seperti itulah perasaanku. Asing karena berada di
tempat kamu, ketar ketir karena mungkin saja aku berkenalan dengan seorang
psikopat. Namun dilain hal niat baikkulah yang menenangkanku dan biasanya
memang benar, apa yang kita niatkan di awal tentang kebaikan maka akan berakhir
baik pula.
Lucu sekali bila kuingat momen pertemuan itu. Semua cara dan pembawaanmu
yang tidak jauh berbeda seperti saat di telepon atau pesan singkat. Sejam, dua jam
hingga aku tersadar matahari pun sudah mulai akan berpamitan kepada dunia.
Kebersamaanku denganmu pun harus disudahi. Apakah aku mulai nyaman berada
deketmu? Sampai sanggup berlama-lama dan tak sadar akan waktu. Atau mungkin
waktu yang terlalu berjalan sangat cepat? Sampai-sampai aku tak sempat
merasakan detiknya.
Baru saja kuberdiri untuk berpamitan, tiba-tiba tanganku menyambar tanganku dan
mata kita sudah bertatapan tajam satu sama lain. Lalu dengan nada suara yang
serius kamu mulai berkata, Dari awal kita berkenalan dengan ketidaksopananku
dan di sana ada proses aku mengenalmu aku merasakan hal yang berbeda yang
aku sendiri sulit untuk menjelaskannya, entah apa itu, saat ini mungkin adalah waktu
yang tepat bahwaku benar-benar sayang kamu dan aku mau jadi lelakimu untuk
menjalani hubungan yang lebih serius. Kamu mau terima aku?. Layaknya
seseorang yang sedang ditantang untuk menaiki bungy jumping. Jantung kamu
terpacu kencang mulai dari saat menaiki kereta (lift) menuju ke atas untuk sampai di
tempat yang tingginya hampir 200 meter dari tanah dan petualangan tidak berhenti
di situ. Setelah sampai di atas kamu akan di ikat kakinya dengan pegas berukuran
besar dan lompatlah kamu. Itulah yang dapat aku gambarkan ketika menerima
ucapannya. Ucapan yang tidak pernah ada dalam pikiranku bahkan tidak pernah
kuprediksikan sebelumnya. Dan aku hanya meresponya, Beri aku waktu untuk
menjawab. Aku janji secepatnya aku akan kabari kamu. Kemudian kamu pun
mengantar dan menungguiku sampai naik angkutan umum dengan nomor yang
sama yang membawaku ke tempatmu tadi.
Dua hari, iya, dua hari cukup bagiku untuk memastikan tentang perasaanku
padamu. Aku semangat sekali hari itu. Dan kamu pun tak henti-hentinya menjalan
komunikasi yang lebih intens lagi dari sebelumnya, mulai dari kemarin lusa pada
saat di jalan menuju rumah hingga sampai di rumah. Serta seharian lalu.
Menyenangkan rasanya. Aku meminta kamu untuk dating ke rumahku. Rumahku
yang letaknya di Tangerang dekat dengan Sekolah Tinggi Adminitrasi Negara;
rumahku yang ditinggali orang-orang tersayang dan mungkin saja kamu akan
menjadi bagian dari orang-orang tersayang itu. Itu cuma kemungkinan kecil saja.

Mendekati waktu isya, kamu sudah sampai dirumahku; bertamu. Aku sudah bisa
mengetahui apa yang kamu rasakan saat itu. Persis seperti saat aku pertama kali
dating ketempatmu. Luar biasa deg-degan bukan?
Satu persatu kuperkenalkan anggota keluargaku. Sehauh yang kulihat tanggapan
mereka positif mengenaimu. Sejauh itu pula aku melihat bentuk mukamu yang
gelisah dan tak sabar untuk tahu tentang jawabanku atas pertanyaanmu kemarin
lusa. Waktu bertamu pun usai. Kamu makin kelihatan putus asa dan tak
bersemangat. Pembicaraan seperti terpaksa. Di penghujung malam itu aku sembari
menemanimu yang pamit pulang kuantar hingga depan pagar rumah. Dan sebelum
kamu mengucapkan sesuatu, yang mungkin ucapan untuk berpamitan pulang, aku
secara reflex menggapai tanganmu seperti yang kamu lakukan dulu, lalu.. Aku mau
kamu menjadi lelakiku. Aku mau kit apunya hubungan yang serius. Hanya aku dan
kamu.. Kamu tahu? Rona wajahmu langsung berubah mirip orang yang
mendapatkan hadiah lotere dengan kesetiaan menunggu yang luar biasa. Tidak
dapat dipungkiri bahwaku juga merasakan hal yang sama. Lalu dengan rasa sayang
dan lembut kecupan bibirmu sudah ada di keningku. Dan malam itu akan menjadi
malam yang bersejarah yang selalu akan kita ingat ditemani dengan cerahnya bulan
dan bintang serta sebuah saksi bisu yaitu pagar rumahku. Keyakinan akan tertidur
lelap dan bermimpi tentang kita sudah dapat dipastikan akan terjadi.
Hari demi hari. Bulan demi bulan. Tak terasa sudah hamper dua tahun kita menjalani
hubungan ini. Tahun pertama di hari jadi kita, kamu menghadiahi aku sebuah
kamera digital dan foto kita saat kencan pertama di sebuah restoran yang secara
diam-diam entah siapa yang mengambil gambar itu. Tahun kedua kamu memberikan
kejutan lain, kamu memberikan sepasang cicin yang di dalam lingkarannya terdapat
inisial aku dan kamu. Dengan tulus kamu mengatakan bahwa ingin mempunyai
hubungan ke tahap selanjutnya yang lebih serius. Kamu selalu punya cara
meberikan kejutan-kejutan dalam hubungan ini. Kespontanitasan kamu yang
membuatku menilai bahwa ku tak pernah salah menerimamu sebagai lelakiku saat
itu.
Kedekatanmu dengan keluargaku semakin membulatkan keyakinanku bahwa
kamulah orangnya. Kamu yang tanpa kuketahui ternyata punya keahlian memasak
ketika kumain ke kostanmu. Itu membuatku terkejut. Kamu yang tiba-tiba dating ke
tempat perkuliahanku hanya untuk makan siang bersama-sama. Itu membuatku
terkejut. Kamu yang ketika itu mengetahui aku kurang sehat dengan rela menemani
dan setia merawatku meskipun aku pasti akan sehat lagi. Itu membuatku terkejut.
Kamu yang ternyata juga banyak kesamaan dalam hal musik, tontonan dan tak
pernah mengeluh ketika ku ajak belanja-belanja. Sampai-sampai kita punya lagu
untuk kita. Segalanya tetap membuatku terkejut.
Luar bisanya kesabaran yang kamu punya dalam menanganiku adalah hal terbesar
mengapa aku di sini bersamamu; mengapa hubungan ini tetap bertahan. Ada kamu,
aku ada. Mirip salah satu judul film Indonesia. Tapi memang benar adanya. Aku
mungkin bukan siapa-siapa tanpa kamu; aku mungkin tidak akan menemukan jati
diri tanpa kamu.
Banyak hal sudah kita lalui selama dua tahun hubungan yang kita jalin. Sekarang
memasuki tahun ketiga aku masih tak punya ide apa yang kamu lakukan di hari jadi
kita nanti. Impianku hanya satu dan tidak terlalu muluk. Aku ingin kamu terus ada
disampingku dan terus menjadi lelakiku yang apa adanya kukenal awal lalu. Dan
semoga hubungan yang kita jalin ini selalu dberkahi. Itu saja tidak lebih.

Terlalu banyak makna cinta dari tokoh-tokoh terkenal atau bahkan orang-orang awa,
dengan versinya masing-masing. Sedangkan aku sendiri punya makna tentang cinta
dari dulu hingga sekarang. Cinta adalah saling. Makna yang menggantung dan
plural. Makna yang aku berikan pada cinta tidak melulu tentang hal-hal positif.
Saling disini adalah saling mengerti, slaing dukung, saling menghargai, saling
percaya, saling sayang, saling melindungi, saling kecewa, saling berbohong, slaing
menyakiti dan masih banyak lagi lainnya. Terlepas dari itu semua, aku hanya
inginkan kamu di hidupku dan terus mengajariku tentang banyak hal.

Anda mungkin juga menyukai