Anda di halaman 1dari 11

DEMAM BERDARAH DENGUE

A. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue ( dengue haemorrhagic fever, selanjutnyadisingkat DHF), ialah
penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengangejala utama demam, nyeri otot dan
sendi, yang biasanya memburuk setelah duahari pertama. Uji tourniquet akan positif
dengan tanpa ruam disertai beberapa atausemua gejala perdarahan seperti petekie spontan
yang

timbul

serentak,

purpura,ekimosis,

epitaksis.

hematemesis,

melena,

trombositopenia, masa perdarahan danmasa protrombin memanjang, hematokrit


meningkat dan gangguan maturasi megakariosit. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome, selanjutnya disingkatDSS) ialah penyakit DHF yang disertai renjatan.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari Dengue adalah virus dengue, bagian dari kelompok Flavivirus. Ada empat tipe
virus dengue yang dikenal, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN3 dan DEN 4. Meskipun keempat tipe
memiliki antigen tertentu, antibodi yangmelawan masing-masing antigen tersebut hanya
dapat menetralisir tipe antigenyang sama. Epidemik periodik berhubungan dengan
timbulnya serotipe yang berbeda.
Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk yang termasuk dalamkelompok Aedes.
Merupakan jenis nyamuk kecil yang mengambil makanan dari manusia. Dominan pada
manusia dan sangat jarang pada binatang. Nyamuk tersebut cenderung menggigit setiap
saat dan biasanya ditemukan di tempat-tempat yang gelap di samping rumah penduduk.
Nyamuk tersebut bertelur di air yang bersih atau di sekitar rumah (dalam pot bunga, dll).

C. EPIDEMOLOGI
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kalidilaporkan
dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 diBatavia (sekarang
disebut Jakarta). Dan pada tahun 1780 di Philadelphia. Sejak saat itu epidemik telah
dilaporkan di Calcutta (1824, 1853, 1871, 1905), IndiaBarat (1827), Hongkong (1901),
Yunani (1927-1928), Australia (1925-1926,1942), Amerika Serikat (1922) dan Jepang (1942-

1945).
Dengue sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrikadan bagian
selatan Amerika. Epidemik DHF yang terbesar terjadi di Kuba padatahun 1981 dengan
24.000 kasus DHF dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun 1986dan 1987 angka kejadian
Dengue dilaporkan di Brasil. Pada tahun 1988 epidemik dengue dilaporkan terjadi di Meksiko
dan pada tahun 1990 kira-kira seperempat dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos Peru
menderita Demam Dengue.
Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF dilaporkanterbanyak
terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia padaumumnya di bawah 15
tahun. Penelitian di Pusat Pendidikan Jakarta, Semarang,Yogya dan Surabaya
menunjukkan bahwa DHF dan DSS juga ditemukan padausia dewasa, dan terdapat
kecenderungan peningkatan jumlah pasiennya.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk
Aedes aegypti, disamping pula Aedes albapidus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi air
jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain-lainnya
Adanya vektor tersebut berhubungan erat dengan beberapa faktor, antaralain:
1. Kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari.
2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik

3. Penyediaan air bersih yang langka.Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah yang ada
penduduk, karena:
1)

Antar rumah jaraknya berdekatan, yang memungkinkan penularan karena jarak


terbang 40-100 meter.

2.

A. Aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang ( multiple biters), yaitu menggigit
beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat.

3.

Dengan makin lancarnya hubungan lalu lintas, kota-kota kecil atau daerahsemiurban dekat kota
besar pun saat ini menjadi mudah terserang akibat penjalaran penyakit dan suatu sumber di kota
besar. Kasus DHF cenderung meningkat pada musim hujan, kemungkinan disebabkan:

Perubahan musim mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk; karena pengaruhmusim hujan, puncak
jumlah gigitan terjadi pada siang dan sore hari.

Perubahan musim mempengaruhi manusia sendiri dalam sikapnya terhadapgigitan nyamuk,


misalnya dengan lebih banyak berdiam di rumah selamamusim hujan.
PATOFISIOLOGI
Proses patologi infeksi Dengue dimulai ketika adanya hubungan eratantara host dan
vektor yang membawa virus. Manusia terinfeksi dengan virussetelah nyamuk yang
terinfeksi menghisap darah dari host (manusia). Kasus yang jarang, transmisi virus dari
manusia ke manusia melalui luka atau cedera akibat jarum suntik juga pernah dilaporkan.
Infeksi dengan virus Dengue mempunyai spektrum gambaran klinis yangluas. Pada
banyak kasus terutama pada anak-anak dibawah 15 tahun, pasien biasanya asimptomatis
atau memiliki riwayat demam yang ringan. Demamdengue secara khas bersifat selflimited akut, yang terjadi setelah periodeinkubasi selama 4 7 hari. Pada anak lebih
muda, dapat disertai dengan ruammakulo papular. Pada pasien yang lebih tua, penyakit
biasanya ringan, denganonset demam tinggi yang mendadak, sakit kepala, nyeri
retroorbital. Nyeri badan difus, kelemahan, muntah, serak, perubahan sensasi rasa dan
ruammakulopapular. Virus dengue tidak ada di dalam aliran darah pada saat demam
menghilang.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit danmembedakan DF
dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilak-tosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistemkalikrein yang berakibat ekstravasasi
cairan intra-vaskular. Hal ini berakibatmengurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi,hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama
perjalanan penyakitmulai dari saat pemulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat
renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 3 0%.
Gambaran utama dari demam berdarah dengue adalah plasma leakage(kebocoran
plasma). Hal ini berasal dari celah endotel dalam pembuluh darah bagian perifer tanpa
adanya nekrosis atau inflamasi dalam endotelium. Demam berdarah dengue biasanya
dimulai berupa gambaran demam dengue. Terjadinyademam akut (>40C) seperti yang
terdapat pada demam dengue dan berakhir dalam 2 7 hari. Meskipun demikian, pada
individu dengan demam berdarahdengue, demam dapat muncul kembali memberikan gambaran
kurva demam bifasik atau saddle back yang tidak didapatkan pada individu dengan
demamdengue.

Sepanjang

demam

bifasik

tersebut,

pasien

dengan

demam

berdarahdengue

mengalami

trombositopenia

progresif,

peningkatan

hematokrit

(20%diatas nilai rata-rata) yang menyebabkan haemokonsentrasi, manifestasi perdarahan


yang berat (>50% pasien dengan tes tourniquet positif), dan efusi progresif (pleura atau
peritonium). Syok hipovolemik dapat terjadi sebagai akibatkehilangan plasma yang besar,
bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan bahkan
kematian.
Syok yang terjadi bersifat akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma ekspander yang efektif. Sebab lain kematian adalah perdarahan.Perdarahan pada
demam berdarah dengue umumnya berkaitan dengantrombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit mudadalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit, hal tersebutmenunjukkan meningkatnya
destruksi trombosit. Fungsi trombosit menurunmungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleksimun dalam peredaran darah. Kelainan sistem
koagulasi disebabkan di antaranyaoleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti
terganggu oleh aktivasisistem koagulasi.
Masalah terjadi tidaknya DIC pada penderita DHF/DSS terutama penderitadengan
perdarahan hebat sejak lama telah menjadi bahan pertentangan. Penyelidikan mutakhir
Srichaikul dkk. (1977) membuktikan bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada
penderita DHF tanpa renjatan, yang dapat dibuktikan dengan meningkatnya konsumsi
fibrinogen disertai perubahanhematologis lain. Mereka beranggapan bahwa pada masa
dini DHF, peranan DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi apabila
penyakit memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis , maka renjatan akan memperberat DIC
sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit
akan memasuki renjatan ireversibel disertai perdarahan hebat, dan terlibatnya organ-organ
vital yang biasanya diakhiri dengan kematian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
perdarahan kulit penderitaDHF pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler dan
trombositopeni,sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih komplekslagi,
yaitu trombositopeni, gangguan faktor pembekuan dan kemungkinan besar oleh faktor DIC,
terutama pada penderita dengan renjatan lama yang tidak dapatdiatasi disertai komplikasi
asidosis metabolik.

GAMBARAN KLINIS
Infeksi virus dengue pada manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild
undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue haemorrhagic fever dan dengue
shock syndrome; yang terakhir dengan mortalitas tinggi yang disebab kan renjatan dan perdarahan
hebat . Kasus demam berdarah dengue ditandai dengan empat manifestasi klinisyaitu
demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dankegagalan
peredaran darah.Fenomena patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit
danmembedakan demam berdarah dengue dari demam dengue adalah meningginya
permeabilitas

kapiler

pembuluh

darah,

menurunnya

volume

plasma,

hipotensi,trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Halstead mengemukakan gejala


yangharus dipertimbangkan dalam diferensiasi demam berdarah dengue dengan demam
dengue, adalah:
1. DHF biasanya disertai dengan pembesaran hati.
2. leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demamdengue yang pada
umumnya disertai dengan leukopenia berat.
3. manifestasi perdarahan seperti petekhie, echimosis, uji tornikuet positif dan
trombositopenia lebih menonjol pada DHF.
4. limfadenopati, ruam makulopapular dan mialgia bersifat lebih ringan pada DHF.
DIAGNOSIS
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapatmenyebabkan demam yang tak
terdiferensiasi, demam dengue dan demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma
(plasma leakage) dapatmenyebabkan syok hipovolemik.
Kriteria klinis demam dengue :
1. Suhu badan yang tiba-tiba meninggi
2. Demam yang berlangsung hanya dalam beberapa hari
3. Kurva demam yang menyerupai pelana kuda
4. Nyeri tekan terutama di otot-otot dan persendian
5. Adanya ruam-ruam pada kulit
6. Leukopenia

Dalam menegakkan diagnosis DBD, beberapa indikator penting yang perlumendapat


perhartian antara lain:
Tanda dini infeksi dengue Indikator
fase syok : demam tinggi hari sakit ke 4-5-, acial flushing - suhu turun- tidak ada tanda
ISPA - nadi cepat tanpa demam- tidak tampak fokal infeksi -tekanan nadi
turun/hipotensi- uji tornikuet positif - leukopenia<5000/mm trombositopeniahemtokrit naik WHO (1997) memberikan pedoman untuk membantu menegakkan
diagnois DBD secara dini, disamping menentukan derajat beratnya penyakit :
*Klinis *beratnya penyakit- Demam mendadak tinggi
1. Derajat I: demam dengan uji tor-- Perdarahan termasuk uji bendung(+) nikuet
(bendung)(+).seperti petekie, epistaksi, hematemesis. 2. Derajat II: derajat I dengan per-- Hepatomegali darahan spontan- syok : nadi kecil
dan cepat dengan 3. Derajat III: nadi cepat dan lemahtekanan nadi<20mmHg, atau hipotensi tekanan nadi
<20mmHg,hipotensidisertai gelisah dan akral dingin akral dingin.4. Derajat IV: syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur
*Laboratoris- : Trombositopenia (<100.000/mm3Hemokosentrasi(kadar Ht>20% dari normal)
. Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejaal laboratoris dianggap cukupuntuk
menengakkan diagnosis kerja DBD.Trombositopenia dan hemokosentrasi merupakan dua hal
utama yangsering dijumpai pada DBD. Jumlah trombosit yang berada dibawah 100 000 per mm3
sering dijumpai pada hari ketiga dan kedelapan sakit, sering sebelum atau berbarengan
dengan perubahan hematokrit. Peningkatan kadar hematokrit, menunjukkan adanya kebocoran
plasma, selalu dapat muncul, bahkan pada kasusnon-shock, akan tetapi lebih sering pada
kasus shock. Hemokosentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20% merupakan
bukti nyata adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan plasma leakage. Harus diingat
pula bahwakadar hematokrit dapat dipengaruhi oleh penggantian volume atau perdarahan.Hubungan
waktu yang erat antara menurunnya kadar trombosit dan peningkatanhematokrit
merupakan tanda khas dari DBD; kejadian tersebut terjadi bisanya sebelum onset syok. Pada
DBD, angka hitung leukosit dapat bervariasi selama perjalanan penyakit, dari leukopenia

hingga leukositosis, akan tetapi penurunan kadar leukosit akibat penurunan kadar
neutrofil sering dijumpai pada waktu akhir darifase demam. Limfositosis relatif , dengan
adanya limfosit atipikal, merupakangambaran yang sering ditemukan sebelum syok
terjadi. Albuminuria transienkadang dapat dijumpai, dan bekuan darah dapat dijumpai di
dalam feses. Pada banyak kasus pemeriksaan koagulasi dan fibrinolisis menunjukkan
adanya

penurunan

kadar

fibrinogen,

prothrombin,

factor

VIII,

factor

XII,

andantithrombin III. Penurunan antiplasmin ( plasmin inhibitor) telah dijumpai pada


beberapa kasus. Pada kasus yang berat dengan tanda disfungsi hepar berat, penurunan
faktor protrombin vitamin-K dependent juga dapat dijumpai seperti,factors V, VII, IX and
X. Partial thromboplastin time dan prothrombin timemengalami pemanjangan pada
sekitar sepertiga dari pasien. Berlawanan halnya,Thrombin time memanjang pada kasuskasus yang berat. Fungsi paltelet jugamengalami gangguan.kadar komplemen serum
terutama C3 juga berkurang.
Gambaran lain yang sering dijumapai adalah hiponatremia,hipoproteinemia, dan
peningkatan kadar aspasrtat amino transferase. Asidosimetabolik dapat juga terjadia kibat
syok yang berlangsung lama. BUN meningkat pada tahap akhir syok.Pemeriksaan foto
polos didaptkan adanya efusi pleura terutama pada sisikanan, karena sebagai temuan
yang konstant, efusi pleura yang meningkat berhubungan dengan memberatnya penyakit.
Pada syok efusi pleura bilateraldapat dijumpai.
DIFFERENTIAL DIAGNOSA
Etiologi demam pada awal penyakit umumnya sulit diketahui, karenanya perludite-liti
infeksi pada alat-alat tubuh baik yang dise-babkan bakteri maupun virus,seperti bronkopneumonia, kolesistitis, pielonefritis, demam tifoid, malaria dansebagainya. Adanya mam
yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan denganDHF. Biasanya pada morbili
ruamnya lebih banyak, adanya bintik-bintik Koplik pada selaput lendir mulut dan selalu
ditemukan koriza. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan
leptospirosis. Pada hari ke 3-4 demamdengan adanya manifestasi perdarahan, kemungkinan
diagnosis DHF akan lebih besar.Perdarahan di kulit ditemukan pula pada meningitis
meningokok dankeadaan sepsis Pe/neriksaan saraf dan fungsi lumbal serta darah tepi dan
biakandarah, dapat mem-bedakan hal ini dengan DHF.Penyakit-penyakit darah seperti idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP),leukemia pada stadium lanjut dan anemia aplastik dapat

pula memberikan gejala-ge|ala yang mirip DHF. Pemeriksaan sumsum tulang akan dapat
memberikepastian mengenai diagnosis.
PENATALAKSANAAN
Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempatterpisah dengan pasien
penyakit lam, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada
DF atau DHF tanpa penyukit adalah:
1. Tirah baring
2. Makanan lunak.Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2
liter dalam24 jam
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres
di kepala, ketiak dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetami-nofen, eukinin atau
dipiron. Hindan pema-kaian asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder Pasien DHF pertu
diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan,yaitu:
Keadaan umum memburuk
Hati makin membesar
Masa perdarahan memanjang Karena trom-bositopenia
Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkalaDalam hal ditemukan tanda-tanda
dini tersebut, infus harus disiapkan danterpasang pada pasien. Observasi meliputi
pemeriksaan tap jam terhadap keadaanumum, nadi, tekanan darah, suhu dan
pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan,
selanjutnya tiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairanintravaskular ke
tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberiansegera cairan intravena.
Jenis cairan dapat berupa NaCI faali, laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat
dapat dipakai plasma atau ekspander plasma.Jumlah cairan dan kecepatan pemberian
cairan disesuaikan dengan perkembanganklinis.Kecepatan permulaan tetesan ialah 20 ml/
kg berat badan, dan bilarenjatan telah diatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10
ml/kg berat badan/jam.Pada kasus dengan renjatan berat, cairan dibenkan dengan
diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander
plasmaatau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan.Dalam ha) ini

perlu diperhatikan ke-ada-an asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bi-karbonas. Pada
umumnya untuk menjaga ke-seimbangan volumeintravaskular, pemberian cairan
intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun
plasma dipertahankan 12-48 jam se-telah renjatan teratasi. Transfusi darahdilakukan
pada:
1. Pasien dengan perdarahan yang mem-bahayakan (hematemesis dan melena)
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian kortikosteroid dilakukan telah ter-bukti tidak terdapat perbedean yang
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien denqan renjatan
yang lama ( prolonged shocK),
DIC diperkirakan merupa-kan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan
hemostatis terbuktiadanya DIC, heparin perlu diberikan.
PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai
saat ini. Vektor dengue khususnya A .aegypti sebenarnya mudah diberantas karena sarangsarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksi-mum 100
meter. Tetapi karena vektor terbesar luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan
total coverage (meliputi seluruh wilayah)agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.
Ada 2 cara pemberantasan vektor:
1. Menggunakan insektisida.Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam
berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida) dantemephos
(abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggu-naanmalathion ialah dengan
pengasapan ( thermal fogging) atau pengabutan ( cold fogging).
Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan berbagai jenisinsektisida yang
disemprotkan di dalam kamar/ruangan, misalnya golonganorganofosfat, karbamat atau
pyrethroid
Cara penggunaan ternephos (abate) ialah dengan pasir abate ( sand granules) ke dalam
sarang-sarang nyamuk aedes, yaitu bejana tempat penampungan air bersih
Tanpa insektisida Caranya adalah dengan :
Menguras bak mandi, tempayan dan temapt penampungan air minimal 1kali
seminggu.

Menutup tempat penampungan air dengan rapat.


Membersihkan halaman rumah dari tempat/kaleng-kaleng bekas, botol- botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang
PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS mortalitasnya cukup
tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,dan Jakarta memperlihatkan
bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnyalebih ringan dari pada anak-anak.Dan
penelitian tahun 1993 dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama muncul
dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia,anemia dan kehamilan

Daftar pustaka
1. Aru W Sudoyo,dkk: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Jilid 1 Edisi Empat,balai Penerbit
FK-UI,jakarta,2006.
2. Brooks,Geo F: Mikrobiologi kedokteran,Jakarta: EGC,2007.
3. Hadinegoro S.R, Demam berdarah dengue Dalam : naskah lengkap pelatihan bagi
dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalamdalam tata laksana DBD,
Penerbit FKUI, Jakarta, 2005. hal1.
4. vani, demam berdarah dengue dalam: http:/www.bmjournals.com, may2005.2.
5. Caribbean

Epidemiologi

Center

(CAREC)

Dengue

dalam:http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm
6. WHO,

Clinical

Diagnosis

of

Dengue

dalam:

http://www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf
7. Hagop Isnar,MD, Dengue dalam :http://www.emedicine.com
8. WHO,

Clinical

Diagnosis

of

Dengue

dalam:

http://www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf
9. Scott B.Halstead, Dengue Haemorragic Fever dalam Textbook of Pediatrics
10. WHO,

Dengue

and

Dengue

Haemorragic

Fever

dalam:http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm
11. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndromedalam:
http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm

Anda mungkin juga menyukai