Teknik spiritual agar akuntan dapat menjadi akuntan yang benar benar
independen
Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa Latin, spiritus,
yang berarti napas. Selain itu, spiritual juga dapat dapat diartikan sebagai sesuatu yang murni. Diri
kita yang sebenarnya adalah roh kita itu. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang
membuat kita dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar tubuh
fisik kita, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita. Kecerdasan spiritual berarti kemampuan
kita untuk dapat mengenal dan memahami diri kita sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun
sebagai bagian dari alam semesta. Dengan memiliki kecerdasan spiritual berarti kita memahami
sepenuhnya makna dan hakikat kehidupan yang kita jalani dan ke manakah kita akan pergi.
Spiritualitas dan Agama
Setiap agama di dunia ini mengajarkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik untuk mencapai
kecerdasan spiritual atau aktualisasi diri. Seringkali kita justru menganggap ritual atau ibadah
sebagai tujuan bukan sebagai cara. Kita melakukan ibadah sebagai sebuah kewajiban yang harus
dilakukan, karena jika tidak kita takut akan menerima hukuman dari Tuhan (azab dan neraka), dan
jika kita lakukan kita akan menerima pahala dan surga.
Menjalankan ibadah agama dengan motivasi karena ketakutan (fear motivation) menunjukkan
kecerdasan spiritual yang paling bawah, dilanjutkan dengan motivasi karena hadiah (reward
motivation) sebagai kecerdasan spiritual yang lebih baik. Tingkatan ketiga adalah motivasi karena
memahami bahwa kitalah yang membutuhkan untuk menjalankan ibadah agama kita (internal
motivation), dan tingkatan kecerdasan spiritual tertinggi adalah ketika kita menjalankan ibadah
agama karena kita mengetahui keberadaan diri kita sebagai makhluk spiritual dan kebutuhan kita
untuk menyatu dengan Sang Pencipta berdasarkan kasih (love motivation).
Paling tidak ada lima hal yang diajarkan oleh agama untuk membantu kita meningkatkan
kecerdasan spiritual kita, yaitu:
1. Iman atau keyakinan. Dalam Islam hal ini adalah Syahadat. Sedangkan dalam Kristen Protestan
adalah Pengakuan Iman Rasuli (dalam bahasa Jawa disebut sebagai Sahadat Kalih Welas-dua belas
keyakinan). Kita harus menyadari dan meyakini bahwa kita adalah ciptaan Tuhan dan memiliki
potensi yang luar biasa untuk menjadi dan memiliki apa pun yang kita harapkan. Potensi dan
peluang yang tidak terbatas inilah yang harus kita eksplorasi dan kembangkan dalam rangka
mewujudkan impian-impian kita serta misi hidup kita bagi sesama dan dunia pada umumnya.
2. Ketenangan dan keheningan, yaitu suatu upaya ritual untuk menurunkan frekuensi gelombang
otak kita sehingga mencapai alpha (relaks) sampai tahap meditatif pada keheningan yang dalam.
Semua agama mengajarkan cara untuk bersembahyang dan meditasi. Ibadah atau sembahyang atau
berdoa merupakan kebutuhan kita untuk memasuki frekuensi gelombang otak yang rendah, untuk
mencapai kecerdasan yang lebih tinggi, kreativitas, intuisi dan tuntunan Ilahi. Pada frekuensi
rendah juga terjadi peremajaan sel-sel tubuh (rejuvenation) sehingga kita menjadi lebih sehat dan
awet muda.
3. Pembersihan diri, berupa detoksifikasi yaitu pembuangan racun-racun. Semua agama mengenal
puasa. Karena puasa merupakan sebuah proses bagi kita untuk membersihkan tubuh dari segala
racun-racun dan sisa pembuangan metabolismo tubuh, serta memberi waktu bagi tubuh kita untuk
beristirahat. Jadi terlihat jelas bahwa berpuasa adalah kebutuhan mutlak seseorang untuk
memelihara kesehatannya, selain bahwa puasa membantu kita untuk mencapai ketenangan
(frekuensi gelombang otak yang rendah) sehingga kita dapat mencapai kesadaran tertinggi
(superconsciousness).
4. Beramal dan mengucap syukur (Charity and Gratitude). Beramal bukan untuk kebutuhan orang
lain semata. Justru kita butuh untuk melakukan amal karena terbukti dalam penelitian bahwa rasa
iba dan kasih saying menstimulasi pembentukan hormon yang meningkatkan daya tahan tubuh dan
kesehatan kita. Beramal dan mengucap syukur adalah sebuah pernapasan rohani, yang jika tidak
kita lakukan maka kita akan mati secara spiritual dalam arti kita semakin tidak dapat mencapai
tahapan aktualisasi diri atau pemenuhan diri yang sempurna. Beramal atau berbuat baik pada
sesama merupakan ciri kecerdasan spiritual seseorang atau aktualisasi diri menurut istilah Maslow,
di mana kita memiliki misi untuk menolong sesama kita.
5. Penyerahan diri secara total. Ini adalah tahapan tertinggi dalam perjalanan spiritualitas
seseorang, yaitu ketika dia sudah tidak punya rasa kuatir akan apa yang akan terjadi. Dia memiliki
rasa pasrah secara total kepada Tuhan, karena sebagai makhluk spiritual, dia telah mencapai
penyatuan dengan sang Pencipta.
Dari beberapa teknik spiritual di atas, dapat diterapkan kepada setiap pribadi bukan hanya para
akuntan public ataupun auditor, tetapi semua pribadi yang ingin megembangkan kemampuan
spiritualitasnya.
Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi
dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui
pengalaman dan praktek audit. Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup yang
mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum.
Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003:26)
menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas
laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahankesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan
audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Kemudian Tubbs (1990) dalam artikel
yang sama berhasil menunjukkan bahwa semakin berpengalamannya auditor, mereka semakin peka
dengan kesalahan penyajian laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan
kesalahan yang ditemukan tersebut.
Sehingga berdasarkan uraian di atas dan dari penelitian yang terdahulu dapat disimpulkan bahwa
kompetensi auditor dapat dibentuk diantaranya melalui pengetahuan dan pengalaman. Namun
sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu
perusahaan, maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi
juga harus independen dalam pengauditan. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apaapa.
Faktor independensi inilah yang menjadi penentu dalam auditor melaksanakan tugasnya, auditor
seringkali dihadapkan pada berbagia tekanan yang memaksanya untuk menetukan pilihan yang
baik dan buruyk, kepentingan pribadi/golongan atau kepentingan yang lebih luas. Dala hal inilah,
maka teknik spriritual perlu untuk dikembangkan, dimana seseorang harus rela meletakkan
kepentingan pribadinya ataupun golongan di atas kepentingan orang banyak yang tentu saja
didasarkan pada aturan dan norma yang berlaku dan sesuai dengan ketentuan yang ada. Seringkali
bila kita berada dalam tekanan yang lebih kita dengarkan adalah suara hati kita sendiri, kita jarang
untuk mencoba berhenti dan berdoa serta memohon pertolongan dari yang Maha kuasa untuk dapat
turut campur dalam masalah ataupun dilema yang sedang kita hadapi.
Dalam tahap inilah, penyerahan diri secara total membantu kita agar dapat menyerahkan segala
sesuatunya kepada Pencipta.