Chapter LL
Chapter LL
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecelakaan Kerja
2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada
penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya
dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya
preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang
kembali (Sumamur, 2009). World Health Organization (WHO) mendefinisikan
kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan
sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang riil.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan
Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998). Menurut (OHSAS
18001, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba
yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta
benda atau kerugian waktu.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan
kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan
kerugian baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan menurut UU No. 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju tempat
kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
2.1.2 Teori Kecelakaan Kerja
Teori kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan
yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau kerugian waktu.
Salah satu teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja
yang diusulkan oleh H.W. Heinrich yang dikenal sebagai teori Domino Heinrich.
Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling
berhubungan, yaitu : (1) kondisi kerja, (2) kelalaian manusia, (3) tindakan tidak
aman, (4) kecelakaan, dan (5) cedera. Kelima faktor ini tersusun seperti kartu domino
yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain
hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino,
jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang
menyebabkan robohnya bangunan lain.
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan
menghilangkan tindakan tidak aman yang merupakan poin ketiga dari lima faktor
penyebab kecelakaan yang menyumbang 98% terhadap penyebab kecelakaan. Jika
dianalogikan dengan kartu domino, maka jika kartu nomor 3 tidak ada lagi,
seandainya kartu nomor 1 dan 2 jatuh maka tidak akan menyebabkan jatuhnya semua
kartu. Dengan adanya jarak antara kartu kedua dengan kartu keempat, maka ketika
kartu kedua terjatuh tidak akan sampai menimpa kartu nomor 4. Akhirnya kecelakaan
pada poin 4 dan cedera pada poin 5 dapat dicegah.
kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan
pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah,
ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya.
2. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat
pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor
mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan
suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun
menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dab pengangkat, terjatuh
di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang
dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda
pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan
kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi maupun di tempat
datar. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor
keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari
pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada
rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada
tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga
ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa
tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap,
terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.
2.1.4
2.
Berdasarkan penyebab
a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu,
dan sebagainya.
b) Alat angkut dan angkat, misalnya mesin angkat dan peralatannya, alat
angkut darat, udara dan air
c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin,
alat-alat listrik, bejana bertekanan, tangga, scaffolding dan sebagainya.
d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, debu, gas, zat-zat
kimia, dan sebagainya.
e) Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan dibawah tanah).
3.
Luka di permukaan
4.
i)
Keracunan-keracunan mendadak
j)
Pengaruh radiasi
2.1.5
ikut bersedih dan berduka cita. Kecelakaan seringkali disertai terjadinya luka,
kelainan tubuh, cacat bahkan juga kematian. Gangguan terhadap pekerja demikian
adalah suatu kerugian besar bagi pekerja dan juga keluarganya serta perusahaan
tempat ia bekerja.
Tiap kecelakaan merupakan suatu kerugian yang antara lain tergambar dari
pengeluaran dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya
kecelakaan seringkali sangat besar, padahal biaya tersebut bukan semata-mata beban
suatu perusahaan melainkan juga beban masyarakat dan negara secara keseluruhan.
Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya langsung meliputi biaya atas P3K, pengobatan,
perawatan, biaya angkutan, upah selama tidak mampu bekerja, kompensasi cacat,
biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan, mesin dan biaya tersembunyi
meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu pasca
kecelakaan terjadi, seperti berhentinya operasi perusahaan oleh karena pekerja
lainnya menolong korban, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang
yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit serta berada dalam perawatan dengan
orang baru yang belum biasa bekerja pada pekerjaan di tempat terjadinya kecelakaan
(Sumamur, 2009)
2.1.6
kecelakaan
berdasarkan
pengetahuan
tentang
penyebab
Lingkungan
Syarat lingkungan kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara,
pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara
ruang kerja
b. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja
yang dapat menjamin keselamatan
c. Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan
penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan
tempat dan ruangan
2.
pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap
mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.
3.
Perlengkapan kerja
Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi
pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang
kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam
penggunaannya.
4.
Faktor manusia
Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja,
mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan halhal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari
perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta menghilangkan adanya
ketidakcocokan fisik dan mental.
Tenaga
Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986:
Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang
selanjutnya disingkat sebagai pedoman K3 konstruksi ini merupakan pedoman yang
dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia.
Aspek K3 untuk bidang konstruksi juga diterapkan di Amerika Serikat melalui
Occupational Safety and Health Administration (OSHA, 1926), dengan dikeluarkan
pedoman K3 termasuk untuk bidang konstruksi. Pedoman ini bertujuan agar
tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan,
tetapi juga disempurnakan secara terus menerus dan mengakomodasikan masukanmasukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan sehingga akan
menumbuhkan kesadaran untuk mengikuti peraturan agar tercapainya keselamatan
dan kesehatan kerja.
Dalam prosedur keselamatan kerja konstruksi ada beberapa jenis izin kerja
yang harus dipatuhi dan dibuat oleh para pekerja sebelum memulai pekerjaannya,
antara lain :
a. Izin kerja bekerja di ketinggian atau working at height permit. Izin ini
dibutuhkan oleh pekerja-pekerja scaffolding yang lebih banyak bekerja di
ketinggian.
b. Izin kerja pada tempat terbatas atau confine space permit. Izin ini dibutuhkan
untuk semua pekerja yang bekerja berada di tempat terbatas, maksudnya
bukan hanya sempit, dalam atau bertekanan tinggi, tetapi juga minim ventilasi
dan asupan oksigen.
c. Izin kerja panas atau hot work permit. Izin ini diperlukan untuk semua pekerja
yang melakukan pekerjaan mengelas, menggerinda, memotong atau
menghaluskan material logam dengan peralatan listrik.
d. Izin kerja aman atau safe work permit. Izin ini merupakan inti dari semua izin
kerja yang telah disebutkan sebelumnya. Karena izin kerja aman harus tetap
ada bersamaan izin kerja lain yang dibutuhkan (Ahira, 2012).
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
dijelaskan bahwa pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan
pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja terhadap
tenaga kerjanya. Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana untuk
keperluan keluar masuk dengan aman. Tempat-tempat kerja, tangga-tangga, loronglorong dan gang-gang tempat orang bekerja atau sering dilalui harus dilengkapi
dengan penerangan yang cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semua tempat
kerja juga harus mempunyai ventilasi yang cukup sehingga dapat mengurangi bahaya
debu, uap dan bahaya lainnya.
2.3
Scaffolding
pembongkaran. Scaffolding yang sesuai dan aman harus disediakan untuk semua
pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seseorang yang berdiri di
atas konstruksi yang kuat dan permanen, kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat
dilakukan dengan aman dan mempergunakan tenaga. Scaffolding harus diberi lantai
papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja,
peralatan dan bahan yang dipergunakan. Lantai scaffolding harus diberi pagar
pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. PER-01/MEN/1980)
Scaffolding dibuat apabila pekerjaan bangunan gedung sudah mencapai
ketinggian 2 meter dan dan tidak dapat dijangkau oleh pekerja. Scaffolding harus
dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat dijamin keamanannya bila
dikerjakan pada ketinggian yang melebihi 2 meter dengan menggunakan scaffolding
yang memenuhi standar.
2.3.2 Jenis dan Fungsi Scaffolding
Scaffolding digunakan dengan tujuan sebagai tempat untuk bekerja yang aman
bagi pekerja konstruksi sehingga keselamatan kerja terjamin dan sebagai pelindung
bagi pekerja yang lain seperti pekerja yang berada di bawah agar terlindung dari
jatuhnya bahan atau alat. Berdasarkan fungsinya, konstruksi scaffolding menurut
Frick dan Setiawan (2012) dapat dibagi atas :
1.
3.
A. Scaffolding andang
Scaffolding andang digunakan pada pekerjaan yang tingginya 2,5-3 m. apabila
pekerjaan lebih tinggi maka scaffolding andang tidak dapat digunakan lagi.
Scaffolding andang dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1) Scaffolding andang kayu
Scaffolding andang kayu dapat dipindah-pindahkan dan dapat dibuat dengan
cepat. Untuk tinggi scaffolding tidak dapat disetel. Scaffolding ini biasanya
digunakan untuk pekerjaan pada ketinggian yang tidak lebih dari 3 m, sedangkan
untuk pekerjaan pada ketinggian lebih dari 3 m digunakan scaffolding tiang.
B. Scaffolding tiang
Scaffolding tiang digunakan apabila pekerjaan sudah mencapai diatas 3 m.
Scaffolding tiang dapat dibuat lebih dari 10 m tergantung kebutuhan. Scaffolding
tiang dapat dibagi atas :
1) Scaffolding tiang dari bambu
Pada umumnya scaffolding bambu banyak dipakai oleh pekerja di lapangan, baik
pada bangunan bertingkat maupun tidak, dikarenakan :
a. Bambu mudah didapat, kuat, dan murah
b. Pemasangan scaffolding bambu mudah
c. Mudah dibongkar dan dapat dipasang kembali tanpa merusak bambu
d. Bahan pengikatnya pakai tali ijuk
d) Arm lock
Arm lock adalah pengunci/penguat dari 2 susunan atau lebih scaffolding agar
susunan scaffolding tidak mudah goyang. Arm lock dipasang antara susunan
main frame satu ke susunan main frame yang berada diatasnya, lebih tepatnya
terpasang pada konektor pada cross brace.
Gambar 2.14 Arm lock (a) dan arm lock yang terpasang pada scaffolding (b)
e) Jack base
Jack base adalah alat yang berfungsi sebagai alas kaki dari scaffolding,
konstruksinya berulir sehingga dapat menyesuaikan dengan jarak dari lantai.
Joint pin
Joint pin adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyambung scaffolding satu
dengan scaffolding lainnya secara vertikal sehingga memungkinkan untuk dibuat
menjadi lebih dari 1 tingkatan scaffolding. Diameter atas dan bawah joint pin
dibuat lebih kecil dari diameter lubang dari main frame, namun pada bagian
tengah joint pin diameternya sama dengan diameter lubang main frame.
Stair
Stair (tangga) adalah alat yang berfungsi sebagai akses pekerja untuk dapat
menuju susunan scaffolding yang dikehendaki. Keberadaan stair (tangga) ini
sangat penting, seringkali pekerja menaiki scaffolding dengan memanjat
sambungan besi horizontal pada main frame padahal itu bukanlah berfungsi
sebagai tangga. Perlu diperhatikan juga, apabila dipasangi stair (tangga) juga
harus dipasang handrail, untuk pegangan tangan saat menaiki tangga.
Horizontal Frame
Horizontal frame adalah bingkai besi yang membujur berfungsi sebagai penguat
susunan scaffolding. Apabila scaffolding lebih dari 1 susunan, maka harus
memakai horizontal frame pada kedua sisi scaffolding.
Pipa support
Pipa support ini biasanya digunakan pada saat pembongkaran bekisting.
Swivel Clamp
Swivel clamp adalah penjepit yang berbentuk lingkaran dan dapat diputar 360o,
biasanya digunakan untuk menjepit pipa besi untuk membuat hand rail pada
stair (tangga).
B. Staggered Construction
Susunan scaffolding staggered construction hanya menggunakan 1 jalur yaitu
hanya dipakai stair (tangga) saja. Keuntungannya dapat menghemat platform,
namun kekurangannya tidak dapat mengantisipasi apabila terjadi pertemuan
antara 2 orang yang lajunya berlawanan dan harus menggunakan jenis stair
(tangga) yang sedikit dimodifikasi dengan penambahan plat besi di ujung tangga.
Selain itu juga konstruksi scaffolding akan mudah goyah apabila dinaiki pekerja.
Seringkali kondisi scaffolding yang sudah berkarat, bengkok dan secara visual
sudah tidak layak masih sering digunakan padahal hal tersebut dapat mempengaruhi
daya kekuatan dari scaffolding tersebut. Selain itu pijakan scaffolding yang kurang
sejajar (tinggi sebelah) dapat menyebabkan susunan dari scaffolding yang tidak
sejajar, sehingga rentan untuk roboh. Hal yang diperhatikan juga adalah besi
horizontal pendek pada sisi kanan dan kiri main frame bukan berfungsi sebagai
tangga, namun banyak juga pekerja yang menaiki scaffolding melalui bagian tersebut.
Padahal besi horizontal pendek tersebut berfungsi sebagai penguat main frame.
Apabila bagian tersebut dipijaki maka besar kemungkinan untuk besi patah dan kaki
terperosok sehingga dapat mencederai pekerja. Gambar 2.25 Pijakan scaffolding yang
salah.
buruk tertentu untuk terjadi (the probability of a specific adverse effect to occur)
(Holmberg, et al.) dalam Health Psychology in Action.
Berdasarkan berbagai definisi risiko yang telah dijelaskan dapat disimpulkan
bahwa risiko merupakan ukuran kemungkinan (probability) dengan besarnya dampak
(qonsequence) dari suatu keadaan yang dapat menimbulkan kecelakaan. Untuk dapat
mengenali risiko terlebih dahulu harus diperoleh pemahaman mengenai what is at
risk. Teknik yang dapat digunakan untuk mengenali risiko adalah dengan
mengumpulkan dan menelaah dokumen-dokumen organisasi
1) Mereview struktur dan bagan organisasi
2) Melakukan wawancara dengan pihak terkait
a. Ruang Lingkup
Penilaian risiko dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
identifikasi risiko. Identifikasi risiko adalah tahapan yang sangat kritikal dalam
proses penilaian risiko yaitu merekam semua risiko baik yang sudah maupun belum
dikendalikan melalui pengendalian inten. Proses yang dilakukan dalam tahap
identifikasi risiko adalah:
1) Menginventarisasi data kejadian/peristiwa komprehensif yang mempengaruhi
organisasi
2) Menentukan sumber-sumber risiko, antara lain hubungan bisnis dan hukum,
lingkungan ekonomi, perilaku manusia, kejadian alam, lingkungan politik, isu
teknologi, aktivitas manajemen dan aktivitas individu.
3) Menentukan area yang terkena pengaruh risiko, antara lain aset dan sumber daya,
pendapatan, biaya, pegawai, masyarakat, kinerja, waktu dan jadual aktivitas,
lingkungan.
4) Menentukan penyebab dan skenario risiko.