Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecelakaan Kerja
2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada
penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya
dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya
preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang
kembali (Sumamur, 2009). World Health Organization (WHO) mendefinisikan
kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan
sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang riil.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan
Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998). Menurut (OHSAS
18001, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba
yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta
benda atau kerugian waktu.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan
kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan
kerugian baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan menurut UU No. 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kecelakaan kerja adalah

Universitas Sumatera Utara

kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju tempat
kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
2.1.2 Teori Kecelakaan Kerja
Teori kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan
yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau kerugian waktu.
Salah satu teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja
yang diusulkan oleh H.W. Heinrich yang dikenal sebagai teori Domino Heinrich.
Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling
berhubungan, yaitu : (1) kondisi kerja, (2) kelalaian manusia, (3) tindakan tidak
aman, (4) kecelakaan, dan (5) cedera. Kelima faktor ini tersusun seperti kartu domino
yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain
hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino,
jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang
menyebabkan robohnya bangunan lain.
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan
menghilangkan tindakan tidak aman yang merupakan poin ketiga dari lima faktor
penyebab kecelakaan yang menyumbang 98% terhadap penyebab kecelakaan. Jika
dianalogikan dengan kartu domino, maka jika kartu nomor 3 tidak ada lagi,
seandainya kartu nomor 1 dan 2 jatuh maka tidak akan menyebabkan jatuhnya semua
kartu. Dengan adanya jarak antara kartu kedua dengan kartu keempat, maka ketika
kartu kedua terjatuh tidak akan sampai menimpa kartu nomor 4. Akhirnya kecelakaan
pada poin 4 dan cedera pada poin 5 dapat dicegah.

Universitas Sumatera Utara

Teori Frank E. Bird Petersen mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu


kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan
harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber
energi yang melebihi ambang batas atau struktur. Teori ini memodifikasi teori
Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor
dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain :
a. Manajemen kurang control
b. Sumber penyebab utama
c. Gejala penyebab langsung
d. Kontak peristiwa
e. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja yang terjadi menurut Sumamur (2009) disebabkan oleh dua
faktor, yaitu :
1. Faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan meliputi aturan
kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan
dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan
yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu
berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau
bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan
sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik
dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit. Diperkirakan 85% dari

Universitas Sumatera Utara

kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan
pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah,
ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya.
2. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat
pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor
mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan
suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun
menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dab pengangkat, terjatuh
di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang
dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda
pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan
kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi maupun di tempat
datar. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor
keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari
pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada
rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada
tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga
ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa
tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap,
terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4

Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 dalam

Sumamur (1987), klasifikasi kecelakaan kerja sebagai berikut :


1.

Berdasarkan jenis pekerjaan


a) Terjatuh
b) Tertimpa benda jatuh
c) Tertumbuk atau terkena benda-benda
d) Terjepit oleh benda
e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f) Pengaruh suhu tinggi
g) Terkena arus listrik
h) Kontak bahan berbahaya atau radiasi

2.

Berdasarkan penyebab
a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu,
dan sebagainya.
b) Alat angkut dan angkat, misalnya mesin angkat dan peralatannya, alat
angkut darat, udara dan air
c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin,
alat-alat listrik, bejana bertekanan, tangga, scaffolding dan sebagainya.
d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, debu, gas, zat-zat
kimia, dan sebagainya.
e) Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan dibawah tanah).

Universitas Sumatera Utara

3.

Berdasarkan sifat luka atau kelainan


a) Patah tulang
b) Dislokasi (keseleo)
c) Regang otot
d) Memar dan luka dalam yang lain
e) Amputasi
f)

Luka di permukaan

g) Gegar dan remuk


h) Luka bakar

4.

i)

Keracunan-keracunan mendadak

j)

Pengaruh radiasi

Berdasarkan letak kelainan atau luka di tubuh


a) Kepala
b) Leher
c) Badan
d) Anggota atas
e) Anggota bawah
f) Banyak tempat
g) Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut

Universitas Sumatera Utara

2.1.5

Kerugian Oleh Karena Kecelakaan


Korban kecelakaan kerja mengeluh dan menderita, sedangkan sesama pekerja

ikut bersedih dan berduka cita. Kecelakaan seringkali disertai terjadinya luka,
kelainan tubuh, cacat bahkan juga kematian. Gangguan terhadap pekerja demikian
adalah suatu kerugian besar bagi pekerja dan juga keluarganya serta perusahaan
tempat ia bekerja.
Tiap kecelakaan merupakan suatu kerugian yang antara lain tergambar dari
pengeluaran dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya
kecelakaan seringkali sangat besar, padahal biaya tersebut bukan semata-mata beban
suatu perusahaan melainkan juga beban masyarakat dan negara secara keseluruhan.
Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya langsung meliputi biaya atas P3K, pengobatan,
perawatan, biaya angkutan, upah selama tidak mampu bekerja, kompensasi cacat,
biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan, mesin dan biaya tersembunyi
meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu pasca
kecelakaan terjadi, seperti berhentinya operasi perusahaan oleh karena pekerja
lainnya menolong korban, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang
yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit serta berada dalam perawatan dengan
orang baru yang belum biasa bekerja pada pekerjaan di tempat terjadinya kecelakaan
(Sumamur, 2009)
2.1.6

Pencegahan Kecelakaan Kerja


Pencegahan

kecelakaan

berdasarkan

pengetahuan

tentang

penyebab

kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan


mengadakan analisis setiap kecelakaan yang terjadi. Metode analisis penyebab

Universitas Sumatera Utara

kecelakaan harus benar-benar diketahui dan diterapkan sebagaimana mestinya. Selain


analisis mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa kecelakaan, untuk pencegahan
kecelakaan kerja sangat penting artinya dilakukan identifikasi bahaya yang terdapat
dan mungkin menimbulkan insiden kecelakaan di perusahaan serta mengases
besarnya risiko bahaya.
Pencegahan kecelakaan kerja menurut Sumamur (2009) ditujukan kepada
lingkungan, mesin, peralatan kerja, perlengkapan kerja dan terutama faktor manusia.
1.

Lingkungan
Syarat lingkungan kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara,
pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara
ruang kerja
b. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja
yang dapat menjamin keselamatan
c. Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan
penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan
tempat dan ruangan

2.

Mesin dan peralatan kerja


Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik dengan
memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari
baiknya pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas
yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar atau tutup pengaman
telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya pagar atau tutup

Universitas Sumatera Utara

pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap
mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.
3.

Perlengkapan kerja
Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi
pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang
kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam
penggunaannya.

4.

Faktor manusia
Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja,
mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan halhal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari
perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta menghilangkan adanya
ketidakcocokan fisik dan mental.

2.2 Industri Konstruksi


Bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja telah diatur pemerintah dalam UU
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Undang-undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan
pekerja meliputi upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja dan termasuk juga
masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Tidak hanya itu, pemerintah juga mengatur
peraturan bagi pekerja di bidang konstruksi, yang diatur melalui Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,


pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan
Menteri

Tenaga

Kerja

No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986:

Pedoman

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang
selanjutnya disingkat sebagai pedoman K3 konstruksi ini merupakan pedoman yang
dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia.
Aspek K3 untuk bidang konstruksi juga diterapkan di Amerika Serikat melalui
Occupational Safety and Health Administration (OSHA, 1926), dengan dikeluarkan
pedoman K3 termasuk untuk bidang konstruksi. Pedoman ini bertujuan agar
tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan,
tetapi juga disempurnakan secara terus menerus dan mengakomodasikan masukanmasukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan sehingga akan
menumbuhkan kesadaran untuk mengikuti peraturan agar tercapainya keselamatan
dan kesehatan kerja.
Dalam prosedur keselamatan kerja konstruksi ada beberapa jenis izin kerja
yang harus dipatuhi dan dibuat oleh para pekerja sebelum memulai pekerjaannya,
antara lain :
a. Izin kerja bekerja di ketinggian atau working at height permit. Izin ini
dibutuhkan oleh pekerja-pekerja scaffolding yang lebih banyak bekerja di
ketinggian.
b. Izin kerja pada tempat terbatas atau confine space permit. Izin ini dibutuhkan
untuk semua pekerja yang bekerja berada di tempat terbatas, maksudnya

Universitas Sumatera Utara

bukan hanya sempit, dalam atau bertekanan tinggi, tetapi juga minim ventilasi
dan asupan oksigen.
c. Izin kerja panas atau hot work permit. Izin ini diperlukan untuk semua pekerja
yang melakukan pekerjaan mengelas, menggerinda, memotong atau
menghaluskan material logam dengan peralatan listrik.
d. Izin kerja aman atau safe work permit. Izin ini merupakan inti dari semua izin
kerja yang telah disebutkan sebelumnya. Karena izin kerja aman harus tetap
ada bersamaan izin kerja lain yang dibutuhkan (Ahira, 2012).
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
dijelaskan bahwa pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan
pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja terhadap
tenaga kerjanya. Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana untuk
keperluan keluar masuk dengan aman. Tempat-tempat kerja, tangga-tangga, loronglorong dan gang-gang tempat orang bekerja atau sering dilalui harus dilengkapi
dengan penerangan yang cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semua tempat
kerja juga harus mempunyai ventilasi yang cukup sehingga dapat mengurangi bahaya
debu, uap dan bahaya lainnya.
2.3

Scaffolding

2.3.1 Pengertian Scaffolding


Scaffolding adalah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk
sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat
pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan

Universitas Sumatera Utara

pembongkaran. Scaffolding yang sesuai dan aman harus disediakan untuk semua
pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seseorang yang berdiri di
atas konstruksi yang kuat dan permanen, kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat
dilakukan dengan aman dan mempergunakan tenaga. Scaffolding harus diberi lantai
papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja,
peralatan dan bahan yang dipergunakan. Lantai scaffolding harus diberi pagar
pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. PER-01/MEN/1980)
Scaffolding dibuat apabila pekerjaan bangunan gedung sudah mencapai
ketinggian 2 meter dan dan tidak dapat dijangkau oleh pekerja. Scaffolding harus
dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat dijamin keamanannya bila
dikerjakan pada ketinggian yang melebihi 2 meter dengan menggunakan scaffolding
yang memenuhi standar.
2.3.2 Jenis dan Fungsi Scaffolding
Scaffolding digunakan dengan tujuan sebagai tempat untuk bekerja yang aman
bagi pekerja konstruksi sehingga keselamatan kerja terjamin dan sebagai pelindung
bagi pekerja yang lain seperti pekerja yang berada di bawah agar terlindung dari
jatuhnya bahan atau alat. Berdasarkan fungsinya, konstruksi scaffolding menurut
Frick dan Setiawan (2012) dapat dibagi atas :
1.

Konstruksi scaffolding kerja panggung


Terbuat dari bambu atau kasau (4x6 atau 5x7 cm) sebagai kerangka scaffolding.
Di bagian atasnya diberi lantai papan (kayu atau bambu) untuk tukang dan bahan

Universitas Sumatera Utara

bangunan. Scaffolding jenis ini dapat dipindah-pindah dengan mudah karena


biasanya ukuran scaffolding tersebut tidak besar.
2.

Konstruksi scaffolding pengaman


Scaffolding jenis ini berfungsi sebagai pengaman tukang dan buruh yang bekerja
pada ketinggian lebih dari 5 m diatas permukaan tanah, atau sebagai panggung
pengaman bagi orang yang harus lewat dekat tempat bangunan, misalnya jika
tempat bangunan terletak pada sisi jalan raya dan sebagainya, sehingga mereka
aman terhadap debu dan bahan bangunan atau alat-alat yang jatuh.

3.

Konstruksi scaffolding penyangga tegak dan mendatar


Scaffolding ini ditujukan untuk menahan bagian gedung yang harus
dipertahankan pada waktu membongkar sebagian atau mengadakan perbaikan
terhadapnya sehingga tidak akan runtuh.
Secara umum scaffolding dapat dibagi atas :

A. Scaffolding andang
Scaffolding andang digunakan pada pekerjaan yang tingginya 2,5-3 m. apabila
pekerjaan lebih tinggi maka scaffolding andang tidak dapat digunakan lagi.
Scaffolding andang dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1) Scaffolding andang kayu
Scaffolding andang kayu dapat dipindah-pindahkan dan dapat dibuat dengan
cepat. Untuk tinggi scaffolding tidak dapat disetel. Scaffolding ini biasanya
digunakan untuk pekerjaan pada ketinggian yang tidak lebih dari 3 m, sedangkan
untuk pekerjaan pada ketinggian lebih dari 3 m digunakan scaffolding tiang.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Scaffolding andang kayu


2) Scaffolding andang bambu
Scaffolding andang bambu dapat dipindah-pindah dan sebagai pengikatnya
memakai tali ijuk, karena tali ijuk ini tahan terhadap air, panas. Perancang
andang bambu ini sudah disetel terlebih dahulu, sehingga panjang dan tingginya
tidak dapat disetel. Biasanya scaffolding andang bambu dapat dipakai pada
ketinggian pekerjaan tidak lebih dari 3 meter, mengenai kaki andang bambu ada
yang pakai 2 atau 3 pasang.

Gambar 2.2 Scaffolding andang bambu


3) Scaffolding besi
Scaffolding besi sangat praktis dan efisien karena pemasangannya mudah dan
dapat dipindah-pindahkan. Tinggi scaffolding besi dapat disetel untuk jarak kaki
scaffolding yang satu dengan yang lain 180 cm dengan tebal papan 3 cm.

Gambar 2.3 Scaffolding besi

Universitas Sumatera Utara

B. Scaffolding tiang
Scaffolding tiang digunakan apabila pekerjaan sudah mencapai diatas 3 m.
Scaffolding tiang dapat dibuat lebih dari 10 m tergantung kebutuhan. Scaffolding
tiang dapat dibagi atas :
1) Scaffolding tiang dari bambu
Pada umumnya scaffolding bambu banyak dipakai oleh pekerja di lapangan, baik
pada bangunan bertingkat maupun tidak, dikarenakan :
a. Bambu mudah didapat, kuat, dan murah
b. Pemasangan scaffolding bambu mudah
c. Mudah dibongkar dan dapat dipasang kembali tanpa merusak bambu
d. Bahan pengikatnya pakai tali ijuk

Gambar 2.4 Scaffolding tiang dari bambu


2) Sistem Scaffolding Bambu dengan Konsol dari Besi
Sistem scaffolding bambu dengan konsol besi hanya ditahan oleh satu tiang
bambu saja, berbeda dengan scaffolding yang ditahan oleh beberapa tiang.
Keuntungan dari sistem scaffolding bambu dengan konsol besi adalah :
a. Tidak terlalu banyak bambu yang dibutuhkan
b. Cara pemasangannya lebih cepat daripada scaffolding bambu
c. Lebih praktis dan menghemat tempat

Universitas Sumatera Utara

d. Pemasangan konsol dapat dipindah dari tingkat 1 ketingkat diatasnya


e. Untuk tiang bambu tidak perlu dipotong

Gambar 2.5 Sistem scaffolding bambu dengan konsol dari besi


3) Scaffolding Tiang Besi atau Pipa
Pada scaffolding tiang dari besi atau pipa memakai kopling sebagai alat
penyambung, untuk penyetelannya lebih cepat dibandingkan scaffolding tiang
bambu.

Gambar 2.6 Scaffolding Tiang Besi atau Pipa


C. Scaffolding besi beroda
Scaffolding besi beroda ini terbuat dari pipa galvanis. Pada scaffolding besi
beroda dapat dipasang di lapangan atau di dalam ruangan. Fungsi rodanya adalah
untuk memindahkan scaffolding. Pada scaffolding besi beroda sedikit lain dari
scaffolding yang ada, karena disini bagian-bagian dari tiangnya sudah berbentuk
kuzen, sehingga penyetelan/pemasangannya lebih mudah dan praktis.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Scaffolding besi beroda


D. Scaffolding besi tanpa roda

Gambar 2.8 Scaffolding besi tanpa roda


(1) Kaki pipa berulir, (2) kusen bangunan, (3) penguat vertikal, (4) tiang sandaran, (5)
sambungan pasak, (6) papan panggung, (7) panggung datar, (8) papan pengaman, (9)
tiang sandaran, (10) penutup sandaran, (11) konsol penyambung, (12) penopang, (13)
konsol keluar, (14) tiang sandaran tangga, (15) pinggiran tangga, (16) anak tangga,
(17) sandaran tangga, (18) sandaran dobel.
E. Scaffolding menggantung
Pada scaffolding menggantung digunakan pada pekerjaan pemasangan eternit,
pekerjaan finishing pengecatan eternit, plat beton, dan sebagainya. Jadi scaffolding
menggantung digunakan pada pekerjaan bagian atas saja dan pelaksanaannya
scaffolding digantungkan pada bagian atas bangunan seperti pada dengan memakai
tali atau rantai besi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9 Scaffolding menggantung


Jenis scaffolding sangat beragam, namun yang paling sering digunakan adalah
jenis scaffolding bingkai dan pipa. Standar internasional untuk scaffolding adalah
jenis scaffolding pipa, sedangkan di Indonesia scaffolding yang paling sering
digunakan adalah scaffolding bingkai (frame scaffolding).

Gambar 2.10 Scaffolding bingkai


Komponen scaffolding bingkai terdiri dari :
a) Bingkai utama (main frame)
Main frame merupakan salah satu bagian vital dari sebuah scaffolding yang
berfungsi sebagai pembentuk dan penyangga utama dari bentuk konstruksi
sebuah scaffolding. Apabila dilihat secara visual kondisi main frame sudah
bengkok dan berkarat yang dapat mengakibatkan berkurangnya daya kekuatan
dari sebuah scaffolding. Untuk scaffolding dasar, bagian bawah main frame
dipasangi jack base dan bagian atasnya dipasangi joint pin (untuk membuat
tingkat scaffolding selanjutnya).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11 Ukuran main frame


b) Ladder frame
Ladder frame adalah bingkai yang digunakan pada susunan puncak dari
scaffolding. Ladder frame terpasang hanya pada kedua sisi dari scaffolding yang
berfungsi sebagai pembatas pada pekerja yang melakukan aktivitas bekerja
diatas scaffolding. Sering kali yang pekerja lakukan adalah memasang platform
pada ladder frame, hal tersebut sangat keliru dan secara tidak sadar pekerja
tersebut membahayakan dirinya sendiri.

Gambar 2.12 Ukuran ladder frame


c) Cross brace
Cross brace adalah palang yang berfungsi untuk mempersatukan sepasang main
frame sehingga didapatkan konstruksi scaffolding yang kuat.

Gambar 2.13 Cross brace

Universitas Sumatera Utara

d) Arm lock
Arm lock adalah pengunci/penguat dari 2 susunan atau lebih scaffolding agar
susunan scaffolding tidak mudah goyang. Arm lock dipasang antara susunan
main frame satu ke susunan main frame yang berada diatasnya, lebih tepatnya
terpasang pada konektor pada cross brace.

Gambar 2.14 Arm lock (a) dan arm lock yang terpasang pada scaffolding (b)
e) Jack base
Jack base adalah alat yang berfungsi sebagai alas kaki dari scaffolding,
konstruksinya berulir sehingga dapat menyesuaikan dengan jarak dari lantai.

Gambar 2.15 Jack base


f)

Joint pin
Joint pin adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyambung scaffolding satu
dengan scaffolding lainnya secara vertikal sehingga memungkinkan untuk dibuat
menjadi lebih dari 1 tingkatan scaffolding. Diameter atas dan bawah joint pin
dibuat lebih kecil dari diameter lubang dari main frame, namun pada bagian
tengah joint pin diameternya sama dengan diameter lubang main frame.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.16 Joint pin


g) U-Head Jack
U-Head Jack adalah alat yang pada umumnya dipasang pada bagian atas
scaffolding yang berfungsi menyanggah konstruksi diatasnya. Bentuk yang
seperti huruf U memungkinkan untuk mengapit bagian konstruksi diatasnya
yang juga sebagai penahan dari scaffolding agar tidak mudah goyah. Alat ini
tidak efektif digunakan pada konstruksi bagian atas yang rata.

Gambar 2.17 U-Head Jack


h) Platform
Platform (papan scaffolding) adalah alat yang diletakkan pada susunan
scaffolding yang diinginkan yang akan digunakan pekerja sebagai penopang
pijakan dalam melakukan pekerjaan. Platform harus kuat (terbuat dari logam)
menopang badan pekerja dan peralatan yang mungkin digunakan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.18 Platform


i)

Stair
Stair (tangga) adalah alat yang berfungsi sebagai akses pekerja untuk dapat
menuju susunan scaffolding yang dikehendaki. Keberadaan stair (tangga) ini
sangat penting, seringkali pekerja menaiki scaffolding dengan memanjat
sambungan besi horizontal pada main frame padahal itu bukanlah berfungsi
sebagai tangga. Perlu diperhatikan juga, apabila dipasangi stair (tangga) juga
harus dipasang handrail, untuk pegangan tangan saat menaiki tangga.

Gambar 2.19 Stair


j)

Horizontal Frame
Horizontal frame adalah bingkai besi yang membujur berfungsi sebagai penguat
susunan scaffolding. Apabila scaffolding lebih dari 1 susunan, maka harus
memakai horizontal frame pada kedua sisi scaffolding.

Gambar 2.20 Horizontal frame (a) dan pada penggunaannya (b)

Universitas Sumatera Utara

Peralatan tambahan (Attachments)


1.

Pipa support
Pipa support ini biasanya digunakan pada saat pembongkaran bekisting.

Gambar 2.21 Pipa support


2.

Swivel Clamp
Swivel clamp adalah penjepit yang berbentuk lingkaran dan dapat diputar 360o,
biasanya digunakan untuk menjepit pipa besi untuk membuat hand rail pada
stair (tangga).

Gambar 2.22 Swivel clamp

Scaffolding dapat disusun dengan dua cara, yaitu :


A. Pararel Construction
Susunan scaffolding pararel dengan peralatan yang dibagi menjadi yaitu untuk
stair (tangga) dan platform. Hal tersebut dapat mengantisipasi apabila terjadi

Universitas Sumatera Utara

pertemuan antara 2 orang yang lajunya berlawanan. Susunan scaffolding pararel


adalah susunan yang paling sering digunakan.

Gambar 2.23 Pararel Construction

B. Staggered Construction
Susunan scaffolding staggered construction hanya menggunakan 1 jalur yaitu
hanya dipakai stair (tangga) saja. Keuntungannya dapat menghemat platform,
namun kekurangannya tidak dapat mengantisipasi apabila terjadi pertemuan
antara 2 orang yang lajunya berlawanan dan harus menggunakan jenis stair
(tangga) yang sedikit dimodifikasi dengan penambahan plat besi di ujung tangga.
Selain itu juga konstruksi scaffolding akan mudah goyah apabila dinaiki pekerja.

Gambar 2.24 Staggered construction

Universitas Sumatera Utara

Seringkali kondisi scaffolding yang sudah berkarat, bengkok dan secara visual
sudah tidak layak masih sering digunakan padahal hal tersebut dapat mempengaruhi
daya kekuatan dari scaffolding tersebut. Selain itu pijakan scaffolding yang kurang
sejajar (tinggi sebelah) dapat menyebabkan susunan dari scaffolding yang tidak
sejajar, sehingga rentan untuk roboh. Hal yang diperhatikan juga adalah besi
horizontal pendek pada sisi kanan dan kiri main frame bukan berfungsi sebagai
tangga, namun banyak juga pekerja yang menaiki scaffolding melalui bagian tersebut.
Padahal besi horizontal pendek tersebut berfungsi sebagai penguat main frame.
Apabila bagian tersebut dipijaki maka besar kemungkinan untuk besi patah dan kaki
terperosok sehingga dapat mencederai pekerja. Gambar 2.25 Pijakan scaffolding yang
salah.

Menaiki scaffolding dapat dilakukan dengan memasang tangga (stair) yang


sesuai standar dan selalu memasang handrail pada tangga tersebut. Handrail
biasanya adalah dari pipa besi yang terpasang dengan menggunakan swivel clamp.
Cat walk atau platform yang digunakan sesuai standar yang selayaknya, bukan
menggunakan platform yang terbuat dari kayu triplek atau sejenisnya. Untuk pijakan
scaffolding yang menggunakan roda, apabila saat digunakan pekerja seharusnya
keempat roda dikunci agar tidak bergeser saat diatasnya ada pekerja. Akan lebih baik
lagi apabila keempat roda dikunci dan menggunakan penyangga pada keempat sisi
scaffolding, seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Khoizin, 2012) :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.26 Scaffolding yang menggunakan roda


2.4 Risiko Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi
Kecelakaan kerja di sektor konstruksi merupakan penyumbang angka
kecelakaan kerja terbesar pada beberapa tahun terakhir ini di samping kecelakaan
kerja di sektor lainnya. Pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan
yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada kedua jenis pekerjaan ini
kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan
cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat
terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi.
Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko
tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan
penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah
diatur dalam pedoman K3 konstruksi.
Berdasarkan hasil evaluasi atas kejadian-kejadian kecelakaan kerja selama ini
dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik yang telah
menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka meliputi terjadinya kegagalan
konstruksi yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli teknik konstruksi,
penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat, lemahnya pengawasan
pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan-

Universitas Sumatera Utara

ketentuan atau peraturan-peraturan yang menyangkut K3 yang telah ada, lemahnya


pengawasan penyelenggaraan K3, kurang memadainya baik dalam kualitas dan
kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri dan kurang disiplinnya para tenaga
kerja didalam mematuhi ketentuan mengenai K3 yang antara lain pemakaian alat
pelindung diri kecelakaan kerja.
Dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi serta adanya tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja,diperlukan
upaya-upaya kedepan untuk mewujudkan tecapainya zero accident di tempat kegiatan
konstruksi. Zero accident adalah suatu kondisi dimana kecelakaan kerja pada suatu
perusahaan atau industri tidak terjadi kecelakaan kerja (angka kecelakaan kerja nol).
Oleh karena itu diperlukan peran dari semua pihak agar dapat mewujudkan zero
accident tersebut (Wiryanto, 2012)
2.5 Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja
Risiko merupakan probability atau kemungkinan ataupun kecenderungan
untuk terjadinya kecelakaan maupun kematian (Sanders, 1993). Risiko juga dikatakan
sebagai ukuran dari kemungkinan atau kecenderungan dan dampak yang dapat
diakibatkan oleh bahaya-bahaya yang terdapat dari kegiatan maupun kondisi tertentu.
(Brauer, 1990). Sedangkan menurut Cross, risiko adalah likelihood (kemungkinan)
bahwa sakit dan cedera karena suatu bahaya akan terjadi pada individu tertentu atau
kelompok individu yang terpajan. Ukuran dari risiko tergantung pada seberapa
mungkin (how likely) hazard tersebut kontak dengan pekerja dan kekuatannya
(magnitude). Definisi lain dari risiko adalah probabilitas/kemungkinan dari suatu efek

Universitas Sumatera Utara

buruk tertentu untuk terjadi (the probability of a specific adverse effect to occur)
(Holmberg, et al.) dalam Health Psychology in Action.
Berdasarkan berbagai definisi risiko yang telah dijelaskan dapat disimpulkan
bahwa risiko merupakan ukuran kemungkinan (probability) dengan besarnya dampak
(qonsequence) dari suatu keadaan yang dapat menimbulkan kecelakaan. Untuk dapat
mengenali risiko terlebih dahulu harus diperoleh pemahaman mengenai what is at
risk. Teknik yang dapat digunakan untuk mengenali risiko adalah dengan
mengumpulkan dan menelaah dokumen-dokumen organisasi
1) Mereview struktur dan bagan organisasi
2) Melakukan wawancara dengan pihak terkait
a. Ruang Lingkup
Penilaian risiko dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
identifikasi risiko. Identifikasi risiko adalah tahapan yang sangat kritikal dalam
proses penilaian risiko yaitu merekam semua risiko baik yang sudah maupun belum
dikendalikan melalui pengendalian inten. Proses yang dilakukan dalam tahap
identifikasi risiko adalah:
1) Menginventarisasi data kejadian/peristiwa komprehensif yang mempengaruhi
organisasi
2) Menentukan sumber-sumber risiko, antara lain hubungan bisnis dan hukum,
lingkungan ekonomi, perilaku manusia, kejadian alam, lingkungan politik, isu
teknologi, aktivitas manajemen dan aktivitas individu.

Universitas Sumatera Utara

3) Menentukan area yang terkena pengaruh risiko, antara lain aset dan sumber daya,
pendapatan, biaya, pegawai, masyarakat, kinerja, waktu dan jadual aktivitas,
lingkungan.
4) Menentukan penyebab dan skenario risiko.

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.27 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai