Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus


untuk diambil telurnya.Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan
dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup
banyak.Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat
oleh para pakar.Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam
hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang
banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik.Ayam yang terseleksi untuk tujuan
produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur
dikenal dengan ayam petelur.Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit
telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur
cokelat.Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan
ayam petelur seperti yang ada sekarang ini.Dalam setiap kali persilangan, sifat
jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan).Inilah yang
kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul.
Ayam ras petelur merupakan hasil rekayasa genetis berdasarkan karakterkarakter dari ayam-ayam yang sebelumnya ada.Perbaikan-perbaikan genetik terus
diupayakan agar mencapai performance yang optimal, sehingga dapat
memproduksi telur dalam jumlah yang banyak. Salah satu keuntungan dari telur
ayam ras petelur adalah produksi telurnya yang lebih tinggi dibandingkan
produksi telur ayam buras dan jenis unggas yang lain. Memilih ayam petelur
memerlukan keahlian tersendiri, baik keahlian yang didapat dari pengalaman
maupun dari belajar dengan banyak peraktek pada ahlinya.Pemilihan ayam petelur
diperlukan guna mendapatkan produktivitas peternakan yang tinggi dengan
menerapkan sistem seleksi untuk mengeluarkan ayam-ayam yang rendah
produksinya.
Pemilihan/ seleksi ayam petelur dapat dilakukan dengan cara fisual,
pengamatan fisik dan produktivitasnya. Pemilihan tersebut dapat dilaksanakan
dengan pengamatan- pengamatan pada bentuk fisik ayam ; misalnya : bentuk
tubuh, warna kaki, tingkah laku ayam, keadaan vent dan sebagainya. Bentuk
tubuh ayam yang lebar dan dalam, panjang, bagian perut belakang ( vent )
1

membulat dan berbentuk besar dan lunak merupakan cirri-ciri ayam yang
produktivitasnya tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan
ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering disebut dengan
ransum per kilogram telur. Ayam yang baik akan makan sejumlah ransum dan
menghasilkan telur yang lebih banyak/lebih besar daripada sejumlah ransum yang
dimakannya. Bila ayam itu makan terlalu banyak dan bertelur sedikit maka hal ini
merupakan cermin buruk bagi ayam itu. Bila bibit ayam mempunyai konversi
yang kecil maka bibit seperti itu yang diinginkan, nilai konversi ini dikemukakan
berikut ini pada berbagai bibit ayam dan juga dapat diketahui dari lembaran
daging yang sering dibagikan pembibit kepada peternak dalam setiap promosi
penjualan bibit ayamnya.
Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 08.00 dan siang hari
sekitar jam 15.00. Dengan persentase 40% pada pagi hari dan 60% pada siang
hari. Pemberian pakan pada siang hari dilakukan agak sore agar suhu di kandang
dapat terjaga untuk menghindari stress panas yang ditimbulkan oleh pakan yang
diberikan karena pakan yang diberikan dari karung biasanya panas dan pada
kandang

battery

pemberian pakan

dilakukan

setelah

mengambil

telur.

Pembersihan tempat pakan dan minum rutin dilakukan setiap pemberian pakan
dan air minum pada pagi hari.
Kebutuhan nutrisi dan zat penyusun di dalam ransum pakan yang diberikan
pada setiap fasenya berbeda-beda. Pertumbuhan ayam petelur dibagi menjadi 3
fase, yakni; (1) Fase starter/masa pertumbuhan = umur 1 hari-6 minggu; (2) Fase
grower/ayam petelur dara = umur 6-15 minggu; dan (3) Fase layer/masa bertelur =
umur 15-82/89 minggu/afkir. Menurut Sudaryani, dkk (1995), jumlah pakan ayam
petelur dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Starter 1 hari-6 minggu = 27-35 gram/ekor/hari.
2

2. Grower 6-15 minggu = 43-82 gram/ekor/hari.


3. Finisher 15-82/89/afkir = 115-118 gram/ekor/hari.

2. Produksi Turun

Problematika Produksi Telur


Secara garis besar ada dua penyebab utama yang mengakibatkan turunnya

produksi telur yaitu disebabkan oleh faktor infeksius dan non infeksius. Seringkali
kedua faktor tersebut terkait satu sama lain dan menghasilkan dampak yang lebih
besar. Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab utama terjadinya penurunan
produksi pada peternakan ayam petelur, antara lain :
1. Faktor infeksius (penyakit)
Faktor penyakit selama ini dianggap sebagai salah satu penyebab utama
penurunan produksi telur pada ayam petelur. Penyakit menyebabkan berbagai
disfungsi organ, baik itu organ pencernaan, pernapasan, syaraf maupun organ
reproduksi yang secara langsung berhubungan dengan produksi telur. Diantara
jenis penyakit tersebut yang sering menjadi buah bibir peternak ayam petelur
adalah ND, AI, IB dan EDS.
Pada perkembangannya, virus AI memiliki 2 mekanisme dalam mengganggu
organ reproduksi ayam, yaitu pembendungan pembuluh darah di ovarium dan
rusaknya permukaan ovarium pada saat budding exit atau keluarnya virus dari sel.
Kedua mekanisme ini akan mengakibatkan penurunan bahkan menghentikan
produksi telur. Infeksi AI juga mempengaruhi kualitas telur dimana serangannya
menyebabkan telur kehilangan pigmennya sehingga warna kerabang menjadi
lebih pucat.

Perdarahan di ovarium akibat infeksi AI


(Sumber : Prof. DR. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS)
Perubahan pada organ reproduksi akibat ND yaitu indung telur mengecil,
selaput telur membengkak dan terjadi perdarahan. Begitu juga pada infeksi virus
EDS, oviduct menjadi kendur dan terdapat oedema (pembengkakan) pada jaringan
sub-serosa-nya. Selain itu, penyakit EDS juga menyebabkan warna coklat pada
kerabang telur hilang, diikuti dengan kerabang tipis, lembek dan tanpa kerabang.
Pada kasus serangan IB, ovarium tidak berkembang, lunak seperti bubur,
berdarah, membengkak dan lembek.
Selain itu sering dijumpai kasus pecahnya kuning telur pada rongga perut.
Kasus cystic oviduct juga semakin meningkatkan keparahan serangan IB. Dari
segi kualitas telur yang dihasilkan, kasus IB menyebabkan warna telur menjadi
lebih pucat, ukuran telur lebih kecil, putih telur encer, kerabang menjadi tipis dan
mudah pecah.

Cystic oviduct akibat infeksi IB


(Sumber : Dok. Medion)

Putih telur encer akibat infeksi IB


(Sumber:Dok. Medion)
Kerusakan atau gangguan pada sistem reproduksi akibat infeksi salah
satu penyakit penurun produksi telur tersebut akan mengakibatkan produksi telur
menurun. Penurunan produksi telur akibat serangan virus IB berkisar 10-50%,
EDS menurun 20-40% dan AI bisa mencapai 80%, sedangkan pada kasus ND
berdeda-beda tergantung dari status kekebalan.
2. Faktor non infeksius
Pada kasus non infeksius ada 3 penyebab, antara lain :

Kualitas pullet
Pada kasus yang disebabkan oleh kualitas pullet yang kurang baik ditandai

dengan ciri-ciri memiliki berat badan dan keseragaman pullet yang rendah.
Keseragaman pullet yang rendah ini dapat mengakibatkan ketidakseragaman awal
produksi dan tidak seragamnya ukuran telur yang dihasilkan. Ciri lainnya,
lamanya mencapai dewasa kelamin sehingga awal produksi menjadi terlambat.
Adanya pullet yang mempunyai jarak tulang pubis yang sempit juga menjadi ciri
tersendiri yang mengakibatkan ayam tersebut mempunyai ukuran telur yang lebih
kecil.

Nutrisi ransum dan air minum

Kualitas ransum yang buruk, nutrisinya kurang atau tidak seimbang serta ransum
yang mengandung zat racun/antinutrisi dapat menyebabkan penurunan produksi
telur. Demikian halnya dengan kecukupan air minum.
Menurut Clauer (2009), ayam petelur yang tidak mengkonsumsi air minum
hanya selama beberapa jam, akan berhenti berproduksi telur sampai berminggu-

minggu. Ukuran dan berat telur juga dipengaruhi oleh nutrisi ransum seperti
protein, asam amino tertentu seperti methionine dan lysine, energi, lemak total dan
asam lemak esensial seperti asam linoleat. Tidak terpenuhinya kebutuhan dari
salah satu nutrisi tersebut melalui asupan ransum, maka akan mengurangi berat
telur. Bahkan jika hal tersebut terjadi pada petelur produksi sebelum umur 40
minggu, bisa berakibat pada penurunan jumlah produksi telur.
Ayam petelur membutuhkan asupan kalsium (Ca) yang cukup tinggi di masa
produksi. Jika sediaan Ca di dalam tubuh ayam tidak tercukupi, maka jumlah
produksi akan menurun dan pembentukan kerabang telur pun dapat terganggu.
Akibatnya kerabang telur lembek. Asupan Ca juga mempengaruhi warna kerabang
telur. Jika kadar Ca rendah atau tidak cukup maka sekresi phorpyrin saat
pengecatan kerabang telur akan berkurang akibatnya warna kulit telur menjadi
lebih putih.
Selain itu, harus diperhatikan pula keseimbangan antara Ca dan P (fosfor),
dimana perbandingannya adalah 5-6 : 1. Peranan Ca dan P saling terkait dan
mempunyai hubungan yang menunjang satu sama lain. Disamping itu penggunaan
Ca dan P akan lebih efisien bila dalam ransum cukup mengandung vitamin D.
Vitamin D ini diperlukan untuk mengabsorbsi unsur Ca dan P dalam tubuh ayam.
Selain vitamin D, dibutuhkan pula vitamin lain yang diperlukan untuk menyusun
telur dan mengantisipasi efek stres yang mungkin timbul sehingga mengganggu
produksi telur. Nutrisi yang juga penting untuk diperhatikan kadarnya dalam
ransum ialah mineral garam (NaCl). Pemberian kadar garam yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah dapat menurunkan produksi telur. Ayam yang kurang
mengkonsumsi garam akan menunjukkan gejala rontok bulu (mematuk ayam lain,
mematuk bulunya sendiri) atau mengalami penurunan nafsu makan. Sebaliknya
ayam yang mengkonsumsi terlalu banyak garam, akan meningkatkan konsumsi air
minumnya dan menurunkan konsumsi ransum. Akibatnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk membentuk telur berkurang dan penurunan produksi pun akan terjadi.
Berikan ransum dengan kadar garam 0,3-0,4% (www.daff.gov.za).
Seringkali kasus ketidakseimbangan nutrisi berdampak pada pencapaian
berat badan (BB) ayam yang tidak sesuai dengan standar. Saat memasuki masa

produksi, ayam dengan BB di bawah standar tidak akan memulai produksi telur
dan jika berproduksi pun akan dihasilkan telur berukuran kecil dalam waktu yang
relatif lama.

Bentuk telur kecil (abnormal)


(Sumber : Dok. Medion)
Selain itu, periode produksi menjadi mundur dengan jumlah produksi
yang rendah. Begitu juga sebaliknya, pertumbuhan BB yang melebihi standar
akan menyebabkan produksi telur menjadi turun dengan ukuran telur yang besar.
Selain itu juga sering memicu terjadinya kasus prolapsus. Kejadian prolapsus
tentunya akan sangat berakibat fatal karena berdampak pada kerusakan permanen
saluran telur sehingga ayam berhenti berproduksi. Adanya timbunan lemak
tersebut juga akan menghambat proses pembentukan telur (produksi telur rendah).

Manajemen pemeliharaan

Kegagalan manajemen pemeliharaan ayam petelur tak pelak lagi juga


mengakibatkan penurunan jumlah produksi dan kualitas telur. Tindakan
manajemen tersebut mencakup banyak hal, antara lain sebagai berikut :
1. Kurangnya pencahayaaan atau tidak cukupnya intensitas cahaya
Ayam petelur yang sudah memasuki masa produksi telur, membutuhkan 16
jam pencahayaan untuk memelihara jumlah produksi telur tetap optimal. Faktor
pencahayaan saat masa pullet juga berhubungan erat dengan pencapaian berat,
ukuran telur dan kematangan saluran reproduksi. Secara umum ayam yang
mengalami kematangan seksual terlalu dini (belum cukup umur) akan
memproduksi telur dengan ukuran kecil. Demikian juga sebaliknya ketika
kematangan seksual terlambat, maka ayam akan memproduksi telur dengan
ukuran besar (abnormal).
7

Atur program pencahayaan dalam kandang


(Sumber : www.trobos,com)
2. Faktor stres
Stres dapat menyebabkan turunnya produksi telur. Stres yang biasa terjadi
meliputi stres akibat perubahan cuaca/suhu (kedinginan atau kepanansan), pindah
kandang, serangan parasit dan perlakuan kasar. Stres yang ditimbulkan akibat
suara gaduh atau perlakuan kasar dapat menyebabkan proses pembentukkan
kerabang telur tidak berlangsung secara sempurna. Kedinginan adalah stres yang
paling sering terjadi selama musim penghujan. Dalam kondisi ini pencahayaan
berkurang dan berakibat tidak terangsangnya hormon reproduksi untuk
memproduksi telur.
Sebaliknya stres akibat cuaca panas, menyebabkan ayam lebih banyak minum dan
mengurangi aktivitas konsumsi ransum sehingga kebutuhan nutrisi untuk
pembentukan telur tidak terpenuhi. Kondisi ini dapat menyebabkan produksi telur
turun, demikian pula dengan kualitasnya. Selama cuaca panas, ayam akan
melakukan

panting

(megap-megap)

sehingga

mengeluarkan

banyak

karbondioksida (CO2). Pada pembentukan telur, CO2 diperlukan untuk


membentuk kalsium karbonat (CaCO3) yang berguna untuk menyusun kerabang
telur. Akibat CO2 berkurang maka kerabang akan lebih tipis dan mudah retak.
3. Kualitas Telur
Kualitas dari sebutir telur ditentukan oleh kualitas bagian dalam (kekentalan
putih dan kuning telur, warna kuning telur dan ada tidaknya bintik darah pada
putih atau kuning telur) dan kualitas bagian luar (bentuk, ukuran dan warna

kerabang). Telur ayam komersial yang normal memiliki ciri-ciri berwarna coklat
terang, kerabang telur tebal, memiliki berat sekitar 55-65 gram/butir, putih telur
kental dan di dalam kuning telur tidak terdapat blood spot/bintik darah.
Sejak pertama kali ayam bertelur, yaitu ketika mencapai umur 18 minggu
hingga afkir, ukuran dan berat telur memang tidak akan sama setiap harinya.
Dalam hal ini, seorang peternak harus memiliki respon untuk menentukan apakah
ukuran/berat telur yang dihasilkan sesuai/mendekati standar atau jauh dari standar.
Jauh dari standar, artinya bisa lebih besar atau lebih kecil. Tidak sesuainya ukuran
dan berat telur bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda.
Mengenai masalah terkait warna telur, umumnya ada beberapa peternak
yang menemukan telur tidak berwarna coklat. Warna coklat pada telur ayam pada
dasarnya dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu adanya zat warna phorpyrin di
saluran reproduksi ayam. Jadi setiap jenis unggas, telah ditentukan warna telurnya
baik putih, biru atau coklat. Namun dalam pembentukan warna kulit telur juga
dipengaruhi oleh asupan nutrisi atau obat tertentu. Kondisi lingkungan dan
penyakit juga bisa berpengaruh terhadap optimal tidaknya pewarnaan kerabang
telur. Masalah kerabang telur tipis dan lembek bisa bersumber dari nutrisi ataupun
karena infeksi penyakit. Demikian juga dengan putih telur yang encer.

Masalah kualitas telur diantaranya kerabang telur lembek dan berwarna pucat
(Sumber : Anonymous)
Dalam menjalankan usaha ayam petelur tak jarang terjadi penurunan jumlah
produksi yang disertai dengan penurunan kualitas telur sekaligus. Sebagai contoh
pada kasus serangan penyakit IB, jumlah produksi telur bisa turun sebesar 1050%, tidak hanya itu, serangannya pun menyebabkan kualitas telur menurun

seperti bentuk telur abnormal, putih telur encer dan warna kerabang telur pucat.
Untuk itu perlu adanya upaya mendiagnosa secara cepat dan tepat penyebab
penurunan produksi telur agar peternak dapat segera mengantisipasinya. Jika ini
dapat dilakukan dengan baik, maka kerugian yang lebih besar dapat dihindari.
4. Retensi Zat Makanan
5. Protein Kasar , Serat Kasar
Protein didefinisikan sebagai senyawa majemuk yang terdiri atas unsurunsur C, H, O, N, dan kadang-kadang mengandung pula unsur P dan S.
Protein terdiri atas senyawa-senyawa sederhana yang disebut asam amino.
Jenis asam amino amat banyak, namun secara sederhana dapat dibedakan
menjadi asam amino esensial dan asam amino non esensial (Suwarno,
2009:100). Protein dalam tubuh ayam berfungsi untuk membangun dan
membentuk jaringan tubuh, pembentukan dan perkembangan organ tubuh,
dan pertumbuhan bulu (Rasyaf, 2002:158). Sumber protein yang dapat
digunakan untuk pemberian pakan pada hewan dapat dikelompokkan
menjadi protein hewani dan protein tumbuhan. Protein hewani adalah protein
yang bersal dari hewan, contoh dari protein hewani yang dapat digunakan
untuk pakan ayam anatara lain tepung ikan, susu bubuk kering, hasil ikutan
daging dari penjagalan (Sudaryanti, 2001:72). Protein tumbuhan adal protein
yang berasal dari tumbuhan, contoh protein dari tumbhan yang dapat
digunakan sebagai pakan ayam adalah bungkil kacang hikau, bunkil kacang
kedelai, bungkil kacang tanah.
Seperti umumnya yang terjadi pada tubuh manusia, ayam juga
membutuhkan kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang cukup. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, kami memberikan campuran pakan yang kami
aduk sendiri. Komposisi pakan yang kami buat adalah jagung 40%, dedek
30% dan konsentrat 30%. Protein yang terkandung dalam konsentrat sangat
bervariasi tergantung dari pabriknya. Pada awalnya kami menggunakan
global dengan kandungan protein 32%, namun sekarang kami ganti dengan
menggunakan produk Sierrad yang mempunyai kandungan 36%. Jumlah
protein yang diberikan mempengaruhi kemampuan bertelur ayam layer.

10

Minimal kandungan protein yang ada dalam pakan tersebut adalah 18%. Jika
jumlah proteinnya kurang ayam akan tetap bertelur tetapi tidak efektif.
Namun jika pakan yang diberikan mengandung protein yang terlalu
besar, maka telur yang dihasilkanpun akan mempunyai ukuran yang besarbesar dan tidak jarang saluran telur ayampun akan ikut keluar melalui kloaka.
Jika hal ini terjadi ayam tersebut harus segera dipisahkan dan dilakukan
reposisi (saluran telur dimasukkan kembali). Namun jika kejadian ini tidak
ketahuan oleh petugas kandang maka ayam tersebut akan mengalami
kematian akibat kanibalisme.
Jagung yang diberikan akan mempengaruhi kualitas kuning telur. Oleh
sebab itu kami seringkali menambahkan jagung diluar dari komposisi tersebut
di atas agar warna kuning telurnya menjadi bagus. Siasat lainya adalah
dengan memberikan kepala udang atau kulit udang yang dikeringkan dan
ditumbuk halus. Tambahan pakan ini juga mempengaruhi kualitas warna
kuning telur.
Dedek merupakan sumber serat dan lemak yang sangat dibutuhkan
oleh ayam. Pada umumnya kami mencampur dedek dengan persentase 30%.
Namun banyak dari peternak lain memberi dedeknya lebih dari 30%. Akibat
yang ditimbulkan adalah ayam akan menjadi gemuk karena adanya
penimbunan lemak.

Berikut tabel kandungan nutrisi untuk ayam periode layer.

Tabel Kebutuhan nutrisi pada periode layer


Zat makanan
Protein %
Lemak %
Serat kasar %
Garam %
Kalsium %
Phospor %
Kalori (Kcal/kg)

Periode layer
17-18
2-3
3 3.5
0.25
24
0.6
2800

6. Berat Telur

11

Faktor yang Mempengaruhi


Ukuran dan berat telur secara garis besar dipengaruhi oleh faktor genetik.

Meskipun demikian, faktor manajemen dapat pula terlibat dalam menentukan


besar kecilnya telur. Faktor-faktor manajemen tersebut terdiri dari 3 hal yaitu
berat badan, tingkat kematangan seksual dan nutrisi ransum.
a. Berat badan
Berat badan berkorelasi positif dengan ukuran telur. Saat pertama kali
bertelur, pullet yang memiliki berat badan di bawah standar akan memproduksi
telur dengan ukuran lebih kecil. Demikian sebaliknya, pullet dengan berat badan
di atas standar saat pertama kali bertelur, akan menghasilkan telur yang lebih
besar ukurannya. Keadaan tersebut akan berlangsung secara terus-menerus
selama ayam tersebut berproduksi
b. Tingkat kematangan seksual
Faktor ini juga berhubungan dengan berat badan, namun secara umum ayam
yang mengalami kematangan seksual terlalu dini (belum cukup umur) akan
memproduksi telur dengan ukuran kecil. Demikian juga sebaliknya ketika
kematangan seksual terlambat, maka ayam akan memproduksi telur dengan
ukuran besar (abnormal)
c. Nutrisi ransum
Ukuran dan berat telur sangat besar dipengaruhi oleh nutrisi ransum seperti
protein, asam amino tertentu seperti methionine dan lysine, energi, lemak total
dan asam lemak esensial seperti asam linoleat. Terpenuhinya kebutuhan akan
nutrisi tersebut, diharapkan bukan hanya akan menghasilkan telur berkualitas
(sesuai standar, red), melainkan juga ikut berperan dalam meningkatkan jumlah
produksi telur. Tidak terpenuhinya kebutuhan dari salah satu nutrisi tersebut
melalui asupan ransum, maka akan mengurangi berat telur, bahkan jika hal
tersebut terjadi pada petelur produksi sebelum umur 40 minggu, bisa berakibat
pada penurunan jumlah produksi telur.
Dari data penelitian terbaru, diinformasikan bahwa pengurangan kadar
protein dan asam linoleat dalam ransum petelur umur 47 minggu akan
menurunkan berat telur sebesar 0,7 g (selama periode umur 48-60 minggu) tanpa
12

mempengaruhi jumlah produksinya Untuk asam amino yang paling signifikan


mempengaruhi berat telur adalah methionine. Bowmaker dan Gous (1991)
melaporkan bahwa pemberian methionine pada petelur (sebanyak 524
mg/ekor/hari) bisa meningkatkan rataan berat telur. Hal yang perlu diperhatikan
dalam memanipulasi kebutuhan nutrisi untuk menghasilkan ukuran dan berat
telur sesuai standar ialah adanya hubungan negatif antara produksi telur dan
ukuran telur. Dimana biasanya pada kondisi normal (alami), peningkatan ukuran
dan berat telur akan menyebabkan penurunan produksi telur.

13

DAFTAR PUSTAKA
(http://info.medion.co.id).

(www.thepoultrysite.com).
https://todalife.wordpress.com/2012/07/09/ayam-petelur/
Rasyaf, Muhammad.2002.Beternak Ayam Petelur .Jakarta: Penebar Swadaya.
Sudaryanti, Titik dan Hari Santoso.2001.Pemeliharaan Ayam Ras Petelur
di Kandang Baterai. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suwarno.2009.Panduan Pembelajaran Biologi XI untuk SMA & MA.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

14

15

Anda mungkin juga menyukai