membulat dan berbentuk besar dan lunak merupakan cirri-ciri ayam yang
produktivitasnya tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan
ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering disebut dengan
ransum per kilogram telur. Ayam yang baik akan makan sejumlah ransum dan
menghasilkan telur yang lebih banyak/lebih besar daripada sejumlah ransum yang
dimakannya. Bila ayam itu makan terlalu banyak dan bertelur sedikit maka hal ini
merupakan cermin buruk bagi ayam itu. Bila bibit ayam mempunyai konversi
yang kecil maka bibit seperti itu yang diinginkan, nilai konversi ini dikemukakan
berikut ini pada berbagai bibit ayam dan juga dapat diketahui dari lembaran
daging yang sering dibagikan pembibit kepada peternak dalam setiap promosi
penjualan bibit ayamnya.
Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 08.00 dan siang hari
sekitar jam 15.00. Dengan persentase 40% pada pagi hari dan 60% pada siang
hari. Pemberian pakan pada siang hari dilakukan agak sore agar suhu di kandang
dapat terjaga untuk menghindari stress panas yang ditimbulkan oleh pakan yang
diberikan karena pakan yang diberikan dari karung biasanya panas dan pada
kandang
battery
pemberian pakan
dilakukan
setelah
mengambil
telur.
Pembersihan tempat pakan dan minum rutin dilakukan setiap pemberian pakan
dan air minum pada pagi hari.
Kebutuhan nutrisi dan zat penyusun di dalam ransum pakan yang diberikan
pada setiap fasenya berbeda-beda. Pertumbuhan ayam petelur dibagi menjadi 3
fase, yakni; (1) Fase starter/masa pertumbuhan = umur 1 hari-6 minggu; (2) Fase
grower/ayam petelur dara = umur 6-15 minggu; dan (3) Fase layer/masa bertelur =
umur 15-82/89 minggu/afkir. Menurut Sudaryani, dkk (1995), jumlah pakan ayam
petelur dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Starter 1 hari-6 minggu = 27-35 gram/ekor/hari.
2
2. Produksi Turun
produksi telur yaitu disebabkan oleh faktor infeksius dan non infeksius. Seringkali
kedua faktor tersebut terkait satu sama lain dan menghasilkan dampak yang lebih
besar. Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab utama terjadinya penurunan
produksi pada peternakan ayam petelur, antara lain :
1. Faktor infeksius (penyakit)
Faktor penyakit selama ini dianggap sebagai salah satu penyebab utama
penurunan produksi telur pada ayam petelur. Penyakit menyebabkan berbagai
disfungsi organ, baik itu organ pencernaan, pernapasan, syaraf maupun organ
reproduksi yang secara langsung berhubungan dengan produksi telur. Diantara
jenis penyakit tersebut yang sering menjadi buah bibir peternak ayam petelur
adalah ND, AI, IB dan EDS.
Pada perkembangannya, virus AI memiliki 2 mekanisme dalam mengganggu
organ reproduksi ayam, yaitu pembendungan pembuluh darah di ovarium dan
rusaknya permukaan ovarium pada saat budding exit atau keluarnya virus dari sel.
Kedua mekanisme ini akan mengakibatkan penurunan bahkan menghentikan
produksi telur. Infeksi AI juga mempengaruhi kualitas telur dimana serangannya
menyebabkan telur kehilangan pigmennya sehingga warna kerabang menjadi
lebih pucat.
Kualitas pullet
Pada kasus yang disebabkan oleh kualitas pullet yang kurang baik ditandai
dengan ciri-ciri memiliki berat badan dan keseragaman pullet yang rendah.
Keseragaman pullet yang rendah ini dapat mengakibatkan ketidakseragaman awal
produksi dan tidak seragamnya ukuran telur yang dihasilkan. Ciri lainnya,
lamanya mencapai dewasa kelamin sehingga awal produksi menjadi terlambat.
Adanya pullet yang mempunyai jarak tulang pubis yang sempit juga menjadi ciri
tersendiri yang mengakibatkan ayam tersebut mempunyai ukuran telur yang lebih
kecil.
Kualitas ransum yang buruk, nutrisinya kurang atau tidak seimbang serta ransum
yang mengandung zat racun/antinutrisi dapat menyebabkan penurunan produksi
telur. Demikian halnya dengan kecukupan air minum.
Menurut Clauer (2009), ayam petelur yang tidak mengkonsumsi air minum
hanya selama beberapa jam, akan berhenti berproduksi telur sampai berminggu-
minggu. Ukuran dan berat telur juga dipengaruhi oleh nutrisi ransum seperti
protein, asam amino tertentu seperti methionine dan lysine, energi, lemak total dan
asam lemak esensial seperti asam linoleat. Tidak terpenuhinya kebutuhan dari
salah satu nutrisi tersebut melalui asupan ransum, maka akan mengurangi berat
telur. Bahkan jika hal tersebut terjadi pada petelur produksi sebelum umur 40
minggu, bisa berakibat pada penurunan jumlah produksi telur.
Ayam petelur membutuhkan asupan kalsium (Ca) yang cukup tinggi di masa
produksi. Jika sediaan Ca di dalam tubuh ayam tidak tercukupi, maka jumlah
produksi akan menurun dan pembentukan kerabang telur pun dapat terganggu.
Akibatnya kerabang telur lembek. Asupan Ca juga mempengaruhi warna kerabang
telur. Jika kadar Ca rendah atau tidak cukup maka sekresi phorpyrin saat
pengecatan kerabang telur akan berkurang akibatnya warna kulit telur menjadi
lebih putih.
Selain itu, harus diperhatikan pula keseimbangan antara Ca dan P (fosfor),
dimana perbandingannya adalah 5-6 : 1. Peranan Ca dan P saling terkait dan
mempunyai hubungan yang menunjang satu sama lain. Disamping itu penggunaan
Ca dan P akan lebih efisien bila dalam ransum cukup mengandung vitamin D.
Vitamin D ini diperlukan untuk mengabsorbsi unsur Ca dan P dalam tubuh ayam.
Selain vitamin D, dibutuhkan pula vitamin lain yang diperlukan untuk menyusun
telur dan mengantisipasi efek stres yang mungkin timbul sehingga mengganggu
produksi telur. Nutrisi yang juga penting untuk diperhatikan kadarnya dalam
ransum ialah mineral garam (NaCl). Pemberian kadar garam yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah dapat menurunkan produksi telur. Ayam yang kurang
mengkonsumsi garam akan menunjukkan gejala rontok bulu (mematuk ayam lain,
mematuk bulunya sendiri) atau mengalami penurunan nafsu makan. Sebaliknya
ayam yang mengkonsumsi terlalu banyak garam, akan meningkatkan konsumsi air
minumnya dan menurunkan konsumsi ransum. Akibatnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk membentuk telur berkurang dan penurunan produksi pun akan terjadi.
Berikan ransum dengan kadar garam 0,3-0,4% (www.daff.gov.za).
Seringkali kasus ketidakseimbangan nutrisi berdampak pada pencapaian
berat badan (BB) ayam yang tidak sesuai dengan standar. Saat memasuki masa
produksi, ayam dengan BB di bawah standar tidak akan memulai produksi telur
dan jika berproduksi pun akan dihasilkan telur berukuran kecil dalam waktu yang
relatif lama.
Manajemen pemeliharaan
panting
(megap-megap)
sehingga
mengeluarkan
banyak
kerabang). Telur ayam komersial yang normal memiliki ciri-ciri berwarna coklat
terang, kerabang telur tebal, memiliki berat sekitar 55-65 gram/butir, putih telur
kental dan di dalam kuning telur tidak terdapat blood spot/bintik darah.
Sejak pertama kali ayam bertelur, yaitu ketika mencapai umur 18 minggu
hingga afkir, ukuran dan berat telur memang tidak akan sama setiap harinya.
Dalam hal ini, seorang peternak harus memiliki respon untuk menentukan apakah
ukuran/berat telur yang dihasilkan sesuai/mendekati standar atau jauh dari standar.
Jauh dari standar, artinya bisa lebih besar atau lebih kecil. Tidak sesuainya ukuran
dan berat telur bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda.
Mengenai masalah terkait warna telur, umumnya ada beberapa peternak
yang menemukan telur tidak berwarna coklat. Warna coklat pada telur ayam pada
dasarnya dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu adanya zat warna phorpyrin di
saluran reproduksi ayam. Jadi setiap jenis unggas, telah ditentukan warna telurnya
baik putih, biru atau coklat. Namun dalam pembentukan warna kulit telur juga
dipengaruhi oleh asupan nutrisi atau obat tertentu. Kondisi lingkungan dan
penyakit juga bisa berpengaruh terhadap optimal tidaknya pewarnaan kerabang
telur. Masalah kerabang telur tipis dan lembek bisa bersumber dari nutrisi ataupun
karena infeksi penyakit. Demikian juga dengan putih telur yang encer.
Masalah kualitas telur diantaranya kerabang telur lembek dan berwarna pucat
(Sumber : Anonymous)
Dalam menjalankan usaha ayam petelur tak jarang terjadi penurunan jumlah
produksi yang disertai dengan penurunan kualitas telur sekaligus. Sebagai contoh
pada kasus serangan penyakit IB, jumlah produksi telur bisa turun sebesar 1050%, tidak hanya itu, serangannya pun menyebabkan kualitas telur menurun
seperti bentuk telur abnormal, putih telur encer dan warna kerabang telur pucat.
Untuk itu perlu adanya upaya mendiagnosa secara cepat dan tepat penyebab
penurunan produksi telur agar peternak dapat segera mengantisipasinya. Jika ini
dapat dilakukan dengan baik, maka kerugian yang lebih besar dapat dihindari.
4. Retensi Zat Makanan
5. Protein Kasar , Serat Kasar
Protein didefinisikan sebagai senyawa majemuk yang terdiri atas unsurunsur C, H, O, N, dan kadang-kadang mengandung pula unsur P dan S.
Protein terdiri atas senyawa-senyawa sederhana yang disebut asam amino.
Jenis asam amino amat banyak, namun secara sederhana dapat dibedakan
menjadi asam amino esensial dan asam amino non esensial (Suwarno,
2009:100). Protein dalam tubuh ayam berfungsi untuk membangun dan
membentuk jaringan tubuh, pembentukan dan perkembangan organ tubuh,
dan pertumbuhan bulu (Rasyaf, 2002:158). Sumber protein yang dapat
digunakan untuk pemberian pakan pada hewan dapat dikelompokkan
menjadi protein hewani dan protein tumbuhan. Protein hewani adalah protein
yang bersal dari hewan, contoh dari protein hewani yang dapat digunakan
untuk pakan ayam anatara lain tepung ikan, susu bubuk kering, hasil ikutan
daging dari penjagalan (Sudaryanti, 2001:72). Protein tumbuhan adal protein
yang berasal dari tumbuhan, contoh protein dari tumbhan yang dapat
digunakan sebagai pakan ayam adalah bungkil kacang hikau, bunkil kacang
kedelai, bungkil kacang tanah.
Seperti umumnya yang terjadi pada tubuh manusia, ayam juga
membutuhkan kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang cukup. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, kami memberikan campuran pakan yang kami
aduk sendiri. Komposisi pakan yang kami buat adalah jagung 40%, dedek
30% dan konsentrat 30%. Protein yang terkandung dalam konsentrat sangat
bervariasi tergantung dari pabriknya. Pada awalnya kami menggunakan
global dengan kandungan protein 32%, namun sekarang kami ganti dengan
menggunakan produk Sierrad yang mempunyai kandungan 36%. Jumlah
protein yang diberikan mempengaruhi kemampuan bertelur ayam layer.
10
Minimal kandungan protein yang ada dalam pakan tersebut adalah 18%. Jika
jumlah proteinnya kurang ayam akan tetap bertelur tetapi tidak efektif.
Namun jika pakan yang diberikan mengandung protein yang terlalu
besar, maka telur yang dihasilkanpun akan mempunyai ukuran yang besarbesar dan tidak jarang saluran telur ayampun akan ikut keluar melalui kloaka.
Jika hal ini terjadi ayam tersebut harus segera dipisahkan dan dilakukan
reposisi (saluran telur dimasukkan kembali). Namun jika kejadian ini tidak
ketahuan oleh petugas kandang maka ayam tersebut akan mengalami
kematian akibat kanibalisme.
Jagung yang diberikan akan mempengaruhi kualitas kuning telur. Oleh
sebab itu kami seringkali menambahkan jagung diluar dari komposisi tersebut
di atas agar warna kuning telurnya menjadi bagus. Siasat lainya adalah
dengan memberikan kepala udang atau kulit udang yang dikeringkan dan
ditumbuk halus. Tambahan pakan ini juga mempengaruhi kualitas warna
kuning telur.
Dedek merupakan sumber serat dan lemak yang sangat dibutuhkan
oleh ayam. Pada umumnya kami mencampur dedek dengan persentase 30%.
Namun banyak dari peternak lain memberi dedeknya lebih dari 30%. Akibat
yang ditimbulkan adalah ayam akan menjadi gemuk karena adanya
penimbunan lemak.
Periode layer
17-18
2-3
3 3.5
0.25
24
0.6
2800
6. Berat Telur
11
13
DAFTAR PUSTAKA
(http://info.medion.co.id).
(www.thepoultrysite.com).
https://todalife.wordpress.com/2012/07/09/ayam-petelur/
Rasyaf, Muhammad.2002.Beternak Ayam Petelur .Jakarta: Penebar Swadaya.
Sudaryanti, Titik dan Hari Santoso.2001.Pemeliharaan Ayam Ras Petelur
di Kandang Baterai. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suwarno.2009.Panduan Pembelajaran Biologi XI untuk SMA & MA.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
14
15