Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak

dapat diambil dari sumbernya dengan dua cara, yaitu dengan

ekstraksi dan isolasi. Dalam makalah ini kami mencoba membahas tentang
pengambilan minyak dan lemak dengan cara ekstraksi. Minyak nabati merupakan
bahan yang sangat dibutuhkan saat ini. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat, diperlukan peningkatan produksi agar dapat terimbangi. Akan tetapi,
tidak semua orang memahami proses pengolahan hingga dihasilkan minyak nabati
yang berkualitas.
1.2 Tujuan Penulisan
1.
2.
3.

Untuk mengetahui apa itu itu minyak dan lemak


Untuk mengetahui sumber minyak dan lemak
Untuk mengetahui proses pengolahan minyak dan lemak dengan ekstraksi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Minyak dan Lemak
Istilah minyak (Oil) dan lemak (Fat) adalah untuk membedakan keadaan
minyak / lemak itu pada suhu kamar (28-32 derajat Celcius). Disebut minyak
kalau pada suhu kamar berbentuk cair, dan disebut lemak apabila pada suhu
kamar berbentuk padat. Minyak Kelapa yang mempunyai titik beku 22 C,
didaerah tropis seperti Indonesia disebut minyak, namun didaerah subtropis yang
suhu udaranya dibawah 22C minyak kelapa disebut lemak (bentuk padat).Dalam
ilmu kimia dasar, strukturnya digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Rumus Molekul Minyak (Lemak)

Rumus molukulnya
C3H5(COOR)3.
pangan

Minyak

yang

dibagi

dikenal

sebagai

dan lemak sebagai bahan


menjadi

dua

golongan,

yaitu:
a) Lemak

yang

siap

dikonsumsi tanpa dimasak

(edible fat consumed

uncooked),

mentega,

serta

digunakan

margarin
dalam

lemak

misalnya:
yang

kembang gula.

b) Lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam
yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani.
2.2 Sumber Minyak dan Lemak
Ada dua sumber minyak dan lemak antara lain:
1. Bersumber dari tanaman
a.

Biji-bijian

palawija:

minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga
matahari.
b.

Kulit

buah

tanaman

tahunan: minyak zaitun dan kelapa sawit.


c.

Biji-bijian dari tanaman


harian: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune dan lain sebagainya.

2. Bersumber dari hewan


a. Susu hewani peliharaan: lemak susu.
b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya oleostearin, oleo oil
dari oleo stock, lemak babi dan mutton tallow.
c. Hasil laut: minyak ikan sarden serta minyak ikan paus.
2.3 Komposisi Minyak
Minyak / Lemak yang berasal dari nabati ( tumbuh-tumbuhan ) selain
mengandung minyak / lemak sebagai komponen utama, juga mengandung
senyawa-senyawa lain bukan minyak seperti: gum, resin, lendir, asam-sasam
lemak bebas (FFA), fosfatida, protein, dan senyawa-senyawa sterol yang disebut
Fitosterol (suatu jenis senyawa sterol yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan,

namun berbeda dengan Cholesterol). Minyak Kelapa mengandung pula Vitamin E


(tocopherol), sedang minyak kelapa sawit mengandung tocopherol dan -carotene
yang berwarna merah.
Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat
tumbuh dan pengolahan. Perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani
adalah:
1. Lemak

hewani

mengandung

kolesterol

sedangkan

lemak

nabati

mengandung fitosterol.
2. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil daripada
lemak nabati.
3. Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert Meisce lebih besar serta
bilangan polenske lebih kecil daripada minyak nabati.
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung
sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu lipid komplek (lesithin,
cephalin, fosfatida dan glikolipid); sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat
dengan asam lemak; asam lemak bebas; lilin; pigmen yang larut dalam lemak dan
hidrokarbon. Semua komponen tersebut akan mempengaruhi warna dan flavor
produk, serta berperan dalam proses ketengikan. Fosfolipid dalam minyak yang
berasal dari biji-bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida, yaitu lesithin dan
cephalin. Dalam minyak jagung dan kedelai, jumlah fosfatida sekitar 23 %, dan
dalam proses pemurniannya, senyawa ini dapat dipisahkan.
Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan
tidak murni dan bercampur dengan komponen-komponen lain yang disebut fraksi
lipida. Fraksi lipida terdiri dari minyak, lemak (edible fat/oil), malam (wax),
fosfolipida, sterol, hidrokarbon dan pigmen.
Fraksi lipid dalam bahan pangan biasanya dipisahkan dari persenyawaan
lain yang terdapat dalam bahan pangan dengan ekstraksi menggunakan pelarut
seperti petroleum eter, etil, ester, kloroform atau benzena. Fraksi yang larut
disebut fraksi yang larut dalam eter atau lemak kasar (Ketaren, 1986). Untuk
membedakan komponen-komponen fraksi lipida dipergunakan NaOH. Minyak/

lemak pangan, malam dan fosfolipida dapat disabunkan dengan NaOH sedangkan
sterol, hidrokarbon dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan.
2.4 Klasifikasi Minyak
Berdasarkan sifat mengeringnya, minyak dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Minyak tidak mengering (non drying oil)
a)

Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti
peach dan minyak kacang.

b)

Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape dan minyak biji mustard.

c)

Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi.

2. Minyak nabati setengah mengering, misalnya: minyak biji kapas dan


minyak biji bunga matahari.
3. Minyak nabati mengering, misalnya minyak kacang kedelai dan biji karet.
Klasifikasi lemak nabati berdasarkan sifat fisiknya (sifat mengering dan
sifat cair), sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi lemak nabati berdasarkan sifat fisik
N
Kelompok Lemak
Jenis Lemak/ Minyak
o
1. Lemak (berwujud padat) Lemak biji cokelat, inti sawit, cohune,
babassu,
tengkawang,
nutmeg
butter,
mowwah butter dan shea butter
2. Minyak (berwujud cair)
a. Tidak
mengering Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang
(non drying oil)
tanah, almond, inti alpukat, inti plum, jarak
b. Setengah mengering rape dan mustard.
(semi drying oil)
Minyak dari biji kapas, kapok, jagung,
c. Mengering (drying gandum, biji bunga matahari, eroton dan
oil)
urgen.
Minyak kacang kedelai, safflower, argemone,
walnut, biji poppy, biji karet, penilla, lin seed
dan candle nut.
Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat
dapat mengering jika kena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal,
bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka.

Istilah minyak setengah mengering berupa minyak yang mempunyai daya


mengering lebih lambat.
2.5 Pengolahan Minyak dan Lemak
Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung
pada sifat alami minyak atau lemak dan juga tergantung dari hasil akhir yang
dikehendaki. Diagram dibawah ini menggambarkan mengenai pengolahan minyak
dan lemak secara umum.
2.6 Ekstrasi Minyak dan Lemak
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali
campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan alami)tidak dapat atau sukar
sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah
dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat
erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam
konsentrasi yang terlalu rendah.
Dalam hal semacam. itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses
yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh
pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak
wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat
dilihat

sehari-hari

ialah

pelarutan

komponen-komponen

kopi

dengan

menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.
Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak
atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun
ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam,yaitu rendering (dry rendering
dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction.
2.6.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada

semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang
bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau
lemak yang terkandung didalamnya. Menurut pengerjaannya rendering dibagi
dengan dua cara, yaitu:
1.

Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air
selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang
terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperature yang tinggi serta
tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60psi). Penggunaan
temperature rendah pada wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor
netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada
ketel yang diperlengkapi dengan alat pangaduk, kemudian air ditambahkan
dan campuran dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50C sambil diaduk.
Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas dan kemudian dipisahkan.
Proses wet rendering dengan menggunakan temperature rendah kurang
begitu popular, sedangkan proses wet rendering dengan mempergunakan
temperatur yang tinggi disertai dengan tekanan uap air, dipergunakan untuk
menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. Peralatan yang
digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang akan
diekstraksi dimasukan kedalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40
sampai 60 pound selama 4-6 jam.

2.

Dry Rendering
Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama
proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan
dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator).
Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan
kedalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk.
Pemanasan dilakukan pada suhu 220F sampai 230F (105C-110C). Ampas
bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel.

Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah
mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.
2.6.2 Pengepresan Mekanik (mechanical expression)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama untuk bahan bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada
pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau
lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan

pendahuluan tersebut mencakup

pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan.


Terdapat dua cara umum dalam pengepresan mekanis, yaitu:
1.

Pengepresan Hidrolik (Hydraulic Pressing)


Pada cara hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000

pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat
diekstraksi tergantung pada lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan,
serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang
tersisa pada bungkil bervariasi antara 4 sampai 6 persen, tergantung dari lamanya
bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.

Gambar 2.2 Pengepresan Hidrolik


Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak dengan cara
pengepresan mekanis dapat dilihat pada gambar

Bahan
yang
Per
Peng
menga
aja Pe
gilin
ndung
nga mas
gan
minya Peng n aka
n/
k epres
pem
an
ana
Miny
Amp san
ak
as/bu
kasar
ngkil
Gambar 2.3 Skema cara memperoleh minyak dengan pengepresan
2.

Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)


Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari
proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada
temperature 240F (115,5C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air
minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 persen, sedangkan
bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5 persen.

Gambar 2.4 Expeller pressing


Cara lain dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering
dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi.

2.6.3 Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction)


Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam
pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak
yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang
dihasilkan cenderung menyerupai hasil dari expeller pressing, karena sebagian
fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa
digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter,
gasoline carbon disulfida, karbon tetra klorida, benzena dan n-heksan. Perlu
perhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5
persen. Bila lebih, seluruh sistem solvent extraction perlu diteliti lagi.
Salah satu contoh solvent extraction ini adalah metode sokletasi. Ekstraksi
yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejennis ekstraksi dengan
pelarut organik yang dilakukan secara berulang ulang dan menjaga jumlah pelarut
relatif konstan dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu
senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak
nabati umumnya larut dalam pelarut organik, seperti heksan dan benzen. Untuk
mendapatkan minyak nabati dari bahagian tumbuhannya, dapat dilakukan dengan
metoda sokletasi menggunakan pelarut yang sesuai.
Adapun prinsip sokletasi ini adalah Penyaringan yang berulang ulang
sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit.
Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya
adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah
menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan
tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.

Gambar 2.5 Rangkaian Alat Sokletasi


Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda maserasi
dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri (distilasi uap), tidak
dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan
atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan
untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan
untuk pemisahan ini adalah sokletasi.
Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan,
sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi sampel,
secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan
membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah
membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan dengan rotary
evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran
organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat
diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan.
Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi :
1. Pelarut yang mudah menguap, ex : heksan, eter, petroleum eter, metil
klorida dan alkohol
2. Titik didih pelarut rendah.

3.
4.
5.
6.
7.

Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.


Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.
Ekstraksi sinambung dengan menggunakan alat soklet merupakan suatu
prosedur ekstraksi kontituen kimia tumbuhan dari jaringan tumbuhan
yang telah dikeringkan.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarutpelarut


organik dengan kepolaran yang semakin menigkat. Dimulai dengan pelarut
heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform untuk memisahkan senyawa
senyawa trepenoid dan lipidlipid, kemudian dilanjutkan dengan alkohol dan etil
asetat untuk memisahkan senyawasenyawa yang lebih polar. Walaupun
demikian, cara ini seringkali tidak menghasilkan pemisahan yang sempurna dari
senyawa senyawa yang diekstraksi.
Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan yang
sedang berlangsung. Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi
harus dihindarkan dari sinar matahari langsung. Jika sampai terkena sinar
matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis hingga terjadi penguraian
atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa baru yang disebut senyawa
artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi. Alat sokletasi tidak boleh lebih
rendah dari pipa kapiler, karena ada kemungkinan saluran pipa dasar akan
tersumbat. Juga tidak boleh terlalu tinggi dari pipa kapiler karena sampel tidak
terendam seluruhnya.
Dibanding dengan cara terdahulu ( destilasi ), maka metoda sokletasi ini
lebih efisien, karena:
1. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam
secara berulang kali.
2. Waktu yang digunakan lebih efisien.
3. Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau
perkolasi.
4. Pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.
Keunggulan sokletasi :
1. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.
2. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.

3. Proses sokletasi berlangsung cepat.


4. Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.
5. Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik dalam bahan
berulang kali.
Kelemahan sokletasi :
1. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang
mudah rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan
terjadi penguraian.
2. Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan
pereaksi meyer, Na, wagner, dan reagen-reagen lainnya.
3. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah
menguap.
Minyak yang telah dihasilkan dari proses ekstraksi masih mengandung
kotoran-kotoran. Kotoran-kotoran ini harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum
diolah menjadi produk. Kotoran yang terdapat dalam minyak diklasifikasikan atas
2 jenis, yaitu : kotoran yang tidak larut dalam minyak, dan kotoran yang larut
dalam minyak.
1.

Kotoran yang tidak larut dalam minyak


Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung

nitrogen dan lain nya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan menggunakan uap
panas, elektrolisa, lalu disusul dengan proses mekanik seperti pengendapan,
sentrifusi, atau penyaringan dan sentrifusi.
2.

Kotoran yang larut dalam minyak


Kotoran yang termasuk dalm golongan ini terdiri dari asam lemak bebas,

sterol, hidrokarbon ; mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa


trigliserida : zat warna yang terdiri dari karotenoid, krorofil. Zat warna lainnya
yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari
keton, aldehida, dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi. Selain
kotoran tersebut diatas, bebrapa jenis minyak mengandung senyawa beracun,
seperti minyak biji kapas mengandung gossypol, dan mustard oil mengandung
ester dari asam iso-thiosianat dan etil alkohol.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.

Pengolahan minyak dan Lemak didasarkan pada metoda ekstraksi, yang


terbagi menjadi 3 jenis, yaitu : rendering (wet rendering dan dry rendering),
pengepresan mekanik, dan ekstraksi dengan pelarut.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Ekstraksi Pelaru. http://bersamafbri.blogspot.com/ekstraksi-pelarut.
Diakses tanggal 25 April 2016.
Alip, Raden. Ekstraksi Pelarut. http://alipart.blogspot.com/ekstraksi-pelarut.
Diakses tanggal 25 April 2016.
Burnham, F., A. 1996. The Rendering Industry. Washington DC.
Hernandez, E. Makananan Protein. Pusat Penelitian & Pengembangan. Texas: A&
M University press.
Ketaren, S.1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Jakarta: UI press.
Kurnia, Risky. Ekstraksi dengan Pelarut. http://lordbroken.wordpress.com/
ekstraksi-dengan-pelarut. Diakses tanggal 25 April 2016.
Nandya, Devy. Ekstraksi. http://majarimegazine.com/ekstraksi. Diakses tanggal
25 April 2016.
Setyowati,

Supami.

Pelaksanaan

Proses

Ekstraksi.

http://chem-is-

try.org/pelaksanaan-proses-ekstraksi. Diakses tanggal 25 April 2016.

Anda mungkin juga menyukai