I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
nanah (pus) dan merupakan penyakit kulit akibat bakteri terbanyak yang
diderita anak-anak, yakni 10% dari semua penyakit kulit dan merupakan
penyakit kulit tersering ketiga setelah dermatitis dan kutil akibat virus
anak dibawah empat tahun mencapai 2,8% dan untuk usia lima sampai
dengan lima belas tahun mencapai 1,6% (George dan Rubin, 2003).
dan impetigo bulosa yang disebabkan oleh S. aureus (Djuanda, Hamzah, dan
Aisah, 2005). Angka kematian dari komplikasi infeksi S. aureus ini kurang
dari 5% pada anak-anak tetapi lebih dari 60% pada pasien dewasa (Stanley
S.aureus merupakan kuman patogen utama bagi manusia dan hampir setiap
bersifat antigenik yang terdiri dari protein permukaan yang berfungsi untuk
temuan baru di bidang pengobatan yang efektif dan terjangkau bagi seluruh
antibiotik, empat belas zat pencegah kanker, dua belas zat anti-inflamasi, dan
S.aureus klinik dan standar. Hasilnya didapatkan pada isolat standar, minyak
esensial kunyit mempunyai aktivitas hambat lebih rendah dari pada isolat
3
klinik (Singh et al., 2002). Pada penelitian ini digunakan konsentrasi minyak
esensial kunyit yang sudah diketahui melalui uji pendahuluan sebesar 0%,
Concentration).
dilusi.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
penderita impetigo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
1. Klasifikasi Kunyit
2003).
a. Divisio : Spermatophyta
b. Sub-diviso : Angiospermae
c. Kelas : Monocotyledoneae
d. Ordo : Zingiberales
e. Famili : Zungiberaceae
f. Genus : Curcuma
2. Morfologi
(Anonim, 2003)
d. Berbau khas aromatik, rasa agak getir (agak pedas dan pahit).
lebar dengan ibu tulang yang tebal, tulang-tulang cabang sejajar dan
rapat satu sama lain, serta berwarna hijau muda (Gambar 2.1).
3. Kandungan Kimia
alkaloid lain, dan 1% resin (Jager, 2003). Unsur pokok yang terkandung di
dalam kunyit disebut curcumin. Senyawa ini larut pada suhu 176-1770C
dan mempunyai sifat larut dalam ethanol, basa, keton, asam asetat, dan
jingga yang digunakan sebagai bumbu dapur atau pewarna makanan alami.
terdapat sedikitnya lima belas zat dengan komposisi utama berupa ar-
merupakan dua dari zat utama penyusun minyak esensial kunyit yang
disebut terpene (Natta et al., 2008). Terpene inilah yang mempunyai daya
2003).
2001).
antimikroba ini paling kuat didapatkan pada minyak esensial kunyit yang
5. Penelitian Pendukung
albicans dengan MIC berturut-turut 16, 128, 128, dan 256 μg/ml.
terhadap koloni S. aureus dan S. albus. Selain itu fraksi ekstrak kunyit
Hal ini disebabkan karena sifatnya yang hidrofob dan dapat mengganggu
Trombetta et al.,2005).
1. Impetigo
Veskikel ini dapat dengan mudah pecah dan membentuk sebuah erosi.
Gazewood, 2007).
12
scalded skin syndrome (SSSS), yakni suatu bentuk kelainan kulit akibat
kurang dari 5%, tetapi pada orang dewasa yang mempunyai penyakit
2006).
13
cepat melebar disertai dengan adanya bula yang kaku, berbatas tegas,
impetigo bulosa adalah collarette yakni peninggian dasar dari tepi lesi
puntung rokok. Impetigo jenis ini sering terjadi pada daerah kulit yang
lebih lembab, seperti pada ketiak, dada, punggung, dan lipat leher (Cole
b. Epidemiologi
lebih banyak terjadi pada usia dua sampai dengan lima tahun. Pada
anak-anak dibawah empat tahun mencapai 2,8% dan untuk usia lima
sampai dengan lima belas tahun mencapai 1,6% (George dan Rubin,
daerah dengan higiene kurang atau daerah yang padat penduduk ( Cole
c. Penatalaksanaan
antibiotik oral maupun topikal. Jenis antibiotik oral yang sering dipakai
2. S. aureus
a. Klasifikasi
1. Kingdom : Bacteriae
3. Kelas : Bacilli
4. Ordo : Bacillales
15
5. Famili : Staphylococcaceae
6. Genus : Staphylococcus
b. Fisiologi
sampai dengan 470 C tetapi, optimalnya tumbuh pada suhu 350 C - 450 C
dan anaerob fakultatif yang dapat tumbuh dengan respirasi aerobik atau
c. Struktur Antigen
jaringan inang.
leukocidin.
diturunkan.
2005).
antar sel. Dengan rusaknya Dsg 1 maka pertautan antar sel menjadi
utama pada kulit dapat ditembus oleh S. aureus (Hanakawa et al., 2002).
ET terdiri dari tiga subkelas, yakni ETA, ETB, dan ETD. ETA dan
Minyak Esensial
Kunyit
Rusak Integritas
Membran
Sitoplasma
Meningkatkan
Efluks Kalium
Keluar Sel
Hambat
pertumbuhan sel
Penurunan jumlah
koloni
S. aureus pada medium
pertumbuhan
Bandingkan
dengan kontrol
negatif
20
2. Kerangka Penelitian
Minyak Esensial
Kunyit
0% 1% 2% 4% 6%
D. Hipotesis
secara in vitro.
1. Alat
autoklaf merk All American, termos es, cawan petri, inkubator merk
Binder, mikropipet merk Finnpippet dan blue tips, timbangan digital merk
AND, gelas objek, kaca penutup, kertas label, kertas aluminium, kertas
flanel, tabung reaksi dan baker glass merk Iwaki Pyrex, drugal sky, colony
2. Bahan
Ungu (KU), Kalium Iodida (KI), alkohol aseton, safranin, sampel dari
B. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah post test only with control
esensial kunyit. Konsentrasi minyak esensial kunyit yang dipakai adalah 0%,
1%, 2%, 4%, dan 6%, konsentrasi ini disesuaikan dengan konsentrasi yang
dalam persen.
mikroorganisme.
23
pertumbuhan koloni
selisih jumlah koloni kontrol dan jumlah koloni perlakuan dengan jumlah
1. Sterilisasi
Cara pembuatan:
(Kurnia, 2006).
NaCl 0,9%.
dilarutkan dengan
mendapatkan konsentrasi
10-6.
selama 1 x 24 jam.
a. Pewarnaan gram
detik.
perubahan warna yang terjadi. Jika terbentuk warna ungu maka tes
oksidase positif.
plasma dalam tabung maka hasil tes positif (Soemarno, 1999). Semua
bagi manusia.
jarum ose kemudian diinokulasikan secara streak pada agar miring MSA.
Agar tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2 x24 jam.
ml NB.
suspensi.
pengulangan.
adalah uji ANOVA atau uji F yang diteruskan dengan uji beda nyata jujur
(Post Hoc) apabila data yang diperoleh merupakan data distribusi normal.
Apabila data yang diperoleh bukan data dengan distribusi normal maka data
29
A. Hasil
pada uji katalase yang menggunakan larutan hidrogen peroksida dan diamati
diartikan sebagai katalase positif. Hasil uji oksidase didapatkan hasil oksidase
negatif yang ditandai dengan tidak berubahnya warna stik oksidasi. Uji
terakhir yakni uji koagulase, didapatkan hasil koagulase positif yang ditandai
esensial kunyit.
sebagai daya hambat paling tinggi yakni sebesar 99,54% pada konsentrasi
minyak esensial kunyit sebesar 6%. Hasil rata-rata daya hambat konsentrasi
1%, 2%, 4%, dan 6% berturut-turut 75,8%, 65,8%, 98,13%, dan 99,54%
(Gambar 4.1).
31
Smirnov kurang dari 0,05 dan hasil perbandingan kurtosis serta skewness
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PersentasePenghambat
,226 20 ,009 ,765 20 ,000
an
memberikan hasil yang sama dengan nilai p sebesar 0,001 atau dapat
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
LogPersenPen
,299 16 ,000 ,769 16 ,001
ghambatan
adalah uji nonparametrik yakni uji Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis
Persentase
Penghamb
atan
Chi-
16,985
Square
df 4
Asymp.
,002
Sig.
signifikan digunakan uji Mann-Witney dengan tingkat kesalahan 5%. Hasil uji
dengan nilai p kurang dari 0,05 diartikan kedua kelompok tersebut terdapat
kelompok perlakuan 0% dengan kelompok perlakuan 1%, 2%, 4%, dan 6%;
perbedaan yang signifikan dengan kelompok perlakuan 0%, 4%, dan 6%;
33
2% dan 4%.
B. Pembahasan
cara hidrodistilasi. Zat yang terkandung di dalamnya adalah zat yang bersifat
volatile atau mudah menguap. Di antara zat tersebut yang paling banyak
isoprene berbentuk siklik maupun tidak siklik (Sikkema et al.,1995). Zat ini
mempunyai daya antimikroba karena sifatnya yang hidrofob. Sifat ini dapat
terhadap isolat S.aureus dari penderita impetigo secara in vitro adalah sebesar
6%.
yang tidak beracun dengan tingkat iritansi yang rendah dan oleh FDA
juga terbukti dapat meningkatkan penyerapan zat yang bersifat lipofilik dan
keratin dan lemak stratum corneum dan atau dengan meningkatkan kelarutan
Pada penelitian ini peneliti juga menemukan hal yang menarik dimana
yaitu 75,8% menjadi 65,8%. Salah satu faktor yang diduga menyebabkan
hal tersebut adalah kurangnya homogenitas antara medium NB, larutan tween
80, dan minyak esensial kunyit khususnya pada perlakuan dengan konsentrasi
Faktor lain yang diduga juga dapat menyebabkan hasil tersebut adalah
2%, walaupun berasal dari medium suspensi kuman dengan volume yang
aktivitas air (water activity/ aw), ion mineral, dan komposisi dari medium.
selisih dua persen. Selisih dua persen antara perlakuan 4% dengan 6% tidak
A. Kesimpulan
B. Saran
2. Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis toksik dan dosis terapi
impetigo.
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, B. B, Bhatt, I.D., Ichikawa, H.,Ahn, K.S., Sethi, G., Sandur, S.K.,
Natarajan, C., Seeram, N., and Shishodia, S. 2006. Curcumin — Biological
and Medicinal Properties.( on-line).
http://www.indsaff.com/10%20Curcumin%20biological.pdf. Diakses 20
Juni 2008.
Amagai, M., Matsuyoshi, N., Wang, Z. H., Andl, C, and Stanley, J. R. 2000.
Toxin In Bullous Impetigo And Staphylococcal Scalded-Skin Syndrome
Targets Desmoglein 1.Nature Medicine. 6(11): 1275-77.
Araújo, CAC, Leon, LL. 2001. Biological Activities of Curcuma longa L. Mem
Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro. 96(5): 723-28.
Chowdhury, J.U., Nandi, N.C., Bhuiyan, M.N.I., and Mobarok, M.H. 2008.
Essential Oil Constituents of The Rhizomes of Two Types of Curcuma
longa of Bangladesh. Bangladesh Journal Of Scientific And Industrial
Research. 43(2): 259-66.
Cole, Charles And Gazewood, John. 2007. Diagnosis and Treatment of Impetigo.
(on-line). http://www.aafp.org/afp/20070315/859.pdf. Diakses 22 Juni 2008.
Djuanda, A. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Gallucci N., Casero C., Oliva M., Zygadlo J. and Demo M. 2006. Interaction
Between Terpenes and Penicillin On Bacterial Strains Resistant To Beta-
Lactam Antibiotics. IDECEFYN. 10: 30-32.
Hanakawa, Y., Schechter, N.M., Lin, C., Garza, L., Li, H.,
Yamaguchi, T., Fudaba, Y., Nishifuji, K., Sugai, M., Amagai,
M., and Stanley J. R. 2002. Molecular Mechanisms Of Blister
Formation In Bullous Impetigo And Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome. The Journal of Clinical Investigation. 110(1): 53-60.
Koning, S., van Belkum, A., Snijders, S., van Leeuwen, W., Verbrug, H., Nouwen
J., Veld,M., van Suijlekom-Smit, L. W. A., van der Wouden, J. C., and
Verduin, C. 2003. Severity of Nonbullous Staphylococcus aureus Impetigo
in Children Is Associated with Strains Harboring Genetic Markers for
Exfoliative Toxin B, Panton-Valentine Leukocidin, and the Multidrug
Resistance Plasmid pSK41. Journal Of Clinical Microbiology. 41(7): 3017–
21.
Kluytmans ,Jan, Van Belkum, Alex, and Verbrugh, H. 1997. Nasal Carriage of
Staphylococcus aureus: Epidemiology,Underlying Mechanisms, and
Associated Risks. American Society for Microbiology.10 (3) : 505-20.
Leela, N.K., Tava, A., Shafi P.M., John, S.P. 2002. Chemical Composition Of
Essential Oils Of Turmeric (Curcuma longa L.). Acta Pharm. 52 : 137–41.
Liang, G., Yang, S., Jiang, L., Zhao, Y., Shao,L., Xiao, J., Ye, F., Li, Y., and Li,
X. 2007. Synthesis and Anti-bacterial Properties of Mono-carbonyl
Analogues of Curcumin. Chem. Pharm. Bull. 56 (2): 569-78.
Natta, L., Orapin, K., Krittika, N. and Pantip, B. 2008. Essential Oil
From Five Zingiberaceae For Anti Food-Borne Bacteria. International Food
Research Journal. 15:1-10.
Park, B-S., Kim, J-G., Kim, M-R., Lee, S-E., Takeoka, G.R., Oh, K-B., Kim, J-H.
2005. Curcuma longa L. Constituents Inhibit Sortase A and Staphylococcus
40
Singh, R., Chandra, R., Bose, M., and Luthra, P. M. 2002. Antibacterial Activity
Of Curcuma Longa Rhizome Extract On Pathogenic Bacteria. Current
Science. 83(6) : 737-40.
Stanley, J.R and Amagai, M. 2006. Pemphigus, Bullous Impetigo, and the
Staphylococcal Scalded-Skin Syndrome. The New England Journal of
Medicine. 355: 1800-10.
Trombetta, D., Castelli, F., Sarpietro, M, G,, Venut,V., Cristani, M., Daniele, C.,
Saija, A., Mazzanti, G., and Bisignano, G. 2005 . Mechanisms of
Antibacterial Action of Three Monoterpenes. Antimicrobial Agents And
Chemotherapy. 49: 2474-78.
Vaddi, H. K., Chi-Lui Ho, P., Chan,Y. W., and Chan, S. Y., 2003. Oxide Terpenes
as Human Skin Penetration Enhancers of Haloperidol from Ethanol and
Propylene Glycol and Their Modes of Action on Stratum Corneum. Biol.
Pharm. Bull. 26(2): 220—228.