Geometri Jalan Rel Kereta PDF
Geometri Jalan Rel Kereta PDF
Geometri Jalan Rel Kereta PDF
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem jaringan jalan rel di Indonesia masih
sangat terbatas baik dari segi kualitas maupun
segi kuantitas. Dengan panjang rute lebih
kurang 4900 km di pulau Jawa dan hanya
sekitar 2100 km di Sumatera, Indonesisa
masih sangat tertinggal dari negara negara
lain terutama di kawasan Asia. China memiliki
75.000 km jalan rel, Jepang memilki panjang
jalan rel 23.670 km. Padahal apabila
dianalisa moda transportasi jalan rel sangat
menjanjikan. Hal ini sangat cocok dengan
kondisi negara kita yang memiliki jumlah
penduduk besar yakni 220.054.541 juta jiwa
(2000). Sebagai salah satu negara terbanyak
penduduknya, moda transportasi jalan rel
menjadi pilihan bagi masyarakat. Selain relatif
murah, bisa digunakan untuk mengangkut
penumpang orang dan barang dalam jumlah
yang besar. Karena hampir 40% jumlah
penduduk berada di pulau Jawa, maka mereka
memiliki banyak pilihan moda trasportasi.
Kondisi jalan rel di pulau Jawa sendiri
mengalami kemajuan yang signifikan di
bandingkan di Sumatera. Hal ini terbukti
dengan pembangunan jalur dua arah (double
track)
yang
sedang
dilaksanakan,
pemeliharaan rel secara berkala dan lain
sebagainya. ( www.google.com/situs-BPS
Pusat, 2009).
Pada saat ini, di Sumatera sendiri
sistem dan manajemen perkeretaapian belum
optimal karena jaringan jalan rel yang ada
belum tersambung antar provinsi secara
keseluruhan. Di Sumatera terdapat jaringan
jalan rel mulai dari jalur Ulee Lheue Banda
Aceh yang dibangun oleh Deli Spoorwegen
Maatschappij (DSM) pada tahun 1876.
Kemudian pada tahun 1891 dibangun jalur
Puluaer Bukittinggi Sumatera Barat oleh
Staatschappij (SS) dan terakhir pada tahun
1914 jalur Panjang Tanjung Karang
Sumatera Selatan oleh Staatschappij (SS).
Selama masa pendudukan Jepang tidak ada
sama sekali penambahan jalan rel di Sumatera.
Kemudian, dilanjutkan dengan beberapa
pembangunan jalur oleh pemerintah Indonesia
di daerah Sumatera Utara, penambahan jalur di
daerah Sumatera Barat dan sebagian di
Sumatera Selatan dan Lampung. Sedangkan di
Provinsi Riau, Jambi dan Bengkulu belum
terdapat jaringan jalan rel.
3
Jalan rel merupakan moda transportasi
alternatif jika melihat potensi yang dimiliki
Provinsi Riau. Distribusi sumber daya alam
seperti kehutanan, perkebunan, pertanian, dan
pertambangan pada saat ini dilakukan melalui
angkutan jalan 84,13% untuk angkutan
penumpang dan 91,25% untuk angkutan
barang. ( Departemen Perhubungan,2007).
Dari data disebutkan bahwa lebih dari 1000
km jalan di Provinsi Riau rusak. Dengan
rincian, jalan nasional sepanjang 1126,11 km,
344,56 km (30,58%) rusak dan 68 km belum
diaspal. Jalan provinsi sepanjang 2162,82 km,
998,18 km rusak dan 1103 km belum diaspal
(sumber
www.google.com/portal-situsprovinsi-riau, 2007). Selaras dengan itu,
perkembangan industri
otomotif semakin
pesat sehingga memungkinkan diciptakannya
kendaraan bermotor untuk mengangkut beban
yang jauh lebih besar. Tetapi kemampuan
pemerintah untuk meningkatkan daya dukung
jalan guna menampung permintaan yang ada
sangatlah terbatas sehingga sering terjadi
kerusakan jalan lebih cepat dari umur rencana.
Maka cara yang dapat dilakukan dalam
menangani distribusi angkutan barang ini
adalah dengan membuat alternatif moda lain
yang mampu difungsikan sebagai angkutan
massal yaitu pengembangan jaringan jalan rel
di Provinsi Riau. Dan pembangunan jalan rel
ini dititik beratkan pada angkutan barang
diikuti
dengan
penyediaan
angkutan
penumpang.
Adapun tujuan yang akan dicapai
dalam pembangunan jaringan jalan rel di
Provinsi Riau antara lain dari aspek ekonomi
ialah mendukung pembangunan ekonomi di
wilayah Provinsi Riau yang relatif kurang
berkembang
karena
aksesbilitas
dan
infrastruktur yang kurang sehingga diharapkan
taraf hidup masyarakat bisa meningkat pula.
Dari aspek sosial ialah terbukanya lapangan
kerja bagi penduduk setempat baik pada saat
pembangunan maupun pengoperasionalannya.
Dan dari aspek transportasi ialah berkurangnya
kerusakan konstruksi jalan raya dan
pemakaian energi dalam jumlah yang besar
dengan adanya perpindahan angkutan barang
dari jalan raya ke jalan rel.
Pada tulisan ini, penulis akan mencoba
mendesain geometri jalan rel ruas Kota
Pinang-Menggala sepanjang 69 km pada
trase Rantau Prapat Duri. Jalur ini dipilih
untuk karena pada lokasi ini terdapat berbagai
permasalahan kondisi jalan rel seperti
Perumusan Masalah
Tujuan
Adapun tujuan dari Tugas Akhir ini
adalah:
1. Merencanakan trase jalan kereta api
jalur yang baru dan efisien.
2. Mendapatkan alinemen geometri jalan
kereta api yang sesuai dengan
persyaratan.
3. Mendapatkan volume timbunan yang
diperlukan dalam perencanaan.
1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah dari Tugas Akhir ini
adalah:
1. Data yang dipakai adalah data
sekunder
2. Daerah perencanaan hanya antara
Kota Pinang Menggala
3. Dalam tugas akhir ini tidak membahas
persinyalan,
jembatan
maupun
infrastruktur kereta api lain (stasiun,
dipo, rumah sinyal).
4. Tidak dilakukan perhitungan kekuatan
timbunan jalan KA baru.
5. Tidak melakukan perhitungan sistem
drainase.
6.
1.5
Manfaat
Pada
akhirnya
setelah
menyelesaikan proposal Tugas Akhir
ini, diharapkan akan bermanfaat bagi
pemerintah sebagai masukan dan
pembanding terhadap perkembangan
pembangunan perkeretaapian di Provinsi
Riau sehingga jaringan jalan rel
terintegrasi dengan baik dan masyarakat
4
dapat memanfaatkan angkutan ini
sebagai alternative. angkutan massal
baru yang kedepannya diharapkan juga
menjadi angkutan masyarakat antar kota
maupun antar provinsi.
1.6 Lokasi
Lokasi pembangunan jalur
kereta api barada pada km 78.
Rencana lokasi dapat dilihat pada
gambar 1.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geometrik Jalan Rel
Geometrik
jalan
direncanakan
berdasar pada kecepatan rencana serta ukuranukuran kereta yang melewatinya dengan
memperhatikan
factor
keamanan,
kenyamanan, ekonomi dan keserasian dengan
lingkungan sekitarnya.
2.1.1 Lebar Sepur
5
Dengan satuan praktis:
h=
11,8.V
R
Dimana:
R = jari-jari lengkung horisontal (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
h = peninggian rel dalam lengkung horisontal
(maks= 120 mm)
Dengan peninggian maksimum, hmax = 120 mm
maka
R=
11,8.V 2
120
V2
h
g
13R
W
l l
Lh = l
10 2 R
dimana: Lh
=
panjang minimum
lengkung peralihan
(m)
l
=
panjang proyeksi
lengkung peralihan ( mm )
R
= jari-jari lengkung
horizontal ( km/jam )
c. Lengkung S
Lengkung S terjadi bila dua lengkung dari
suatu
lintas
yang
berbeda
arah
lengkungnya terletak
bersambungan.
Antara kedua lengkung yang berbeda ini
d. Pelebaran Sepur
Pelebaran sepur dilakukan agar roda
kendaraan rel dapat melewati lengkung
tanpa mengalami hambatan. Pelebaran
sepur dicapai dengan menggeser rel dalam
ke arah dalam. Besar pelebaran sepur
untuk berbagai jari-jari tikungan adalah
seperti yang tercantum dalam tabel berikut
Tabel 2.1 Pelebaran Sepur
Pelebaran
Jari-jari tikungan
Sepur
(m)
( mm )
0
R > 600
5
550 < R > 600
10
400 < R > 600
15
350 < R > 400
20
100 < R > 350
Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986
Pelebaran sepur maksimum yang diijinkan
adalah 20 mm
Pelebaran sepur dicapai dan dihilangkan
secara berangsur sepanjang lengkung
peralihan.
e. Peninggian Rel
Pada lengkungan, elevasi rel luar dibuat
lebih tinggi daripada rel dalam untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang
dialami oleh rangkaian kereta.
Peninggian
rel
dicapai
dengan
menempatkan rel dalam pada tinggi
semestinya dan rel luar lebih tinggi, lihat
gambar 2.6
h normal = 11,8
(Vrencana ) 2
jari jari
6
kelompok seperti yang tercantum pada
tabel berikut:
Tabel 2.2 Pengelompokan lintas berdasarkan
pada kelandaian
Sumber:Peraturan Dinas PJKA,1986
b. Landai Penentu
Landai penentu adalah suatu kelandaian
(pendakian) yang terbesar yang ada pada
suatu lintas lurus. Besar landai penentu
terutama berpengaruh pada kombinasi
daya tarik lokomotif dan rangkaian yang
dioperasikan. Untuk masing-masing kelas
jalan rel, besar landai penentu adalah
seperti yang tercantum dalam berikut
Tabel 2.3 Landai penentu maksimum
Kelas jalan Landai
penentu
rel
maksimum (%)
1
1
2
1
3
2
4
2,5
5
2,5
Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986
c. Landai Curam
Dalam keadaan yang memaksa kelandaian
(pendakian) dari lintas lurus dapat
melebihi landai penentu. Kelandaian ini
disebut landai curam. Panjang maksimum
landai curam dapat ditentukan melalui
rumus pendekatan sebagai berikut:
I =
Va2-Vb2
2 g (Sk-Sm)
dimana:
I
= panjang maksimum landai curam
(m)
Va
=
kecepatan minimum yang
diijinkan di kaki landai curam ( m/detik )
Vb =
kecepatan minimum di puncak
landai curam ( m/dtk )
Vb 0,5 Va
g = percepatan gravitasi
Sk = besar landai curam ( % )
Sm = besar landai penentu ( % )
2.1.4
Lengkung Vertikal
Penampang Melintang
Penampang melintang jalan rel adalah
potongan pada jalan rel, dengan arah tegak
lurus sumbu jalan rel, dimana terlihat bagianbagian dan ukuran jalan rel dalam arah
melintang.
2.2 Susunan Jalan Rel
2.2.1 Tipe dan karakteristik penampang
1) Tipe rel untuk masing masing kelas
jalan tercantum pada tabel berikut:
Tabel 2.6 Kelas Jalan dan tipe relnya.
Kelas jalan
Tipe rel
I
R.60/R.54
II
R.54/R.50
III
R.54/R.50/R.42
IV
R.54/R.50/R.42
V
R.42
Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986
2) Karakteristik penampang rel tercantum
pada tabel 2.10.
2.2.2 Jenis, komposisi kimia, kekuatan dan
kekerasan
1) Jenis
Jenis rel yang dipakai adalah rel tahan
aus yang sejenis dengan rel WIC
WRA
2) Komposisi Kimia
Komposisi kimia rel tercantum pada
tabel berikut
Tabel 2.7 Komposisi kimia rel
C
0,60 % - 0,80 %
Si
0,15 % - 0,35 %
Ma
0,90 % - 1,10 %
P
Max 0,035 %
S
Max 0,025 %
Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986
3) Kekuatan rel
Kuat tarik minimum rel adalah 90
kg/mm2
dengan
perpanjangan
minimum 10%
4) Kekerasan rel
Kekerasan kepala rel tidak boleh
kurang daripada 240 Brinell
7
2.2.3 Jenis rel menurut panjangnya
Menurut panjangnya dibedakan tiga jenis
rel, yaitu :
1) Rel standar adalah rel yang panjangnya
25 meter
2) Rel pendek adalah rel yang panjangnya
maksimal 100 meter
3) Rel panjang adalah rel yang panjang
tercantum minimumnya pada tabel 2.11
2.2.4 Sambungan rel
Sambungan rel adalah konstruksi yang
mengikat dua ujung rel sedemikian rupa
sehingga operasi kereta api tetap aman dan
nyaman.
2.2.4.1 Macam sambungan
Dari kedudukan terhadap bantalan
dibedakan dua macam sambungan rel,
yaitu :
a) Sambungan melayang
b) Sambungan menumpu
2.2.4.2 Penempatan sambungan di sepur
a ) Penempatan secara siku (gambar 6.11) di
mana kedua sambungan berada pada satu
garis yang tegak lurus terhadap sumbu
sepur.
b ) Penempatan secara berselang seling
(gambar 6.12) di mana kedua sambungan
rel tidak berada pada satu garis yang tegak
lurus terhadap sumbu sepur.
2.2.4.3 Kedudukan rel
Kecuali
pada
wesel
dan
di
emplasemen dengan kecepatan kereta lambat,
rel dipasang miring ke dalam dengan
kemiringan 1 : 40 ( gambar 6.13 )
garis n
etral
8
e. Sistem penggerak atau pembalik
wesel
Pembalik
wesel
adalah
mekanisme untuk menggerakkan
ujung lidah.
2.3 Penambat Rel
Penambat rel adalah suatu komponen
yang menambatkan rel pada bantalan
sedemikian rupa sehingga kedudukan rel
adalah tetap, kokoh dan tidak bergeser.
Pada suatu konstruksi penambat rel
yang sempurna diperlukan adanya:
a) Kekuatan
penjepitan
(
vertical clamping forces )
b) Kekuatan puntiran ( torsion
resistance )
c) Kemampuan
menghadapi
perambatan ( rail creep
resistance )
2.3.1 Jenis penambat
Jenis penambat yang dipergunakan
adalah penambat elastik dan penambat kaku.
Penambat kaku terdiri atas tirpon, maur dan
baut. Penambat elastik terdiri atas dua jenis,
yaitu penambat elastik tunggal dan penambat
elastik ganda.
Penambat elastik tunggal terdiri dari
pelat andas, pelat, atau batang jepit elastik,
tirpon, mur, dan baut. Penambat elastik ganda
terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit
elastik, alas rel, tirpon, mur dan baut.
Pada bantalan beton, tidak diperlukan
pelat andas, tetapi dalam hal ini tebal karet
alas (rubber pad) rel harus disesuaikan dengan
kecepatan maksimum.
2.3.2 Penggunaan penambat.
Penambat kaku tidak boleh dipakai
untuk semua kelas jalan rel. penambat elastik
tunggal hanya boleh dipergunakan pada jalan
kelas 4 dan kelas 5
penambat
elastik
ganda
dapat
dipergunakan pada semua kelas jalan rel,
tetapi tidak dianjurkan untuk jalan rel kelas 5.
2.4 Bantalan
Bantalan berfungsi meneruskan beban
dari rel ke balas, menahan lebar sepur dan
stabilitas ke arah luar jalan rel. Bantalan dapat
terbuat dari kayu, baja, ataupun beton.
Pemilihan didasarkan pada kelas yang sesuai
dengan klasifikasi jalan rel Indonesia
9
2) Mengokohkan kedudukan bantalan
3) Meluluskan
air
sehingga
tidak
penggenangan air disekitar bantalan
dan rel.
2.6 Analisa dan perhitungan volume
timbunan
Pemindahan sejumlah volume tanah
akibat
adanya
perbedaaan
ketinggian
(ketinggian muka tanah asli dengan ketinggian
rencana trase) di suatu tempat
BAB III
BAB IV
KONSTRUKSI JALAN KA
4.1. Perencanaan Geometrik Jalan KA
4.1.1 Perencanaan Lengkung Horisontal
Trase Jalan KA PI-1
Awal
1937,777
METODOLOGI
Mulai
PI-1
PI-2
548,829
2719,69
Studi Literatur
Mengumpulkan Data
Mendapatkan Bentuk Trase
Jalan KA Baru
Perencanaan Geometrik Jalan KA baru
Tan 1 =
548,829
= 1 = 11,408
2719,691
= 11,408
Jarak titik awal ke PI-1 = 1937,777 m
Jarak
titik
PI-1
ke
PI-2
v2
R
200 2
= 11,8.
4000
> h = 11,8.
Perencanaan Bantalan
Perencanaan Balas
hV
144
118. 200
l Xs
163,88meter
144
> l Xs
Analisa Volume Timbunan
olume dan Biaya
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi
l l
L Ls l
10 2 R
10
163,88 163,88
163,90meter
L Ls 163,88
10 2 4000
163,93
k 163,9
4000 sin 1,174 81,938meter
40 4000 2
90 Ls
> s
1
R
Ts R p tg k
2
90 .163,9
s
1,174o
1
3,14 .4000
Ts 4000 0,279 tg 11,408 81,938 481,5mete
2
2 s R
> Lc
R p R
E
180
1
cos
cos 11,408
2
Ls 2
2
Ls
163,9 2
p
R 1 cos s
Ys
1,119 meter
Ys
6R
6 4000
6R
163,9 2
p
4000 1 cos 1,174 0,279 meter
6 4000
Ls 3
k Ls
R sin s
40 R 2
o
Ts=481,5 m
=11,408
Xs=92,18 m
k=81,938 m
Ys=1,119 m E=20,184 m
p=0.279 m
SC
CS
Lc=632,12
s m s
R=4000m
R=4000m
Ls=163,9m
Ls=163.9m
ST
TS
11
P x
e (cos x - sin x)
2k
P x
M=
e (cos x + sin x)
4
Y=
dengan:
Pd : beban dinamis roda (ton)
k : modulus elastisitas jalan rel = 180 kg/cm2
: dumping factor =
k /( 4 EI )
=
4
4
4 EI
k
Pd
4
12
transformasi gaya statis roda menjadi gaya
dinamis roda digunakan persamaan Talbot
sebagai berikut:
V rencana = 200 km/jam
Pd = P + 0,01 P (V-5)
Pd = ( 9 + 0,01. 9. ((200/1.609) 5) ) ton =
19,73707 ton = 19737,07 kg
k
4 E.Ix
180
4 x 2,1.106 x3055
Pd
19737,07kg
=
= 539175,81
4 x0,0091515cm 1
4
kg cm
=
MI. y
Ix
Dimana:
P
: gaya statis roda (ton)
V
: kecepatan kereta api (mil/jam)
fc '
E = 6400
= 6400
k
4.E.I
; k = modulus elastisitas
180
=
4 x156767,34 x 24500,85
0.0104 cm -1
- untuk daerah di tengah bantalan
=
180
=
4 x156767,34 x9852,25
0.0131 cm -1
13
+ cosh L) 2cos2 a ( cosh 2c + cos
L) sinh 2a (sin 2c + sinh L) sin
2a (sin 2c + sin L)]
= 19737,07 x 60%
[2,64(0,25 + 5,56)
4 x 0,0104
5,466 + 0,675
P
L 3.lexc
.(
)
2
2
18
=
2,6 3.(2,6 1,0) / 2
0,3.(
)
2
2
M max 4k 10
x
0,25 P
8k 7
6 EI
3
a
6 x 2,1x10 6 x3055cm 4
(20cm)
= 4811625 kg
A = 2 x 50 cm x (0,5 x 260 cm)
= 13000 cm2
D = 0,5 x 0,90 x 13000 x 8
= 46800 cm2
Dimana:
L = jarak antar bantalan
P = beban roda
= tegangan ijin rel = 800-1325 kg/cm2
B = koefisien lentur rel
D = koefisien bantalan
D = 0,5 x 0,90 x A x C (untuk gauge 1435
mm)
D = 0,5 x 0,95 x A x C (untuk gauge 1067
mm)
D = 0,5 x 1,00 x A x C (untuk gauge 600
mm)
C koefisien balas pasir = 3 ; kerikil = 5
; kricak = 8
A = luas bidang pikul bantalan
= 2 perletakan x lebar bantalan x 0,5
panjang bantalan
B
D
4811625
=
46800
k=
= 102,812 kg/cm2
14
M=
8k 7
* 0,25 * P * L
4k 10
(8 *102,812 7)
* 0,25 * 9000 * 40
(4 *102,812 10)
= 177222,538 cm
M
ijin
W
177222,538kgcm
293,7cm 3
M
= 603,413 kg/cm2 ijin = 1325 kg/cm2
W
.
OK
= baut + L
= 30 + . 10
= 35 mm
15
Dipakai rel R-60, tekanan roda = 9000
kg untuk jalan kelas III dengan kecepatan
maksimum 200 km/jam.
V ren = 200 km/jam
Pd = (9000 + 0,01 x 9000 (125/1,609 5))
= 15541,92 kg
P1 = P2
tg = 1 / 2,75
= 22,20
2P . cos = P
P1 = P2 = 0,93 P
Q = Pd / 2 = 7770,96 kg
H = 1/2,75 . Q
= 1/2,75 . 7770,96
= 2825,804 kg
L.E. A
L
dimana:
F
: gaya yang timbul akibat pemuaian.
E
: modulus Young
S
: luas penampang
F E. A. .T
r
= 94,7 m
Panjang rel minimum rel panjang R-60 dengan
bantalan beton = 2 x 1 = 2 x 94,7 = 189,4 m.
Dibulatkan kelipatan 25 m menjadi 250 m.
Untuk menyambung rel-rel pendek menjadi rel
panjang digunakan las.
4.5. Penambat Rel
Pada perencanaan jalan rel ini
digunakan bantalan beton. Semakin tinggi
kecepatan kereta, makin besar beban gandar
yang dipakai maka gaya-gaya yang bekerja
terhadap penambat akan semakin besar
sehingga menimbulkan vibrasi yang besar
pula. Untuk mencegah bantalan dari kerusakan
16
akibat adanya getaran (vibrasi) dengan
frekuensi tinggi akibat kereta yang bergerak
maka digunakan penambat elastis yang dapat
mengurangi pengaruh vibrasi pada rel terhadap
bantalan.
Faktor- faktor penggunaan penambat
antara lain:
- Pengalaman pemakaian
- Besarnya gaya jepit (clamping force)
- Besarnya nilai rangkak (creep
resistance)
- Kemudahan perawatan
- Pemakaian kembali, jika terjadi
pergantian rel
- Umur dan harga penambat
Pada umumnya ada 2 macam sistem penambat
elastis:
a. penambat elastis tunggal.
b. Penambat elastis ganda,
Penambat elastik dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu:
a. Daya jepit yang dihasilkan sendiri.
Termasuk jenis ini adalah Dorken,
Pandrol dan DE Spring Clip
b. Daya jepit dihasilkan oleh bantalan
mur-baut atau tirpon.
Termasuk jenis ini adalah Nabla dan
tipe F
Selain itu dapat menahan getaran penambat
elastik juga mampu menghasilkan gaya jepit
(clamping force) yang tinggi dan juga mampu
memberikan perlawanan rangkak (creep).
Pada penambat elastik ganda selain dipasang
penambat elastik dipasang juga alas karet
(rubber pad).
Pada jalan kereta api ini digunakan
penambat elastik jenis pandrol agar
memudahkan dalam pemeliharaan. Daya jepit
yang mampu dihasilkan penambat ini adalah
24,5 KN (2.498 kg) perpasang.
Alas karet yang dipasang harus
mampu menahan gaya rangkak (creep)
meredam tegangan gaya vertikal yang bekerja
ke arah bawah, melindungi permukaan
bantalan, serta mempunyai daya listrik yang
cukup untuk pemisah rel dari bantalan.
Perhitungan:
220
= 5,5
40
6 pasang
L.E. A
L
17
G = L x x (40-t) + 2
Dimana:
L
: panjang rel
G
+2
= 11,98336 mm
4.7. Perencanaan balas
Balas merupakan terusan dari lapisan
tanah dasar, dan terletak di daerah yang
mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar
akibat lalu-lintas kereta pada jalan rel, oleh
karena itu material pembentuknya harus baik.
Berdasarkan Penjelasan Peraturan Dinas
no.10 dan VA Profillidis (2006) :
4.7.1 Lapisan balas atas
Tebal balas atas terdiri dari batu pecah yang
keras dengan bersudut tajam. Lapisan ini harus
dapat meneruskan air dengan baik.
Tebal balas atas dirumuskan sebagai berikut:
Menurut Wahyudi (2003) dirumuskan sebagai
berikut:
Db =
S w
2
S w
2
40 30
=
2
Db =
= 5 cm
(million tons)
160 - 200
all
120 - 160
> 12 million
120 - 160
2 - 12 million
120 - 160
< 2 million
80 - 120
> 12 million
80 - 120
< 12 million
< 80
> 2 million
< 80
< 2 million
( concrete sleepers)
< 80
< 2 million
(timber sleepers)
Sumber:
Railway
management
engineering
Ballast
thickness
(m)
0,38
0,38
0,3
0,23
0,3
0,23
0,23
0,2
0,15
and
18
e(m) = N(m) + a(m) +b(m) +c(m) +d(m)
+f(m) +g(m)
dimana
e= tebal ballas
N (parameter kualitas subgrade)
- 0,70 untuk bad subgrade (S1)
- 0,55 untuk medium subgrade (S2)
- 0,45 untuk good subggrade (S3)
a= parameter traffic load
- 0 untuk kelas I dan II dengan V> 160
km/ jam
- -0,05 untuk kelas III dan IV
- -0,10 untuk kelas V
- -0,15 untuk kelas VI
b= parameter jenis bantalan
- 0 untuk bantalan kayu dengan panjang
L=2,60 m
- (2,50-L)/2 untuk bantalan beton
c= volume maintenance work
- 0 untuk medium volume maintanance
- -0,10 untuk high volume maintanance
kelas I V
- -0,05 untuk high volume maintenance
kelas VI
d= nilai axle load
- 0 untuk Q = 17,5-20 ton
- 0,05 untuk Q = 22,5 ton
- 0,12 untuk Q = 25 ton
- 0,25 untuk Q = 30 ton
f= kecepatan kereta
- 0 untuk V<160km/jam dan subgrade
S1 dan S2
- 0 untuk high speed dan subgrade S3
- 0,05 untuk high speed dan subgrade S2
- 0,10 untuk high speed dan subgrade S1
g= penggunaan geotextile
- 0 untuk tidak menggunakan geotextile
Dari
data
perhitungan
sebelumnya
direncanakan menggunakan V rencana 200
km/jam, medium subgrade, bantalan beton
dengan panjang 2,60m, axle load 18 ton dan
tidak menggunakan geotextile sehingga
diperoleh e adalah:
e(m) = N(m) + a(m) +b(m) +c(m) +d(m)
+f(m) +g(m)
= 0,55 + 0 + (2,50-2,60)/2 + (-0,10) + 0 +0
= 0,40 m
e(m) = ballas + subballas
0,40 = ballas + 0,15
Ballas = 0,40 0,15
= 0,25 m
Dari beberapa metode di atas maka diambil
tebal ballas yang paling maksimum sehingga
didapat tebal ballas adalah 0,38 m atau
dibulatkan menjadi 0,40 m
4.7.2 Lapisan balas bawah
Akibat penyebaran tekanan, maka
lapisan balas bawah menerima tekanan yang
lebih kecil daripada yang dipikul oleh lapisan
balas atas. Lapisan balas bawah terdiri dari
pasir kasar. Tebal lapisan balas bawah
dihitung dengan persamaan dari Peraturan
Dinas no.10 yaitu:
1) Ukuran terkecil dari tebal lapisan balas
bawah (d2) dihitung dengan persamaan
d2 = d d1 > 15 (cm)
di mana d dihitung dengan persamaan
:
d=
1.35
58. 1
10
Pd
1
(2 cosh2 a)
2b (sin L sinh L)
V
)5)
1, 6
k /(4 EI )
k = b x ke
19
dimana : b
ke
(cm)
El
= kekakuan lentur
bantalan (kg/cm2)
l = panjang bantalan (cm)
a
= jarak dari sumbu
vertikal rel ke ujung
bantalan (cm)
c = setengah jarak antara
sumbu vertikal rel (cm)
2) Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas
lapisan balas bawah dihitung dengan
persamaan
2=
58 1
10 d 1,35
Dimana:
d : tebal balas total (cm)
1 : tegangan yang diturunkan dari
persamaan balok diatas bidang elastis
2 : tegangan yang terjadi pada tanah dasar
=
1,2873
kg/cm2
kg/cm .....................OK
2
<
1,4
BAB V
ANALISA GALIAN DAN TIMBUNAN
5.1 Bentuk Potongan Galian dan Timbunan
ELEVASI RENCANA
1
,5
:1
1:
1,5
0,5
58 x14,451kg / cm 2
2=
10 1201,35
1:
0,5
(kg/cm )
1:
ELEVASI RENCANA
20
Tabel 5.1 Perhitungan Vol. Galian Dan
Timbunan
A rata -rata
00
= 0.00 m2
2
0.00 m3
Perhitungan timbunan :
Luas timbunan rata-rata segmen 1 :
A rata -rata
m2
12.059 12.059
= 12.059
2
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perencanaan yang
telah dilakukan dalam penyusunan Tugas
Akhir ini, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Konstruksi KA :
Perencanaan geometrik sesuai dengan
perhitungan yang telah ditabelkan.
Kecepatan rencana 200 km/jam
sehingga
membutuhkan
jari-jari
lengkung yang besar yakni 4000 m.
Rel yang digunakan adalah rel tipe R60 dengan menggunakan bantalan
beton menurut standar monoblock
sleeper of German railway dengan
21
2.
Lebar Sepur
Dalam perencanaan ini digunakan
lebar sepur (track gauge) e = 1435 mm.
3.
Penentuan
kecepatan
rencana
hendaknya
disesuaikan
dengan
peraturan yang berlaku, kelas jalan,
medan
jalan
karena
sangat
mempengaruhi hasil perencanaan.
2.
3.