Remaja Awal Dan Preremaja
Remaja Awal Dan Preremaja
10/11-13/14 TAHUN)
a. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tatakrama dan tingkatan nilai
Anak perlu mengoptimalkan fungsi hati nurani, dalam rangka memahami moralitas
dan nilai-nilai di masyarakat yang kadang bersifat heterogen. {} Sebagai mahluk sosial,
anak perlu memiliki pengertian dan pemahaman tentang kebiasaan dan nilai-nilai
(moralitas) masyarakat setempat. Tugas perkembangan ini perlu diberikan sedini
mungkin, terutama dalam mengantisipasi masuknya moralitas pendatang/orang lain.{}
Untuk mengembangkan pemahaman tentang nilai-nilai moralitas diperlukan penanaman
moral agar anak dapat membedakan baik buruk, benar salah, sehingga ia dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.{}
Masalah dalam tugas perkembangan tersebut adalah jika nilai-nilai moral tidak
tercapai. Masalah tersebut ada keterkaitannya dengan kekurangpahamannya para orang
tua secara tidak bijak dalam menanamkan nilai-nilai moral. Cara yang ditempuh sering
tidak mengindahkan prinsip-prinsip penanaman nilai moral sesuai dengan perkembangan
anak, selain itu mereka juga kurang memahami pencapaian perkembangan anaknya yang
berimbas pada permasalahan anak. Kebanyakan ketika anak beranjak remaja atau
dewasa, tidak mengingat ajaran-ajaran moral diakibatkan tidak adanya ruang komunikasi
dialogis antara dirinya dengan orangtua sebagai guru pertama yang mestinya terus
memberikan pengajaran moral. {}
b. Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga
Anak hidup di masyarakat. Oleh karenanya mereka perlu untuk belajar
menyesuaikan diri dengan berbagai karakteristik kelompok sosial, agar mereka mampu
berperan secara optimal di masyarakat yang lebih luas. {} Pada masa anak juga mulai
mengembangkan interaksi sosial, belajar menerima pendapat orang lain, belajar
memahami tanggung jawab diri sendiri dan orang lain. Sehingga diharapkan
keterampilan sosial anak dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tingkat
perkembangan anak. Hurlock (1978: 250) juga menyatakan bahwa perkembangan sosial
berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Jadi
berdasarkan pengertian tersebut, perkembangan sosial merupakan proses seseorang
untuk bekomunikasi, dan berperilaku sesuai dengan tuntutan sosial sebagai upaya agar
diterima lingkungannya.
Masalah pada tugas perkembangan tersebut adalah dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu: keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan
kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi. Seseorang yang memiliki inteligensi
rendah akan sulit berinteraksi dengan lingkungannya. {}
Daftar Pustaka :
{} Juliani Prasetyaningrum.2009.Psikologi Perkembangan Anak
.publikasiilmiah.ums.ac.id.
{} Wuri Wuryandani. 2010. Penanaman Nilai Moral untuk Anak Usia
Dini. Pg :1-18
{} Retno Dwiyanti.2013. Peran Orang Tua dalam Perkembangan Moral Anak
(Kajian Teori Kohlberg). Publikasiilmiah.Ums.Ac.Id. hal : 161-169.
dengan
Problem
Solving
pada
Remaja.
Gunadarma.
perempuan mulai saling memperhatikan dan muncul keingintahuan yang semakin besar
tentang lawan jenisnya.
Masalah pada perkembangan heteroseksual remaja adalah jika remaja sulit
mengindentifikasi peran jenis peran jenis kelaminnya dan bertingkah laku yang tidak
sesuai dengan peran gendernya, remaja tersebut cenderung terasingkan bahkan menjadi
bahan olok-olokan teman sebayannya.
Daftar Pustaka :
Nurul Yunia, Sugiharto, Eko Nusantoro. 2013. Pengaruh Over Protective
Orang Tua dan Religiusitas terhadap Perilaku Heteroseksual Siswa
c.
d. Penyesuaian sosial
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dan harus
menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Dalam
hal ini yang tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok
teman sebaya (Hurlock, 1993). Sikap positif remaja awal terhadap teman sebaya
berkembang pesat setelah mengenal adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Sikap
setia kawan atau senasib seperjuangan dirasakan dalam kehidupan kelompok baik dalam
kelompok yang sengaja dibentuk maupun yang terbentuk dengan sendirinya. Simpati dan
merasakan perasaan orang lain telah mulai berkembang dalam usia remaja awal. Menurut
Papalia, peer group (kelompok teman sebaya) membantu anak memilih nilai-nilai yang
mereka anut, memberikan rasa aman secara emosional.
Masalah dalam penyesuaian sosial adalah perasaan takut terkucil atau terisolir dari
kelompoknya juga muncul pada masa remaja ini (Mappiare, 1982). Bila anak tidak
memiliki peer group, mereka cenderung tidak dewasa dan keterampilan sosialnya menjadi
terbatas (Papalia, 1995). Dengan adanya tekanan untuk konform, remaja cenderung
mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di kelompok tersebut. Misalnya, bila anggota
kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang atau rokok, maka remaja
cenderung mengikutinya tanpa mempedulikan perasaannya sendiri (Hurlock, 1993). Oleh
karena itu peer group juga dapat memberikan efek negatif dengan cara mengenalkan nilainilai negatif tersebut (Papalia, 1995).
e. Penyelesaian konflik identitas
Menurut Erikson, tugas remaja awal adalah menyelesaikan konflik identitas dan
kebingungan identitas (Papalia, 1995). Dalam hal ini yang termasuk remaja awal adalah
individu yang berusia 13/14 tahun sampai 17 tahun (Hurlock dalam Mappiare, 1982).
Individu yang berhasil menyelesaikan konflik identitasnya selama masa remaja lebih dapat
diterima.
Masalah dalam tugas perkembangan ini adalah jika remaja mengalami kebingungan
identitas akan mengakibatkan remaja menarik diri, menjauhkan mereka dari teman-teman
sebayanya dan keluarga, atau kehilangan identitasnya dalam kelompok (Moshman dalam
Santrock, 2002).
Daftar Pustaka :
M. Nisfiannoor, Yuni Kartika.Hubungan antara Regulasi Emosi dan Penerimaan
Kelompok Teman Sebaya pada Remaja. Jurnal Psikologi Vol. 2 No. 2, Desember
2004.
f. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
Dalam analisis Steinberg (1995 : 290) jika remaja, terutama remaja awal, mampu
memutuskan simpul-simpul ikatan infantile maka ia akan melakukan separasi, yakni
pemisahan diri dari keluarga. Keberhasilan dalam melakukan separasi inilah yang
merupakan dasar bagi pencapaian kemandirian terutama kemandirian yang bersifat
independence. Dengan kata lain kemandirian yang pertama muncul pada diri individu
adalah kemandirian yang bersifat independence, yakni lepasnya ikatan-ikatan emosional
infantile individu sehingga ia dapat menentukan sesuatu tanpa harus selalu ada dukungan
emosional dari orang tua.