Anda di halaman 1dari 21

skep ileus dengan pathway keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN Tn. S


DENGAN OPERASI LAPARATOMY INDIKASI ILEUS
OBSTRUKTIF DI RUANG IBS RSUD
KABUPATEN KEBUMEN
Disusun Guna Menyelesaikan Tugas Blok Peminatan Bedah

Disusun oleh:
Aris Wibowo
(A11000615)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta.
Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui
bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang
terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Ileus obstruktif
adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali
menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000
penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar
300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059
kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).Pada bab
selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang devinisi obstruksi ileus, etiologi, patofisioligi,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis serta asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami gangguan intestinal pada ileus, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang baik dan benar sehingga dapat meningkatkan derajat kesembuhan pasien.
Bertitik tolak dari masalah diatas, maka penulis menulis karya ilmiah ini dengan judul
Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Klien Tn. S Dengan Operasi Laparatomi Indikasi Ileus
obstruktif Di Ruang IBS RSUD Kabupaten Kebumen.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada pembahasan makalah
ini adalah bagaimana pengelolaan pasien dengan operasi laparatomi dengan indikasi illeus
obstruktif ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien selama
preoperasi, intraoperasi dan postoperasi.

D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan operasi laparatomy indikasi ileus obstruktif ditinjau dari asuhan keperawatan
perioperatif.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian analisis data dan perumusan diagnosa
keperawatan pada klien operasi laparatomy indikasi ileus obstruktif ditinjau dari asuhan
keperawatan perioperatif.
b. Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan keperawatan pada klien dengan
operasi laparatomy indikasi ileus obstruktif ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
c. Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan rencana keperawatan pada klien dengan
operasi laparatomy indikasi ileus obstruktif ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
d. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan operasi laparatomy indikasi ileus obstruktif ditinjau dari asuhan keperawatan
e.

perioperatif.
Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan operasi laparatomy indikasi ileus obstruktif ditinjau dari asuhan keperawatan
perioperatif.

E. Manfaat
1. Manfaat bagi Institusi
Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi bagi institusi dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan pada masa yang akan datang.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada dirumah sakit dalam
mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan pelayanan keperawatan
pada klien dengan mastectomy segmental indikasi tumor mamae.
3. Manfaat Bagi Penulis
Sebagai bahan evaluasi tentang penetapan konsep perawatan yang didapatkan selama pendidikan
ke dalam praktek keperawatan secara nyata.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus sekitar
12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga abdomen. Ujung
proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah garis tengahnya semakin
berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum dan
ileum.

Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum. Pemisahan

duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu suatu pita muskulo fibrosa
yang berperan sebagai Ligamentum Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus
adalah jejunum, Jejunum terletak diregio mid abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio
mid abdominalis dextra sebelah bawah. Tiga perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya
kimus kedalam usus halus diatur oleh spingther pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah
tercerna kedalam usus besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah
terjadinya refluk dari usus besar ke dalam usus halus. Apendik fermivormis yang berbentuk
tabung buntu berukuran sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks
sekum.
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk oleh
peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang yang terletak diantara
lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang
diberi nama yaitu mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang
menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus
bergerak dengan leluasa.

Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang

menggantung dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera abdomen.
Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi
peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentuk dari
kurvatura lambung dan bagian atas duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum
suspensorium hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale .
Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut longitudinal
yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler. Penataan yang demikian
membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan
lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang

berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler
yang disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam lumen
sekitar tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari
yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5
sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar
1 mm pada permukaan luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama samamenambah luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.
B. Definisi
1. Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus
intestinal (Price & Wilson, 2007).
2. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan
yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2013 dikutip dari
(http://www.Files-of-DrsMed.tk ).
3. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya mekanik dan
non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus.( (Reeves, 2013 dikutip dari
(http://www.Files-of-DrsMed.tk).)
F. Tanda dan gejala
Nyeri tekan pada abdomen
1. Muntah
2. Konstipasi (sulit BAB).
3. Distensi abdomen.
4. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).
G. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan
akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat lumen usus tersumbat secara
progresif dan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan
tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh
karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya
absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan
usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-

hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan
dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke
dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Pathways (terlampir)
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)
3. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.
4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan
5.

menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
(Doenges, Marilyn E, 2000)

I.

Terapi
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila
ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali

normal.
1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi dan
syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan
ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain
pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
2. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik
dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
3. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau

pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple
obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka
reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang
a.

dilakukan pada obstruksi ileus:


Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya

pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang melewati bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
c.

intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.


Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca

d.

stadium lanjut.
Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon, invaginasi,
strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2013 dikutip dari (http://www.Files-of-

DrsMed.tk ).
J. Fokus Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan
evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
1. Identitas
:Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan (Umumnya
terjadi pada semua umur, terutama dewasa laki laki maupun perempuan)
2. Keluhan Utama
: nyeri pada perut
3. Riwayat Penyakit Sekarang : nyeri pada perut, muntah, konstipasi (tidak dapat BAB dan flatus
dalam beberapa hari)
4. Penyakit Dahulu

Biasanya

klien

sebelumnya

menderita

penyakit

hernia,

divertikulum.
5. Riwayat Penyakit Keluarga

: Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan

yeyenum.
6. Activity Daily Life
Nutrisi
Eliminasi

:Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah.


:Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus

karena peristaltik usus menurun/ berhenti.

7. Istirahat

:Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan

muntah.
8. Aktivitas

:Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat

dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.


9. Personal Hygiene
: klien tidak mampu merawat dirinya.
10. Pemeriksaan
a)
Keadaan umum: Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemia
meningkat(39oC),pernapasan
b)
1)
2)
3)
4)
5)

meningkat(24x/mnt),

nadi

meningkat(110x/mnt)

suhu

tekanan

darah(130/90 mmHg).
Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)
Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc
Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri
Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak ada sianosis, pucat
Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba keras, adanya nyeri tekan,
hipertimpani, bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen.

BAB III
TINJAUN KASUS
1. Pengkajian
Hari/tanggal
: Selasa, 18 Desember 2013
Tempat
: Ruang IBS RSUD Kebumen
Jam
: 09.00 WIB
Metode
: Observasi dan anamnesa
Sumber
: Pasien dan Rekam medik
A. Identitas pasien
1. Nama
: Tn. S
2. Umur
: 60 tahun
3. Jenis kelamin
: laki-laki
4. Alamat
: Padureso 3/1, Kebumen
5. Pekerjaan
: Tani
6. Status
: Menikah
7. No. RM
: 863761
8. Tgl. Masuk
: 17 Desember 2013
B. Penanggung Jawab
1. Nama
: Tn. M
2. Umur
: 50 tahun
3. Alamat
: Padureso 1/1, Kebumen
4. Hubungan dengan pasien
: Keluarga
C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh sakit perut sejak 3 hari yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri perut, nyeri dirasakan pada semua lapang perut, pasien juga mengeluhkan
lamas,mual dan muntah sejak yang lalu
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah mengalami sakit yang dialami sekarang, pasien hanya mengalami diare
ringan
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada satupun keluarganya yang mengalami penyakit yang diderita
pasien,
D. Fokus pengkajian fungsional menurut Virnia Handersoon
1. Kebutuhan bernafas dengan normal
Baik sebelum dan selama di rumah sakit pasien dapat bernafas spontan, sesak nafas (-).
2. Kebutuhan nutrisi
Pasien mengatakan sebelum sakit makanya teratur, jenis makan tidak tentu dan makanan
pokoknya adalah nasi, selama sakit pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan sesekali
muntah, pasien hanya makan sedikit dan lebih banyak minum
3. Kebutuhan eliminasi

Pasien mengatakan BAB/BAK sebelum sakit tidak ada keluhan, selama sakit pasien susah BAB,
BAB sedikit dan cair , tidak bisa kentut . BAK selama dirumah sakit frekuensinya 2-4 kali
sedikit.
4. Kebutuhan istirahat dan tidur
Pasien mengatakan selama sakit susah tidur dibandingkan sebelum sakit pasien tidur sampai 6-8
jam /hari.
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pasien mengatakan selama sakit pasien merasa tidak nyaman ketika beraktifitas apalagi istirahat
6. Kebutuhan mempertahankan suhu tubuh dan temperature
Pasien mengatakan sebelum sakit jarang mengalami demam, selama sakit pasien sering demam,
E.
1.
2.
3.
4.
5.
F.
1.
2.
3.
a.

suhu tubuh ketika sakit interval 38-39 C.


Keadaan umum
Suhu
: 38,5 C
Nadi
: 110 kali/menit
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
RR
: 18 kali/menit
Berat badan
: 50 kg
Pemeriksaan fisik
KU
: lemah
Kesadaran
: Compos mentis (E4,V5,M6)
Cepalo caudal
:
Kepala
: mesochepal; mata: konjungtiva pucat, skelera tidak ikterik; mulut:

stomatitis (-).
b. Leher
: tidak terdapat pembesaaran kelenjar getah bening, tidak terdapat peningkatan
c.

d.

e.
f.

JVP.
Thoraks:
Inspeksi
: bentuk simetris, tidak ada jejas, tidak ada retraksi dinding dada.
Palpasi
: tactil fremitus kanan-kiri sama.
Perkusi
: kanan-kiri sonor.
Auskultasi
: vesicular semua lapang paru. BJ 1-2 murni.
Abdomen:
Inspeksi
: bentuk soepel
Auskultasi
: peristaltic (+) 15 x/m.
Palpasi
: tidak teraba hepar, terdapat nyeri tekan regio hipogastrik.
Perkusi
: timpani (+).
Inguinalis: tidak ada pembesaran inguinalis.
Ekstremitas (kulit dan kekuatan)
Turgor kulit baik, kulit dingin, acral pucat, pengisian kapiler 3-4 detik, terpasang IV line di
lengan sebelah kiri, tidak ada edema, kekuatan keempat ekstremitas lemah.

C. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorim tanggal 18 Desember 2013

Jenis Pemeriksaan
Darah
Hb
Leukosit
HT
Eritrosit
Trombosit
BT
CT
Goldar

Hasil

Satuan

Normal

12

g/dl
/ul

36

/ul
/ul
Menit
Menit

11,7-15,5
3,6-11
35-47
3,3-5,2
150-400
1-3
3-6

11,9
4,3
204
3
4
O

Kimia klinik
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT

96
65
1,3
18
8

mg/dl
mg/dl
mg/dl
u/l
u/l

70-120
15-50
0,4-0,9
0-35
0-35

Eusinofil
Limfosit

0,5
41

%
%

1-4
22-40

D. Terapi
1. Inj. Ranitidine 250 mg.
2. Inj. Ketorolac 330 mg.
3. IFVD ringer laktat 500ml loading selama operasi
4. Anastesi general isofluran
E. Asuhan Keperawatan Pre Operasi
1. Analisa Data
No
1

Hari/ tgl/jam
Kamis, 18
Desember
2013

Data
Ds :
P: pasien mengatakan nyeri pada
perut bawah bertambah ketika
mobilisasi dan berkurang ketika

istirahat
Q: nyeri seperti terbakar
R: regio hipogastrik
S: skala nyeri 9
T: hilang timbul
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan

Masalah
Nyeri akut

Etiologi
Agen injuri biologis

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis


3. Rencana Pre Operasi
Dx

Tujuan
Setelah diberikan tindakan a.
keperawatan diharapkan
nyeri berkurang dengan

Intervensi
Tentukan riwayat nyeri, lokasi,
a.
durasi dan intensitas

b.

Berikan
reposisi

Klien mampu mengontrol

menyenangkan

rasa nyeri melalui aktivitas

mendengarkan

Melaporkan nyeri yang


dialaminya

diperlukan

pengalihan

criteria hasil:

dan

untuk

yang

merencanakan

seperti asuhan.
aktivitas
b.

Untuk meningkatkan kenyamanan

seperti dengan mengalihkan perhatian klien


musik

atau dari rasa nyeri.

nonton TV
c.

Rasional
Memberikan informasi

c.

Menganjurkan

Meningkatkan kontrol diri atas efek

tehnik samping dengan menurunkan stress

Mengikuti program

penanganan

stress

(tehnik dan ansietas

pengobatan

relaksasi,

Mendemontrasikan tehnik

bimbingan),

relaksasi dan pengalihan

berikan sentuhan therapeutik.

visualisasi,
gembira,

dan

rasa nyeri melalui aktivitas


yang

mungkin

4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Preoperasi


Dx

Tanggal/jam
18/12/2013, a.
jam 09.00

Implementasi
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi
a.
dan intensitas

b.

Evaluasi
Nyeri masih dirasakan hilang timbul
pada daerah perut bawah, nyeri

Berikan pengalihan seperti reposisi dan bertambah ketika pasien banyak


aktivitas

menyenangkan

seperti melakukan gerak, nyeri menjalar

mendengarkan musik atau berkomunikasi

kesemua lapang perut nyeri dirasakan

c.

Menganjurkan tehnik penanganan stress terus menerus


b. Pasien mampu merespon ketika ditanya,
(tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan),
berkomunikasi terbuka menceritakan
gembira,
dan
berikan
sentuhan
kondisi kesakitanya
therapeutic
c. Pasien mampu melakukan tekhnik
d. Menganjurkan pasien berdoa
relaksasi secara mandiri, nyeri masih
hilang timbul
d. Pasien tampak berdoa dengan khusyuk

F. Asuhan Keperawatan Intra Bedah


1. Analisa data intra operasi
No
1

Hari/ tgl/jam
Selasa, 18
Desember
2013

Data
Ds : Do:
Input :
Makan : puasa
Minum :puasa
Infuse : 1500 cc
AM
: 5 ml/Kgbb/hari, jadi

Masalah

Etiologi

Resiko kekurangan

Kehilangan cairan

volume cairan

aktif

250cc/hari = 10 ml/jam, dalam 3 jam


= 30 ml/jam
Output
Urin
: 0,5-1ml/Kgbb/jam, jadi 2550 cc/jam, dalam 3 jam = 150cc/jam
Perdarahan : 250 cc
Iwl
: 15ml/kgbb/hari, jadi 750
ml/hari = 31ml/jam, dalam 3 jam =
93 ml/jam
Bc : intake output
: 1530- 493
: + 1037
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg
bb/hari = 1500-2000 ml/hari = 188
250 cc/3 jam
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan
Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan kenilangan cairan aktif
3. Rencana intra operasi
Dx

Tujuan
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan
tidak terjadi perdarahan
berlebih dengan kriteria
hasil:
Urin output dalam rentang
normal
Status hemodinamik dalam

Intervensi
Monitor status hidrasi
Monitor status hemodinamik
pasien
Monitor balance cairan
Monitor pemberian

cairan

Rasional
Mengetahui tanda-tanda

syok

hipovolemik
Mengetahui respon organ vital
akibat kehilangan cairan aktif
Mempertahankan keseimbangan

melalui intra vena


cairan normal
Monitor perdarahan selama
Memenuhi kebutuhan cairan
operasi
elektrolit tubuh
Bernanfaat untuk pemberian terapi

rentang normal
Tidak terdapat tanda-tanda

resusitasi cairan

syok hipovolemik
4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi
Dx

Tanggal/jam
18/12/2013,

Implementasi
Evaluasi
Memonitor status hidrasi
Tak tampak tanda-tanda syok
Memonitor status hemodinamik pasien
jam 10.00 WIB
hipovolenik
Memonitor balance cairan
Tekanan darah : 110/80 mmHg, nadi 80
Memonitor pemberian cairan melalui
x/menit, RR :20 kali/menit, SpO2 : 98 %,
intra vena
Memonitor perdarahan selama operasi
akral dingin
Bc : intake output
: 1530- 493
: + 1037
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg bb/hari =
1500-2000 ml/hari = 188 250 cc/3 jam
Cairan Rl 1500 ml, masuk via intra vena,
loading.
Perdarahan aktif selama operasi (-)

G. Asuhan Keperawatan Paska Operasi


1. Analisa Data Pasca Operasi
No
1

Hari/ tgl/jam
Selasa, 18

Data
Masalah
Etiologi
Ds : Gangguan pertukaran
Efek samping
Do:
Desember
gas
penggunaan obat
Respirasi rate : 22 kali/menit
2013
SpO2 : 95%
anastesi
Pucat
Nafas spontan
Nadi : 74 x/menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Akral dingin
RT <2 detik
Aldrete score 3
Terpasang mayo
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping penggunaan obat anastesi
3. Rencana Pasca Operasi

Dx

Tujuan
Setelah diberikan tindakan
keperawatan 1 kali 15 menit
diharapkan pertukaran gas
adekuat dengan kriteria
hasil:
Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
Tidak terdapat sianosis
Tidak terdapat hipoksia

Intervensi
Pertahankan jalan nafas pasien
adekuat

Rasional
Mencegah obstruksi jalan nafs dan

dengan

memringkan mencegah aspirasi


Memaksimalkan ventilasi paru
kepala atau hiperekstensi rahang
Letakan klien pada posisi yang bagian bawah dan menurunkan
sesuai, tergantung pada kekuatan tekanan pada diafragma
Mengidentifikasi adanya tandapernafasan
dan
jenis
tanda hipoksi
pembedahanya
Meningkatkan sirkulasi
Pantau tanda-tanda vital
Memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
Menstimulasi pasien untuk
Mengevaluasi
sejauh
mana
melakukan mobilisasi dini
intervensi yang dibeikan
Berikan oksigen sesuai indikasi
Monitor status kesadaran pasien

4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Pasca Operasi


Dx

Tanggal/jam

Implementasi

Evaluasi

17/12/2013,

mertahankan jalan nafas pasien adekuat

jam 10.15 WIB dengan

memringkan

kepala

nafas spontan, posisi kepala ekstensi,

atau mayo masih terpasang


posisi pasien supinasi dengan diganjal

hiperekstensi rahang
meletakan klien pada posisi yang sesuai, bantal dibawah bahu, jalan nafas lebih

tergantung pada kekuatan pernafasan dan adekuat , SpO2 98%


Tekanan darah : 110/70 mmHg, nadi 80
jenis pembedahanya
memantau tanda-tanda vital
kali/menit, RR 20 kali/menit
menstimulasi pasien untuk melakukan Pasien masih lemah, respon gerak
mobilisasi dini
memberikan oksigen sesuai indikasi
memonitor status kesadaran pasien

minimal
Oksigen 3 LPM masuk via kanul,
kesadaran meningkat
Nilai aldrete score 5

5.
BAB IV
PEMBAHASAN
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bias
disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam
lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada
suatusegmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut. Obstruksi usus halus dapat
disebabkan oleh adhesi, hernia inkarserata, neoplasma,intususepsi, volvulus, benda asing,
kumpulan cacing askaris, sedangkan obstruksi usus besar penyebabnya adalah karsinoma,
volvulus, divertikulum Meckel, penyakit Hirschsprung,inflamasi, tumor jinak, impaksi fekal.
Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Bising usus yang
meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di
daerah distal.
Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Kolik dapat terlihat pada
inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan
kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Usus di bagian distal kolaps,
sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan
dan gas, distensi yang menyeluruh menyebabkan pembuluhdarah tertekan sehingga suplai darah
berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi. Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus
dengan multiple air fluid level, distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada
obstruksi usus halus. Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
Obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi merupakan penatalaksanaan yang
diperlukan.
Pasien Tn.S 50 tahun dilakukan tindakan operasi laparatomi dengan diagnosis ileus
obstruksi, general anestesi. Pada kasus ini pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah/
region hipogastrik dan menjalar kesemua lapang peru dan kadang-kadang perut terasa kram,
pengelolaan pasien selama preoperasi pasien dilakukan dilakukan general anastesi, selama tahap
intraoperasi diketahui bahwa pada colon asenden terdapat semacam neoplasma yang yang
menyumbat traktus intestinal, pada bagian 1/3 colon sigmoid juga terdapat perforasi, dari hasil
analisa tersebut maka dilakukan tindakan reseksi untuk mengangkat usus yang abnormal untuk
kemudian disambung kembali.

Pengelolaan pasien setelah operasi meliputi tindakan resusitasi yang meliputi dukungan
hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti : Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi
pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain. Pada kasus
ini air way patent , breathing spontan, fungsi ini dimonitor memakai alat. Pada pasien ini fungsi
sirkulasi harus mendapatkan perhatian yang paling khusus. Dari hasil evaluasi selama di ruang
recovery room, pasien sudah mampu bernafas spontan, jalan nafas adekuat dan terdapat
peningkatan status kesadaran yang sebelumnya nilai aldrete score 3 menjadi 5, hal tersebut
memungkinkan pasien utuk dipindah keruang perawatan yang lebih intensif untuk mencegah
terjadinya komplikasi akibat tindakan laparatomi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan kasus diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ileus obstruksi adalah hambatan isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik misalnya oleh
2.

strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus.


Didapatkan hasil bahwa colon asenden terdapat semacam neoplasma yang yang menyumbat

traktus intestinal, pada bagian 1/3 colon sigmoid juga terdapat perforasi.
B. Saran
1. Selama operasi baik pada tahap preoperasi, intraoperasi, maupun postoperasi harus tetap
memegang prinsip steril agar tidak terjadi komplikasi akibat tindakan pembedahan.
2. Selalu memonitor kebutuhan cairan selama tindakan operasi, dengan menghitung balance cairan
sehingga dengan kebutuhan cairan yang adekuat dapat mencegah syok hipovolemik karena pada
tindakan bedah banyak cairan aktif yang hilang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Faradilla, Nova 2009. Ileus Obstruksi.http://www.scribd.com/ileus_obstruktif .
2. Guyton A.C., Hall J.E. 2005a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke- 9. Jakarta : EGC
3.
Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus . Cermin Dunia Kedokteran
4.

o.29.http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf .
Maulana, Razi. 2011. Ileus Obstruktif http://razimaulana.wordpress.com.

Pathways
Adesi, hernia inkarserata, askariasis, tumor, radang kronik, kelainan congenital, invaginasi,
obstruksi sisa makan
Obstruksi lumen usus
Peningkatan sekresi cairan dan penurunan absorbsi
Tekanan intra lumen meningkat
Akumulasi H2O dan
elektrolit

distensi abdomen
Refluks

kehilangan cairan menuju lumen usus

nyeri

proliferasi bakteri
Mual,muntah

syok hipovolemik

abses
g.3 pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan

resikoperitonitis,

Anda mungkin juga menyukai