1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan
semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir,
lahan usaha alat-alat besar tersebut di sektor konstruksi, pertambangan, kehutanan
dan sebagainya cenderung bertambah. Bahkan, mulai pertengahan tahun ini,
pemerintah membuat tender sejumlah proyek infrastruktur skala besar, yang
melibatkan para investor dan kontraktor asing.
Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang
bertambah, maka permintaan alat-alat baru pun cenderung naik. Peningkatan
permintaan alat-alat berat tersebut tidak selamanya dapat ditunjang oleh
kemampuan modal sendiri. Alternatif yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan
untuk berkembang yaitu pembiayaan alat berat. Untuk memenuhi pembiayaan
dunia usaha maka negara menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan baik
dengan sistem perbankan maupun sistem lembaga keuangan bukan bank.
Lembaga pembiayaan (multi finance company) adalah salah satu bentuk
usaha di bidang lembaga keuangan non bank yang mempunyai peranan sangat
penting dalam pembiayaan dan pengelolaan salah satu sumber dana pembangunan
di Indonesia. Kegiatan lembaga atau perusahaan pembiayaan dilakukan dalam
bentuk penyediaan dana dan / atau barang modal serta barang kebutuhan
konsumen dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (nondeposit taking activity).
Tabel 1.
Jenis Pembiayaan
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Anjak Piutang
Kartu Kredit
Pembiayaan Konsumen
Sewa Guna Usaha
Pembiayaan Lainnya
Total Pembiayaan
6.407
337
4.323
10.928
236
22.231
6.553
403
8.515
13.731
189
29.391
3.277
796
12.361
14.133
278
30.845
3.181
1.147
16.594
12.576
439
33.937
3.180
809
22.666
11.594
79
38.328
2.537
1.526
35.958
14.484
392
54.897
2005
(Mar)
1.495
1.848
40.249
16.173
282
60.047
Sumber: Data Statistik Bank Indoneisa, diolah kembali (Economic Review Journal No. 201,
September 2005)
Industri sewa guna usaha dewasa ini peranannya cukup besar sebagai alternatif
sumber pembiayaan dalam dunia usaha terutama dalam hal penyediaan barang
modal yang dibutuhkan unit-unit usaha.
Jenis transaksi sewa guna usaha yang banyak dilakukan di Indonesia
adalah direct financial lease yaitu transaksi sewa guna usaha dimana lessor
membeli suatu barang modal atas permintaan pihak lessee dan sekaligus
menyewaguna usahakan barang modal tersebut kepada lessee yang bersangkutan.
Spesifikasi barang modal yang akan disewaguna usahakan tersebut termasuk
penentuan harga dan suplier biasanya ditentukan oleh lessee. Dengan demikian
lessor atas nama lessee akan membeli barang tersebut secara langsung kepada
supplier dengan menggunakan nama lessor sebagai pemilik barang modal.
Umumnya, kalangan investor alat berat yang lebih suka menggunakan jasa
perusahaan pembiayaan. Alasan mereka menggunakan jasa ini adalah karena
prosesnya yang lebih cepat. Disamping proses yang relatif cepat, tidak adanya
persyaratan agunan karena barang itu sendiri sudah merupakan jaminan. Hal lain
yang menarik adalah karena angsuran sewa guna usaha yang terdiri dari pokok
dan bunga itu oleh pihak perpajakan dianggap sebagai biaya. Selain itu, hadirnya
perusahaan sewa guna usaha asing dalam bentuk usaha patungan (joint venture)
dengan perusahaan-perusahaan nasional atau dengan pemodal individu lainnya
telah semakin mempopulerkan dan menambah kiprah bisnis sewa guna usaha
sebagai sumber pembiayaan di samping pembiayaan konvesional yang umum
dikenal melalui perbankan.
PT. X didirikan sebagai usaha patungan antara X Corporation Jepang,
Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia dan PT. Bina Usaha Indonesia.
Sejak berkiprah didalam bidang sewa guna usaha pada bulan April 1975, PT. X
telah menjadi pelopor dalam jasa sewa guna usaha di Indonesia.
Setelah
berkiprah selama 31 tahun kini PT. X memiliki 120 ribu nasabah yang terdiri dari
10% perorangan dan 90% lainnya korporasi.
sebagian besar menggunakan jasa Sewa Guna Usaha Finansial (Direct Finance
Lease atau Sale and Lease Back) dan sisanya Operating Lease. Pada saat ini PT.
X menyediakan jasa pembiayaan untuk beraneka macam barang jasa termasuk
komputer, peralatan dan mesin-mesin industri serta alat transportasi seperti
kendaraan penumpang dan kendaraan niaga.
Tabel 2.
2003
LEASE ITEM
Q1
Automobile
H. Equipment
Machinery
TOTAL
Q2
Q3
RECEIVABLE (x Rp.1,000,000,000)
2004
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2005
Q2
Q3
639
680
710
732
737
757
751
770
808
888
932
120
115
131
125
129
149
194
276
340
378
417
416
290
299
311
322
325
364
434
425
485
605
680
709
1,002
1,053
1,122
1,157
1,186
1,250
1,385
1,452
1,595
1,791
1,985
2,057
Q4
592
sektor
konsumen,
sektor
korporat
tidak
menunjukkan
perkembangan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh dua alasan utama
yaitu tingginya cost of fund yang membuat perusahaan pembiayaan sulit bersaing
dengan perbankan yang menawarkan bunga yang lebih rendah, serta sangat
diperlukannya sumber daya manusia dengan keahlian khusus yaitu analisa yang
tajam serta pengetahuan industri yang baik.
Namun demikian,
Tabel 3.
Alat Berat
Hydraulic Excavator
Motor Grader
Wheel Loader
Bulldozer
Off Highway Dump Truck
TOTAL
2000
950
55
41
524
12
1.585
2001
471
44
24
269
3
811
2002
917
79
15
114
6
1.131
2003
1.149
91
23
372
3
1.638
2004
2.145
70
15
581
17
2.828
2005 (Sep)
1.936
87
0
709
64
2.796
Sumber: HINABI (Himpunan Industri Alat Berat Indonesia), diolah kembali (Kontan No.5 Tahun
X, 31 Otober 2005 Hal.4)
Diharapkan
dengan
cara ini akan diperoleh informasi pasar sedini mungkin dan lebih jauh, para
salesman alat berat akan merekomendasikan para pelanggan baru kepada PT. X
sebagai penyedia fasilitas pembiayaan.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan kegiatan pembiayaan alat berat oleh
PT. X Divisi Equipment Lease, maka permasalahan di bidang pemasaran yang
dihadapi saat ini adalah :
1.
2.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1.
2.
3.