Mikroskopik kulit :
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak
pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara
embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Secara garis besar kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis, terdiri atas :
Stratum korneum ( lapisan tanduk )
Merupakan lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel
gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi
keratin.
Stratum lucidum
Dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Stratum granulosum ( lapisan keratohialin )
Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan
terdapat diantaranya. Buti-butir kasar ini terdiri dari keratohialin.
Stratum spinosum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang besarnya berbedabeda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin ke
permukaan makin gepeng bentuknya. Diantara sel-sel spinosum terdapat sel
langerhans.
Stratum basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersuusn vertical pada perbatasan
dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan lapisan epidermis
yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu :
- Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar
- Sel pembentuk melanin ( melanosit ) yang merupakan sel berwarna muda
dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap dan mengandung butir pigmen.
2. Lapisan dermis, merupakan lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas :
Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf
dan pembuluh darah.
Pars retikullare, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut
kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisna ini terdiri atas cairan kental asam
hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblast.
3. Lapisan subkutis, merupakan kelanjutan dermis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak
ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibroblast. Vaskularisai kulit diatur
oleh 2 pleksus yaitu pleksus yang terletak bagian atas dermis ( pleksus superficialis ) dan
pleksus yang terletak disubkutis ( pleksus profunda ).
tungkai. Pada stadium lanjut, tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal,
facies leonina, madarosis, iritis, keratitis, deformitas pada hidung, pembesaran kelenjar limfe,
dan orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.Kerusakan saraf yang luas menyebabkan
gejala stocking and glove anesthesia dan pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer
mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anastesi dan pengecilan otot
tangan dan kaki.
Gejala klinis :
Keluhan utama biasanya sebagai akibat kelainan saraf tepi, yang dalam hal ini dapat
berupa bercak pada kulit yang mati rasa, rasa tebal, kesemutan, kelemahan otot-otot dan kulit
kering akibat gangguan pengeluaran kelenjar keringat. Gejala klinis yang terjadi dapat berupa
kelainan pada saraf tepi, kulit, rambut, otot, tulang, mata, dan testis.
Gejala kerusakan saraf pada nervus ulnaris adalah anestesia pada ujung jari anterior
kelingking dan jari manis, clawing kelingking dan jari manis, dan atrofi hipotenar dan otot
interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial. Pada N.medianus adalah anestesia pada ujung jari
bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari,
telunjuk, dan jari tengah, ibu jari kontraktur, dan juga atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis
lateral. Pada N.radialis adalah anestesi dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk,
tangan gantung (wrist drop) dan tak mampu ekstensi jari jari atau pergelangan tangan. Pada N.
Poplitea lateralis adalah anestesi tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis, kaki gantung
(foot drop) dan kelemahan otot peroneus. Pada N.tibialis posterior adalah anestesi telapak kaki,
claw toes dan paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis. Pada N. Fasialis adalah cabang
temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus dan cabang bukal, mandibular serta servikal
menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir. Pada N.trigeminus
adalah anestesi kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata.
Kerusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia
pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan
oleh rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis N.orbitkularis palpebrarum sebagian atau
seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian
bagian mata lainnya. Secara sendirian ataubersama sama akan menyebabkan kebutaan.
Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas jaringan keringat, kelenjar
palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Pada tipe lepromatous
dapat timbul ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi
granuloma pada tubulus seminiferus testis. Kusta histioid, merupakan variasi lesi pada tipe
lepromatous yang titandai dengan adanya nodus yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk nodus
yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk plak. Bakterioskopik positif tinggi. Umumnya timbul
sebagai kasus relapse sensitive atau relape resistent. Relapse sensitive terjadi, bila penyakit
kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dapat terjadi
oleh karena kuman yang dorman aktif kembali atau pengobatan yang diselesaikan tisak adekuat,
baik dosis maupun lama pemberiannya.
Gejala pada reaksi kusta tipe I adalah perubahan lesi kulit, demam yang tidak begitu
tinggi, gangguan konstitusi, gangguan saraf tepi, multiple small satellite skin makulopapular skin
lesion dan nyeri pada tekan saraf. Reaksi kusta tipe I dapat dibedakan atas reaksi ringan dan
berat.
Pada reaksi kusta tipe II adalah neuritis, gangguan konstitusi, dan komplikasi organ
tubuh. Reaksi kusta tipe II juga dapat dibedakan atas reaksi ringan dan berat. Fenomena lucio
berupa plak atau infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, dan nyeri. Lesi lebih berat
tampak lebih eritematosa, purpura, bula, terjadi nekrosis dan ulserasi yang nyeri. Lesi lambat
sembuh dan terbentuk jaringan parut. Dari hasil histopatologi ditemukan nekrosis epidermal
iskemik, odem, proliferasi endothelial pembuluh darah dan banyak basil M.leprae di endotel
kapiler.
Eritema nodosum lepromatous (ENL), timbul nodul subkutan yang nyeri tekann dan
meradang, biasanya dalam kumpulan. Setiap nodul bertahan selama satua atau dua minggu tetapi
bisa timbul kumpulan nodul baru. Dapat terjadi demam, limfadenopati, dan athralgia.
Pathogenesis kusta
Pengaruh, M leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup M. leprae pada, suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta
sifat kuman yang avirulens dan nontoksis. M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang
terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel
Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan
bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit)
untuk memfagositnya.
Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem-imunitas, dengan demikian makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang
kemudian dapat merusak jaringan.
Pada kusta tipe TT kemarnpuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag
sanggup
menghancurkan
kuman
Sayangnya
setelah sernua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel
epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia
Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebinan dan masa
epiteloid
akan
menimbulkan
kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya.
Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae, di samping itu sel
Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi,
bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan
beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang
progresif.
Pemeriksaan Pasien
Inspeksi pasien dapat dilakukan dengan penerangan yang baik, lesi kulit juga harus
diperhatikan dan juga dilihat kerusakan kulit. Palpasi dan pemeriksaan dengan menggunakan alat
alat sederhana yaitu jarum untuk rasa nyeri, kapas untuk rasa raba, tabung reaksi masing
masing dengan air panas dan es, pensil tinta Gunawan (tanda Gunawan) untuk melihat ada
tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas dan dapat pula tidak dan sebagainya. Cara
menggoresnya mulai dari tengah lesi, yang kadang kadang dapat membantu, tetapi bagi
penderita yang memiliki kulit berambut sedikit, sangat sukar untuk menentukannya.
Pemeriksaan Saraf Tepi
Untuk saraf perifer, perlu diperhatikan pembesaran, konsistensi dan nyeri atau tidak.
Hanya beberapa saraf yang diperiksa yaitu N.fasialis, N.aurikularis magnus, N.radialis, N.
Ulnaris, N. Medianus, N. Poplitea lateralis, N. Tibialis posterior. Pada pemeriksaan saraf tepi
dapat dibandingkan saraf bagian kiri dan kanan, adanya pembesaran atau tidak, pembesaran
reguler/irreguler, perabaan keras/kenyal, dan yang terakhir dapat dicari adanya nyeri atau tidak .
Pada tipe lepromatous biasanya kelainan sarafnya billateral dan menyeluruh sedangkan tipe
tuberkoloid terlokalisasi mengikuti tempat lesinya. Untuk mendapat kesan saraf mana yang
mulai menebal atau sudah menebal dan saraf mana yang masih normal, diperlukan pengalaman
yang banyak.
Cara pemeriksaan saraf tepi
N. Aurukularis magnus
Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan
terdorong oleh otot di bawahnya sehingga acapkali sudah bisa terlihat bila saraf membesar. Dua
jari pemeriksa diletakkan di atas persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah otot. Bila ada
penebalan, maka pada perabaan secara seksama akan menemukan jaringan seperti kabel atau
kawat. Jangan lupa membandingkan antara yang kiri dan yang kanan.
N. Ulnaris
Tangan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan di atas satu tangan
pemeriksa. Tangan pemeriksa yang lain meraba lekukan di bawah siku (sulkus nervi ulnaris) dan
merasakan, apakah ada penebalan atau tidak. Perlu dibandingkan antara yang kanan dan yang
kiri untuk melihat adanya perbeedaan atau tidak .
N. Paroneus lateralis
Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral dari capitulum fibulae,
biasanya sedikit ke posterior
Tes Fungsi Saraf
a. Tes Sensoris
Gunakan kapas, jarum, serta tabung reaksi berisi air hangat dan dingin.
-. Rasa Raba
Sepotong kapas yang dilancipkan ujungnya digunakan untuk memeriksa perasaan rangsang raba
dengan menyinggungkannya pada kulit. Pasien yang diperiksa harus duduk pada waktu
dilakukan pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa
disinggung bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disinggung dengan
jari telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia
diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong kain. Selain diperiksa
pada lesi di kulit sebaiknya juga diperiksa pada kulit yang sehat. Bercak pada kulit harus
diperiksa pada bagian tengahnya.
-. Rasa Nyeri
Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan
dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien harus mengatakantusukan mana yang tajam
dan mana yang tumpul.
-. Rasa Suhu
Dilakukan dengan menggunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air panas (sebaiknya 400C),
yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 200C). Mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat
lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai.
Sebelumnya dilakukan kontrol pada kulit yang sehat. Bila pada daerah tersebut pasien salah
menyebutkan sensasi suhu, maka dapat disebutkan sensasi suhu di daerah tersebut terganggu.
b. Tes Otonom
Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada penyakit kusta, pemeriksaan
lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis.
Tes dengan pensil tinta
Pensil tinta digariskan mulai dari bagian tengah lesi yang dicurigai terus sampai ke daerah kulit
normal.
Tes pilokarpin
Daerah kulit pada makula dan perbatasannya disuntik dengan pilokarpin subkutan. Setelah
beberapa menit tampak daerah kulit normal berkeringat, sedangkan daerah lesi tetap kering.
c. Tes Motoris (Voluntary muscle test)
Cara memeriksa:
Mula-mula periksa gerakan dari motorik yang akan diperiksa:
-. Periksa fungsi saraf ulnaris dengan merapatkan jari kelingking pasien. Peganglah jari
telunjuk, jari tengah, dan jari manis pasien, lalu mintalah pasien untuk merapatkan jari
kelingkingnya. Jika pasien dapat merapatkan jari kelingkingnya, taruhlah kertas diantara jari
kelingking dan jari manis, mintalah pasien untuk menahan kertas tersebut. Bila pasien mampu
menahan coba tarik kertas tersebut perlahan untuk mengetahui ketahanan ototnya.
-. Periksa fungsi saraf medianus dengan meluruskan ibu jari ke atas. Minta pasien mengangkat
ibu jarinya ke atas. Perhatikan ibu jari apakah benar-benar bergerak ke atas dan jempolnya lurus.
Jika pasien dapat melakukannya, kemudian tekan atau dorong ibu jari pada bagian telapaknya.
-. Periksa fungsi saraf radialis dengan meminta pasien untuk menggerakkna pergelangan tangan
ke belakang. Uji kekuatan otot dengan mencoba menahan gerakan tersebut.
-. Periksa fungsi saraf peroneus communis dengan meminta pasien melakukan gerakan fleksi
pada pergelangan kaki dan minta juga pasien untuk melakukan gerakan ke lateral, lalu nilai
kekuatan ototnya dengan mencoba untuk menahan gerakan tersebut.
Pemeriksaan Bakterioskopis
Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa
hidung yang diwarnai denganpewarnaan BTA ZIEHL NEELSON. Pertama tama harus
ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu
menentukan jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin
sebaiknya minimal 4 6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2 -4 lesi lain yang
paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa
mengiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat tersebut oleh karena pengalaman, pada cuping
telinga didapati banyak M.leprae.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA
dalam 100 lapangan pandang (LP).
o + Bila 1 10 BTA dalam 100 LP
o +Bila 1 10 BTA dalam 10 LP
o +Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP
o +Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP
o +Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP
Diagnosis kusta
Penyakit kusta disebut juga dengan the greatest immitator karena memberikan gejala yang
hampir mirip dengan penyakit lainnya. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan
tanda kardinal (cardinal sign), yaitu:
1.Bercak kulit yang mati rasa
Pemeriksaan harus di seluruh tubuh untuk menemukan ditempat tubuh yang lain,maka
akan didapatkan bercak hipopigmentasi atau eritematus, mendatar (makula) atau meninggi
(plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan
rasa nyeri.
2.Penebalan saraf tepi
Dapat disertairasa nyeri dan dapat juga disertai dengan atau tanpa gangguan fungsi saraf
yang terkena, yaitu:
a. Gangguan fungsi sensoris: hipostesi atau anestesi
b. Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu.
3.Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit, cuping telinga, dan lesi kulit pada bagian yang
aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf. Untuk menegakkan diagnosis
penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat
ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan
diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.
Diagnosis Banding kusta
Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, Ptiriasis versikolor,Ptiriasis
alba, Tinea korporis , dll. Pada lesi papul, Granuloma annulare, lichen planus dll. Pada lesi plak,
Tinea korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis dll. Pada lesi nodul, Acne vulgaris, neurofibromatosis
dll. Pada lesi saraf, Amyloidosis, diabetes, trachoma dll.
- Vitiligo, makula putih berbatas tegas dan mengenai seluruh tubuh yang mengandung sel
melanosit. Vitiligo merupakan hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan makula
putih yang dapat meluas.
- Ptiriasis versikolor,disebabkan oleh Malaize furfur. Gejala klinis Ptiriasis versikolor,
kelainannya sangat superfisialis, bercak berwarna warni, bentuk tidak teratur sampai
teratur, batas jelas sampai difus, fluoresensi dengan menggunakan lampu wood akan
berwarna kuning muda, papulovesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal ringan. Secara
mikroskopik akan kita peroleh hifa dan spora ( spaghetti and meat ball).
- Tinea korporis, dermatiofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin) .Gejala
klinisnya adalah lesi bulat atau lonjong, eritema, skuama, kadang papul dan vesikel di
pinggir, daerah lebih terang, terkadang erosi dan krusta karena kerokan, lesi umumnya
bercak bercak terpisah satu dengan yang lain, dapat polisiklik, dan ada center healing.
- Lichen Planus, ditandai dengan adanya papul papul yang mempunyai warna dan
konfigurasi yang khas. Papul papul berwarna merah, biru, berskuama, dan berbentuk
siku siku. Lokasinya diekstremitas bagian fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin.
Rasanya sangat gatal, umumnya membaik 1 2 tahun.
Psoriasis, Ditandai Dengan adanya bercak bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama kasar, berlapis lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz,
Koebner.
Akne Vulgaris, penyakit peradangan menahun folikel pilosebaseayang umumnya pada
remaja dan dapat sembuh sendiri. Gejala klinisnya adalah sering polimorf yang terdiri
dari berbagai kelainan kulit, berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan parut
akibat aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotropik maupun yang hipertopik.
Pengobatan kusta
Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden
penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, untuk
mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan
pengobatan penderita.
Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu mengahalangi atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan antagonis kompetitif dari
paraaminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan PABA untuk sintesis folat oleh
bakteri. Efek samping dari dapson adalah anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea,muntah,
sakit kepala, dan vertigo. Dosis tunggal (sampai 6 bulan): 50 100 mg/ hari utk dewasa dan 2
mg/ kgBB untuk anak-anak
Lamprene atauClofazimin, merupakan bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta.
Clofazimin bekerja dengan menghambat siklus sel dan transpor dari NA/K ATPase.Efek
sampingnya adalah warna kulit bisa menjadi berwarna ungu kehitaman,warna kulit akan kembali
normal bila obat tersebut dihentikan, diare, nyeri lambung. Dosis: 50 mg/ hari atau 100 mg/ 3x
seminggu (1 mg/ kgBB sehari). Dosis 300 mg/ bulan utk cegah reaksi lepra
Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin bekerja dengan cara
menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel bakteri dengan berikatan pada subunit
beta. Efek sampingnya adalah hepatotoksik, dan nefrotoksik. Dosis: 600 mg/ hari (5 15 mg/
kgBB/hari). Dosis 900 1200 mg/ minggu flu like syndrome. Dosis 600 atau 1200/ bulan
efek & toleransi baik
Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta. Sulfas Ferrosus untuk
penderita kusta dgn anemia berat. VitaminA, untuk penderita kusta dgn kekeringan kulit dan
bersisisk (ichtyosis). Ofloxacin dan Minosiklin untuk penderita kusta tipe PB I.
Regimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh
WHO/DEPKES RI (1981). Untuk itu klasifikasi kusta disederhanakan menjadi:
1. Pausi Basiler (PB)
2. Multi Basiler (MB)
Dengan memakai regimen pengobatan MDT/= multi drug treatment.Kegunaan MDT
untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengatasi ketidakteraturan
penderita dalam berobat, menurunkan angka putus obat pada pemakaian monoterapi Dapson, dan
dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
PB dengan lesi 2 5.Lama pengobatan dosis ini bisa diselesaikan selama (6-9) bulan.
Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release From Treatment) yaitu berhenti minum obat.
Dewasa
Anak-anak (10-14 th)
Rifampicin
600 mg/bulan
Diminum di depan
petugas kesehatan
450 mg/bulan
Diminum di depan
petugas kesehatan
Dapson
100 mg/hr diminum di
rumah
50 mg/hari diminum di
rumah
MB dengan lesi > 5.Lama pengobatan dosis ini bisa diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah
selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan RFT/=Realease From Treatment yaitu berhenti
minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuktipe PB selama 2 tahun
dan tipe MB selama 5 tahun.
Rifampisin
Dapson
Lamprene
Dewasa
600 mg/bulan
100 mg/hari diminum 300 mg/bulan
diminum di depan
di rumah
diminum di depan
petugas kesehatan
petugas kesehatan
dilanjutkan dgn 50
mg/hari diminum di
rumah
Anak-anak (10-14 th) 450 mg/bulan
50 mg/hari diminum
150 mg/bulan
diminum di depan
di rumah
diminum di depan
petugas
petugas kesehatan
dilanjutkan dg 50 mg
selang sehari diminum
di rumah
OBAT KUSTA BARU
OFLOKSASIN
Merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif thd M.leprae. Kerja melalui
hambatan thdp enzim girase DNA mikobakterium
Dosis percobaan: 400 mg/ hari selama 1 bulan
MINOSIKLIN
Merupakan turunan tetrasiklin yang aktif thdp M.lepra karena sifat lipofiliknya mampu
menembus dinding sel kuman. Cara kerjanya menghambat sintesis protein. Obat ini dapat
menembus kulit dan mencapai jaringan saraf yang mengandung banyak kuman
Dosis uji klinis: 100 mg/ hari selama 2 bulan
KLARITROMISIN
Merupakan obat golongan makrolid (spt eritromisin & roksitromisin) Mempunyai efek
bakterisidal setara dengan ofloksasin & minosiklin ada mencit Bekerja dengan menghambat
sintesis protein
Dosis uji klinis: 500 mg/ hari
Pengobatan reaksi kusta.
Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan berupa
kelumpuhan yang permanen seperticlaw hand , drop foot , claw toes , dan kontraktur. Untuk
mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan Prinsip pengobatan Reaksi Kusta
yaitu immobilisasi / istirahat, pemberian analgesik dan sedatif, pemberian obat-obat anti reaksi,
MDT diteruskan dengan dosis yang tidak diubah. Pada reaksi ringan, istirahat di rumah, berobat
jalan, pemberian analgetik dan obat-obat penenang bila perlu, dapat diberikan Chloroquine 150
mg 31 selama 3-5 hari, dan MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis yang tidak diubah.
Reaksi berat, immobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian analgesik dan sedative,
MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis tidak diubah, pemberian obat-obat anti reaksi dan
pemberian obat-obat kortikosteroid misalnya prednison.Obat-obat anti reaksi,Aspirin dengan
dosis 600-1200 mg setiap 4 jam (4 6x/hari ) , Klorokuin dengan dosis 3 x 150 mg/hari,
Antimon yaitu stibophen (8,5 mg antimon per ml ) yang diberikan 2-3 ml secara selang-seling
dan dosis total tidak melebihi 30 ml. Antimon jarang dipakai oleh karena toksik. Thalidomide
juga jarang dipakai,terutama padawanita (teratogenik ).Dosis 400 mg/hari kemudian diturunkan
sampai mencapai 50 mg/hari. Pemberian Kortikosteroid,dimulai dengan dosis tinggi atau
sedang.Digunakan prednison atau prednisolon.Gunakan sebagai dosis tunggal pada pagi hari
lebih baik walaupun dapat juga diberikan dosis berbagi. Dosis diturunkan perlahan-lahan
(taperingoff) setelah terjadi respon maksimal.
Pengobatan Kusta Untuk Situasi Khusus
Jika MDT-WHO tidak dapat dilaksanakan karena berbagai alasan, WHO expert committe pada
tahun 1997 mempunyai regimen untuk situasi khusus, yaitu:
a.Penderita tidak dapat diobati dengan rifampisin
Penyebabnya mungkin alergi, gangguan pada fungsi hepar, ada penyakit penyerta atau
resisten terhadap obat ini. Regimen untuk penderita ini, adalah:
6 Bulan Klofazimin, ( 50 mg/hari), Ofloksasin ( 400 mg/hari), Minosiklin (100 mg/hari)
Diikuti dengan 18 bulan Klofazimin dengan Ofloksasin 50 mg/hari atau Minosiklin 400 mg/hari
100 mg/hari
b.Penderita yang menolak kofazimin
Biasanya penderita menolak obat ini karena adanya pewarnaan kulit. Untuk itu
klofazimin pada MDT_MB dapat diganti dengan ofloksasin 400 mg/hari selama 12 bulan atau
minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan.
Pada tahun 1997, WHO Expert of Committe on Leprosy merekomendasikan juga regimen MDTMB alternatis selama 24 bulan:
-. Rifampisin 600 mg/bulan selama 24 bulan,
-. Ofloksasin 400 mg/bulan selama 24 bulan, dan
-. Minosiklin 100 mg/bulan selama 24 bulan
Komplikasi kusta
Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan infeksi kronik
sekunderdapat menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering
terjadi kebutaan. Fenomena lucio yang ditandai dengan artitis, terbatas pada pasien lepromatosus
difus, infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis nekrotikus
dan menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidos sekunder merupakan penyulit pada
penyakit leprosa berat terutama ENL kronik.
Prognosis kusta
Setelah program terapi obat biasanya prognosis baik, yang paling sulit adalah manajemen
dari gejala neurologis, kontraktur dan perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan tenaga
ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah, prodratis, oftalmologis, physical medicine, dan
rehabilitasi. Yang tidak umum adalah secondary amyloidosis dengan gagal ginjal dapat mejadi
komplikasi.
Pencegahan Cacat Pada Kusta
Pencegahan cacat Kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis daripada
penanggulangannya. Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh petugas
kesehatan maupun oleh pasien itu sendiri dan keluarganya. Di samping itu perlu mengubah
pandangan yang salah dari masyarakat, antara lain bahwa Kusta identik dengan deformitas atau
disability.
Upaya pencegahan cacat terdiri atas:
1. Untuk Upaya pencegahan cacat primer, meliputi:
diagnosis dini
pengobatan secara teratur dan akurat
diagnosis dini dan penatalaksanaan reaksi
2. Upaya pencegahan sekunder, meliputi:
Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka
Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya
kontraktur
Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat
tekanan yang berlebihan
Bedah septik untuk mengurangi perluasan infeksi, sehingga pada proses penyembuhan
tidak terlalu banyak jaringan yang hilang
Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot.
Prinsip yang penting pada perawatan sendiri untuk pencegahan cacat kusta adalah:
o pasien mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat risiko terjadinya luka
o pasien harus melindungi tempat risiko tersebut (dengan kaca mata, sarungtangan, sepatu,
dll)
o pasien mengetahui penyebab luka (panas, tekanan, benda tajam dan kasar)
o pasien dapat melakukan perawatan kulit (merendam, menggosok,melumasi) dan melatih
sendi bila mulai kaku
o penyembuhan luka dapat dilakukan oleh pasien sendiri dengan membersihkan luka,
mengurangi tekanan pada luka dengan cara istirahat