Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

REFERAT
FEBRUARI 2016

PREEKLAMPSIA BERAT

DISUSUN OLEH :
Nurul Syammimi Fatin Bt Junit
C111 11 872
PEMBIMBING:
dr. Eddy Wardhana
SUPERVISOR :
dr. Irnawaty Bahar, Sp.OG(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

PREEKLAMPSIA BERAT
A. Pengertian Preeklampsia
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
intra dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Pembagian preeklampsia menjadi berat
dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali
ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang
dan jatuh koma. Preeklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa
menjadi penyebab kematian ibu.1,7
Dikatakan Preeklampsia apabila didapatkan (1) tekanan darah sistolik
140mmHg atau tekanan darah diastolik 90mmHg dalam dua kali pengukuran
sekurang-kurangnya selang 4 jam pada pasien normotensi atau (2) tekanan darah
sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg (pada kasus ini,
hipertensi dikonfirmasi dalam hitungan menit untuk mempercepat terapi antihipertensi).
Selain tekanan darah, proteinuria 0,3 g dalam spesimen urin 24 jam atau 1+ pada
dipstick protein urin.3
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia
ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed preeklampsia (ibu hamil yang
sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama
kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masingmasing penyakit di atas tidak sama.1,7
B. Epidemiologi
Mortalitas dan Morbiditas
Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan
kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli. Preeklampsia merupakan
penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran hidup.2
2

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial sistemik,


vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan mengakibatkan iskemi
jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika memiliki mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara umur mortalitas dan morbiditas
semakin meningkat pada wanita hamil dengan umur muda <15 tahun dan wanita hamil
dengan umur > 35 tahun.2
C. Etiologi Preeklampsia
Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia. Ada beberapa teori
yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga
kelainan ini sering dikenal sebagai Disease of Theory. Secara umum dasar dari
patofisiologi preeklampsia adalah vasokonstriksi dari pembuluh darah arteriole dan
peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Banyak teori telah dikemukakan
tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori yang
dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Teori intolerensi imunologik antara ibu dan janin
Teori adaptasi kardiovaskular genetic
Teori defisiensi gizi
Teori inflamasi

D. Faktor Risiko Preeklampsia


1. Kehamilan pertama3,7
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia3,7
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya1,7
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 15 tahun atau lebih dari 35 tahun2,4,7
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes6, penyakit ginjal3,6,
6.
7.
8.
9.

migraine, dan tekanan darah tinggi1,4, systemic lupus erythematous3,5)


Kehamilan kembar1,2,7
Ras Afrika-amerika3,4
Ibu hamil dengan komplikasi mola hidatidosa3,5
Obesitas2,7

E. Patofisiologi Preeklampsia
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, Rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabangcabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus myometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi
cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.7
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis,yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi aretri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitas arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat,sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.7
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mangalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relative mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis, sehingga aliran darah ke uteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahanperubahan yang dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan.7
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal
vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke
uteroplasenta.7
4

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel


i.

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas7


Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis dengan akibat
plasenta mengalami iskemia.
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan adalah senyawa penerima
electron atau atom/molekul yang mempunyai electron yang berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel
pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu
proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindugan
tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu sebagai
bahan toksin yang beredar dalam darah,maka dulu hipertensi dalam
kehamilan disebut toxaemia.
Radikal hidoksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksid lemak selain
akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel
endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan.

ii.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan7


Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksida, missal
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun,sehingga terjadi
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.

Peroksid lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan
beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane
sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh
peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran
darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah
menjadi peroksida lemak.
iii.

Disfungsi sel endotel7


Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka jadi kerusakan
di endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel.
Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
disfungsi endotel (endothelial dysfunstion). Pada waktu terjadi
kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka
akan terjadi:
a. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE 2): suatu vasodilator kuat.
b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan.
c. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di
lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin (lebih
tinggi vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih
tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriktri,
dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
d. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular
endotheliosis).
6

e. Peningkatan permeabilitas kapilar


f. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin.
Kadar

NO

(vasodilator)

menurun,

sedangkan

endotelin

(vasokonstriktor) meningkat.
g. Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori Intolerensi Imunologik antara ibu dan janin7
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya
hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi
respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya
HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu.7
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk
menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,
terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas
sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang
produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation ada preeklampsia.7
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai
kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel
yang lebih rendah disbanding pada normotensif.7
4.

Teori adaptasi kardiovaskular2,7


Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
7

bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadinya
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi
oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila
diberi prostaglandin sintesis inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin).

Prostaglandin

ini

dikemudian

hari

ternyata

adalah

prostasiklin.7
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi
dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I. peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai
prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.7
5. Teori Genetik2,7
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu yang mengalami
preeklampsia.
6. Teori defisiensi Gizi (Teori Diet)2,7
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi
gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
8

Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian


tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya
Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cuku dalam persiapan
perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,
termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangkan risiko preeklampsia.
Minyak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboxan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriktor pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai
konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tidak jenuh
dalam mencegah preeclampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa
penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai pengganti
aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
Penelitian di negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar,
dengan diberi glukosa 17%.
7. Teori Stimulus Inflamasi2,7
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas
masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi masih dalam normal.
Berbeda

dengan

proses

apoptosis

pada

preeklampsia,

dimana

pada

preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris


9

apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas
plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress
oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga
makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam
darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan
normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/ granulosit, ,yang lebih besar pula sehingga menjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.
Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeclampsia akibat
produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan
aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh
Redman disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular
pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.
F. Gambaran Klinis Preeklampsia
a. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejalagejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk
bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema
dan proteinuria bertambah meningkat.3,7
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan
sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari
140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110
mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan
takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati,
hiperefleksia, pendarahan otak.7

10

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang
dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala
dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output
dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.
Perubahan pada sistem dan organ:
1) Volume plasma7
Pada ibu hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut
hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan
tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34
minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak pada preeclampsia terjadi penurunan
volume plasma antara 30%-40% dibanding hamil normal disebut hipovolemia.
Hipovolemia diimbangi oleh vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi. Volume
plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting.
Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu
cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeclampsia sangat peka terhadap
kehilangan darah waktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk
ataupun keluar harus ketat.

11

2) Hipertensi7
Hipertensi

merupakan

tanda

terpenting

guna

menegakkan

diagnosis

preeklampsia. Tekanan diastolik menggambarkan tahanan perifer, sedangkan


tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia
peningkatan reaktivitas vascular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi
hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada
preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan
darah menjadi normal beberapa hari pascapersalinan, kecuali beberapa kasus
preeklampsia berat kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2-4 minggu
pascapersalinan.
Tekanan darah tergantung terutama pada curah jantung, volume plasma,
resistensi perifer, dan viskositas darah. Timbulnya hipertensi adalah akibat
vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah 140/90 mmHg selang
6jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara Korotkoffs phase V.
Dipilihnya tekanan darah diastolik 90mmHg sebagai batas hipertensi, karena
batas tekanan diastolik 90mmHg yang disertai proteinuria berkorelasi dengan
kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai
absolut tekanan darah sistolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak
dipakai sebagai kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.
Mean arterial blood pressure (MABP) tidak berkorelasi dengan besaran
proteinuria. MABP jarang dipakai oleh sebagian klinisi karena kurang praktis
dan sering terjadi kesalahan pengukuran. Pengukuran tekanan darah harus
dilakukan secara standar.
3) Fungsi ginjal2,7
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal yang berikut:
i.

Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi


oligouria, bahkan anuria

12

ii.

Kerusakan sel glomerulus mangakibatkan meningkatnya permeabilitas


membrane basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria. Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu
lahir.

iii.

Terjadi Glomerular Capillary Edotheliosis akibat sel endotel glomerular


membengkak disertai deposit fibril.

iv.

Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian
besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis
korteks ginjal ysng bersifat irreversible.

v.

Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme


pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar
terjadi vasodilatasi pembuluh darah ginjal.

Proteinuria bisa timbul bila:


i.

Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal

ii.

Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit


kehamilan

iii.

Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik 90 mmHg, umumnya


ditemukan pada infeksi saluran kencing atau anemia. Jarang
ditemukan proteinuria pada tekanan darah diastolik < 90mmHg.

iv.

Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi


proteinuria umunya terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin lebih
dulu lahir.

v.

Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstick:


100mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak
selang 6 jam dan (b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam.
Dianggap patologis bila besaran proteinuria 300 mg/24 jam.

Asam urat serum


13

i.

Umumnya meningkat 5 mg/cc


Hal

ini

disebabkan

oleh

hipovolemia,

yang

menimbulkan

menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan menurunnya


filtrasi glomerulus, sehingga menurunkan sekresi asam urat.
Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemik jaringan.
Kreatinin
i.

Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada
preeklampsia juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia,
maka aliran darah ginjal menurun, mengakibatkan menurunnya filtrasi
glomerulus, sehingga menurunkan sekresi kreatinin, disertai peningkatan
kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma 1mg/cc, dan
biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjal.

Oliguria dan anuria


i.

Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke


ginjal menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria),
bahkan data terjadi anuria. Berat ringannya oliguria menggambarkan
berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti menggambarkan berat
ringannya preeklampsia. Pemberian cairan intravena hanya karena
oligouria tidak dibenarkan.

4) Metabolisme air dan elektrolit2,7


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita
preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita
dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
14

Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya
dalam batas normal
5) Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik7
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8
minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.
6) Koagulasi dan fibrinolisis2,7
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang yang
berat, tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP,
penurunan anti thrombin III, dan peningkatan fibronektin.
7) Viskositas darah7
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro (fibrinogen dan
hematokrit). Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.
8) Hematokrit7
Pada hamil normal kematokrit menurun karena hypervolemia, kemudian
meningkat pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada
preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan
beratnya preeklampsia.
9) Edema7
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada
kehamilan mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada

15

hamil normal, 60% dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema
dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler.
Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan,
atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan
yang cepat.
10) Hepar2,7
Dasar perubahan hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan
peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini data meluas hingga di bawah kapsula
hepar dan disebut subkapsula hematoma. Subkapsula hematoma meninmbulkan
nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan rutur hepar, sehingga
perlukan pembedahan.
11) Neurologi7
Perubahan neurologik dapat berupa:
i.

Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan


vasogenik edema.

ii.

Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata,
amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retinae

iii.

Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan


faktor prediksi terjadinya eklampsia.

iv.

Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum


diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang
eklamptik adalah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemik serebri.

v.

Perdarahan

intrakranial

meskipun

jarang,

dapat

terjadi

pada

preeklampsia berat dan eklampsia.


16

12) Perubahan kardiovaskuler 2,6,7


Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara
nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan
atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid
intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.
13) Paru7
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru.
Edema paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.
14) Janin7
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:
i.

Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion

ii.

Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat


intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan
solusio plasenta.

G. Diagnosis Preeklampsia

17

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan


laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi
dua golongan yaitu;
1) Preeklampsia ringan1,3,7
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibatkan terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel. Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan
berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria / atau edema setelah
kehamilan 20 minggu.
i.

Hipertensi: Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15


mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg tidak dipakai lagi
sebagai kriteria preeklampsia.

ii.

Proteinuria: 300 mg/ 24 jam atau 1+ dipstick.

iii.

Edema: edema local tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,


kecuali edema pada lengan, muka, atau perut, edema generalisata.

2) Preeklampsia berat1,3,7
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160
mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih
5gr/24jam. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat
sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia
berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut.1,3,7
i.

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

ii.

Proteinuria lebih 5 gr dalam 24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan


kualitatif.

iii.

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

iv.

Kenaikan kadar kreatinin plasma


18

v.

Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,


skotoma dan pandangan kabur.

vi.

Nyeri epigastrium atau nyeri pada quadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)

vii.

Edema paru-paru dan sianosis

viii.

Hemolisis mikroangiopatik

ix.

Trombositopenia berat <100,000 sel/mm3 atau penurunan trombosit


dengan cepat.

x.

Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatosellular): peningkatan kadar


alanine dan aspartate aminotransferase

xi.

Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat

xii.

Sindrom HELLP

Preeklampsia berat dibagi menjadi dua yaitu (a) Preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan (b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut
impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan
progresif tekanan darah.

H. Penatalaksanaan Preeklampsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan
persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklampsia. Persalinan merupakan
pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya
harus berdasarkan evaluasi awal terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal
ini, keputusan dalam penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi,
ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit,
19

keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan strategi
penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang tidak
memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.1,2,7
Penatalaksanaa pada preeklamsia dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :
Preeklampsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi,
mengontrol tekanan darah maternal, menentukan persalinan, pengelolaan cairan,
pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat. Pemeriksaan sangat teliti
diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa nyeri kepala,
gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan berat badan yang cepat. Selain itu,
perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST. Perawatan
preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan, dibagi menjadi
dua unsur yaitu sikap terhadap penyakitnya (pemberian obat-obat atau terapi
medisinalis) dan sikap terhadap kehamilannya.4,6,7
Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa
1. Penderita preeklampsia berat harus segera dibawa ke rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklampsia berat dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas,
tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan
onkotik koloid/ pulmonary capillary wedge pressure.
a. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan
output cairan melalui urin menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang

20

dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema


paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan berupa
(a) 5% Ringer-Dextrose atau cairan garam faali jumlah tetesan:
<125cc/jam atau (b) infus Dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi
dengan Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500cc.
b. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang
sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan
garam.
2. Pemberian obat kejang
Obat anti kejang adalah:
I.
MgSO4
Pemakaian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif disbanding
fenitoin, berdasar Cochrane Review terhadap enam uji klinik, yang
melibatkan 897 penderita eklampsia. Obat antikejang yang dipakai di
Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H2O). Magnesium sulfat
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat
saraf

dengan

menghambat

transmisi

neuromuskular.

Transmisi

neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian


magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium
dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini
tetap menjadi ilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia dan
eklampsia.

Banyak

cara

pemberian

magnesium

sulfat.

Cara

pemberiannya:
a. Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10cc) selama 15 menit
b. Maintenance dose:

21

Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau


diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:
i.
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10% = 1g (10% dalam 10cc)
ii.
iii.

diberikan i.v 3 menit


Refleks patella (+) kuat
Frekuensi pernapasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-

iv.

tanda stress napas


Produksi urin lebih dari 0,5cc/kg BB/jam

d. Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi


atau setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir.
e. Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
i.
Dosis terapeutik:
4-7 mEq / liter
4,8-8,4 mg/dl
ii.
Hilangnya refleks patella: 10 mEq / liter
12 mg/dl
iii.
Terhentinya pernapasan: 15 mEq / liter
18 mg/dl
iv. Terhentinya jantung:
>30 mEq / liter
>36 mg/dl
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko
kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya
menimbulkan efek flushes (rasa panas).
f. Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka
diberikan salah satu obat berikut: thiopental sodium, sodium
II.
III.

amobarbital, diazepam atau fenitoin.


Diazepam
Fenitoin
Difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsi telah banyak dicoba pada
penderita eklampsia. Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam
regimen. Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron,
cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi
intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan
22

pemberian intravena 50mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium


sulfat. Pengalaman pemakaian fenitoin dibeberapa senter di dunia masih sedikit.
3. Diuretikum
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif, atau anasarka. Diuretikum yang diberikan adalah furosemide.
Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia,
memperburuk

perfusi

utero-plasenta,

meningkatkan

hemokonsentrasi,

menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.


4. Pemberian antihipertensi.
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas takanan
darah untuk pemberian obat antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan batas
yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MABP 126 mmHg. Di RSU Dr.
Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi adalah apabila
tekanan sistolik 180 mmHg dan / atau tekanan diastolik 110 mmHg. Tekanan
darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan
sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <160/105 mmHg atau MABP
<125 mmHg.
i.

Antihipertensi lini pertama


Nifedipine
Dosis awal 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam. Nifedipine merupakan obat antihipertensi yang dipakai
di Indonesia. Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya diberikan per oral. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah
Klonidine (Catapres), satu ampul mengandung 0,15mg/cc. klonidine 1
ampul dilarutkan dalam 10cc larutan garam faali atau larutan air suntikan.

ii.

Antihipertensi lini kedua


Sodium nitroprusside
Dosis 0,25 g i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 g i.v./kg/ 5 menit
Diazokside
Dosis 30-60 mg i.v./5 menit; atau infus 10mg/menit/dititrasi
23

iii.

Antihipertensi sedang dalam penelitian


Calcium channel blocker: isradipin, nimodipin
Serotonin receptor antagonist: ketan serin

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasarkan

Williams

Obstetrics,

ditinjau

dari

umur

kehamilan

dan

perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap


kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Cara terminasi
kehamilan dilakukan berdasar keadaan obstetric pada waktu itu, apakah sudah
inpartu atau belum.
Indikasi pengobatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
Ibu
i. Umur kehamilan 37 minggu. Loockwood dan Paidas mengambil batasan
umur kehamilan >37 minggu untuk preeklampsia ringan dan batasan umur
ii.
iii.

kehamilan 37 minggu untuk preeklampsia berat.


Adanya tanda-tanda / gejala-gejala Impending Eclampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan

iv.
v.

laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan

Janin
i. Adanya tanda-tanda fetal distress
ii. Adanya tanda-tanda Intrauterine growth restriction (IUGR)
iii. NST nonreaktif dengan profil biofisik yang abnormal
iv. Terjadinya oligohidramnion
-

Laboratorik
Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat

24

2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan


dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi konservatif ialah bila
kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda Impending Eclampsia
dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan
bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeklampsia ringan.

25

Dikutip dari kepustakaan 1

26

I. KOMPLIKASI PREEKLAMPSIA BERAT


1) Penyulit ibu
i. Sistem saraf pusat: perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral,
hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina
ii.

detachment dan kebutaan korteks.


Gastrointestinal-hepatik: subscapular hematoma hepar, ruptur kapsul

iii.
iv.
v.

hepar
Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
Hematologik: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi

vi.

pernapasan, cardiac arrest, iskemia miokardium.


Lain-lain: ascites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan

2) Penyulit janin
i. Intrauterine growth restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma
distress napas, kematian janin dalam rahim, sepsis, cerebral palsy.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesi, edisi pertama, 2013: 109-117.

27

2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,


Hypertensive Disorders in Pregnancy,William Obstetrics, edisi ke-23,

New

York: McGraw-Hill, 2010 : 706-734.


3. Kee-Hak Lim, Ronald M Ramus, Preeclampsia: Practise Essentials, Overview,
Pathophysiology, Medscape Article, New York, 2016:1-21.
4. Baha M. Sibai,Society for Maternal-Fetal Medicine, Evaluation and
management of severe preeclampsia before 34 weeks gestation journal,
Washington, 2011:191-198
5. Vanessa A Barss, John T Repke, Preeclampsia Beyond the Basic Article,
www.uptodate.com, 2015:1-8.
6. Steven G. Gabbe, Jennifer R. Niebyl, Joe Leigh Simpson, Obstetrics normal and
problem pregnancies, edisi ke-6,2012: 737-787
7. Sarwono Prawirohardjo, Buku Ilmu Kebidanan,Hipertensi dalam Kehamilan,
edisi ke-4, Jakarta, 2012: 531-550.

28

Anda mungkin juga menyukai