Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS
Nama

: Ny. S

Umur

: 30 tahun

No. Rekam Medik

: 740622

Masuk RS

: 20 Januari 2016

Paritas

: Gravida 4, Paritas 3, Abortus 0

HPHT

: 25 November 2015

Umur Kehamilan

: 8 minggu 3 hari

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
B. Anamnesis Terpimpin
Dialami sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu, berupa bercak-bercak
kecokelatan. Awalnya hanya berupa nyeri perut di sebelah kanan bawah, yang
muncul tiba-tiba lalu tidak lama kemudian muncul bercak-bercak kecokelatan.
Pasien merasa cepat lelah dan merasa keram pada perut 1 minggu terakhir. Demam
tidak ada. Nyeri pada bahu tidak ada. Rasa penuh pada payudara tidak ada. Mual
dan muntah tidak ada. Nyeri saat senggama tidak ada. Riwayat senggama terakhir 1
bulan yang lalu. Riwayat pingsan tidak ada.
Riwayat berobat di RS Bulukumba dengan riwayat yang sama 2 minggu
sebelumnya dan didiagnosis sebagai ISK dan diberikan antibiotik. Riwayat
keputihan ada sejak kehamilan terakhir, tidak diobati. Riwayat penggunaan
kontrasepsi ada dengan pil Andalan sejak maret 2015. Riwayat penggunaan
kontrasepsi lain sebelumnya disangkal. Riwayat KET sebelumnya tidak ada.
Riwayat menarche umur 14 tahun, siklus teratur 28 hari, lama haid 4-6 hari, ganti
pembalut 2-3x per hari. Riwayat keluar gumpalan jaringan atau gumpalan seperti

mata ikan dari jalan lahir disangkal. Riwayat hipertensi, diabetes melitus, alergi dan
asma tidak ada. Riwayat merokok tidak ada.
BAB : Biasa, lancar, tidak nyeri
BAK : Biasa, lancar
Riwayat Obstetri :
I : 2004, perempuan, 2500 gram, PPN, RS Bulukumba
II : 2008, laki-laki, 2300 gram, PPN, RS Haji
III: 2015, laki-laki, 3100 gram, SC atas indikasi post term + Ketuban Pecah
Dini di RS Bulukumba
IV: 2016, kehamilan sekarang (kehamilan ektopik)

III. PEMERIKSAAN FISIK (20-01-2016)


A.

Status Generalis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: TD

B. Status Lokalis:
1. Kepala
Konjungtiva
Sklera

: 120/70 mmHg

: 88 x/menit

RR

: 20 x/menit

: 36.5C

: anemis (-)
: ikterus (-)

Bibir

: pucat (-)

Gusi

: perdarahan (-)

Mata

: pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+

2. Leher
Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran
Deviasi trakea

: tidak ada

Massa tumor

: tidak ada

Nyeri tekan

: tidak ada
2

3. Paru-paru
Inspeksi
: simetris kiri dan kanan, tidak tampak kelainan
Palpasi

: nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, fremitus raba
kiri=kanan

Perkusi

: sonor kiri = kanan

Auskultasi : bunyi pernafasan vesikuler, ronchi -/- , wheezing -/4. Jantung


Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni dan reguler, bising tidak ada
5. Abdomen
Inspeksi

: datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya.

Auskultasi : peristaltik ada, kesan normal.


Palpasi

: nyeri tekan di bagian kanan bawah.

Perkusi

: timpani. Ascites tidak ada, undulasi tidak ada.

C. Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi fundus uteri : tidak teraba
Massa tumor

: tidak teraba

Nyeri tekan

: ada di bagian abdomen regio inguinalis dekstra.

Fluksus

: ada. Darah.

Pemeriksaan Dalam Vagina


Vulva / Vagina

: tidak ada kelainan

Portio

: kenyal, permukaan licin, nyeri goyang portio ada

Ostium Uteri Eksterna

: tertutup

Ostium Uteri Interna

: tertutup

Uterus

: kesan normal
3

Adneksa perimetrium

: tidak ada kelainan

Kavum Douglasi

: tidak menonjol

Pelepasan

: ada, darah.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (20-01-2016)
Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

WBC

10.200

4000-10000/mm3

RBC

4.120.000

Pr : 4,0jt - 4,8jt/mm3

HGB

11.5

Pr : 12,0 - 14,0 gr/dl

HCT

34

Pr : 37,0 - 43,0 %

PLT

313.000

150.000-400.000.mm3

CT

7.00

7-14 menit

BT

3.00

1-4 menit

Plano Test

(+) positif

USG Transvaginal (20-01-2016)

Hasil :
Tampak

endometrial

line positif
Tampak massa kompleks adneksa
4

Free fluid ada


V.

RESUME
Dialami sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu, berupa bercak-bercak
kecokelatan. Awalnya hanya berupa nyeri perut di sebelah kanan bawah, yang
muncul tiba-tiba lalu tidak lama kemudian muncul bercak-bercak kecokelatan.
Pasien merasa cepat lelah dan merasa keram pada perut 1 minggu terakhir. Riwayat
senggama terakhir 1 bulan yang lalu.
Riwayat berobat di RS Bulukumba dengan riwayat yang sama 2 minggu
sebelumnya dan didiagnosis sebagai ISK dan diberikan antibiotik. Riwayat
keputihan ada sejak kehamilan terakhir, tidak diobati. Riwayat penggunaan
kontrasepsi ada dengan pil Andalan sejak maret 2015. Riwayat menarche umur 14
Riwayat buang air besar biasa, lancar, tidak ada tenesmus.
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 25 November 2015. Riwayat KB dengan
Pil andalan sejak tahun 2015. Riwayat keputihan ada sejak kehamilan terakhir disertai
nyeri pinggang. Riwayat operasi seksio sesaria ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos mentis,
TFU tidak teraba. Dari hasil pemeriksaan luar didapatkan uterus tidak teraba,
didapatkan nyeri tekan pada abdomen regio ingunalis dextra, fluxus darah ada. Pada
pemeriksaan

dalam

vagina

didapatkan

nyeri

goyang

porsi,

OUE/OUI

tertutup/tertutup, adneksa dan cavum douglasi dalam batas normal.


Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan urinalisis urin kehamilan (HCG)
positif . USG tampak endometrial line positif, tampak massa kompleks adneksa, dan
free fluid ada.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis dengan kehamilan ektopik terganggu.
VI.

DIAGNOSIS
Kehamilan Ektopik Terganggu.

VII.

PENATALAKSANAAN
- IVFD Ringer Laktat 500 cc 28 tetes/menit
5

- Injeksi Ceftriaxone 1 gram/intravena


- Observasi tanda-tanda vital
- Rencana cito laparotomi
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Menegakkan diagnosis
A.
Diagnosis Klinis
a. Anamnesis

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan:

adanya perdarahan pervaginam yang sudah dirasakan sejak


kurang lebih 2 minggu terakhir. Memberat 1 minggu terakhir.

Awalnya hanya berupa nyeri abdomen pada regio inguinalis


dekstra yang dirasakan secara tiba-tiba.

Beberapa hari kemudian keluar bercak-bercak kecokelatan.

Pasien mengatakan telat haid 2 minggu. Haid terakhirnya


tanggal 25 november 2015 dan muncul bercak-bercak mulai
tanggal 6 Januari 2016 hingga saat ini.

Pasien tidak megeluhkan adanya nyeri pada bahu, tidak ada


rasa penuh pada payudara, tidak ada mual dan muntah ataupun
nyeri pada saat bersenggama.

Pasien merasakan cepat lelah 2 minggu terakhir ini dan merasa


sedikit keram pada perut bagian bawah.
Berdasarkan anamnesis diatas, gejala yang disampaikan pasien

tersebut sesuai dengan gejala perdarahan pada kehamilan muda. Ada


tiga penyebab perdarahan pada kehamilan dini yaitu abortus,
kehamilan ektopik, dan molahidatidosa. Pada kasus abortus, misalnya
pada abortus imminens diagnosis biasanya diawali dengan keluhan
perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri
yang berlokasi di sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan
kearah abortus imminens atau permulaan abortus insipiens.

Pada

kasus mola hidatidosa, dari anamnesis terdapat gejala-gejala hamil


muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa, terdapat
perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan, pasien merasakan pembesaran rahim yang

tidak

sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia kehamilan


7

seharusnya, keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada) yang

merupakan diagnosa pasti. Penyebab lain

perdarahan pervaginam pada kehamilan dini yaitu kehamilan ektopik.


pada kehamilan ektopik pasien mengeluhkan adanya nyeri perut di
daerah bawah yang dirasakan secara tiba-tiba diikuti oleh perdarahan
pervaginam berupa bercak-bercak dapat berwarna merah ataupun
kecoklatan. Selain itu ditemukan juga tanda-tanda kehamilan dimana
haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang
terdapat gejala subjektif kehamilan, misalnya mual dan muntah,
payudara terasa penuh, nyeri bahu, nyeri perut bagian bawah, hingga
tenesmus.
Membandingkan teori dan hasil anamnesis yang diperoleh,
keluhan pasien sesuai dengan suatu kehamilan ektopik terganggu yaitu
perdarahan pada kehamilan muda dimana ditemukan nyeri perut secara
tiba-tiba, perdarahan pervaginam dan amenore disertai tanda-tanda
kehamilan. Walaupun pada pasien ini tidak ditemukan adanya
amenore, namun berdasarkan referensi, penderita sering menyebutkan
tidak jelasnya ada amenore karena gejala dan tanda kehamilan ektopik
terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya nidasi
pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena
tidak bisa menampung pertumbuhan embrio selanjutnya.1 Pasien yang
datang sebelum ruptur atau sebelum kehamilan ektopiknya terganggu
keluhannya tidak khas. Bisa datang dengan kehamilan intrauterin yang
masih viable ataupun keguguran.1
Sebagaimana yang dirasakan pasien, nyeri merupakan keluhan
utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada kehamilan ektopik
dengan ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba
dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang dapat menyebabkan
penderita pingsan dan syok.1 Walaupun pada pasien ini belum
ditemukan adanya tanda-tanda syok, namun sebagaimana diketahui
bahwa jika terjadi ruptur maka darah akan mengalir perlahan dari
fimbria ke kavum peritoneum, dan berkumpul di kavum Douglasi /
8

cul-de-sac,

membentuk

hematokel

retrouterina.

Jika

fimbria

mengalami oklusi, atau ketika hasil konsepsi tidak keluar dengan


sempurna, maka perdarahan akan berlanjut dan darah akan terkumpul
di dalam tuba, menyebabkan suatu kondisi yang disebut sebagai
hematosalping. Jadi perdarahannya akan terjadi perlahan-lahan
sehingga tidak langsung menyebabkan syok, kecuali jika ruptur yang
terjadi hanya menyebabkan robekan yang kecil, hasil konsepsi dapat
bertahan dalam tuba, disertai dengan perdarahan yang berat. 6,10
Perdarahan pervaginam yang terjadi pada pasien merupakan
tanda penting kedua pada kehamilan ektopik yang terganggu. Hal ini
menunjukkan kematian janin karena pelepasan desidua. Perdarahan
yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat
tua.1 Seperti bercak-bercak kecoklatan yang digambarkan oleh pasien.
Adapun tanda-tanda kehamilan yang ditemukan pada pasien
tidak jelas. Pasien mengeluhkan haid terlambat 2 minggu disertai cepat
lelah dan keram pada perut bagian bawah namun tanda adanya mual
dan muntal, rasa penuh pada payudara, nyeri saat bersenggama,
ataupun tenesmus disangkal.
Beberapa faktor resiko yang dapat mendukung terjadinya
kehamilan ektopik pada pasien.

Pasien mengeluhkan adanya keputihan sejak maret 2015 dan tidak

pernah diobati
Pasien memiliki riwayat operasi seksio caesaria pada maret 2015
Pasien menggunakan KB pil Andalan dan tidak ada riwayat
penggunaan KB lain sebelumnya.
Riwayat keputihan pada pasien mengindikasikan kemungkinan

adanya penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul adalah


infeksi pada alat genitalia atas. Proses penyakitnya dapat meliputi
endometrium, tuba Fallopii, ovarium, miometrium, parametria, dan
peritoneum panggul.

Adhesi perituba akibat infeksi dapat

menyebabkan tuba menjadi kusut/berbelit dan lumen tuba menyempit,


sehingga risiko kehamilan tuba pun meningkat;10,11
9

Riwayat operasi secsio caesarea juga dilaporkan dapat sedikit


meningkatkan risiko kehamilan ektopik;9,10 Implantasi kehamilan
ektopik pada luka operasi sesar sebelumnya adalah kondisi yang
jarang. Namun insidensinya meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Pasien dengan kehamilan ektopik biasanya pernah mengalami operasi
sesar setidaknya satu kali.
Pada kasus ini diketahui bahwa pasien menggunakan alat
kontrasepsi berupa pil KB Andalan, dimana setiap pil nya mengandung
0.15 mg levanogestrel dan 0.03 mg ethylestradiol. Penggunaan
kontrasepsi oral dan injeksi progestin-only dapat menyebabkan
gangguan motilitas tuba, walaupun sejak kontrasepsi populer
digunakan, angka absolut kehamilan ektopik berkurang. Dengan kata
lain, apabila kontrasepsi yang digunakan gagal dalam mencegah
kehamilan, risiko terjadinya kehamilan ektopik dapat kembali
meningkat;10
b. Pemerikasaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien yang dicurigai
kehamilan ektopik sangat bervariasi dan terkadang tidak terlalu
membantu. Terkadang pasien datang dengan temuan yang tidak
spesifik ataupun datang dengan keadaan syok tetapi tidak takikardi.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dari
kepala hingga kaki. Dari hasil pemeriksaan fisik yang bermakna
didapatkan:
1. Tanda Vital dalam batas normal
TD

: 120/70 mmHg

: 88 x/menit

RR

: 20 x/menit

: 36.5C

2. Sklera

: Tidak anemis

10

3. Pada pemeriksaan abdomen tidak teraba adanya massa di perut


bagian bawah. Nyeri tekan di bagian kanan bawah ada.
4. Pada pemeriksaan luar, tinggi fundus uteri tidak teraba, massa
tumor tidak ada, nyeri tekan pada bagian kanan bawah serta fluksus
darah ada.
5. Pada pemeriksaan dalam vagina pasien ini vulva/vagina tidak
ditemukan kelainan, portionya kenyal, permukaan licin dan ada
nyeri goyang portio. Baik ostium uteri eksterna ataupun interna
tertutup, uterus dalam batas normal, adneksa kanan dan kiri tidak
teraba massa tetapi ada nyeri, cavum douglasi tidak menonjol dan
ada pelepasan darah.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan, maka diagnosis klinis pasien adalah suspek kehamilan
ektopik terganggu.
B.

Diagnosis Masuk
Untuk mengetahui diagnosis masuk pasien, maka selain anamnesis
dan pemeriksaan fisik, pada pasien akan dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang.
1. Pencitraan
Pencitraan yang dilakukan pada pasien ini ketika datang ke
instalasi rawat darurat adalah pemeriksaan USG transvaginal. Dari
hasil pemeriksaannya didapatkan endometrial line positif, adanya
massa pada kompleks adneksa kanan, dan terlihat ada free fluid pada
rongga pelvik.
Pencitraan ultrasonografi dapat dilakukan perabdominal atau
pervaginam.6,10 Identifikasi hasil konsepsi di dalam tuba sulit dilakukan
dengan USG abdomen maka dari itu biasanya pada kasus dengan
kecurigaan
pemeriksaan

kehamilan

ektopik

terganggu

USG

transvaginal.

Jika

langsung

dilakukan

menggunakan

USG

transabdominal, dengan tidak ditemukannya kehamilan intrauterin,


hasil tes kehamilan positif, cairan dalam cul-de-sac, dan massa pelvis
yang abnormal, diagnosis kehamilan ektopik hampir dapat ditegakkan.
Kehamilan intrauterin biasanya tidak tampak pada pemeriksaan USG
abdomen hingga 5-6 minngu setelah menstruasi terakhir.10,11 Denyut
11

jantung janin yang tampak jelas di luar kavum uteri merupakan bukti
nyata adanya kehamilan ektopik.10
Penggunaan transduser USG transvaginam memungkinkan
deteksi kehamilan dalam uterus 1 minggu setelah haid terakhir. Ketika
kadar -hCG serum melebihi 1000 mlU/mL, kantong gestasi dapat
terlihat. Termasuk dalam kriteria adalah identifikasi ukuran kantong
gestasi 1-3 mm atau lebih, terletak secara eksentrik dalam uterus, dan
dikelilingi oleh suatu reaksi desidua-korionik. Nodus fetal dalam
kantong gestasi dapat mengonfirmasi adanya kehamilan, terutama jika
ditemukan pula gerak jantung janin. USG vaginal juga digunakan
untuk mendeteksi massa adneksa. Namun demikian, pemeriksaan
mungkin gagal mendeteksi kehamilan ektopik jika massa tuba
berukuran kecil atau dikaburkan oleh gambaran usus. Sensitivitas
pemeriksaan USG transvaginal dilaporkan sangat bervariasi, dari 20%
hingga 80%. Cairan yang tampak di dalam cul-de-sac meningkatkan
kemungkinan diagnosis kehamilan ektopik.10,11
Pada kehamilan ektopik terganggu/ruptur, kantong gestasi
tampak tidak jelas disertai adanya gambaran massa hiperekoik yang
tidak beraturan dengan batas yang tidak tegas dan cairan bebas di
sekitarnya (gambaran perdarahan intraabdomen). Gambaran lain yang
dapat ditemukan pada kehamilan ektopik adalah ukuran uterus yang
normal atau mengalami pembesaran yang tidak sesuai usia kehamilan.
Endometrium menebal secara ekogenik akibat adanya reaksi desidua.
Kavum uteri biasanya terisi cairan eksudat yang diproduksi oleh sel-sel
desidua, yang tampak seperti cincin anekoik yang disebut juga sebagai
kantong gestasi palsu (pseudogestational sac);6,11
Selain pemeriksaan USG, pencitraan lain yang dapat dilakukan
untuk mendeteksi kehamilan ektopik adalah MRI dan CT Scan. MRI
dilakukan apabila hasil pemeriksaan USG masih tidak jelas dan
keadaan pasien stabil secara hemodinamik. Keuntungan MRI
dibandingkan USG adalah memberikan gambaran multiplanar, radiasi
ionizingnya tidak ada, kontras untuk jaringan lunaknya lebih besar, dan
lebih spesifik terhadap jaringan dan cairan. Selain itu, pencitraan
contrast-enhanced berguna untuk mengevaluasi lesi vaskular dan
12

lokasi perdarahan pembuluh darah pelvik, begitu juga dengan


perdarahan aktif yag tejadi sebagaimana ditunjukkan dari ekstravasasi
kontras.

2. Laboratorium
Pada pasien ini dilakukan satu kali pemeriksaan darah, yaitu
pemeriksaan darah lengkap. Hasil pemeriksaan darah lengkap pasien
menunjukkan kadar hemoglobin 11.5 gr/dL hanya sedikit berkurang
dari angka normal yaitu 12 gr/dL sedangkan leukositnya juga hanya
meningkat sedikit, dimana angka normal 4000-10.000 mm3 namun
pada pasien ini didapatkan leukosit 10.400 mm3.
Berdasarkan teori, pada kasus kehamilan ektopik terganggu
perlu dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, dan sel
darah merah. Hemoglobin dan hematokrit diperiksa secara serial
sebanyak 3 kali dengan

jarak antarpemeriksaan selama 1 jam.6

Namun pada beberapa kasus, hemoglobin dan hematokrit dapat tetap


normal

atau

hanya

sedikit

berkurang,

meskipun

terdapat

hemoperitoneum yang cukup berat.10,11 Selain itu, pada pemeriksaan


darah rutin, dapat pula ditemukan adanya leukositosis pada penderita
kehamilan ektopik terganggu yang dapat melebihi 30.000/l; 1 Selain
itu pada pemerikasaan darah dapat dilakukan juga pemeriksaan hCG
(kualitatif) ataupun beta-hCG (kuantitatif). Pemeriksaan beta-hCG
dalam darah dapat menunjukkan berapa tepatnya level hCG dalam
darah walaupun jumlahnya masih sedikit. Level beta-hCG yang rendah
menandakan janin yang tidak sehat atau adanya keguguran ataupun
kehamilan ektopik. Pemeriksaan -hCG serum naik 2 kali lipat tiap 2
hari selama kehamilan. Peningkatan kadar -hCGsecara kuantitatif adalah
standar diagnostik untuk mendiagnosa kehamilan ektopik. Sedangkan

hCG (kualitatif) sama dengan yang dilakukan pada urinalisa, hanya


mendeteksi adanya hCG pada darah.
Pemeriksaan urinalisa juga harus dilakukan pada pasien dengan
kecurigaan kehamilan ektopik terganggu. Pemeriksaan hCG (human

13

chorionic gonadotropin) pada kehamilan ektopik tujuannya untuk


menentukan apakah penderita benar-benar sedang hamil atau tidak.
Pemeriksaan laboratorium lain yang harusnya dilakukan adalah
pemeriksaan kadar progesterone yang juga dapat digunakan untuk
menentukan adanya kehamilan normal atau ektopik. Pada wanita
dengan gejala klinis nyeri abdomen dan/atau perdarahan pervaginam,
pemeriksaan ini dapat membedakan kehamilan normal dan ektopik, di
mana kadar progesteron lebih dari 25 mg/mL mengindikasikan
kehamilan normal. Kadar progesteron dibawah 5 mg/mL ditemukan
hanya pada 0.3% kehamilan normal. Oleh karena itu, kadar yang
rendah tersebut mengindikasikan adanya kehamilan intrauterin dengan
janin yang telah mati atau suatu kehamilan ektopik; 10,11 Namun kadar
progesteron sendiri jarang digunakan untuk menentukan kehamilan
ektopik atau tidak.
Uji Diagnostik
USG transvaginal dengan
kadar beta-hCG > 1.500
mIU per ml (1.500 IU per
l)
Kadar beta-hCG tidak
meningkat secara tepat
Kadar progesteron
tunggal untuk
membedakan kehamilan
ektopik dari nonektopik

Sensitivitas
(%)
67-100

Spesifisitas
(%)
100

36

63-71

15

95

40

Kadar Progesteron
tunggal untuk
membedakan kegagalan
kehamilan dari kehamilan
intrauterin yang mampu
hidup
Tabel 1. Pemeriksaan untuk mendeteksi kehamilan ektopik6

14

3. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan apabila untuk menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu diantaranya:
a. Kuldosintesis
Untuk mengetahui apakah terdapat darah pada kavum douglasi
dapat dilakukan kuldosintesis. Cara ini sangat berguna dalam
membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.

Kuldosintesis adalah teknik simple yang biasa digunakan untuk


mengetahui hemopentoneum. Servix ditarik keluar dan ke tas
mengarah ke simpisis dengan tenakulum, dan jarum panjang 18
gauge dimasukkan melalui fornox posterior ke daerah cul-de-sac
retrouterin. Jika ada, maka cairna dapat diaspirasi. Cairan yang
mengandung bekuan lama atau darah yang tidak membeku sesuai
dengan diagnosis hemoperitoneum. Sebaliknya, jika sampel
darahnya membeku, mungkin saja berasal dari pembuluh darah yang
terkena. 10

Gambar 1. Kuldosintesis pada daerah cul-de-sac10


b. Dilatase dan Kuretase (D & C)
Dilatase dan kuratase dapat digunakan
menyingkirkan

kemungkinan

kehamilan

ektopik

untuk
dengan

menentukan adanya vili korionik. Ketika kehamilan yang


abnormal telah didiagnosis dengan pemeriksaan kadar hormon
dan USG, tetapi lokasi kehamilan belum dapat dipastikan,
maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase diagnostik untuk
15

membedakan kehamilan intrauterin yang gagal dan kehamilan


ektopik. Jika vili korionik ditemukan pada pemeriksaan
makroskopik maupun histologik, maka diagnosis kehamilan
ektopik secara virtual dapat disingkirkan. Jika tidak ditemukan
hasil konsepsi, maka pasien dapat disuspek mengalami
kehamilan ektopik atau abortus spontan komplit. Kekuranganya
adalah apabila terdapat kehamilan intrauterin, maka kehamilan
itu akan menjadi abortus11
c. Laparoskopi diagnostik
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu
diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik apabila hasil
penilaian prosedur diagnostik lain meragukan.

Dengan

laparoskopi, organ-organ reproduksi (uterus, ovarium, tuba


fallopi, kavum Douglasi, dan ligamentum latum uteri) dapat
dinilai secara langsung. Dibandingkan dengan laparotomi,
laparoskopi

lebih

hemat

biaya

dan

memiliki

masa

penyembuhan postoperatif yang lebih singkat;6,10


d. Laparotomi diagnostik
Jika di dalam rongga pelvis ditemukan terlalu banyak
darah

yang

laparotomi

mempersulit
dapat

visualisasi

dilakukan.

laparoskopi,

Laparotomi

dipilih

maka
ketika

penderita mengalami ketidakstabilan hemodinamik atau ketika


laparoskopi tidak dapat dilakukan. Jika pada saat dilakukan
laparoskopi didapatkan perdarahan intraabdominal yang jelas,
maka laparotomi harus segera dilakukan.6,10
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang

berupa

pemeriksaan

laboratorium

dan

pemeriksaan

ultrasonografi pada pasien, maka diagnosis masuk pasien adalah


Kehamilan Ektopik Terganggu.
C.

Diagnosis Keluar

16

Pada tanggal 20/1/2015 jam 02.00 WITA dilakukan operasi laparatomi


eksplorasi terhadap pasien. Berdasarkan hasil operasi laparatomi
didapatkan diagnosis keluar pasien sebagai Kehamilan Ektopik
Terganggu ruptur tuba pars ampullaris kanan.

II.

Membuat Rujukan yang Tepat


Pada tanggal 20/1/2016 pasien yang berasal dari Bulukumba masuk ke IRD
Pinang RS Wahidin Sudirohusodo. Pasien tidak memiliki rujukan tetapi memilih
untuk langsung datang dari Bulukumba ke Makassar. Hal ini merupakan tindakan
yang kurang tepat dari pasien. Sarana Pelayanan Kesehatan telah membuat daftar
ibu-ibu hamil ke dalam beberapa kelompok dan kehamilan ektopik terganggu
merupakan bagian dari kelompok A.

17

kelompok A yaitu ibu-ibu yang mengalami masalah dalam kehamilan saat


pemeriksaan kehamilan (ANC) dan diprediksi akan mempunyai masalah
dalam persalinan yang perlu dirujuk secara terencana. Kasus-kasus
tersebut antara lain: 3
o Gangguan pada kehamilan dini

Abortus iminens

Abortus inkomplit dan missed abortion

Mola hidatidosa

Kehamilan ektopik

o Hipertensi dalam kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan

Preeklampsia dan eklampsia

o Hiperemesis Gravidarum
o Perdarahan pada trimester 3
o Gangguan dan penyakit lain yang memerlukan manajemen khusus

Decompensatio cordis pada kehamilan

Penyakit

lain

sebagai

komplikasi

kehamilan

yang

mengancam nyawa (seperti asma dan diabetes)

Kehamilan dengan penyakit penyerta (seperti tuerculosis,


malaria, gizi buruk, HIV/AIDS), anemia

o Pertumbuhan janin terhambat (PJT): tinggi fundus tidak sesuai


kehamilan
18

o Kelainan kehamilan (hubungana abnormal antara janin dan


panggul)

Gemelli

Kelainan letak, posisi, DKP

19

Gambar 2. Alur Pelayanan ibu hamil kelompok A3

A. Detail Pelayanan Umum Ibu Hamil Kelompok A3


1.

Sarana pelayanan kesehatan melaporkan daftar ibu-ibu


dalam kelompok A ke Dinas Kesehatan melalui laporan K1-K4.

20

2.

Dinas Kesehatan menyerahkan data ibu-ibu kelompok A


ke RS PONEK 24 jam untuk persiapan pelayanan medis sesuai pedoman
pelayanan klinis (PPK) atau clinical guidelines yang dikembangkan oleh tim
klinik.

3.

Dilakukan perencanaan persalinan di RS PONEK oleh


tim rujukan. Pertemuan perencanaan minimal dilakukan sebulan sekali,
sekaligus sebagai monitoring.

4.

Perencanaan persalinan dilakukan berdasarkan jenis


penyulit yang ada di Jampersal.

5.

Dilakukan

koordinasi

dengan

Dr.Spesialis

yang

memimpin rapat-rapat teknis medik di RS untuk menyiapkan tindakan ke


ibu-ibu yang akan masuk ke RS.
6.

Dinas Kesehatan menyiapkan sumber dana untuk


pengelolaan ibu-ibu kelompok A ini dari berbagai sumber: APBN, APBD,
dan masyarakat. Dengan demikian Dinas Kesehatan bertindak seperti travel
agent yang mengelola ibu-ibu hamil bermasalah untuk sampai ke rumahsakit
dan menjamin pembiayaannya.

7.

Pada hari yang ditentukan ibu-ibu yang bermasalah


diantar sehingga ibu-ibu ini dapat sampai di rumahsakit dan mendapat
pelayanan. DI Masyarakat perlu ada tim pengantar. Tim pengantar ini
sebaiknya didanai oleh masyarakat. Bidan desa akan mengantar sampai ke
rumahsakit dan melakukan serah terima.

8.

Setelah mendapat pelayanan persalinan di rumahsakit,


ibu dan bayi yang selamat akan kembali ke rumah dengan pengantaran dari
rumahsakit atau dijemput kembali oleh masyarakat.

9.

Dengan demikian Ibu-ibu yang termasuk ke dalam


kelompok A perlu mendapat rujukan terencana, karena merupakan kasus
yang telah diprediksi dapat menimbulkan komplikasi apabila ditangani di
fasilitas kesehatan primer atau oleh bidan.

10.

Kelompok A dapat pula bersalin dengan normal, apabila


ternyata tidak terjadi komplikasi yang telah diprediksi sebelumnya.

21

B. Kehamilan Ektopik / Kehamilan Ektopik Terganggu


Berikut adalah alur detail penanganan rujukan pasien dengan kehamilan ektopik
terganggu.
N
O

1.

2.

3.

4.

Pelayanan Medik
(detail clinical guideline
tidak perlu ditampilkan tapi
cukup dibuat link ke
file/referensi terkait)
Sarana Pelayanan
Kesehatan mengidentifikasi
kehamilan ektopik
terganggu saat ANC
Sarana Pelayanan
Kesehatan merujuk pasien
ke RS PONEK
(lampiran SOP stabilisasi
pasien rujukan)
(lampiran manual dan form
informed consent)

RS PONEK memberikan
pelayanan rawat inap untuk
tindakan konservatif
SOP / manual klinis
penanganan kehamilan
ektopik secara konservatif
RS PONEK memberikan
pelayanan persalinan
dengan laparotomi, apabila
diindikasikan
SOP / manual klinis
penanganan KET dengan
laparotomi
(lampiran/link SOP
transfusi darah)

Sumber
Anggaran*

Kegiatan pendukung
dan Pelayanan Non
Medik

Sumber
Anggaran*

Sarana pelayanan
kesehatan membuat
laporan kepada Dinas
Kesehatan
Dinas Kesehatan
meneruskan laporan
dan berkoordinasi
dengan RS PONEK
Sarana pelayanan
kesehatan memberikan
surat rujukan yang
sesuai dengan standar
pelayanan medik,
(lampiran
SOP/mekanisme
rujukan, form rujukan)
Sarana pelayanan
kesehatan merujuk
pasien dan keluarga
dengan didampingi
oleh staf (klinisi)
Dinas Kesehatan
menyediakan rumah
tunggu bagi keluarga
pasien apa bila
diperlukan (termasuk
menyediakan makan)
Persiapan transfusi
darah, mobilisasi
donor/melakukan
22

5.

RS PONEK memberikan
pelayanan pasca laparotomi

6.

RS PONEK merujuk
kembali ibu kepada sarana
pelayanan kesehatan asal
untuk kontrol

donor darah (sesuai


indikasi medis)
Dinas Kesehatan
mengkoordinir cara
transportasi/rujukan
kembali ke daerah asal
Dinas Kesehatan
membuat laporan

* Diisi berdasarkan hasil diskusi pada tim rujukan di tingkat kab/kota, sumber dana dapat
berasal dari: Jampersal; Jamkesda; APBD; Bansos; CSR PERUSAHAAN; Sumbangan
Tabel 2. Detail rujukan pasien dengan Kehamilan Ektopik Terganggu3

III.

Tindak Lanjut Paska Rujukan


23

Pada pasien ini dilakukan operasi laparatomi eksplorasi dan salpingektomi kanan.
Pasien-pasien yang telah dioperasi memiliki penanganan tersendiri, yaitu:
a. Kontrol
Pasien yang telah di operasi laparatomi dapat datang kontrol 1 minggu setelah
operasi ke puskesmas terdekat untuk mengganti verban, tetapi apabila pasien
merasakan adanya keluhan maka pasien dapat datang ke RS Ponek untuk
mengkonsultasikan keluhan tersebut dengan dokter yang lebih ahli. Biasanya
luka besar operasi sembuh sekitar 6 minggu dan biasanya pasien diminta
untuk kontrol lagi setelah 6 minggu. Setelah operasi berikut adalah hal-hal
yang mungkin dirasakan pasien namun masih dalam batas normal:
Perdarahan pervaginam ringan ataupun spotting merupakan hal yang
normal hingga mingu ke 6 paska operasi laparatomi. Sedikit drainase

dari luka insisi merupakan hal yang biasa.


Pasien harus menghindari mengangkat yang berat melebihi 10-15 lbs

ataupun melakukan gerakan yang menarik perut selama 6 minggu.


Fatigue merupakan hal yang biasa terjadi. Pasien dapat naik dan turun
tangga, tetapi tidak boleh dipaksakan. Tidak boleh melakukan aktivitas
fisik berat selama 4-6 minggu tetapi pasien tidak boleh berbaring terus

di tempat tidur.
Selera makan yang kurang merupakan hal yang biasa. Coba makan
sedikit-sedikit tapi sering dan minum banyak air tanpa kafein. Apabila
pasien tidak merasakan adanya peristaltik usus, pasien disarankan
untuk meminum banyak cairan dan menggunakan pelunak feses seperti

yang diresepkan.
Pasien dapat mandi dengan normal. Tetapi harus menjaga agar luka

insisinya bersih dan kering.


Pasien juga akan diberikan obat anti-nyeri yang dapat diminum apabila

pasien merasa nyeri pada luka bekas operasi.


Bersenggama dan penggunaan tampon sebaiknya dihindari setidaknya
4 minggu setelah operasi.

Tetapi apabila terdapat tanda-tanda dibawah ini, pasien harus segera kembali
ke RS Ponek dan mendapatkan perwatan luka yang lebih baik.

Perdarahan pervaginam lebih dari 1 pembalut/hari


Mual dan muntah yang persisten
Nyeri perut yang makin memburuk
Bengkak pada salah satu kaki (betis)
Sesak
24

b. Rawat luka post-operasi


Pemantauan Post Operasi mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Monitor
-

Keseimbangan cairan elektrolit

Bunyi paru dan respirasi

Distensi abdomen

Nyeri tungkai bawah

Pembalut luka

Tanda-tanda infeksi

2. Anjurkan latihan nafas setiap 2-4 jam sampai pasien aktif.


3. Beri obat-obat untuk nyeri secara teratur selama 3 hari post operasi,
selanjutnya sesuai kebutuhan.
4. Untuk nyeri karena abdomen gembung (gas) beri kompres panas pada
abdomen, anjurkan ambulasi
5. Cegah tromboplebilitis
6. Beri support mental terus-menerus
7. Anjurkan pasien sebagai berikut :
a. Hindari kerja berat yang menyebabkan kongesti pembuluh darah
pelvic seperti: angkat barang, jalan cepat, loncat, jogging, selama 6-8
minggu post operasi.
b. Latihan aktifitas seksual post operasi
c. Resume hubungan seksual selama 4-6 minggu
d. Lapor dokter segera jika terdapat tanda-tanda tromboemboli
e. Batasi aktifitas sehari-hari
f. Kembali ke RS untuk evaluasi terhadap pengobatan.
Perawatan luka post operasi dapat dilakukan di puskesmas yang memiliki alat
aseptik yang baik. Prosedur perawatan luka pada pasien ini dapat dilakukan
dengan cara:
Megatur posisi pasien senyaman mungkin
Penolong mencuci tangan dengan sabun

dan

air

mengalir

menggunakan tujuh langkah efektif


Gunakan bak instrumen steril dan handscoon.
Membuka plester dan kasa dengan menggunakan pinset. Sebelumnya
pleseter dibasahi dengan lidi wotton yang sebelumnya diberi
25

alcoho/wash, dengan tujuan agar mudah da tidka sakit pada saat plester

dibuka. Angkat secara perlahan dan buang ke nierbekken.


Kaji keadaan luka. Tekan daerah sekitar luka, lihat lukanya sudah
kering/basah, keluar pus/cairan dari tempat luka serta penutupan kulit

dan integritas kulit.


Bersihkan luka dengan NaCl. Menggunakan kasa terpisah untuk setiap

area luka yang dibersihkan.


Berkan obat luka. Gunakan kasa baru.
Tutup luka dengan kasa steril dan memasang plester. Perhatikans serat
kasa jangan sampai ada yang menempel di permukaan luka.

Tetapi apabila saat luka dibuka dan ditemukan tanda-tanda:

Luka membengkak dan nyeri


Luka memerah
Terdapat nanah pada bekas luka
Demam melebihi 38.0C
Nyeri yang berlebihan pasa luka bekas operasi

Maka pada luka pasien mungkin telah terjadi infeksi sehingga perlu
diberikan pengobatan yang lebih adekuat, apabila di puskesmas tersedia
pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan maka pasien dapat dilakukan
pemeriksaan darah rutin terlebih dulu untuk menilai leukosit apakah
meningkat atau tidak. Selain itu pemberian antibiotik, analgetik dan seta
resusitas cairan diperlukan untuk penanganan pasien dengan luka infeksi
post operasi. Penanganan lebih lanjut di RS dengan fasilitas yang lebih
lengkap juga disarankan. Misalnya saja pasien di rujuk ke RS tipe C
dimana tersedia pelayanan dokter spesialis terbatas ditingkat kabupaten.
c. Kontrasepsi
Berdasarkan Medical Eligibility criteria for contraceptive use (MEC),
pasien yang pernah mengalami kehamilan ektopik dapat menggunakan
kombinasi oral kontrasepsi, Levanogestrel (LNG), ataupun Ulipristal acetate
(UPA) tanpa adanya larangan. (Kategori MEC 1) Sehingga pada pasien ini
direkomendasikan untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi diatas.
Untuk lebih amannya pasien juga dapat menggunakan metode barrier dengan
menggunakan kondom ataupun diafragma.4
26

MEC categories for contraceptive


eligibility
1

A condition for
which there is no
restriction for the
use of the
contraceptive
method

A condition where
the advantages of
using the method
generally outweigh
the theoretical or
proven risks

A condition where
the theoretical or
proven risks usually
outweigh the
advantages of using
the method

A condition which
represents an
unacceptable health
risk if the
contraceptive
method is used.

Table 2. Kategori MEC4

d. Prognosis
Pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan salpingektomi seperti
pada pasien ini, sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai
keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada sisi tuba yang lain.1 Pasien yang telah
menjalani salpingektomi pada salah satu tubanya berarti hanya memiliki 1
tuba yang sehat. Hal ini menyebabkan kemungkinan untuk hamil lagi masih
ada namun tuba kontralateral yang tidak sehat dapat mempengruhi tuba yang
sehat sehingga infertilitas pada pasien post salpingektomi sering terjadi.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal juga dapat mempengaruhi
fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 5060% kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang
lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang.6
Kesempatan hamil intrauterin setelah tindakan

salpingektomi

menunjukkan angka yang sama dengan tindakan salpingotomi, walaupun


27

risiko kehamilan ektopik berulang lebih besar pada tindakan salpingotomi.

Untuk fertilitas pasien berdasarkan teknik operasi yang digunakan, beberapa


menemukan risiko yang lebih tinggi untuk kambuh pada mereka yang
dilakukan salpingotomi laparoskopi, namun penelitian lain mengatakan tidak
ada perbedaan signifikan antara salpingotomi dan salpingektomi. 9

Daftar Pustaka
1. Hadijato, Bantuk. Perdarahan pada Kehamilan Muda dalam: Ilmu Kebidanan.
Edisi Keempat. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2012. p474-487
2. American Society for Reproductive Medicine. Ectopic Pregnancy, A guide for
Patients. 2014. p3-14
28

3. Murray, Heather. Bakkdah, Hanadi. Bardell, Trevor. Tulandi, Togas. Diagnosis and
Treatment of Ectopic Pregnancy. Canadian Medical Association Journal. 2015.
p905-12
4. World Health Organization. Medical Eligibility Criteria for contraceptive use.
Fifth Edition. 2015.
5. PKMK FK UGM. Kebijakan Kesehatan Indonesia: Proses rujukan ibu hamil
kelompok A. 2011.
6. Rauf, Syahrul. Riu, Deviana Soraya. Sunorno, Isharyah. Gangguan Bersangkutan
dengan Konsepsi dalam: Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2014. p201-8
7. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
2011. p846-850
8. Rachimhadi, Trijatmo. Anatomi Alat Reproduksi dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi
Keempat. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2012. p115-29
9. Li J, Jiang K, Zhao F. Fertility outcome analysis after surgical management of
tubal ectopic pregnancy: a retrospective cohort study. British Medical Journal.
2015. p1-5
10. Cunningham, F.Gary. Leveno, Kenneth J. Bloom, Steven L.et all. Williams
obstetrics. 24th edition. New York: McGraw-Hill Education. 2014. p179-189

29

Anda mungkin juga menyukai