Anda di halaman 1dari 9

REFRAT ASFIKSIA

Disusun oleh :
1.

Clarinda

0815103

2.

Vandalita

0815096

3.

Max Nathanael

0815095

Preceptor : dr. Sani Tanzilah

SMF BAGIAN ILMU FORENSIK RSHS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG - 2012

BAB I
PENDAHULUAN
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi
dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa
menit, jam dan seterusnya.

Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah

membantu penyidik menegakkan keadilan untuk itu dokter sedapat mungkin membantu
menemukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian.
Saat kematian seseorang belum dapat ditujukan secara tepat karena tanda-tanda dan
gejala setelah kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
umur, kondisi fisik pasien, penyakit fisik sebelumya maupun penyebab kematian itu sendiri.
Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara
pernafasan yang mengakibatkan suplai oksigen berkurang. Hal ini sering dikenal dengan
istilah asfiksia. Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter,
hal tersebut menempat urutan ketiga setelah kecelakaan lalu lintas dan traumatik mekanik.
Pada berbagai kasus asfiksia ditemukan tanda-tanda kematian yang berbeda. Hal ini
sangat bergantung dari penyebab kematian. Untuk itu kita perlu memahami lebih lanjut
tentang penyebab asfiksia tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASFIKSIA
1.1. Definisi
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguanpertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)disertai dengan
peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organtubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (IlmuKedokteran Forensik,
1997). Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksiaatau hipoksia (Amir, 2008).
1.2. Etiologi
Dari

segi

etiologi,

asfiksia

dapat

disebabkan

oleh

hal

berikut

(Ilmu

KedokteranForensik, 1997):
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasanseperti
laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paruseperti fibrosis paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya traumayang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks
bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnyabarbiturat
dan

narkotika.Penyebab

tersering

asfiksia

dalam

konteks

forensik

adalah

jenis

asfiksiamekanik, dibandingkan dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah


ataupunkeracunan (Knight, 1996 )
1.3 Insidensi
Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu-lintas dan traumamekanik.

1.4 Fisiologi
Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia (Amir, 2008), yaitu:
1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)

Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:Universitas Sumatera
Utara- Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepaladi
tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab,bernafas dalam
selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini dikenal dengan asfiksia murni
atau sufokasi.- Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas
sepertipembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan ataukorpus
alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.
2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapatipada anemia
berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya
kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karenagagal jantung,
syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi
sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat
jalannya
4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuhtidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunanSianida
terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapatmenyebabkan
kematian segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotiklainnya, sitokrom

dihambat secara parsial sehingga kematianberlangsung perlahan.


Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh

karena

penurunanpermeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik

yanglarut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya.


Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian

O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia


Substrat
Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien,
misalnya pada keadaan hipoglikemia

1.5. Patologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2golongan (Amir,
2008), yaitu:
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari
asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen.Bagian-bagian otak
tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengandemikian bagian tersebut lebih
rentan terhadap kekurangan oksigen.Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel
serebrum, serebellum, danbasal ganglia.Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan
oleh jaringan glial, sedangkanpada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru,
hati, ginjal dan yanglainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau
primer tidak jelas
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendahdengan
mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan venameninggi. Karena oksigen
dalam darah berkurang terus dan tidak cukupuntuk kerja jantung, maka terjadi gagal
jantung dan kematian berlangsungdengan cepat. Keadaan ini didapati pada:

Penutupan mulut dan hidung (pembekapan)

Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikandan


korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karenacairan
menghalangi udara masuk ke paru-paru.

Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan(Traumatic


asphyxia)

Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusatpernafasan,


misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

1.6. Stadium Pada Asfiksia


Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4
stadium (Amir, 2008), yaitu
1. Stadium Dispnea
Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 akan merangsang
pusat pernafasan, gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi)bertambah dalam dan
cepat disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai
kebiruan, mata menonjol, denyut nadidan tekanan darah meningkat. Bila keadaan ini
berlanjut, maka masuk ke stadium kejang.
2. Stadium Kejang
Berupa gerakan klonik yang kuat pada hampir seluruh otot tubuh,kesadaran hilang
dengan cepat, spinkter mengalami relaksasi sehinggafeses dan urin dapat keluar
spontan. Denyut nadi dan tekanan darah masih tinggi, sianosis makin jelas. Bila
3.

kekurangan O2ini terus berlanjut, maka penderita akan masuk ke stadium apnoe.
Stadium Apnea
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot menjadi lemah,
hilangnya refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernafasan dangkal dan
semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat
kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dandenyut nadi hampir tidak teraba, pada
stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi.Masa dari saat
asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.Umumnya berkisar
antara 3-5 menit

1.7 Pembagian Asfiksia


1. Hanging : kematian karena penggantungan
2. Strangulation : kematian karena trauma pada leher
Strangulation by ligatore (penjeratan)
Manual strangulation (pencekikan)

Special strangulation
3. Suffocation kematian bukan karena trauma pada leher
Smotthering : pembekapan
Choking : penyumbatan hidung dan mulut
4. Drawning
5. Asfiksia accident
6. Asfiksia gas
1.8. Tanda Kardinal Asfiksia
Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian akibat asfiksia, telah
ditetapkan beberapa tanda klasik (Knight, 1996), yaitu:
a. Tardieus spot (Petechial hemorrages)
Tardieus spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yangmenyebabkan
overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutamapada jaringan longgar,
seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulitdibagian belakang telinga, circumoral
skin, konjungtiva dan sklera mata.Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung,
paru dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium,
peritoneum, timus,mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.
b. Kongesti dan Oedema
Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie.Kongesti
adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ
yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasipada pembuluh darah. Pada kondisi
vena yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan
yang mendorongdarah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung)
menimbulkanperembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma
iniakan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi
edema).
c. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang
terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan
dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia,harus ada minimal 5 gram
hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti,
terlepas

dari

jumlah

total

hemoglobin

Pada

kebanyakan

kasus

forensik

dengan konstriksi leher, sianosis hampirselalu diikuti dengan kongesti pada wajah,
seperti darah vena yangkandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala
dan leherdibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah .
d. Tetap cairnya darah
Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran tentang tetap
cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada kematian akibat asfiksia

adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan yang terdapat pada jantung dan
sistem vena setelah kematian adalah sebuahproses yang tidak pasti, seperti akhirnya
pencairan bekuan tersebutdiakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan
dalam diagnosis asfiksia
1.9. Tanda Khusus Asfiksia
Didapati sesuai dengan jenis asfiksia (Amir, 2007), yaitu:
a. Pembekapan
Kelainan terdapat disekitar lobang hidung dan mulut.Dapat berupa luka memar atau
lecet. Perhatikan bagian di belakang bibir luka akibat penekanan pada gigi, begitu
pula di belakang kepala atau tengkuk akibat penekanan. Biasanya korban anak-anak
atau orang yangtidak berdaya. Bila dilakukan dengan bahan halus, kadang-kadang
sulitmendapatkan tanda-tanda kekerasan.
b. Mati tergantung
Kematian terjadi akibat tekanan di leher oleh pengaruh berat badan sendiri. Kesannya
leher sedikit memanjang, dengan bekas jeratan di leher. Mata terbuka atau tertutup
dengan dilatasi pupi sebagian, muka pucat, lidah menjulur atau tidak tergantung posisi
tali, tangan menggengam , kuku sianosis, bibir pucat, saliva positif, urin feces
positive. Pada pemeriksaan dalam didapatkan edem pulmonal , darah ecer gelap,
jantung kanan penuh darah, edema otak, edema ginjal, tardieu spot positive.
c. Penjeratan
Kematian dengan jerat yang makin erat menekan leher oleh kekuatan luar, bukan oleh
pengaruh bert badan korban. Pada pemeriksaan luar diperoleh muka pucat, mata
terbuka, kongestif dan dilatasi pupil , lidah sembab menonjol, busa halus dari hidung
atau mulut campur darah, dan Tardieuspot pada konjungtiva muka dada dan paru
paru. Pada pemeriksaan dalam terdapat bendungan vena yang jelas dikedua paru, busa
campur darah pada bronkus, jantung kanan terdapat darah kehitaman, jantung kiri
kosong, edema otak , bendungan viseral. Pada pemeriksaan leher tampak jejas jerat ,
lecet , ekimosis, fraktur laring dan trakea, laserasi tunika intima , arteri carotis dan
vena jugularis,serta jejas pada kuku.
d. Pencekikan
kematian asfiksia dengan kekerasan tekanan dileher menggunakan tangan. Tanda
tanda pada pencekikan : muka sianosis, tardieus spot pada subpleural sub perikardial
konjungtiva dan palpebra, jantung kanan penuh darah merah kehitaman, over distance
paru. Pada leher tidak ada tanda luka kecuali memar nyerupai jejas jari , otot
mengalamihemoragic intertitial, fraktur cicin tulang rawan hampir selalu ada.

Terdapat luka memar atau lecet pada lidah depan bahkan bisa tergigit, perdarahan
kapsul tiroid glandula parotis sub mandibularis dan sub lingualis.
e. tenggelam
kematian asfiksia ditandai masuknya air ke paru paru akibat tenggelam kedalam air
diikuti hilangnya kesadaran yang membahayakan kehidupan. Pada pemeriksaan luar
kulit korban lebih dingin, berwarna merah muda karena peninggian CO2 dalam darah,
terdapat washer woman hand, pendarahan bawah kulit terutama daerah berambut,
busa halus dari hidung dan mulut. Pada pemeriksaan mikroskopik, tampak gambaran
iregular alveolar, eksudat dalam alveolus, sel mononuclear, dan konsolidasi cepat
pada alveolus.

BAB III
KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai denganterjadinya gangguan pertukaran
udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan

karbondioksida

(hiperkapnea).Dengan

demikian

organ

tubuh

mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.Etiologi asfiksia


adalah alamiah : misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis
difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru ; mekanik :
misalnya trauma yangmengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks
bilateral,sumbatan pada saluran nafas dan sebagainya. Kejadian ini sering dijumpai pada
keadaan gantung diri, tenggelam, pencekikan, dan pembekapan.

Anda mungkin juga menyukai