Anda di halaman 1dari 21

Diare

merupakan salah satu


penyebab utama kesakitan dan kematian anak balita d
i negara berkembang.
Untuk skala Nasional berdasarkan data dari Profil K
esehatan Indonesia tahun
2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.
443 orang dengan angka
kematian akibat diare adalah 2,5%. Angka ini mening
kat dari tahun
sebelumnya, yaitu 1,7% dengan jumlah penderita diar
e adalah 3.661 orang.
Untuk tahun 2006, penderita diare di Indonesia adal
ah 10.280 orang dengan
angka kematian 2,5% (Depkes, 2008).
Di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta kejadi
an setiap tahun
pasien menderita diare, 70 80% dari penderita ini
adalah anak dibawah lima
tahun (+
40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunnya me
ngalami lebih
dari satu kejadian diare, 1 2% akan jatuh ke dala
m dehidrasi (Array, 2008).
Berdasarkan Survey Kes
ehatan Rumah Tangga
(SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar
dari tahun ke tahun
1
2
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama

kematian balita di
Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare ada
lah tata laksana yang
tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehata
n. Untuk menurunkan
kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat
dan tepat. Berbagai faktor
mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataup
un kesembuhan pada
pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare
lebih berbahaya dibanding
pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balit
a yang lebih banyak
mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare
, balita lebih rentan
mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dap
at merujuk pada
malnutrisi ataupun kematian (Kemenkes, 2011

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Balita
2.1.1 Pengertian Balita
Balita adalah anak usia 12 sampai 59 bulan. Masa balita adalah periode penting dalam
tumbuh kembang anak (Depkes RI, 2005). Balita adalah semua anak termasuk bayi yang
2.1.2

baru lahir yang berusia 0 sampai menjelang 5 tahun (Ferry, 2007).


Tahapan Perkembangan Balita
Menurut Depkes RI (2005), tahapan perkembangan balita meliputi:
a. Umur 12-18 bulan
1) Berdiri sendiri tanpa berpegangan
2) Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali
3) Berjalan mundur 5 langkah
4) Memanggil ibu dengan kata mama, memanggil ayah dengan kata papa
5) Menumpuk 2 kubus
6) Menunjukkan apa yang diinginkan tanpa menangis atau merengek, anak bisa
mengeluarkan suara yang menyenangkan/menarik tangan ibu
7) Memperlihatkan rasa cemburu atau bersaing
b. Umur 18-24 bulan
1) Berdiri sendiri tanpa berpegangan 30 detik
2) Berjalan tanpa terhuyung-huyung
3) Bertepuk tangan dan melambai-lambai
4) Menumpuk 4 buah kubus
5) Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
6) Menggelindingkan bola ke arah sasaran
7) Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti
8) Membantu atau menirukan pekerjaan rumah tangga
9) Memegang cangkir sendiri, belajar makan dan minum sendiri.
c. Umur 24-36 bulan
1) Jalan naik tangga sendiri
2) Dapat bermain menendang bola kecil
3) Mencorat-coret pensil pada kertas
4) Bicara dengan baik menggunakan 2 kata
5) Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta
6) Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama dua benda atau lebih
7) Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu mengangkat piring jika
diminta
8) Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah
9) Melepas pakaiannya sendiri.
c. Umur 36-48 bulan
1) Berdiri 1 kaki selama 2 detik
2) Melompat kedua kaki diangkat

2.1.3

3) Mengayuh sepeda roda tiga


4) Menggambar garis lurus
5) Menumpuk 8 buah kubus
6) Mengenal 2-4 warna
7) Menyebut nama, umur, tempat
8) Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan
9) Mendengarkan cerita
10) Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri
11) Bermain bersama teman, mengikuti aturan permainan
12) Mcngenakan sepatu scndiri.
d. Umur 48-60 bulan
1) Berdiri satu kaki selama 6 detik
2) Melompat-lompat satu kaki
3) Menari
4) Menggambar tanda silang
5) Menggambar lingkaran
6) Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh
7) Mengancing baju atau pakaian boneka
8) Mcnyebut nama tanpa dibantu
9) Senang menyebut kata baruu
10) Senang bertanya tentang sesuatu
11) Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang benar
12) Bicaranya mudah dimengerti
13) Bisa membandingkan atau membedakan sesuatu dari ukuran dan bentuknya
14) Menyebut angka, menghitung jari, nama-nama hari
15) Menggosok gigi tanpa dibantu
16) Bereaksi tenang dan tidak rewel ketika ditinggal pergi ibunya.
Pertumbuhan Fisik
a. Lingkar kepala
Ukuran kepala bayi merupakan salah satu ukuran yang penting diketahui, yaitu
untuk mcngctahui perubahan dalam pertumbuhan otak. Lingkar kepala bayi normal
adalah 33-35 cm, tahun pertama naik 10 cm, kenaikan semakin lama semakin sedikit,
usia 5 tahun kenaikan hanya 0,5 cm, setiap tahun sampai ukuran dewasa dicapai. Usia
2 tahun kurang lebih 1/6 panjang badan. Usia satu tahun adalah 44-47 cm (Wahidayat,
2003).
b. Panjang badan
Dalam tahun pertama, panjang badan bayi bertambah 23 cm. Balita pada umur 1
tahun panjangnya menjadi 71 cm. Kemudian kecepatan pertumbuhan berkurang,
sehingga setelah umur 2 tahun, kccepatan pcrtambahan panjang badan kira-kira 5 cm
per tahun.
Rumusan panjang anak dari usia 3 tahun sampai remaja 80 + 5 cm (Wahidayat,
2003).

c. Bcrat badan
Sesudah tahun pcrtama kcnaikan 1,5-2 kg atau 2-3 kg setiap tahun. Rumusan
berat badan 7-2n kg (n = tahun) berat badan umur 1 tahun adalah 3 kali berat badan
lahir, 2,5 tahun adalah 4 kali berat badan lahir, dan 6 tahun adalah 2 kali berat badan
umur 1 tahun (Wahidayat, 2003).
2.2 Diare
2.2.1 Pengertian Diare
Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair dengan frekuensi lebih dari
empat kali buang air besar dalam sehari pada bayi umur kurang dari satu bulan. Sedang
pada balita umur lebih dari satu bulan, frekuensi tiga kali buang air besar dalam sehari.
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada balita dan anak yang
2.2.2

sebelumnya (Nelson, 2004).


Etiologi
Menumt Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor infeksi
Infeksi emerial, yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang mcrupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi cnterial meliputi:
1) Faktor bakteri: Vibrio, E. coli, Salmobella, Shigella, Campylobacteryersinia,
Aeramonas dan sebagainya.
2) Faktor virus: Enterovirus (virus Echo Coxsackie, Paliomyeltis), Adenovirus,
Astrovirus dan lain-lain.
3) Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxiyuris, Slrongiloides), Protozoa
(Entamoeba, Giardia Lamblia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida Albicans).
4) Infeksi parental
Infeksi parental yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, sepeni
Otitis Media Akut (OMA), Tonsilazringitis, Bronkopneumonia, Ensezlitis dan
sebagainya. Kejadian ini terdapat pada balita dan anak bcrumur dibawah 2 tahun
(Ngastiyah, 2005).
5) Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbsi: disakarida

(intoleransi

laktosa,

maltosa

dan

sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada balita dan


anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
b) Malabsorbsi lemak.
c) Malabsorbsi protein.
6) Faktor makanan (makanan basi, makanan tercampur banyak lemak, sayur-sayuran
yang dimasak kurang matang).

7) Faktor psikologis: Rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
2.2.3

diare terutama pada anak yang lebih besar (Ngastiyah, 2005).


Patofisiologi
Menurut FKUI (2006), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergescran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekrecsi
Akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kc dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan

2.2.4

diare pula.
Gambaran Klinis
Penyakit diare bermula dari pasien cengeng, gelisah, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna
tinja semakin lama berubah menjadi kehij auan karena bercampur dengan empedu. Anus
dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja semakin lama semakin
asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
diabsorbsi oleh usus selama diare (Ngastiyah, 2005).
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat discbabkan karena
lambung meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila
pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai terlihat yaitu
berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput
lendir bibir dan mulut sea kulit tampak kering. Pasien diare yang dirawal biasanya
sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 125%
pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan
hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan
darah menurun. Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dengan
pernafasan yang cepat dan dalam (Ngastiyah, 2005).

2.2.5

Akibat Penyakit Diare


Penyakit diare dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi dan pada penderita diare jika
tidak segera ditangani maka dapat terjadi dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan
kemudian berlanjut menjadi dehidrasi berat. Dehidrasi adalah kehilangan air dari tubuh
atau jaringan keadaan yang merupakan akibat kehilangan air abnormal (Ramali dan
Pamoentjak, 2005).

2.2.6

Komplikasi
Komplikasi kehilangan akibat diare (Ngastiyah, 2005):
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2) Renjatan hipovolemik
3) Hipoglikemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram)
4) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan desiensi enzim luktase
5) Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik
6) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

2.2.7

Pencegahan
Menurut WHO (2003), pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara, antara lain
sebagai berikut:
1) Pemberian ASI Eksklusif (0-6 bulan)
2) Memperbaiki cara penyapihan
3) Penggunaan air untuk higiene dan air bersih untuk minum
4) Mencuci tangan
5) Penggunaan jamban
6) Pembuangan kotoran anak secara benar
7) Imunisasi terhadap campak

2.2.8

Pengobatan atau Penatalaksanaan Diare


Pengobatan atau penanganan diare pada balita dehidrasi yang dilakukan di Rumah
Sakit (FKUI, 2006), yaitu:
a. Dehidrasi ringan dan sedang
1) Mencegah terjadinya hipotermi
2) Pemberian ASI secara langsung/ sonde, pcmberian RL secara infus

3) Pemberian antibiotik
4) Pemberian infus RL atau NaCl 150 m1/ hari, 1/4-nya diberikan 4 jam pertama,
3%:-nya diberikan 20 jam berikutnya.
b. Dehidrasi berat
1) Mencegah terjadinya hipotermi
2) Pemberian ASI secara langsung/ personde, pemberian RL secara infus
3) Pemberian antibiotik
4) Pemberian infus RL atau NaCl 150 m1/ hari, -nya dibcrikan 4 jam pertama, nya diberikan 20 jam berikutnya.
5) Koreksi cairan 30 ccl kg/ 1 jam, 20 cc/ 2 jam dilanjutkan 10 cc/kg
6) Koreksi Bic Nat 8,4%, 20 x 0,3 x BB (diencerkan dengan NaC1 0,9).
2.3 Dlare dengan Dehidrasi Sedang
2.3.1

Pengertian
Diare dengan dehidrasi sedang adalah diare yang mengalami dehidrasi atau
kehilangan cairan 5-10% dari berat badan semula dan menunjukkan gangguan-gangguan
tanda vital tubuh (Boediarso, 2009).

2.3.2

Gambaran Klinis
Diare dengan dehidrasi sedang ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari,
penderita merasa haus, terlihat mcngantuk dan gelisah, kepala pusing jika berubah posisi,
pernafasan lebih cepat dari keadaan normal, ubun-ubun dan rnata cekung, kadang-kadang
muntah, kencing sedikit dan pekat, nafsu makan dan aktivitasnya menurun, tidak ada air
mata, mulut penderita kering, cubitan perut kulitnya kembali pelan-pelan. Dehidrasi
sedang rata-rata kehilangan cairan sebanyak 5-10 % dari berat badan semula (Santosa,
2002).

2.3.3

Penatalaksanaan Balita Diare dengan Dehidrasi Sedang


Menurut Depkes RI (2008), penatalaksanaan diare dengan dehidrasi sedang yaitu:
a. Berikan oralit scsuai dengan yang dianjurkan selama periods 3 jam dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Umur 12-24 bulan dengan berat badan 10-12 kg pemberian oralit sebanyak 700900 ml.

2) Umur 2-5 tahun dengan berat badan 12-19 kg pemberian oralit sebanyak 9001400 ml.
Jika berat badan balita tidak diketahui dapat juga menggunakan umur saja. Jumlah
oralit dapat dihitung dengan cara berat badan (dalam kg) dikalikan 75. Jika anak
menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas, berikan saja.
b. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit, di antaranya:
1) Setelah 3 jam ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasi, kemudian
pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan, kemudian mulai
memberi makan pada balita ketika masih di klinik rumah sakit.
2) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai yang harus dilakukan
adalah:
a) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.
b) Tunjukkan beberapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.
c) Beri beberapa bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi juga beri 6 bungkus
sesuai yang dianjurkan yaitu 100 sampai 2OO ml sctiap kali berak.
d) Jelaskan 3 aturan perawatan di rumah, yaitu antara lain:
(1) Beri cairan tambahan 100 sampai 200 ml setiap kali berak.
(2) Lanjutkan pemberian makan.
(3) Beritahu ibu kapan harus kembali memeriksakan beraknya.
2.4 Teori Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah. Penemuan-pencmuan, ketcrampilan dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang
bcrfokus pada klicn (Varney, 2004).
2. Tujuh Langkah Manajernen Kebidanan menurut Varney (2004)
Langkah I: Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data dasar untuk mengevaluasi
keadaan pasien. Data dasar ini termasuk riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan meliputi data subyektif dan

data obyektif sena data penunjang (Valney, 2004).


a. Identitas
Identitas adalah data yang didapat dami pasien scbagai suatu
pcndapat terhadap suatu situasi dan kcjadian (Nursalam, 2005).
Identitas tersebut meliputi:

1) Nama balita
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Nama orang tua
5) Agama
6) Pendidikan
22
Diperlukan untuk memastikan bahwa yang
diperiksa benar-benar anak yang dimaksud.
Nama harus jelas dan lcngkap serta ditulis juga
nama panggilan akrabnya (Matondang, 2003).
Perlu diketahui mengingat periode anak
mempunyai kekhasannya sendiri dalam
morbiditas dan monalitas. Usia anak juga
diperlukan untuk menginterpretasikan apakah
data pemeriksaan klinis anak tersebut normal
sesuai umurnya (Matondang, 2003).
Jenis kelamin sangat dipcrlukan sclain untuk
identitas juga untuk penilaian data
perncriksaan klinis (Matondang, 2003).
Agar dituliskan dengan jelas agar tidak keliru
dengan orang lain mengingat banyak nama
yang sama (Matondang, 2003).

Berguna untuk memberikan motivasi pasien


sesuai dengan agama yang dianutnya
(Varney, 2004).
Selain sebagai tambahan identitas informasi
tentang pendidikan orang tua baik ayah
maupun ibu, dapat mcnggambarkan
keakuratan data yang diperoleh serta dapat

23
ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis
(Matondang, 2003).
7) Alamat : Untuk mcngetahui dimana lingkungan tempat
tinggalnya (Varney, 2004).
Anamnesa (Data Subyektif)
Anamnesa adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai
suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian (Nursalam, 2005).
1) Alasan datang atau keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan
klien dibawa untuk berobat (Matondang, 2003).
Balita diare dengan dehidrasi sedang ditandai dengan gelisah,
rewell Inudah marah, mata cekung dan bila haus minum dengan
lahap (Dcpkcs, 2008).
2) Riwayat kesehatan
a) Imunisasi
Status imunisasi klien dinyatakan, khususnya imunisasi BCG,
DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Hal tersebut selain
diperlukan untuk mengetahui status perlindungan pediatrik
yang diperoleh juga membantu diagnosis pada beberapa
keadaan tertentu (Matondang, 2003).

24
b) Riwayat penyakitlalu
Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah
diderita, apabila balita menderita suatu penyakit
(Varney, 2004).
c) Riwayat penyakit sekarang
Dikaji untuk mengetahui keadaan pasien saat ini
(Varney, 2004).
d) Riwayat penyakit keluarga
Dikaji untuk mengetahui status pertumbuhan balita, terutama
pada usia balita dapat ditelaah dari kurva badan terhadap umur
dan panjang badan terhadap umur (Matondang, 2003).
Riwayat sosial
a) Siapa yang mcngasuh balita
b) Hubungan pasien dengan anggota keluarga, yaitu dcngan ibu,
ayah sena anggota keluarga yang Iain
c) Hubungan dengan teman sebaya di lingkungan sekitar rumah.
Perlu diupayakan untuk mengetahui terdapatnya masalah
dalam keluarga, tetapi harus diingat bahwa masalah ini sering
menyangkut hal-hal sensitif, hingga diperlukan kebijakan clan
kearifan tersendiri dalam pendekatannya (Matondang, 2003).

25
4) Riwayat kebiasaan sehari-hari
a)
b)

C)
Pola nutrisi
Pola nutrisi yang diberikan mengkaji pada makan balita
yang meliputi frekucnsi komposisi, kwantitas, serta jenis
dan jumlah rninuman. Hal ini untuk mengetahui apakah gizi
balita baik atau buruk, pola makan balita teratur atau tidak
(Nursalam, 2004).
Balita harus mendapat nutrisi yang cukup, baik secara oral
maupun parenteral. Nutrisi yang diberikan harus mengandung
elektrolit dan kalori yang optimal. Pada balita dengan diare
dehidrasi sedang nafsu makan cenderung bcrkurang
(Ngastiyah, 2005).
Pola istira.hat/ tidur
Yang perlu dikaji untuk mengetahui pola istirahat dan pola
tidur adalah berupa jam klien tidur dalam sehari apakah ada
gangguan (Saifuddin, 2006). Pada balita dengan diare dehidrasi
sedang cenderung mengantuk dan gelisah (Santosa, 2002).
Pola eliminasi
Dikaji untuk mengetahui beberapa kali BAB dan BAK, adakah
kaitannya dengan obstipasi atau tidak (Hellen, 2007).
Pada diare dcngan dehidrasi scdang BAB lebih dari tiga kali
sehari dengan konsistcnsi enccr dan BAK sedikit dan pckat
(Santosa, 2002).

26
Pemeriksaan Fisik (Data Obyektif)
Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan dilihat
oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2005). Data obyektif tersebut
meliputi:

1) Status generalis
a) Keadaan umum: balita sakit dengan diare dehidrasi sedang
keadaan umumnya cenderung lemah (Nursalam, 2005).
b) Kesadaran: penilaian kesadaran pasien yang dinilai bila
pasien tidak tidur yang dinyatakan sebagai composmentis,
apatis, somnolen (Matondang, 2003). Pada balita dengan
diare dehidrasi scdang kesadarannya composmentis
(Nursalam, 2005).
2) Tanda-tanda vital, meliputi:
a) Denyut nadi: menilai kecepatan irama, suara jantung jelas dan
teratur. Denyut jantung normal adalah 70 1 10 kali per menit
(Hellen, 2007). Pada balita dengan diare dehidrasi sedang,
denyut nadi cepat dan melemah lebih dari 110 kali per menit
(Saifuddin, 2006).
b) Pernafasan: menilai sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam l
menit. Respirasi normal 30 40 kali per menit (Hellen, 2007).
Pada balita dcngan diare dehidrasi sedang, pcrnafasan
cendcrung dalam tapi ccpat lebih dari 40 kali per mcnit
(Saifuddin, 2006).

27
0
c) Temperatur normal kulit 36,5 C. Balita diare dengan dehidrasi
sedang suhunya naik lebih dari 36,50 C (Saifuddin, 2006).
d. Pcmeriksaan Sistematis
Pcmeriksaan sistcmatis mcliputi antara lain:
1) Kepala
a) Rambut
b) Mata

c) Telinga
d) Hidung
e) Mulut
Ubun-ubunnya cekung (Saifuddin, 2006).
Bagaimana warnanya (Matondang, 2003).
Conjungtiva dari merah, merah muda sampai
pucat, sklera putih, kelopak mata cekung
(Matondang, 2003). Pada balita diare dehidrasi
sedang matanya cekung (Saifuddin, 2006).
Serumen banyak sampai bersih, warna kemerahan
sampai tak tampak kemcrahan
(Matondang, 2003).
:Adakah nafas, cuping hidung, kotoran yang
menyumbat jalan nafas (Matondang, 2003). Pada
balita diare dehidrasi sedang tampak cepat
(Saifuddin, 2006).
:Bibir warna pucat, kebiruan, kemerahan,
kering pecah-pecah, lidah kemcrahan
(Matondang, 2003). Pada balita dcngan dime
dehidrasi scdang bibir da.n lidah kcring
(Saifuddin, 2006).

28
2) Leher : Adakah pembesaran kelenjar tiroid
(Matcndang, 2003).
3) Dada : Adakah retraksi, simetris atau tidak
(Matondang, 2003).
4) Perut :Cenderung kembung, turgor baik sampai
dengan buruk, cubitan kulit kembali lambat

(Matondang, 2003).
5) Ekstremitas :Adakah oedem tanda sianosis, akral dingin,
apakah kuku sudah melebihi jari-jari
(Hellen, 2007).
Pemeriksaan Antropometri
Menurut Hellen (2007), pemcriksaan antropomctri meliputi:
1) Lingkar kepala :Untuk mcngctahuipcrtumbuhan otak.
2) Lingkar dada : Untuk mengetahui keterlambatan pertumbuhan.
3) Panjang badan : Untuk mengetahui tinggi badan.
Data Penunjang
Data penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendukung pemeriksaan yang tak dapat diketahui dengan pemeriksaan
sik yang meliputi pemeriksaan laboratorium serta terapi
(Nursalam, 2005).

29
Menumt Nursalam (2003), pemeriksaan laboratorium
mcliputi:
1) Darah (Hb, lcukosit, trombosit)
2) Feses
Langkah II: Interpretasi Data
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan, sehingga
dapat merumuskan diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan yang
spesifik. Rumus dan diagnosa tujuannya digunakan karena masalah tidak
dapat didefinisikan sepeni diagnosa, tetapi membutuhkan penanganan
(Vamey, 2004).
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam
lingkup praktck kebida.na.n (Varney, 2004). Dalam kasus ini adalah

Balita An. X umur tahun dcngan diarc dchidrasi sedang.


Data Dasar:
1) Data subyektif
Data subyektif adalah data didapat dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak
dapat ditentukan oleh tenaga kesehatan secara independent tetapi
mclalui suatu sistcm interaksi atau komunikasi (Nursalam, 2005).
Ibu mengatakan anaknya BAB lebih dari 3 kali/ hari, merasa haus
terns mcncrus, rewcl, gclisah, kadang-kadang muntah scrta nafsu
makan menurun.

30
2) Data obyektif
Data obyektif adalah data yang sesungguhnya dapat
diobservasi dan dilihat oleh tenaga kcsehatan (Nursalam, 2005).
Pada pasien balita dengan diare dchidrasi sedang dcnyut nadi cepat
dan melernah lebih dari 110 kali per rnenit, pemafasan cenderung
dalam dan cepat lebih dari 40 kali per menit dan temperatur kulit
lebih dari 36,5" c (Saifuddin, 2006).
Masalah
Masalah adalah hal-ha] yang berkaitan dengan pengalaman klien
yang ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosa
(Varney, 2004).
Masalah yang umum muncul pada balita sakit diare dengan
dchidrasi scdang adalah gelisah, nafsu makan dan aktivitas menurun,
pusing jika berubah posisi, dikarenakan kehilangan cairan tubuh
sebanyak 5 10% dari berat badan semula (Santosa, 2002).
Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan pasien clan belum

teridentikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapat dengan


melakukan analisa data (Vamey, 2004).
Kebutuhan yang cliperlukan pada balita sakit diare dehidrasi
sedang meliputiz
1) Pcmbcrian cairan dan elektrolit berupa oralit dan cairan parental.
2) Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimal.

3]
Langkah III: Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan diagnosa masalah ya.ng sudah diidcntifikasi. Langkah ini
mcmbutuhkan antisipasi, bila mcmungkinkan dilakukan pcncegahan,
sambil mengamati klien. Bidan diharapkan bersiap-siap bila diagnosa atau
masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2004).
Pada kasus balita diare dehidrasi sedang potensial terjadi diare
dehidrasi berat (Ngastiyah, 2005).
Langkah IV: Tindakan Segeral Antisipasi
Dalam melakukan tindakan harus sesuai dcngan prioritas masalah
atau kebutuhan yang dihadapi klicnnya. Sctclah merumuskan tindakan
yang dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa potcnsial pada langkah
sebelumnya harus merumuskan tindakan emergency/ segera. Dalam
rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara
mandiri, secara kolaborasi atau bersifat rujukan (Varney, 2004).
Menurut Ngastiyah (2005), langkah yang perlu dilaksanakan antara
lain:
a. Kolaborasi dengan Dokter Spesialis Anak
b. Obscrvasi vital sign
c. Pemberian cairan (rehidrasi awal)
d. Pcmbcrianinfus RL.

32
Langkah V: Rencana Tindakan
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu
klien dalam mencapai kritcria hasil (Nursalam, 2005). Menurut FKUI
(2006), rencana tindakan yang dapat dilakukan pada asuhan balita sakit
diare dehidrasi sedang adalah:
a. Mencegah terjadinya hipotermi
b. Pemberian ASI secara langsungl sonde
c. Pemberian antibiotik
d. Pemberian infus RL atau NaC1 150 ml/ hari, A-nya diberikan 4 jam
pertama, %-nya diberikan 20jam berikutnya.
Langkah VI: Pelaksanaan
Pclaksanaan adalah inisiatif dari rcncana tindakan untuk mencapai
tujuzm yang spesifik (Nursalam, 2005).
Pada langkah ini asuhan menyeluruh yang telah diuraikan pada
langkah kelima dilaksanakan secara esiensi dan aman. Perencanaan ini
dilakukan sepenuhnya oleh bidan dan sebagian oleh pasien atau tim
kesehatan lainnya (Varney, 2004).
Langkah VII: Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam manajcmen kebidanan
untuk kcgiatannya dilakukan tcrus-mcnerus dcngan mclibatkan pasien,
bidan, dokter, dan keluarga. Pada langkah ini evaluasi dari asuhan

33
kebidanan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-bcnar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagaimana telah diidentikasi dalam diagnosa (Varney, 2004).


Kritcria cvaluasi asuhan kcbidanan pada balita sakit diarc
dehidrasi sedang menurut Depkes (2008), adalah sebagai berikut:
a. Keadaan umum baik
b. Ubun-ubun dan mata tidak cekung
c. Turgor kembali normal
d. Mulut dan lidah tidak kering
e. Tidak ada dehidrasi
f. Tidak terjadi diare dehidrasi berat
g. BAB mcnjadi normal.
Landasan Hukum
Sebagai seorang bidan dalam memberikan asuhan harus berdasarkan
aturan atau hukum yang berlaku, sehingga tidak menyimpang terhadap hukum
(mal praktek), dapat dihindarkan dalam memberikan asuhan kebidanan pada
balita, landasan hukum yang digunakan di antaranya:
1. UU Kcsehatan RI N0. 23, 1992 pasal 15 yang berisi:
a) Bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan
jiwa pasien, dapat dilakukan tindakan mcdis tertcntu.
b) Tindakan medis tcrtcntu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya
dapat dilakukan:

34
1) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya,
tindakan tcrsebut.
2) Olch tenaga kcsehatan yang mempunyai kcahlian clan kewenangan
untuk itu dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi scrta
berdasarkan pertimbangan tim ahli.
3) Dengan peraturan, keluarga yang bersangkutan.
4) Pada sarana kesehatan tertentu.

Berdasarkan kasus ini maka sebagai seorang bidan harus


melakukan tindakan dengan cara merujuk dan berkolaborasi dengan
dokter untuk melakukan suatu tindakan pemberian dosis obat yang
dimaksudkan untuk mengurangi penderitaan pasien.
Pcraturan Mentcn' Kesehatan Republik Indonesia, N0. 1464/ MENKES/
PERI X/ 2010, Pasal 11, pelayanan kcsehatan anak mcliputi:
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vitamin K,
perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 28), dan perawatan
tali pusat.
b. Penanganan hipotermi pada bayi bam lahir dan segera merujuk
c. Penanganan kegawat damratan, dilanjutkan dengan perujukan
d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemcrintah
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan pra sckolah
f. Pcmbcrian konseling dan pcnyuluhan
g. Pemberian surat keterangan kelahiranl surat keterangan kematian.

Anda mungkin juga menyukai