1. DEFINISI
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari
dengan tanpa lender darah. (Aziz, 2006).
Diare
merupakan
salah
satu
gejala
dari
penyakit
pada
sistem
konsentrasi
solute
di
dalam
lumen
usus,
sehingga
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis bronkopneumonia, dan ensefalitis.
Keadaan ini terutama terdapat pada anak dan bayi dibawah usia 2 tahun.
Faktor malabsorpsi terhadap karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa,
maltose, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah laktosa.
Malabsorpsi lemak dan protein juga merupakan penyebab timbulnya diare.
Selain, infeksi virus, bakteri, dan malabsorpsi, faktor makanan seperti makanan
basi, beracun, alergi terhadap makanan dan juga faktor psikologis seperti
ketakutan dan kecemasan juga berkontribusi terhadap timbulnya diare, walaupun
jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya
gangguan osmotic dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotic dalam rongga
usus akibat makanan yang tidak dapat diserap sehingga mengakibatkan
terjadinya pegeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus yang merangasang
terjadinya diare. Kedua yaitu gangguan sekresi yang terjadi akibat toksin yang
berada di dinding usus, sehingga terjadi peningkatan sekresia air dan elektrolit
melalui saluran pencernaan. Ketiga yaitu gangguan mortalitas usus yang
mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Sedangkan etiologi
pada diare kronik sangat kompleks dan merupakan gabungan faktor yang saling
berkaitan dan saling mempengaruhi. Menurut WHO ada beberapa faktor
penyebab diare kronik yaitu adanya infeksi bakteri dan parasite yang sudah
resisten terhadap antibiotika/anti parasite, disertai overgrowth bakteri nonpatogen seperti pseudomonas, klebsiella, streptococcus, staphylococcus.
Kerusakan pada epitel usus pada awalnya akan terjadinya kekurangan enzim
lactase dan protase yang mengakibatkan tejadinya maldigesti dan malabsorpsi
kkarbihidrat dan protein, dan pada tahap lanjut setelah terjadi KEP yang
menyebabkan terjadi atropi mukosa lambung, usus halus disertai penumpukan
villi serta kerusakkan hepar dan pancreas. Gangguan imunologis yang terjadi
pada anak akan berdampak penurunan pada system pertahanan tubuh anak
terhadap bakteri, virus, parasite dan jamur yang masuk kedalam usus yang
berkembang dengan
malabsorpsi yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab diare
kronik yaitu penanganan diare yang tidak efektif, penghentian pemberian ASI dan
makanan serta pemberian obat-obatan antimotalitas (Suraatmaja,2009)
4. PATOFISIOLOGI
(halaman selanjutnya)
Faktor psikologis
inflamasi
Faktor infeksi
perdarahan
hiperperistaltik
Merangsang pembentukan
berlebih
Merangsang
hipotalamus meningkatkan
titik patokan adenosin
suhu (setmonofosfat
point)
tekanan osmotik di usus
Pompa Na ke kripta
NaCl berlebih
DIARE
DIARE
substansi nutrienDistensi
bersama
feses Sering defekasi
volume cairan ekstra sel
KehilanganPengeluaran
cairan dan elektrolit
abdomen
dehidrasi
sirkulasi darah
volume cairan intertitil
Kehilangan Na, K, HCO3
Syok hipovolemi
turgor kulit
Asidosis metabolik
BB
Rangsang hipotalamus
hipertermi
Gangguan produksi urin
Resiko syok
Malnutrisi energi dan protein
Rangsang nosiseptor
Gagal jantung
metabolisme
sesak
Medula spinalis
keletihan
Gangguan pertukaran
gas
Intoleransi
aktivitas
Korteks somotosensorik
Persepsi nyeri
Nyeri akut
5. MANIFESTASI KLINIK
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai :
a. Muntah
b. Badan lesu atau lemah
c. Panas
d. Tidak nafsu makan
e. Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan
oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja
berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejalgejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit
kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja
mengandung darah atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya
natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama
jantung maupun perdarahan otak.
Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi
ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit
keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang
dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.
6. EPIDEMIOLOGI
Secara umum kematian akibat diare pada anak di dunia mencapai 42.000
kasus per minggu, 6000 kasus per hari, 4 kasus setiap menit dan 1 kematian
setiap 14 detik.Dari jumlah tersebut, total episode diare pada bayi kurang dari 11
bulan sebanyak 475 juta kali dan usia 1-4 tahun sekitar 945 juta per tahun.
(Press Release, WHO, 2002).
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Negara
berkembang termasuk Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian
dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun (Lukacik M,
2007). Di banyak Negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12
kali pertahun, dan menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua
kematian. Diperkirakan kematian karena diare mencapai 4-6 juta pertahun,
kebanyakan terjadi pada anak-anak (Aman, 2004).
Survey Morbiditas Diare tahun 2010 yang dilakukan oleh Kementrian
Kesehatan RI, didapatkan pada tahun 2000 angka kematian balita akibat diare di
Indonesia adalah 1.278 per 1000 turun menjadi 1.100 per 1000 pada tahun 2003
dan naik lagi pada tahun 2006 kemudian turun pada tahun 2010.
Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 di
Indonesia penyebab terbanyak kematian bayi atau anak usia < 1 tahun adalah
diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%), dimana pada anak balita diperoleh hasil
yang sama yaitu terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia (15,5%). 14
provinsi di Indonesia mempunyai prevalensi diare di atas prevalensi nasional,
dengan prevalensi tertinggi terjadi di Aceh dan terendah di Yogyakarta.
Di Aceh pada tahun 2008 proporsi kasus diare pada balita mencapai
44,5% yaitu dengan jumlah 58.116 kejadian, sedangkan pada tahun 2007,
44,3%. Berdasarkan jenis diare didapatkan persentase diare di Aceh yaitu diare
akut
(80,8%),
diare
melanjut
(12,5%),
dan
diare
persisten
(6,7%)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis Diare Akut
Untuk mendiagnosis diare akut diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang sesuai.
a Anamnesis
Dalam menganamnesis pasien diare akut perlu ditanyakan mengenai
onset, lama gejala, frekuensi, serta kuantitas dan karakteristik feses. Feses
dapat mengandung darah atau mukus. Adanya demam merupakan temuan
diagnostik yang penting karena menandakan adanya infeksi bakteri invasif
masa
inkubasi,
riwayat
perjalanan
sebelumnya,
riwayat
hasil
meta-analisis
tentang
pemeriksaan
ini
menunjukkan
sensitivitas dan specifitynya yang lemah, hanya sebesar 70% dan 50%.
Leukosit feses juga bukan prediksi yang akurat bagi respon terapi
terhadap antibiotik.
Karena berbagai keterbatasan tersebut, peran pemeriksaan leukosit feses
masih dipertanyakan. Akan tetapi, adanya darah samar dan leukosit pada
feses mendukung diagnosis diare akibat infeksi bakteri bersama-sama
dengan
riwayat
penyakit
dan
pemeriksaan
diagnostik
lainnya.
pada
lebih hal
berikut ini:
1. Watery diarrhea yang masif (profuse), disertai dehidrasi.
2. Terdapat banyak gumpalan feses berukuran kecil yang me-ngandung
darah dan mukus.
3. Temperatur tubuh 38,5C (101,3F).
4. Keluarnya 6 kali feses tak berbentuk dalam 24 jam atau lama sakit >48
jam.
5. Nyeri abdomen hebat pada pasien berumur >50 tahun.
6. Diare pada pasien usia lanjut (70 tahun) atau immunocompromise.
(Wanke CA, 2008)
B. Laktoferin Feses
Keterbatasan pemeriksaan leukosit feses seperti yang dikemukakan di
atas mendasari pengembangan pemeriksaan lactoferrin latex agglutination
assay (LFLA) feses.Laktoferin merupakan penanda bagi adanya leukosit
pada feses, akan tetapi pengukurannya lebih akurat dan kurang rentan
terhadap berbagai variasi dalam pemrosesan spesimen. Pada satu
penelitian, laktoferin feses dijumpai pada 93% dari 28
sampel yang
saat
ini
pemeriksaan
enzyme
linked
immunosorbent
dengan
co-morbidity
yang
meningkatkan
risiko
untuk
mendapatkan komplikasi.
3. Pasien dengan penyakit dasar inflammatory bowel disease
dimana amat penting untuk membedakan antara kekambuhan dengan
infeksi sekunder.
papula
berminyak
dan
purpura
pinch.
Tanda
limfadenopati
intestinal. Kultur
menentukan
adanya
infeksi.
Jika
pasien
dalam
keadaan
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat
feses > 300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr
osmotic
gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah
biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi
menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya
Giardia
awal
CBC,protrombin
time,
kalsium
dan
karotin
akan
postmukosa. Protombin
dan albumin
mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal
jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat
diperiksa
seperti
serum
VIP
(VIPoma),
gastrin
(Zollinger-Ellison
(Sutadi, 2003)
Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak
dapat dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat
dijelaskan yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac
spure dan (c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi
terhadap absorbsi kalsium. (Sutadi, 2003)
Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi
lesi pada usus halus. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa : Pemeriksaan
ini
dapat
membantu
dalam
mendeteksi
IBD
termasuk
colitus
diindikasikan.
mengkonfirmasi
Klasifikasi
pada
radiografi
plain
abdominal
dapat
duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium,
Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT
NSAID.
2. Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari
karbohidrat, dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans
laktosa. Hidrogen Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah
pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau
insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan insufisiensi
pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan Breath hydrogen.
Test Menilai Fungsi pancreas
1. Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk
pembelahan B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada
insufisiensi pancreas berat kan menurunkan absorbsi B 12.
Label yang
digunakan
penanganan
diare
terbaik
adalah
dengan
melakukan
rehidrasi
diare
adalah
kaolin,
attalpugite,
smectine
dan
activated
kesembuhan untuk menjaga kesehatan pada bulan berikutnya. Berikut tata cara
pemberian zinc pada anak diare :
a. Pastikan semua anak mendapat tablet zinc sesuai dosis dan waktu yang
: tablet
Umur 6 bulan
: 1 tablet
berikut ini : oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang
4) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200
ml) untuk digunakan dirumah
5) Tunjukkan kepada ibu berapa banyak oralit/cairan lain yang harus diberikan
setiap kali anak BAB :
Sampai 4 Bln
< 6 kg
200-400
4-12 Bulan
6-10 kg
400-700
12-24 Bulan
10-12 kg
700-900
2-5 Tahun
12-19 kg
900-1400
e. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga
100-200 ml air matang selama periode ini.
f. Tunjukkan cara pemberian oralit
1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas.
2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih
lambat
g. Lanjutkan ASI selama anak mau
h. Beri tablet zinc selama 10 hari
i.
Setelah 3 jam
1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya
2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
3) Mulailah memberi makan anak
j.
Bayi
(< 12 bulan)
Anak
Pemberian
Pemberian
pertama 30
selanjutnya
ml/kgBB
ml/kg selam
selama :
1 jam
5 jam
30 menit
2,5 jam
(12 bulan-5
tahun)
Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat
lemah atau tak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30
menit. Jika nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat
Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) segera
setelah anak mau minum, biasanya
setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak) dan berianak tablet zinc sesuai
dosis dan jadwal yang dianjurkan.
Periksa kembali bayi sesudah 6 jam
atau anak sesudah 3 jam . nilai
dehidrasinya. Kemudian pilih rencana
terapi yang cocok
Apakah ada fasilitas cairan intravana yang terdekat (dalam 30 menit)?
tidak
ya
Lanjutkan kebawah
Ya
Mulailah melakukan rehiddrasi
CATATAN :
Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk
meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian cairan
oralit per oral
DAFTAR PUSTAKA
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003 . Program Pascasarjana,
Medan: Universitas Sumatera Utara
Aziz, 2006, Diare, Pembunuh Utama Balita, Graha Pustaka, Jakarta
Hery Garna, Emelia Suroto, Hamzah, Heda Melinda D Nataprawira, Dwi Prasetyo.
2005. Diare Akut Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Olmu
Kesehatan Anak Edisi Ke-3. Bandung: Bagian /SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK Universitas Padjajaran/ RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG. Hal. 271278
Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC.
Depkes RI, 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh. Kembang Anak. Jakarta. Dinas Kesehatan provinsi Sumtara
Utara.
Iswari, Yeni, 2011, Analisis Faktor Risiko Kejadian Diare Pada Anak Usia Dibawah 2
Tahun Di RSUD kota Jakarta, FIK UI
Lule, Godfrey. 2012. Current Concepts in Colonic Disorders. Kroasia : Intech
http://medicastore.com/diare/penyebab_diare.htm#atas
Farthing M, Linberg D, Dite P, Khalif I, Salazar-Lindo E, Ramakhrisna BS, et al.
World Gastroenterology Organization Practice Guideline: Acute Diarrhea.
WGO, March 2008.p.1-28
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, Thielman NM, Slutsker L, Tauxe RV, et al.
Practice guidelines for the management of infectious diarrhea. Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis 2001;32:331-51
Wanke CA. Approach to the patient with acute diarrhea. [cited 2008 October 15].
LeBaron CW, Furutan NP, Lew JF, Allen JR, Gouvea V, Moe C, et al. Viral agents of
gastroenteritis: public health importance and outbreak management.
MMWR Morb Mortal Wkly Rep 1990; 39:1-24
OMGE practice guideline: acute diarrhea in adults. [cited 2008 October 12].
Available from URL: http://www.omge.org/guides/g_data1_en.htm
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3391/1/penydalam-srimaryani2.pdf.
Diakses pada tanggal 6 Maret 2015.
http://www.dexamedica.com/sites/default/files/publish_upload090928514205001254
127496FA%20MEDICINUS%20edisi%20III%202009%28small%29.pdf.
Diakses pada tanggal 6 Maret 2015.
Wibawa, I Dewa Nyoman . 2007 . Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis .
Denpasar : FK Universitas Udayana