Anda di halaman 1dari 3

Nama : Bagus Nursyah Abdillah

N.I.M : 13040564020
Kelas : Sosiologi A 2013
Angkatan 2013

Masyarakat Pragmatis, Pendidikan Kapitalis


Indonesia merupakan salah satu negara yang berusaha untuk memajukan pendidikan.
Hal ini dapat kita dilihat dari peran pemerintah maupun instasi- instasi terkait. Salah satu hal
penting dalam pendidikan adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan pola kognitif
anak bangsa. Sebagaimana tingkatan dalam pendidikan dimulai dari SD, SMP, SMA, S1
hingga S3. Hal ini tentu memiliki tingkat saing dan daya kognitif yang berbeda- beda. Pada
fungsinya pendidikan memiliki fungsi manifes dan fungsi laten. Hal ini diperjelas dengan
fungsi manifesnya pendidikan yang terlihat secara langsung untuk mengembangkan pola
kognitif, namun secara laten pendidikan atau fungsi terselubungnya hanya dijadikan sebagai
syarat untuk mencari pekerjaan.
Bila ditinjau pada masyarakat kontemporer, hal ini mereka lebih bersifat pragmatis.
Sebagaimana masyarakat hanya memikirkan hasil yang bermanfaat secara praktis saja. Secara
tak langsung hal ini diperlihatkan dengan banyak masyarakat melihat pendidikan dari fungsi
latennya dari pada fungsi manifes. Hal ini tentu merubah orientasi awal pendidikan yang
dimana untuk mengembangkan pola kognitif, namun kini hanya dipergunakan untuk mencari
pekerjaan ataupun prasyarat lainnya. Tentu dalam hal ini orientasi akhirnya adalah ijazah yang
dikeluarkan oleh instasi- instasi terkait. Sebagaimana saat ini ijazah sangat memegang peran
penting dalam dunia kerja. Hal ini ditunjukkan dengan dicantumkannya dalam syarat minimal
yang dimiliki oleh pelamar untuk memasuki dunia kerja. Selain dunia kerja pada dasarnya
ijazah juga digunakan untuk naik pangkat/ jabatan, ataupun sekedar untuk mendapat
sertifikasi, bila merupakan tenaga pendidik. Pada dasarnya mendapat ijazah merupakan hal
yang membanggakan bagi beberapa kalangan. Dengan ijazah mereka seperti dianggap
memiliki kualitas lebih dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki ijazah setingkat
dengan mereka.
Pada dasarnya dalam memperoleh ijazah memerlukan proses yang lama dan terbilang
susah. Hal ini dapat ditinjau dari waktu tempuh pendidikan, sebagaimana bila S1 maksimal 5
tahun dan bila S2 maksimal 4 tahun. Sedangkan pada porsi tugas yang harus dikerjakan
terbilang memiliki bobot tersendiri, semisal membuat skripsi, jurnal mupun thesis. Tentunya
hal ini memerlukan waktu yang cukup lama dan menguras otak dalam berfikir. Sebagaimana

masyarakat kontemporer saat ini mereka lebih suka cara yang instan maupun praktis. Bila ada
yang lebih mudah dan efisien kenapa memilih jalan yang susah, pola kognitif semacam itulah
yang sekarang diproduksi oleh masyarakat kontemporer. Sebagaimana bila pola pemikiran
semacam ini terus terjaga tentu tidak dipungkiri akan terjadi kecurangan- kecurangan. Baik
hal itu dalam pendidikan maupun diluar pendidikan.
Pada pendidikan kini, tindak kecurangan dibuktikan dengan beredarnya ijazah palsu.
Hal ini tentu dikarenakan sebagian kelompok maupun individu yang menginginkan prihal
instan dan mudah tanpa melalui proses yang rumit dan cukup lama. Tentu apa yang mereka
lakukan hanya berorietasikan pekerjaan dan hasil. Dengan ijazah secara tidak langsung dapat
mengintervensi dunia kerja. Hal ini ditunjukkan dengan proses pencarian pekerjaan masih
dipentingkannya ijazah sebagai prasyarat. Selain itu dalam menaikkan pangkat ijazah juga
dibutuhkan sebagai formalitas dilingkup pemerintahan maupun akademisi. Sebagaimana
dengan ijazah tersebut dapat meyakinkan masyarakat akan keilmuwan yang mereka punya,
namun hal tersebut hanya dilabelkan ijazah palsu. Padahal dalam hal ini mereka belum tentu
menguasai keilmuwan tersebut. Tentunya hal ini hanya akan menjadikan sebuah kapitalisasi
pendidikan, yakni pendidikan yang hanya untuk diperjual belikan dan berorientasi pada
keuntungan semata. Bila ditinjau dari hal tersebut tentunya muka pada pendidikan ini akan
tercoreng, dan menimbulkan ketidak percayaan pada instasi- instasi terkait.
Pada dasarnya ijazah palsu sudah lama marak beredar. Hal ini tentu sudah disadari
oleh masyarakat luas maupun beberapa instasi, namun hal semacam itu setelah kasusnya
mencuat tapi kemudian meredup lagi. Hal ini tentunya menjadikan masyarkat tidak peduli lagi
dengan kasus semacam itu. Sehingga menjadikan ijazah palsu ini secara tak langsung
dilegalkan oleh masyarakat. Tentunya masyarakat yang kurang sadar akan bahaya ijazah palsu
akan menggap hal ini biasa saja, karena dianggapnya hanya sebuah kertas. Namun tentunya
ijazah palsu ini merusak akan simbol ijazah itu sendiri yang merupakan kebanggaan bagi
kalangan terdidik yang telah memperolehnya dengan susah payah. Pada prakteknya ijazah
palsu ini banyak dilakukan oleh oknum dalam instasi, calo, maupun hanya orang yang sekedar
jago software- software tertentu. Mereka tentunya bermodal nekat dan mau melakukan
perbuatan tersebut. sasaran mereka tentunya para pejabat maupun masyarakat yang hanya
ingin produk instan dari pendidikan seperti yang telah banyak diberitakan di media baik cetak
maupun online.
Bila ditinjau lebih dalam, ada juga instasi- instasi yang melegalkan ijazah palsu.
Dalam hal ini adalah isntasi- instasi yang tidak memiliki ijin resmi atau lebel dari pemerintah
yang berani dalam mengeluarkan ijazah palsu.

Pada orientasi mereka ini tentu hanya

keuntungan pribadi berupa materi semata. Tentu tanpa mereka sadari, mereka sudah merusak
budaya bangsa secara perlahan. Pada prosesnya ini mereka mendapat ijazah palsu dengan cara
membeli sesuai harga yang telah disepakati. Pembuatan ijazah tersebut ada yang memesan
secara langsung ataupun hanya sekedar mengikuti beberapa kali perkulian saja secara
formalitas. Sehingga dapat dikatakan masyarakat sekarang lebih mengedepankan ijazah
sebagai simbolik saja, tanpa menganggap ilmu yang didapat dari proses pendidikan tersebut.
Tentunya hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan pada pendidikan.
Pada dampaknya dengan maraknya ijazah palsu, membuat masyarakat kurang percaya
terhadap kaum terdidik. Terlebih lagi menjadikan kualitas dari instasi- instasi terkait yakni
universitas kini perlu dipertanyakan. Hal ini tentu yang dirugikan adalah mereka yang
bersungguh- sungguh dalam menempuh jenjang pendidikan. Sebagaimana nantinya berimbas
pada para terdidik dalam mencari pekerjaan. Hal ini mereka lebih diwanti- wanti oleh pihak
perusahaan atau instasi terkait karena mereka tentunya tidak mau bila mereka menerima
pekerja yang abal- abalan ataupun tidak memiliki kualitas yang memadai. Sebagaimana
kecurangan semacam ini semestinya sudah dibrantas agar tidak menjamur. Tentunya baik
dimulai dari pihak pendidikan sendiri maupun para polisi. Hal yang terpenting

yakni

kesadaran diri sendiri akan yang dilakukan mengenai ijazah palsu ini salah.
Jadi dapat dikatakan masyarakat dalam menyikapi pendiidkan saat ini lebih
berorientasi pada hal yang instan dan menguntungkan bagi mereka. Sebagaimana hal ini
adalah ijaza palsu. Tentunya ijazah palsu ini hanya menjadikan pendidikan kearah
kapitalisme. Bila hal semacam ini terus berlanjut maka akan menghancurkan budaya bangsa
dan menciptakan kecurangan pendidikan secara permanen. Hal tersebut tidak akan sesuai
dengan tujuan pendidikan untuk mengembangkan pola kognitif anak bangsa yang sesuai
dengan nilai- nilai maupun norma yang ada dalam masyarakat. Sebagaimana tindak
kecurangan ini bila diteruskan akan menjadikan penyakit lainnya yang lebih berbahaya. Pada
dampaknya masyarakat kurang mempercayai golongan terdidik baik dalam keilmuwan
maupun kinerja mereka. Tentu hal semacam ini perlu disikapi baik dari kalangan pendidik,
terdidik, kesadaran diri sendiri , hingga kepolisian untuk memberantas kecurangan tersebut.
Sebagaimana bila kecurangan tersebut dapat ditekan akan mengembalikan kepercayaan dalam
masyarakat. Sehingga menjadikan para kaum terdidik lebih antusias lagi dalam menempuh
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai