Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan
pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus
sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang
menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan Agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan
akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya
tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga
harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada
daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut
akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang
disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih
rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990).
2. Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji
tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. (Soedarto, 1990).
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. (Nelson, 1993). Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat.
(Ngastiyah, 1995).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila
terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan
pada penderita . (Soederta, 1995).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda tanda kegagalan
sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
o Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
o Asites
o HES
o Wida HES
o Voluven
o Fima HES, dll.
Efek yang menguntungkan :
o Dapat meningkatkan ankotik plasma
o Dapat meningkatkan volume darah
o Dapat membatasi kebocoran vaskuler
3) Kolaborasi MedisPemberian terapi /oksigen
4) Transfusi komponen darah
o Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB
o Bila terdapat trombositopeni beratTrombosit konsentrit
(Trombo <30.000 / m3).
5) Obat Obatan (Kolaborasi Medis)
o Pemberian Antibiotika
o Pemberian obat antipiretik
o Imunoglobolin intravena (Gamaras)
o BichatBila asidosis metabolik
H. PATHWAY
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.
2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada
tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
a. Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering
b. Observasi capillary Refill
c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi
makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.
g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses penyembuhan.
h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.
4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Soedarto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo
Surabaya
appendicitis
Pengertian
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang
melekat sepertiga jari.
Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan
medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik
appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan
pusat.
Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan
musin.
Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus
terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing,
parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi
lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)
Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa
keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah
dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan
bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan
muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah
tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil,
nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan
demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Pemeriksaan diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium
(nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral.
Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di
perut terasa nyeri.
Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc.
Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti
ada tumor di titik Mc. Burney.
Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal.
Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada
infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis
akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid
level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi
ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai
pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan
laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi
dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan
tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan
kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa
cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan
Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang
menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya
berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada
titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
Diagnosa keperawatan
Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
Intervensi keperawatan .
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadangkadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan :
Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak
mual dan muntah.
Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu
kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di
atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco >
10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi
panas, kemerahan).
Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip
pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga
benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat
merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan
tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh
rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat
memberikan tindakan selanjutnya.
cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?.
Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
Sumber :
1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC. Jakarta.
2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta