Anda di halaman 1dari 18

DSS (dengue syok syndrom)

Posted in oktober '10 oleh basuto pada Maret 28, 2010


A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I
IV dengan infestasi klinis dengan 5 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya
cukup tinggi (UPF IKA, 1994).
B. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi
dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan
dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda misalnya sel
aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes
albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada
orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes
Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun
dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik
tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi
virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
C. PATOFISIOLOGI

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan
pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus
sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang
menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan Agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan
akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya
tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga
harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada
daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut
akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang
disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih
rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990).
2. Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji
tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. (Soedarto, 1990).
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. (Nelson, 1993). Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat.
(Ngastiyah, 1995).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila
terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan
pada penderita . (Soederta, 1995).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda tanda kegagalan
sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
o Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
o Asites

o Cairan dalam rongga pleura ( kanan )


o Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah muntah, diare maupun obstipasi dan kejang kejang. (Soedarto,
1995).
E. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ;
201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa,
epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan
nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia,
dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 0/0 ) 80/0 80/70 90/70
120/110 120/100 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120x/mnt ) tekanan nadi sempit (
d. Derajat IV
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak
teatur (denyut jantung
Derajat (WHO 1997):

a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.


b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai
dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium
o Trombosit menurun <100.000/ (pada hari sakit ke 3 7
o Hematokrit meningkat 20% atau lebih
o Albumin cenderung menurun
o SGOT, SGPT sedikit meningkat
o Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 40 mmHg, HCO3 menurun.
o Dengue blat 19m positif 19G positif pada hari ke 6.
o NS 1 positif
2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext)
o Efusi Pleura (PEI %)
3. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan
o Asites dan Efusi pleura
o Hepatomegali
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 206 adalah.
1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan surface cooling. Antipiretik yang dapat
diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
o Umur 6 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
o Umur 1 5 tahun : 50 100 mg, 4 sehari
o Umur 5 10 tahun : 100 200 mg, 4 kali sehari

o Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.


2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari
untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak banyaknya dan sesering mungkin.
4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan
kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
o 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
o 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
o 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
o 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
5. Obat-obatan lain :
o Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
o Antipiretik untuk anti panas
o Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah.
1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan surface cooling. Antipiretik yang dapat
diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan
o Umur 6 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
o Umur 1 5 tahun : 50 100 mg, 4 sehari
o Umur 5 10 tahun : 100 200 mg, 4 kali sehari
o Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
Terapi cairan
1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari
untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak banyaknya dan sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan
kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
o 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
o 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

o 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg


o 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
o Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari
perdarahan hebat.
2. Dengan Renjatan (Grade III) :
1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari
120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan
infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi
renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
o 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
o 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
o 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
o 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80
mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi
masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh
plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal
30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka
penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah :
1. Resusitasi volume pada DSS :
Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler,
bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
Hal hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1) Kristaloid
oR/C
o NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi
2) Koloid

o HES
o Wida HES
o Voluven
o Fima HES, dll.
Efek yang menguntungkan :
o Dapat meningkatkan ankotik plasma
o Dapat meningkatkan volume darah
o Dapat membatasi kebocoran vaskuler
3) Kolaborasi MedisPemberian terapi /oksigen
4) Transfusi komponen darah
o Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB
o Bila terdapat trombositopeni beratTrombosit konsentrit
(Trombo <30.000 / m3).
5) Obat Obatan (Kolaborasi Medis)
o Pemberian Antibiotika
o Pemberian obat antipiretik
o Imunoglobolin intravena (Gamaras)
o BichatBila asidosis metabolik
H. PATHWAY

I. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)
2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat
4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat
5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia
6. Resiko perfusi jaringan tidak efektif b/d perdarahan dan syok
7. Resiko pola nafas tidak efektif b/d efusi pleura
J. INTERVENSI
1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 37, membran mukosa basah, nadi dalam batas normal (80-100 x/mnt), Nyeri
otot hilang.
Intervensi :
a. Berikan kompres (air biasa / kran).
b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )
c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada klien.
d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.

e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.
2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada
tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
a. Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering
b. Observasi capillary Refill
c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi
makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.
g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses penyembuhan.
h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.
4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat

Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik


Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung,
hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
Intervensi :
a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest )
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari adanya perdarahan,
dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah
(melena), atau muntah darah (hematemesis).
c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10
menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu
dan pernafasan).
d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).
e. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
f. Monitor trombosit setiap hari
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Soedarto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo
Surabaya

appendicitis
Pengertian
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang
melekat sepertiga jari.
Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan
medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik
appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan
pusat.
Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan
musin.
Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus
terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing,

parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi
lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)
Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa
keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah
dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan
bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan
muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah
tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil,
nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan
demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Pemeriksaan diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium
(nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral.
Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di
perut terasa nyeri.
Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc.
Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti
ada tumor di titik Mc. Burney.
Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal.
Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada
infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis
akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid
level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi
ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai
pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan
laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi
dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan
tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan
kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa
cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan
Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang
menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya
berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada
titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
Diagnosa keperawatan
Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
Intervensi keperawatan .

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadangkadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan :
Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak
mual dan muntah.
Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu
kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di
atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco >
10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi
panas, kemerahan).
Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip
pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga
benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat
merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan
tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh
rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat
memberikan tindakan selanjutnya.

Anjurkan pernapasan dalam.


Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga
rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah
murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.
Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga
dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun
Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan
mempengaruhi masukan.
Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.


Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk
makan.
Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien
nampak kotor
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong
kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis
berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala
kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun
secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara
independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai
dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang
dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan
kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan
orang lain.
Evaluasi.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan
evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan

cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?.
Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
Sumber :
1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC. Jakarta.
2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai