Anda di halaman 1dari 13

Spirochetal disease

1. Syphilis (4)
Sifilis (lues, lues venereal, raja singa) adalah penyakit sistemik akibat
infeksi Treponema Palidum subspecies Pallidum yang berat, kronis, dpaat
menyerang berbagai organ tubuh, serta menyerupai banyak penyakit.
Infeksi ini dapat ditularkan dari ibu ke janin. Gram negatif, berbentuk
spiral teratur.
Klasifikasi
1. Sifilis kongenital
a. Dini (sebelum 2 tahun)
b. Lanjut (sesudah 2 tahun)
c. Stigmata
2. Sifilis akuisita (didapat)
a. Stadium 1
b. Stadium II
c. Stadium III
Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi:
1. Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi)
2. Stadium lanjut tidak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi)
Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis di masukan ke
dalam staium laten lanjut dan S III

Patogenesis

Manifestasi klinis
A. Sifilis dini
1. Sifilis Primer (S I)
o Di genitalia eksterna
o Ekstragenitalia (lidah, tonsil, puting susu, jari, anus)
Manifestasi klinis:
o Papul lentikuler, erosi, ulkus durum (bulat, soliter, dasar
jaringan granulasi, teraba keras, tanpa tanda radang akut. Khas:
indolen dan indurasi)

2. Sifilis sekunder (S II)


S II dengan/ tanpa gejala konstitusi: anoeksia, berat badan
menurun, malaise, nyeri kepala, subfebris, dan arthralgia. Pada
sifilis sekunder timbul berbagai macam gejala (the great imiator):
a. Kulit
S II dini : lesi kulit generalisata, simetris, lebih cepat
hilang (hitungan hari-minggu)
S II lanjut: lesi kulit regional, asimetris, lebih lama
(hitungan minggu - bulan)
Bentuk

o Roseola
Roseola sifilitika: eritema makuler,
berbintik-bintik, eritema, bentuk
bulat/lonjong yang timbul cepat dan
menyeluruh pada S II stadium dini
Leukoderma sifilitikum: bercak
hipopigmentasi yang di tinggalkan oleh
roseola/papul

o Papul
Merupakan bentuk yang paling sering
terlihat pada S II
Berbebentuk bulat, lentikuler, kadang
berskuama (papuloskuamosa). Skuama
dapat menutupi permukaan papul sehingga
mirip psoriasis

Papul-papul lentikuler sebagian


berkonfluensi pada daerah lipat lipatan
kulit yang lembab (inguinal, skrotum,
vulva, perianal, bawah payudara, antar
jari kaki) gesekan berulang erosif ,
eksudatif dan menular.
oPustul
Bentuk ini jarang didapat.
Mula mula terbentuk banyak papul
yagn segera menjadi vesikel dan
kemudian membentuk pustul,
sehingga disamping pustul masih
terlihat papul
b. Mukosa

Lesi pada mukosa,


terutama mulut dan
tenggorokan
Enantema
Makula eritematosa
yang berkonfluens
membentuk eritema
berbatas tegas atau
plak putih keabuan erosif dan nyeri yang
menimbulkan gejala seperti nyeri tenggorok
terutama saat menelan, suara serak angina
sifilitika
Papul eritematosa berukuran milier/lentikuler
dengan permukaan datar, erosif, dan tidak nyeri
Plaque Muqueses (mucous patch)

c. Rambut
Alopersia difusa: kerontokan rambut difus dan
tidak khas
Alopersia areolaris: kerontokan rambut
setempat sehingga tampak bercak rambut tipis
akibat T. Pallidum merusak akar rambut
danadanya roseola/papul
Moth eaten alopecia: alopesia yagn tampak pada
daerah oksipital
d. Kuku
Onikia sifilitika: bagian distal lempeng kuku
menjadi hiperkeratonik sehingga kuku terangkat
Paronikia: radang kronis yang menyebabkan
kuku rusak dan terlepas.
e. Kelenjar getah bening
Limfadenopati superfisial multipel
f. Mata
Uveitis anterior, koroidoretinistis
g. Hati hepatitis
h. Limpa splenomegali
i. Tulang

Pembengkakakan pada tulang tidak nyeri,


periostitis
j. Saraf
Kenaikan sel dan protein pada cairan
serebrospinal, peningkatan tekanan intrakranial
Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai jenis
kulit yang lainnya adalah: kelainan kulit
pada S II umumnya tidak gatal, sering
disertai limfadenitis generalisata, S II dini
juga terjadi pada telapak tangan dan kaki.
3. Sifilis laten dini
Infeksi aktif tanpa manifestasi klinis
maupun kelainan pada tubuh
Tes serologi (+), tes cairan
serebrospinal (-)
4. Sifilis stadium rekuren
Relaps klinis (lesi kulit mirip S II) atau serologis (hasil
negatif menjadi positif)
Pada sifilis yang tidak diobati dengan adekuat
B. Sifilis lanjut
1. Sifilis laten lanjut
Tidak menular, berlangsung selama beberapa tahun hingga
seumur hidup
Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan serologis
2. Sifilis tersier (S III)
o Kulit
Kelainan yang khas adalah Guma, infiltrat
sirkumskrip, kronis, biasanya melunak dan
destruktif. Besarnya bervariasi dari lentikuler
sampai sebesar telur ayam.
Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus,
berbentuk bulat/ lonjong, dindingnnya curam
Dapat juga terdapat Nodus, dalam
perkembangannya mirip guma, perbedaanya
adalan nodus lebih superfisial dan lebih kecil,

mempunyai kecenderungan untuk bergelombol


ata berkonfluensi. Warnanya merah kecoklatan.

o Mukosa
Guma juga ditemukan di selaput lendir, biasanya pada
mulut maupun tenggorokan atau septum nasi
Akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat
destruktif dapat merusak tulang rawan septum nasi
atau palatum mole perforasi
Pada lidah yang tersering adalah guma yang nyeri
dengan dengan fisur-fisur tidak teratur serta
leukoplakia

o Tulang
Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu,
femur, fibula, dan humerus
Gejala nyeri biasanya pada mlam hari
Dapat didiagnosa dengan X-ray
o Hepar
Organ intra abdominal yang sering diserang
Bersifat multipel, membentuk lobus lobus tidak
teratur hepar lobarum
Jika sembuh fibrosis, hepar menjadi retraksi
o Esofagus dan lambung
o Paru
o Ginjal, vesika urinaria, prostat
o Ovarium, testis

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan T. Pallidum
Bahan sediaan: serum dari bagian dasar/dalam lesi kulit
diperoleh setelah membersihkan lesi dengan larutan
garam faal.
Cara pemeriksaan:
Mikroskop lapangan gelap : treponema terlihat
putih, bergerak memutar terhadap sumbunya, dan
perlahan melewati lapang pandang.
Pewarnaan burry: untuk melihat bentuk
Treponema yang sudah mati sehingga tidak dapat
dilihat pergerakannya.
Teknik fluoresensi: spesimen dioleskan pada gelas
objek lalu difiksasi degan aseton, diberikan
antibodi spesifik yang dilabeli zat fluresens, dan
diperiksa dengan mikroskop.
2. Tes serologik sifilis (TSS)
Tes nontreponema
o Memakai antigen nonspesifik dengan reagen
(antibodi nonspesifik yang terbentuk setelah
infeksi T. Pallidum)

o Beberapa jenis tes nontreponemal:


Tes fiksasi komplemen: wesserman (WR),
kolmer
Tes flokulasi
Veneral Disease Research Laboratory
(VLDL)
Rapid plasa reagin (RPR)
Diantara tes tersebut, yag dianjurkan adalaj
VLDL dan RPR secara kuantitatif, karena secara
teknis lebih mudah, lebih cepat, lebih sensitif
dan baik untuk menilai terapi.
Tes ini dipakai secara rutin, termasuk untuk tes
skrining.

Jika titer seperempat atau lebih tersangka


penderita sifilis, mulai positif setelah 2 4
minggu sejak timbul S I.
Titer akan meningkat hingga mencapai
puncaknya pada S II lanjut (1/64 atau 1/128)
kemudian berangsur angsur menurun dan
menjadi negatif.
3. Tes treponemal
Tes sensitif karena memakai treponema sebagai antigen.
o Tes imobilisasi
T. Pallidum immobilisation test (TPI)
Tes paling sensitif, namun memiliki
beberapa kekurangan, yakni teknik sulit,
mahal, reaksi lambat, dan tidak dapat
menilai hasil terapi
o Tes fiksasi komplemen
Reiter Protein Complement Fixation test
(RPCT)
Dapat menjadi tes skrining karena murah
meskipun terkadang terjadi positif semu
o Tes immunofluoresens
Fluorescent Treponemal Antibodi
absorption test (FTA - Abs)
Tes paling sensitif (90%) dengan 2
jenis pemeriksaan, yaitu IgM yang
sangat reaktif pada sifilis dini dan
cepat menurun setelah terapi serta IgG
yang menurun setelah terapi.

o Tes hemaglutinasi
Treponemal Pallidum Haemoglutination Assay
(TPHA)
Dianjurkan karena memiliki beberapa
kelebihan
o Pengerjaan dan pembacaan mudah
o Cukup sensitif dan spesifik
o Mudah reaktif secara dini

Kekurangannya tidak dapat digunakan untuk


menilai hasil terapi

Penatalaksanaan

Nonfarmakologis
Konseling tentang sifilis, cara penularan, pengobatan, dan
pencegahan serta resiko tertular HIV
Periksa dan obati pasangan seksual pasien
Abstinensia (tidak melakukan hubugan seks) hingga sembuh
Farmakologis
Penisilin
Ada beberapa macam:
Penisilin G banzatin
Penisilin G prokain dalam akua
Tujuan diberikan penisilin dalam bentuk injeksi ialah mencapai
konsentrasi 0,03 unit /mL dalam serum selama 30 hari pada sifilis
dini dan diatas 30 hari pada sifilis lanjut.

Terapi penisili dibedakan menjadi:


S I, S II, dan sifilis laten dini kurang dari 2 tahun
Penisilin G benzatin IM 2,4 juta unit per satu kali per
minggu
Penisilin prokain dalam akua IM 0,6 juta per unit per hari
selama 10 hari jika seronegatif dan 14 hari jika seropositif
PAM (penisilin G prokain dan 2% alumunium monostreat)
dosis total 4,8 juta unit 1,2 juta unit per kali sebanyak 2
kali per minggu.
Sifilis laten lanjut atau masa infeksiya tidak diketahui lebih
dari 2 tahun
Penisilin G benzatin dosis total 7,2 juta unit 2,4 juta unit
per minggu selama 3 minggu atau,
Penisilin G prokain dalam akua dosis total 12 juta unit
0,6juta per unit per hari selama 20 -21 hari atau,
PAM dosis total 7,2 juta unit 1,2 juta unit per kali
sebanyak 2 kali seminggu selama 3 minggu.
S III
Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit
Penisilin G prokain dalam akua dosis total 18 juta unit
0,6 juta unit per hari selama 30 hari
PAM dosis total 9,6 juta unit 1,2 juta unit per kali
sebanyak 2 kali seminggu selama 4 minggu.
Sebagai profilaksis maupun terapi, berikan prednison 20 40 mg
per hari. Untuk profilaksis pada sifilis lanjut, berikan steroid 2-3
hari sebelum penyutikan penisilin dan dilanjutkan hingga 2-3
hari kemudian.
Daftar Pustaka
1. Wolff K. Johnson RA. Saaverda AP Fitzpatricks color atlas
& synopsis of clinical dermatology. Edisi ke 7. Singapura:
elsevier Saunders: 2013
2. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: badan Penerbit FKUI:
2014
3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD.
Toruan TL. Alam TNA. Penyuting. Panduan pelayanan
medis dokter spesial dan kulit kelamin (PERDOSKI),
jakarta; 2011

Anda mungkin juga menyukai