Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PRESENTASI KASUS
I. Identitas
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pemeriksaan
II.

: Tn. N
: 45 tahun
: Laki-laki
: Jl. Sirajuddin Rani, Kab. Gowa
: 26/08/2015
: 04/09/2015

Anamnesis
a. Keluhan utama
:
Nyeri perut sebelah kanan atas tembus ke belakang.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan
atas tembus ke belakang yang dialami sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri hilang
timbul. Nyeri dirasakan memberat sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengeluh mual, muntah 1 kali pada saat di UGD, batuk (+) sekalikali dan bila batuk perut terasa nyeri. Pasien juga mengeluh BAB hitam dan
BAK berwarna seperti teh yang dialami 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Riwayat demam sebelumnya disangkal.
Pasien belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter. Pasien juga
tidak meminum obat apapun untuk mengobati keluhan tersebut.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu :
- Diabetes Mellitus
- Hipertensi
- Alergi
Riwayat penyakit keluarga

III.

Pemeriksaan Fisis
a. Keadaan Umum
b. Status Kesadaran
c. Keadaan Jiwa
d. Tanda vital

: disangkal
: (+)
: disangkal
: tidak ada yang mengalami hal serupa

: Tampak lemah
: E4V5M6, composmentis
: Hypothym
: TD : 110/80 mmHg
N : 80 kali/menit
P : 20 kali/menit

S : 36.4C
e. Status Generalis
Kepala
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), RCL (+/+)
Hidung
: Deformitas (-)
Mulut
: Sianosis (-), lidahkotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Telinga
: Normotia, deformitas (-), sekret (-/-)
Leher
: Pembesaran KGB (-), deviasitrakea (-)
Thorax
: Inspeksi:
Pada keadaan statis dan dinamis pergerakan dinding dada
terlihat simetris kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal,
tidak retraksi.
Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi:
Massa tumor (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), ictus cordis
tidak teraba.

Perkusi:
Pada lapangan paru didapatkan bunyi sonor kiri dan kanan.
Batas paru belakang kiri Th XI, batas paru belakang kanan Th
X, batas paru hepar di ICS V kanan.
Batas jantung:
Batas atas ICS III kiri
Batas kanan linea parasternalis kanan
Batas kiri linea midclavicularis kiri
Auskultasi:
Bunyi pernapasan vesikuler, bunyi tambahan Wh -/-, Rh -/Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-), shouffle (-), thrill
Abdomen

(-)
:Inspeksi

: Abdomen datar, tidak tampak adanya massa

Auskultasi

: Peristaltik usus normal

Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Teraba lemas, nyeri tekan (+), hepar/lien tak


teraba

Ekstremitas superior
Ekstremitas Inferior

: Udem (-/-), gerak (+/+), kekuatan (5/5)


: Udem (-/-), gerak (+/+), kekuatan (5/5)

f. Status lokalis
:
Regio Hypochondrium Dextra
- Inspeksi
: Tidak tampak kelainan
- Palpasi
: Nyeri tekan epigastrium (+)
Murphy sign (+)
IV.

V.

Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
WBC
: 3.900 /L
RBC
: 6.050.000 /L
Hb
: 14.0 g/dl
PLT
: 188.000 /L
GDS
: 104 mg/dL
Ureum
: 17 mg/dL
SGOT
: 16 U/L
SGPT
: 11 U/L
Bilirubin total : 0.76 mg/dL
- USG Abdomen
Kesan: Cholelithiasis Multiple
Follow Up
Tanggal
05-09-2015

Perjalanan Penyakit
S:Pasien masuk rumah

Instruksi Dokter
sakit - IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone inj/12jam
dengan keluhan nyeri perut
- Ketorolac inj/8jam (bila
sebelah kanan atas tembus ke
nyeri)
belakang yang dialami sejak 1 - Pindah konsul bagian
bulan yang lalu. Nyeri hilang

bedah

bila

timbul. Nyeri dirasakan memberat

setuju operasi

pasien

sejak 5 hari sebelum masuk rumah


sakit.

Pasien

mengeluh

mual,

muntah 1 kali pada saat di UGD,


batuk (+) sekali-kali dan bila
batuk perut terasa nyeri. Pasien

juga mengeluh BAB hitam dan


BAK berwarna seperti teh yang
dialami 1 minggu sebelum masuk
rumah

sakit.

Riwayat

demam

disangkal.
O: TD: 110/80 mmHg
N : 80 kali/menit
P : 20 kali/menit
S : 36.4C
Regio: Hypochondrium dextra
I: Tidak tampak kelainan
P: Nyeri tekan epigastrium (+)
Murphy sign (+)
A: Cholelithiasis
06-09-2015

07-09-2015

P: Cholecystectomy
S: Nyeri perut kanan atas (+), mual - IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone inj/12jam
(-), muntah (-). BAB: baik,
- Ketorolac inj/8jam (bila
BAK: baik.
nyeri)
O: TD: 120/90 mmHg
N: 60 kali/menit
S: 36.5C
P: 20 kali/menit
Regio: Hypochondrium dextra
I: Tidak tampak kelainan
P: Nyeri tekan epigastrium (+)
Murphy sign (+)
A: Cholelithiasis
P: Cholecystectomy
S: Nyeri perut kanan atas (+), mual - IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone inj/12jam
(-), muntah (-), BAB: baik,
- Ketorolac inj/8jam
BAK: baik
- Pindah opname bila
O: TD: 120/80 mmHg
pasien setuju operasi
N: 60 kali/menit
S: 37C
P: 24 kali/menit
Regio: Hypochondrium dextra
I: Tidak tampak kelainan
P: Nyeri tekan epigastrium (+)
4

08-09-2015

09-09-2015

10-09-2015

Murphy sign (+)


A: Cholelithiasis
P: Cholecystectomy
S: Nyeri perut kanan atas (+), mual - IVFD RL 20 tpm
- Cefaperazone inj/12jam
(-), muntah (-). BAB: baik,
- Metronidazole inj/12jam
BAK: baik.
O: TD: 120/80 mmHg
N: 70 kali/menit
S: 36.7C
P: 20 kali/menit
Regio: Hypochondrium dextra
I: Tidak tampak kelainan
P: Nyeri tekan epigastrium (+)
Murphy sign (+)
A: Cholelithiasis
P: Cholecystectomy
S: Nyeri perut kanan atas (+) , - IVFD RL 20 tpm
- Cefaperazone inj/12jam
mual (-), muntah (-). BAB:
- Metronidazole inj/12jam
baik, BAK: baik.
O: TD: 120/80 mmHg
N: 78 kali/menit
S: 37C
P: 20 kali/menit
Regio: Hypochondrium dextra
I: Tidak tampak kelainan
P: Murphy sign (+)
A: Cholelithiasis
P: Cholecystectomy
S: Nyeri perut kanan atas (+) , - Aff infus
- Cefadroxyl 500mg 2x1
mual (-), muntah (-). BAB:
- Asam mefenamat 2x1
baik, BAK: baik.
- Urdafalk 3x1
O: TD: 120/70 mmHg
N: 72 kali/menit
S: 36.4C
P: 20 kali/menit
Regio: Hypochondrium dextra
I: Tidak tampak kelainan
P: Murphy sign (+)
A: Cholelithiasis

P: Pasien menolak operasi. Pasien


boleh pulang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi Kolelitiasis
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea)
yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih
sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita
dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak
dan genetik.

II.

Anatomi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear
yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm.
Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat
menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
6

abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan


permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. .
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri
hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.
Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan
kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae
yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju
ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal
dari plexus coeliacus.

III.

Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang
ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu
ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari
usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah
menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam
empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar


waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu.
Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah
melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke
kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh
darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu
dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu
hati. Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif
dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan
empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi
kandung empedu, dantahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu.
Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan
empedu mengalir ke duodenum.
Memakan

makanan

akan

menimbulkan

pelepasan

hormon

duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama


bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih
kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding
kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120
menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air,
lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat
terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung
empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di
dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf
sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu
mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu
memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
9

hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam
empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke
dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan.
IV.

Epidemiologi dan Faktor Resiko


Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia diduga tidak berbeda
jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an
agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)

10

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi / pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
V.

Etiologi
Secara pasti penyebab dari batu empedu belum dapat diketahui dengan
sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, statis empedu dan infeksi kandung empedu.

VI.

Patofisiologi Umum
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan
batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung
20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu

11

antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung


empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk
di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan
fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi
bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol,
kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk
pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian
lama-kelamaan kristal tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan
membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan
kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu.
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
mengakibatkan / menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang
tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,
batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus
sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi
infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung
empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan
dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus
sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau
dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya)
dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi
perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan
kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya
ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung
empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel

12

kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada


bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus
obstruksi.
VII.

Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik
(adanya batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks
(menyebabkan kolesistitis, koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 %
kolelitiasis adalah asimptomatik. Setengah sampai duapertiga penderita
kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah
dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada
yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi
pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau
terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik
nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop
kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah
letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan

13

bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung


empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan
saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas
yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat
dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain.

Kolesistografi

14

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena


relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
CT Scan
Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.
Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)
Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah
modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan
untuk mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat
mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi
duktus.
IX.

Penatalaksanaan
1. Penanganan Non Bedah
a. Diet rendah lemak
b. Analgetik untuk mengurangi nyeri
c. Antiemetik untuk mengontrol mual dan muntah
d. Terapi asam empedu untuk melarutkan batu empedu yang kecil
(Chenodiol)
e. Antibiotik, bila disertai kolesistitis.
f. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui
kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan
batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
g. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)

15

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya


adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel
yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar
kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat saat pengeluarannya
melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi
lebih mudah.

h. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)


Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk
mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan
ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan
ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan
untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung
empedunya sudah diangkat.

2. Penanganan Bedah

16

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun


telah dilakukan perubahan pola makan, makan dianjurkan untuk menjalanin
pengangkatan kandung empedu.
a. Kolesistektomi Laparoskopik
Suatu tindakan operasi pengangkatan kantong empedu dengan cara
invasive minimal melalui endoskopik (laparoskopik).
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus.

17

b. Kolesistektomi Terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
dengan kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien.
Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Pada kolesistektomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal,
biasanya pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram
dengan cara memasukkan kontras lewat kateter kedalam duktus sistikus
untuk mengetahui outline dari saluran bilier, alasan dilakukannya
intraoperatif kolangiogram adalah karena ada kemungkinan 10% terdapat
batu pada saluran empedu.

18

Anda mungkin juga menyukai

  • Faringitis
    Faringitis
    Dokumen17 halaman
    Faringitis
    Audyah Putri Machzar
    Belum ada peringkat
  • Referat Obgyn
    Referat Obgyn
    Dokumen24 halaman
    Referat Obgyn
    Audyah Putri Machzar
    Belum ada peringkat
  • 309 562 1 SM
    309 562 1 SM
    Dokumen19 halaman
    309 562 1 SM
    JuwiEe ThatHa
    Belum ada peringkat
  • Referat Obgyn
    Referat Obgyn
    Dokumen24 halaman
    Referat Obgyn
    Audyah Putri Machzar
    Belum ada peringkat
  • Mengamuk
    Mengamuk
    Dokumen2 halaman
    Mengamuk
    Audyah Putri Machzar
    Belum ada peringkat