Refferat Cholelithiasis
Refferat Cholelithiasis
CHOLELITHIASIS
PEMBIMBING :
Dr. TAN SUHARDI, SpBD
OLEH :
NANDA MARDAS SAPUTRA
( 110.2006.179)
FK YARSI
1. IDENTITAS PASIEN :
Nama
Umur
Pekerjaan
Agama
Suku/Bangsa
Alamat
: Tn. R
: 55 Th
: Swasta
: Islam
: Jawa / Indonesia
: karanggan, Gunung putri bogor
2. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Tampak Sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
: TD : 120/80 mmhg
S : 36,5 C
N : 80 X / mnt
P : 20 X / mnt
Kulit
: Dbn
Kepala
: Normocephal
Mata
:Conjunctiva anemis ( - ), sclera tidak ikterik
Telinga
: Secret ( - )
Hidung
: Secret ( - )
Mulut
: Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada
2
Thorax
Pulmo
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
: Inspeksi
: Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )
Palpasi
: Ketinggalan gerak nafas ( - )
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)
: Inspeksi
: Ictus Cordis tak tampak
Palpasi
: Ictus Cordis teraba di SIC IV
Perkusi
: Redup
Auskultasi : Regular, Murmur (-) Gallop (-)
: Inspeksi
: Perut cembung
Palpasi
: Hepar / lien tidak teraba, NT ( - )
Perkusi
: Shifting Dulness ( - )
Auskultasi : Bising usus (+)
Murphy sign : ( - )
: Akral hangat, Nadi kuat.
3. DIAGNOSIS SEMENTARA
Cholelithiasis
4. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
o Tanggal 20-05-2011/08:07:40
o Hematologi :
Hemoglobin
: Hematokrit
:
Eritrosit
:
Leukosit
:
Trombosit
:
MCV
:
MCH
:
MCHC
:
Bleeding Time
: 130
Clotting Time
: 430
o Kimia :
Protein Total
:
Albumin
:
Globulin
:
Cholesterol
:
Trigliserida
:
Bilirubin total
: 0.7
Bilirubin Direct
:
Bilirubin Indirect
:
3
5. DIAGNOSIS
Cholecystolithiasis dengan Cholecystisis Chronic
6. PENANGANAN
laparoscopic cholecystectomy
7. INSTRUKSI POST OPERASI
a. Awasi tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b. Lakukan penampungan dan pengukuran produksi dari NGT dan urin
c. Pasien dipuasakan dulu
d. Infus Dektrosa 5% : RL (3:2) 5 kolf/24 jam
e. Obat-obatan : - Injeksi Ceftriaxon 3x 1 gr IV
- Metofusin drip 3x 500 mg
- Acran injeksi 3 x 1 ampul
- Ketoprofen injeksi 3 x 1 ampul
- Vitamin K injeksi 3 x 1 ampul
- Kalnex injeksi 3 x 1 ampul
f. bila pasien sadar terus tidak ada kembung, mual dan muntah dan bising usus adekuat,
pasien dicoba minum bertahap (NGT diklem terlebih dahulu)
g. Bila intake oral baik infus, NGT dan kateter di cabut, pasie boleh makan bebas, pasien
mobilisasi dengan jalan dan obat-obatan diganti per oral :
- MEIACT tab 3 x 250 mg
- Ketoprofen tab 3 x 1
- Glyserin cap 3 x 1
4
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolelitiasis merupakan salah satu masalah bedah yang paling sering di negara yang sudah
berkembang. Masalah batu empedu menjadi lebih dikenal seiring dengan bertambahnya usia
dan pada wanita batu empedu lebih sering muncul dua kali dibanding pada pria. Dibutuhkan
pemeriksaan penunjang yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi pada penegakan
diagnosis kolelitiasis.
Anomali saluran empedu dapat dijumpai pada 10-20% populasi, mencakup kelainan
jumlah, ukuran, dan bentuk.Penyakit-penyakit yang sering menyerang empedu salah satunya
adalah penyakit batu empedu yang sering disebut dengan kolelitiasis.Penyakit batu empedu
cukup sering dijumpai di sebagianbesar negara barat. Di Amerika Serikat, pemeriksaan
autopsi memperlihatkan bahwa batu empedu ditemukan paling sedikit pada 20% perempuan
5
dan 8% pada laki-laki berusia diatas 40 tahun. Diperkirakan bahwa 16 sampai 20 juta orang
di Amerika Serikat memiliki batu empedu dan setiap tahun terjadi kasus baru batu empedu.
Pada saat ini tidak mungkin untuk mencegah timbulnya batu empedu, yang merupakan
kelainan saluran empedu tersering.
Populasi yang memiliki resiko tinggi adalah orang-orang obesitas dan orang- orang yang
memiliki kelainan metabolik tertentu serta kelainan hemolitik. Kolelitiasis adalah penyakit
yang menunjukkan adanya batu empedu dalam kandung empedu, sedangkan koledokolitiasis
adalah batu empedu yang ditemukan di saluran empedu, sedangkan batu empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu maupun dalam saluran empedu.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
dalam rongga abdomen daerah kanan atas.Hati memiliki berat 1500 g dan dibagi
menjadi empat lobus.
Setiap lobus hati terbungkus menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut
lobules. Darahyang mengalir ke dalam hati berasal dari dua sumber dan kurang lebih
75% suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan
nutrient dari traktus gastrointestinal.
Selain itu, darah tersebut masuk ke dalam hati melalui arteri hepatika dan
banyak mengandung oksigen. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan
terendam oleh campuran darah vena dan arterial.
Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml perhari. Di luar
waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan
disini mengalami pemekatan sekitar 50%.
Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu
oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan
puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu.
Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan
karena secara intermitten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan
sfingter.
Kolesistokinin (CCK) hormon sel APUD (amine precursor uptake and
decarboxylation cells) dari selaput lendir usus halus, dikeluarkan atas rangsangan
makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini
merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan
demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah
makan.
Fisiologi produksi empedu
Sebagai bahan sekresi, empedu mempunyai tiga fungsi utama. Yang pertama,
garam empedu, fosfolipid dan kolesterol beragregasi di dalam empedu untuk
membentuk micelles campuran. Dengan emulsifikasi, komple micelles ini
memungkinkan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (A,D, E, K) yang
ada di dalam usus. Absorpsi mineral tertentu (kalsium, tembaga, besi) juga
dipermudah. Kedua, empedu bertindak sebagai vehikel untuk ekskresi usus bagi
banyak senyawa yang dihasilkan secara endogen dan eksogen (seperti bilirubin).
Ketiga,
sebagian
dengan
menetralisi
asam
lambung,
empedu
membantu
menjadi sasaran regulasi saraf, hormon dan humoral. Masukan (input) vagus bekerja
langsung pada sel saluran empedu untuk meningkatkan seksresi air dan elektrolit,
sedangkan
aktivitas
simpatis
splanknikus
cenderung
menghambat
produksi
musin, protein serta berbagai metabolit hati dan pigmen empedu. Kandungan
elektrolit dan osmolaritas empedu mendekati plasma.
Metabolisme garam empedu/sirkulasi enterohepatik
Garam empedu terdiri dari inti steroid yang disintesis langsung dari kolesterol.
Dua garam empedu primer, kolat dan kenodeoksikolat, disintesis oleh hepatosit di
bawah kendali umpan balik yang belum dipahami. Garam empedu sekunder,
deoksikolat dan litokolat dibentuk di dalam kolon oleh degradasi bakteri atas garam
empedu primer yang lolos reabsorpsi di dalam ileum. Litokolat diekskresi ke dalam
feses, tetapi deoksikolat direabsorpsi ke dalam darah porta dan bersama dengan garam
empedu primer yang direabsorpsi, diekstraksi oleh hepatosit. Garam empedu ini
dikonjugasikan dengan glisin atau taurin dan disekresi secara aktif ke dalam
kanalikuli biliaris sebagai 40% kolat, 40% kenodeoksikolat dan 20% deoksikolat
dalam konsentrasi total 10 sampai 20 mol. Karean mempunyai daerah hidrofilik dan
hidrofobik, maka garam empedu berfungsi sebagai deterjen. Garam empedu
beragregasi spontan
micelles. Inti hidrofobik dalam melarutkan lesitin yang sulit larut dalam air, yang
dengan sendirinya lebih memperkuat kelarutan kolesterol dengan memperluas daerah
hidrofobik micelles. Kompleks garam empedu-lesitin-kolesterol ini dinamakan
micelles campuran. Garam empedu dipekatkan lebih lanjut di dalam vesika biliaris
sampai 200-300 mol. Jumlah total kolesterol yang dilarutkan bervariasi sesuai rasio
relatif garam empedu dan lesitin maupun konsentrasi garam empedu total.
Setelah memasuki usus halus bagian atas, micelle campuran ini jelas
mempotensiasi absorpsi lemak dengan memberikan vehikel dan lingkungan yang
sesuai bagi pelarutan, hidrolisis enzimatik dan absorpsi. Sirkulasi enterohepatik garam
empedu dilengkapi bila garam empedu didekonjugasi secara enterik, direabsorpsi
dalam ileum terminalis oleh sistem transpor aktif dan akhirnya diekstraksi dari
sirkulasi porta oleh hepatosit. Lima persen garam empedu yang lolos reabsorpsi di
dalam ileum diubah menjadi garam empedu sekunder di dalam kolon serta
direabsropsi sebagian sebagai deoksikolat. Kumpulan garam empedu total 2,5 sampai
5 g bersirkulasi enam sampai delapan kali sehari; 10 sampai 20% kumpulan total yang
hilang bersama feses setiap hari, diganti oleh sintesis baru oleh hati.
12
Lipid Empedu
Lesitin dan kolesterol membentuk sebagian besar lipid empedu. Lesitin
merupakan fosfolipid yang sebagian besar tak larut air. Kolesterol disintesis oleh hati
dan diabsorpsi oleh traktus gastrointestinal, dan selain itu digunakan juga dalam
lintasan intrasel lain, diubah menjadi garam empedu atau diekskresi langsung ke
dalam empedu. Micelles garam empedu jelas meningkatkan kelarutan lipid ini di
dalam empedu. Tetapi mekanisme transpor lipid intrasel ini ke dalam empedu belum
dipahami dan bisa digabung dengan sekresi garam empedu melintasi membrana
kanalikuli. Di dalam usus, lesitin dihdrolisis menjadi kolin dan asam lemak.
Kolesterol direabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dan bertindak sebagai
mekanisme umpan balik dalam kendali sintesis kolesterol di dalam hati.
Metabolisme bilirubin
Karena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi di degradasi di dalam sistem
retikuloendotelial, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin.
Pigmen ini direduksi menjadi bilirubin yang tak larut air yang tak terkonjugasi
(bilirubin indirect yang diukur dengan reaksi van den bergh), diangkut ke dalam darah
dan terikat pada albumin, diekstraksi oleh hepatosit. Di dalam sitoplasma, bilirubin
diangkut oleh protein Y dan Z ke retikulum endoplasma. Dengan adanya glukoronil
transferase, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan dalam jumla lebih
sedikit dengan sulfat, untuk membentuk bilirubin glukoronida dan bilirubin sulfat.
Bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air ini (bilirubin direct) kemudian disekresi ke
dalam kanalikuli biliaris melalui mekanisme transpor aktif yang sama dengan yang
dimiliki oleh garam organik lain, tetapi berbeda dari sekresi garam empedu. Beban
bilirubin harian bagi sekresi sekitar 30 mg. Di dalam usus, bakteri usus mengubah
bilirubin ke kelas senyawa yang dikenal sebagai urobilinogen. Urobilinogen ini
terutama diekskresikan di dalam feses, tetapi sebagian di reabsorpsi dan di ekstraksi
oleh hepatosit untuk memasuki sirkulasi enterohepatik atau diekskresikan di dalam
urin.
13
distal
oleh
cabang
dari
arteri
gastroduodenalis
dan
arteri
dari arteri hepatika dekstra yang terletak posterior lateral terhadap duktus heaptikus
komunis. Selama kolesistektomi, arteri sistika ditemukan pada basis duktus sistikus
dalam segitiga Calot, tiga sisiya dibatasi oleh duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, dan hati. Drainase vena ke batang saluran empedu ekstrahepatik dan vesika
biliaris langsung ke vena porta.
Sistem Limfatik
Drainase pembuluh limfe batang hepatobiliaris bersifat sentrifugal. Pembuluh
dari parenkim hati dan batang saluran empedu intrahepatik berkonvergensi pada porta
hepatis dan berjalan sepanjang duktus hepatikus komunis di dalam ligamentum
hepatoduodenale untuk memasuki sisterna khili dan kemudian duktus torasikus.
Limfe vesika biliaris berdrainsase sepanjang duktus sistikus ke dalam jalinan ini. Pada
kolesistisis, kelenjar limfe yang membesar khas bisa ditemukan pada kollum vesika
biliaris (nodus limfatikus duktus sistikus) maupun pada sambungan duktus sistikus
dengan koledokus serta sepanjang bagian supraduodenal distal dari duktus koledokus.
Persyarafan Sistem Saluran Empedu
Persyarafan otonom batang saluran empedu terdiri dari serabut saraf simpatis
(nervus vagus) dan simpatis (torasika) yang mengikuti jalannya suplai vaskular.
Persyarafan vagus muncul dari vagus anterior serta penting dalam mempertahankan
tonus dan kontraktilitas vesika biliaris. Serabut simpatis aferen memperantarai nyeri
kolik biliaris. Sebagian produksi empedu dipengaruhi oleh kendali otonom.
2. Epidemiologi
Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang mengharuskan dilakukannya
sekitar 500.000 kolesistektomi dalam setahun. Batu empedu bertanggung jawab secara
langsung bagi sekitar 10.000 kematian pertahunnya. Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai
dengan usia dan jenis kelamin. Wanita dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan
perbandingan 4:1. Wanita yang meminum estrogen eksogen memiliki peningkatan resiko,
yang melibatkan hormon lebih lanju lagi. Dengan bertambahnya usia, dominansi wanita ini
menjadi kurang jelas. Batu empedu tidak bisa ditemukan pada orang yang berusia dibawah 20
15
tahun (1 persen), lebih sering dalam kelompok usia 40 sampai 60 tahun (11persen) dan
ditemukan sekitar 30 persen pada orang yang berusia di atas 80 tahun.
3. Faktor-Faktor Resiko
Pada dasarnya semua penyakit kronik memiliki riwayat alamiah yang yang bersifat
multifaktorial termasuk disini adalah Cholelithiasis yang diakibatkan dari interaksi antara
faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan akhir-akhir ini dianggap berakibat dari
tumbuhnya gaya hidup yang modern, termasuk disini adalah tingginya asupan karbohidrat,
prevalensi tinggi timbulnya obesitas dan non-insulin dependent diabetes mellitus, dan gaya
hidup yang cenderung sedenter.
Hipotesis genetik mendukung teori colelithiasis berkembang dari hubungan keluaga,
survey epidemiologi yang telah ada memberikan kesan bahwa ras amerika dan bangsa indian
memiliki gen lithogenik lebih tinggi. Karena kolesterol dalam empedu kebanyakan berasal
dari kolesterol yang dibentuk dari lipoprotein plasma, beberapa studi dan penelitian
memfokuskan pada gen yang terkait dengan transport dari kolesterol tersebut, termasuk
ekspresi dari apoprotein E, B dan A-I dan cholesterol ester transfer protein. Pada percobaan
dengan menggunakan tikus dan hamster telah ditemukan memang ada suatu gen yang dapat
membantu terbentuknya batu empedu kolesterol.
Faktor-faktor yang mendasari terjadinya batu empedu pada beberapa penelitian adalah
jenis kelamin, usia, kolesterol HDL yang rendah, BMI yang tinggi, persentase lemak tubuh,
kadar glokosa serum yang yang lebih tinggi terutama pada wanita (dengan atau tanpa
NIDDM), paritas dan hiperinsulinemia. Pada penelitian yang secara konsisten dan sering
ditemukan adalah hubungan antara konsentrasi kolesterol HDL serum dengan terjadinya batu
empedu, yang memberikan kesan bahwa abnormalitas dari metabolisme kolesterol HDL yang
mendasari terjadinya batu empedu.
16
17
area di atas garis ABC, maka ada kolesterol di dalam dua fase atau lebih (cairan micelle dan
kristal kolesterol)
Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri atas 4 defek utama yang dapat
terjadi secara berurutan atau bersamaan:
1.
2.
3.
4.
1. Hipersekresi kolesterol.
Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama supersaturasi
kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh:
1. Asam empedu primer yang terdiri atas asam kolik dan asam kenodeoksikolik.
2. Asam empedu sekunder yang terdiri atas asam deoksikolik dan asam litokolik.
3. Asam empedu tertier yang terdiri atas asam ursodeoksikolik.
Ketiga kelompok ini membentuk cadangan asam empedu tubuh (bile acid pool)
dan masing-masing mempunyai sifat hidrofobisitas yang berbeda. Sifat
hidrofobisitas yang berbeda ini akan mempengaruhi litogenisitas empedu.
Semakin hidrofobik asam empedu, semakin besar kemampuannya untuk
menginduksi sekresi kolesterol dan mensupresi sintesis asam empedu. Konsentrasi
relatif tiap asam empedu yang membentuk cadangan asam empedu tubuh akan
mempengaruhi CSI karena memiliki sifat hidrofobisitas yang berbeda. Asam
empedu primer dan tertier bersifat hidrofilik sementara asam empedu sekunder
bersifat hidrofobik. Penderita batu empedu umumnya mempunyai cadangan asam
kolik yang kecil dan cadangan asam deoksikolik yang lebih besar. Asam
deoksikolik bersifat hidrofobik dan mampu meningkatkan CSI dengan
meninggikan sekresi kolesterol dan mengurangi waktu nukleasi. Sebaliknya, asam
ursodeoksikolik dan kenodeoksikolik merupakan asam empedu hidrofilik yang
berperan mencegah pembentukan batu kolesterol dengan mengurangi sintesis dan
sekresi
kolesterol.
Asam
ursodeoksikolik
turut
menurunkan
CSI
dan
Mutasi
pada
molekul
protein
transpor
fosfolipid
(disebut
protein ABCB4) yang berperan dalam sekresi molekul fosfolipid (termasuk lesitin)
ke dalam empedu terkait dengan perkembangan kolelitiasis pada golongan dewasa
muda.
21
stasis
kantung
empedu. Stasis
merupakan
faktor
resiko
pembentukan batu empedu karena gel musn akan terakumulasi sesuai dengan
perpanjangan waktu penyimpanan empedu. Stasis menyebabkan gangguan aliran
empedu ke dalam usus dan ini berlanjut dengan gangguan pada sirkulasi
enterohepatik. Akibatnya, output garam empedu dan fosfolipid berkurang dan ini
memudahkan kejadian supersaturasi. Stasis yang berlangsung lama menginduksi
pembentukan lumpur bilier (biliary sludge) terutamanya pada penderita dengan
kecederaan medula spinalis, pemberian TPN untuk periode lama, terapi oktreotida
yang lama, kehamilan dan pada keadaan penurunan berat badan mendadak.
Lumpur bilier yang turut dikenal dengan nama mikrolitiasis atau pseudolitiasis ini
22
terjadi akibat presipitasi empedu yang terdiri atas kristal kolesterol monohidrat,
granul kalsium bilirubinat dan mukus. Patofisiologi lumpur bilier persis proses
yang mendasari pembentukan batu empedu. Kristal kolesterol dalam lumpur bilier
akan mengalami aglomerasi berterusan untuk membentuk batu makroskopik
hingga dikatakan lumpur bilier merupakan prekursor dalam litogenesis batu
empedu.
3. Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol.
Empedu yang supersaturasi dengan kolesterol cenderung untuk mengalami proses
nukleasi. Nukleasi merupakan proses kondensasi atau agregasi yang menghasilkan
kristal kolesterol monohidrat mikroskopik atau partikel kolesterol amorfus daripada
empedu supersaturasi. Nukleasi kolesterol merupakan proses yang dipengaruhi oleh
keseimbangan unsur antinukleasi dan pronukleasi yang merupakan senyawa protein
tertentu yang dikandung oleh empedu, faktor pronukleasi berinteraksi dengan vesikel
kolesterol sementara faktor antinukleasi berinteraksi dengan kristal solid kolesterol.
Antara faktor pronukleasi yang paling penting termasuk glikoprotein musin, yaitu
satu-satunya komponen empedu yang terbukti menginduksi pembentukan batu pada
keadaan in vivo. Inti dari glikoprotein musin terdiri atas daerah hidrofobik yang
mampu mengikat kolesterol, fosfolipid dan bilirubin. Pengikatan vesikel yang kaya
dengan kolesterol kepada regio hidrofilik glikoprotein musin ini diduga memacu
proses nukleasi. Faktor pronukleasi lain yang berhasil diisolasi daripada model sistem
empedu termasuk imunoglobulin (IgG dan M), aminopeptidase N, haptoglobin dan
glikoprotein asam -1. Penelitian terbaru menganjurkan peran infeksi intestinal distal
oleh spesies Helicobacter (kecuali H. pylori) menfasilitasi nukleasi kolesterol
empedu. Proses nukleasi turut dapat diinduksi oleh adanya mikropresipitat garam
kalsium inorganik maupun organik. Faktor antinukleasi termasuk protein seperti
imunoglobulin A (IgA), apoA-I dan apoA II. Mekanisme fisiologik yang mendasari
efek untuk sebagian besar daripada faktor-faktor ini masih belum dapat dipastikan.
Nukleasi yang berlangsung lama selanjutnya akan menyebabkan terjadinya proses
kristalisasi yang menghasilkan kristal kolesterol monohidrat. Waktu nukleasi pada
empedu penderita batu empedu telah terbukti lebih pendek dibanding empedu kontrol
pada orang normal. Waktu nukleasi yang pendek mempergiat kristalisasi kolesterol
dan menfasilitasi proses litogenesis empedu.
23
24
Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 persen dari batu empedu di amerika serikat. Ada
dua bentuk, yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu
pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilannya hijau
sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat,
polimer bilirubin, asam empedu, dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26 persen) dan
banyak senyawa organik lain. Di daerah timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan
merupakan 40 sampai 60 persen dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna
kecoklatan sampai hitam serta sering membuat batu diluar vesika biliaris di dalam duktus
koledokus atau di dalam duktus biliaris intrahepatik. Batu kalsium bilirubinat sering
radioopak, sedangkan batu pigmen murni mungkin tidak radioopak, tergantung pada
kandungan kalsiumnya.
Patogenesis batu pigmen berbeda dengan batu kolesterol, kemungkinan mencakup
sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang
mengendap di dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan
batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi. (anemia
hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni.
Patofisiologi batu Pigmen Murni (pigmen Hitam)
Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin
terkonjugat (khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan
25
asam palmitik).
Hidrolase asam empedu menghasilkan asam empedu tak terkonjugat.
Cara terbaik untuk memeriksa riwayat alamiah batu empedu adalah dengan membagi
pasien batu empedu ke
empedu simtomatik membentuk kelompok dengan insiden yang tinggi untuk mendapatkan
masalah nantinya. Beberapa seri besar dari swedia yang diikuti dari 1.300 pasien batu
empedu berusia 5 sampai 20 tahun. Walaupun lebih dari 90 persen mempunyai gejala waktu
diagnosis, namun mereka bukan sasaran kolesistektomi. Sekitar setengah pasien kemudia
mengalami kekambuhan dan komplikasi parah seperti kolesistisis akuta, ikterus, pankreatitits
atau karsinoma vesika biliaris. Lebih lanjut, mortalitas bedah meningkat dengan tindakan
gawat darurat atau komplikasi serius. Saat ini kebanyakan doktr menerima konsep bahwa
pasien batu empedu simtomatik merupakan calon kolesistektomi jika mereka sudah sehat dan
mempunyai harapan hidup paling sedikit 5 tahun.
Pasien batu empedu asimtomatik bisa benar-benar mengalami perjalan yang berbeda.
Dampak yang ditarik dari penelitian pasien simtomatik yang disebutkan diatas bahwa
sebagian pasien asimtomatik, jika diikuti cukup lama akan menderita gejala atau komplikasi
parah. Tetapi sebagian besar pasien simtomatik telah menderita penyakit vesika biliaris lanjut
pada waktu diagnosis, sehingga tidak menampilkan populasi pembanding yang adil. Lebih
lanjut, kita mengetahui dari penelitian autopsi bahwa banyak pasien batu empedu tak pernah
memerlukan kolesistektomi dan jelas tetap asimtomatik. Dua penelitian yang baik telah
menyebutnya sebagai batu empedu tenang asimtomatik. Batu empedu ditemukan secara
kebetulan atau selama program penyaringan berskala besar dalam 235 pasien asimtomatik.
Hanya 15 persen kemudian menderita kolik biliaris dan hanya 3 persen menderita komplikasi
serius dalam pengawasan jangka lama (10 tahun).
Saat ini, dengan kemampuan penyaring diagnostik efektif (misalnya USG), banyak pasien
batu empedu asimtomatk akan diketahui. Dalam kelompok ini, ada parameter tertentu yang
mungkin membenarkan kolesistektomi profilaktik. Pengalaman masa lampau telah
memperlihatkan bahwa pasien dengan batu empedu besar (2,5 cm), vesika biliaris
berkalsifikasi atau vesika biliaris tidak berfungsi atau pasien diabetes dengan batu empedu,
mempunyai risiko peningkatan komplikasi yang serius yang berhubungan langsung dengan
batu empedu; kolesistektomi berencana dibenarkan dalam subkelompok pasien dengan batu
empedu asimtomatik ini.
Gambaran klinis
Pasien dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3 kelompok : pasien dengan
batu asimptomatik, pasien dengan batu dengan batu empedu simptomatik, dan pasien
dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan
pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik
waktu dengan diagnosis maupun selama pemantauan. Hampir selama 20 tahun
perjalanan penyakit, sebanyak 50% pasien tetap asimptomatik, 30% mengalami kolik
bilier dan 20% mendapat komplikasi.
Pada penderita batu kandung empedu yang asimtomatik keluhan yang
mungkin bisa timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi pada makananmakanan yang berlemak.
Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam,
biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan
prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus
timbul tiba-tiba.
Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau
duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan
meningkat
dan
peningkatan
kontraksi
peristaltik
di
tempat
penyumbatan
29
menentukan adanya obstruksi atau halangan aliran empedu dengan analisis kimia
berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu atau dengan visualisasi langsung anatomi
batang saluran empedu.
Tes laboratorium
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan banyak tes
biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes fungsi hati.
Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung dan langsung dari
reaksi van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik. Walaupun sering
peningkatan biirubin serum menunjukkan kelainan hepatobiliaris pada banyak jenis
kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskular dan sepsis
sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul sekunder terhadap
kolestasis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim hati atau kolestasis
ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu akibat batu empedu,
keganasan atau penyakit pankras jinak. Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka
bilirubin serum memuncak 25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu ekskresi
bilirubin urin sama dengan produksi harian. Nilai lebih dari 30 mg per 100 ml berarti
terjadi bersamaan dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan
ekstrahepatik paling sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg
per 100 ml) sedangkan batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian,
dengan bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml. Alanin
aminotransferase (SGOT) dan aspartat aminotransferase (SGPT) merupakan enzim
yang disintesis
aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel hati; tetapi peningkatan enzim ini
(satu sampai tiga kali dari normal atau kadang-kadang sangat tinggi tetapi sepintas)
bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu. Fosfatase alkali merupakan
enzim yang disintesis dalam epitel saluran empedu. Pada obstruksi saluran empedu,
aktivitas serum meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar
yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatase
alkali juga ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada kerusakan tulang.
Juga selama kehamilan, fosfatase alkali serum meningkat terhadap sintesis plasenta.
Dengan adanya penyakit tulang dan kehamilan, leusin aminopeptidase dan 5nukleotidase disintesis oleh sel duktus biliaris (tetapi tak ada dalam tulang dan
31
plasenta) serta sifatnya serupa dengan fosfatase alkali dengan adanya obstruksi
saluran empedu.
Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos Abdomen
Foto polos kadang-kadang bisa bermanfaat, tetapi tidak bisa mengenal
kebanyakan patologi saluran empedu. Hanya 15 persen batu empedu mengandung
cukup kalsium untuk memungkinkan identifikasi pasti. Jarang terjadi kalsifikasi hebat
di dalam dinding vesika biliaris (yang dinamai vesika biliaris porselen) atau empedu
susu kalsium, tempat beberapa batu kecil berkalsifikasi atau endapan organik yang
terbukti di dalam vesika biliaris menunjukkan penyakit vesika biliaris. Pneumobilia
(adanya udara dalam saluran empedu atau di dalam lumen atau di dinding vesika
biliaris) bersifat abnormal dan tanpa pembedahan sebelumnya yang merusak atau
memintas mekanisme sfingter koledokus, menunjukkan patologi saluran empedu.
Udara di dalam lumen dan dinding vesika biliaris terlihat pada kolesistisis
emfisematosa yang timbul sekunder terhadap infeksi bakteri penghasil gas. Adanya
massa jaringan lunak yang mengidentasi duodenum atau fleksura koli dekstra bisa
juga menggambarkan vesika biliaris yang terdistensi.
32
33
Ultrasonografi
Perkembangan teknik canggih ultrasonografi saluran empedu telah mengganti
kolesistografi oral sebagai tes penyaring bagi kolelitiasis. Karena USG tidak cukup
34
akurat seperti kolesistografi, maka kolesistogram oral tetap merupakan standar terbaik
dalam diagnosis batu empedu. Tetapi USG cepat, tidak invasif dan tanpa radilologic
exposure; lebih lanjut, USG dapat digunakan pada pasien ikterus dan mencegah
ketidakpatuhan pasien dan absorpsi zat kontras oral. Sehingga USG merupakan tes
penyaring yang lebih baik.
Kriteria untuk diagnosis kolelitiasi mencakup terdapatnya gambaran
hiperechoid yang merupakan batunya dan gambaran accoustic shadow yang berada di
bawah batu tersebut, dapat juga terlihat adanya gambaran penebalan dari dinding
kandung empedu yang bila lebih dari 5mm merupakan indikasi adanya cholecystitis
(penebalan dari dinding kandung empedu bisa juga karena fibrosis dari kandung
empedu tapi pada kasus ini volume dari kandung empedu juga ikut berkurang). USG
dapat juga mendeteksi batu yang berada pada duktus dengan terlihat adanya gambaran
dilatasi duktus
Bila USG ada, maka ketepatan mendekati 90 persen. Positif palsu jarang
terjadi (1 sampai 3 persen) tetapi negatif palsu timbul sekitar 10 persen pada
kesempatan sekunder terhadap ketidakmampuan USG mendeteksi 1. Batu dalam
vesika biliaris yang dipadati batu, 2. Batu yang sangat kecil 3. Batu tersangkut dalam
duktus sistikus. Pada keadaan tertentu, kolesistogram oral diperlukan untuk
mengkonfirmasi ada atai tidak adanya penyakit vesika biliaris. Penemuan
koledokolitiasis tidak dapat diandalkan dengan USG.
USG sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik penyaring, tidak
hanya dilatasi duktus intra dan ekstrahepatik yang bisa diketahui secara meyakinkan,
tetapi kelainan dalam parenkim hati atau pankreas (seperti mass atau kista) juga bisa
terbukti. Pada tahun belakangan ini, USG jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring
awal untuk memulai diagnostk bagi ikterus. Bila telah diketahui duktus intrahepatik
berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestasis ekstrahepatik. Jika tidak
didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestasis intrahepatik.
Ketepatan USG dalam membedakan antara kolestasis intra atau ekstrahepatik
tergantung pada derajat dan lamanya obstruksi empedu, tetapi jelas melebihi 90
persen.
35
36
duktus biliaris. Pemasangan stent biliaris retrograd atau endprotesa melintasi striktura
biliaris dapat juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan endoskopi ini.
37
7. Komplikasi
bila kandung empedu terus mengalami obstruksi dan proses inflammasi terus berlanjut,
akan menyebabkan terjadinya empyema yang kemudian akan menyebabkan struktur sekitar
seperti omentum, colon dan dan duodenum mengalami perlengketan dengan kandung
empedu yang kemudian menjadi phlegmon. bila dilakukan pemeriksaan abdomen pada
palpasi akan teraba peningkatan dari tonus otot abdomen. pasien biasanya akan menunjukkan
gejala selama 2-3 hari, dan terdapat demam yang tinggi dan sirkulasi hiperdinamik pada
sepsis. jika proses inflamasi terus dibiarkan tidak ditangani, kelainan selanjutnya adalah
kandung empedu menjadi gangrene dan dapat terjadi perforasi lokal, yang diindikasikan dari
demam yang naik turun. terkadang terjadi kasus yang jarang terjadi dimana gejala-gejala
tersebut mengalami penurunan sampai menghilang, hal ini dikarenakan terbentuknya suatu
fistula biasanya menghubungkan kandung empedu dengan duodenum.
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliarisyang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Pada kolesistktomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal, biasanya
pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram dengan cara
memasukkan kontras lewat kateter kedalam duktus sistikus untuk mengetahui outline
dari saluran bilier, alasan dilakukannya intraoperatif kolangiogram adalah karena ada
kemungkinan 10 persen terdapat batu pada saluran empedu.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik.Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
40
dari
duktus
koledokus
(Koledokolitotomi),
yang
diharapkan
dapat
menyembuhkan sekita r95% kasus. Pada kasus kolesistitis akut yang disertai gejalagejala berat dan diduga terdapat pembentukan nanah ,beberapa ahli bedah lain hanya
melakukan operasi bila perbaikan tidak terjadi dalam beberapa hari. Akhir-akhir ini
digunakan metode pembedahan abdomen terbuka tradisional pada sekitar 20% kasus
dengan
metode
kolesistektomi adalah sekitar 80%.Pada kasus empiema atau bila penderita berada
dalam keadaan buruk, kandung empedu tidak dibuang tetapi hanya di drainage
(Kolesistotomi).
Penatalaksanaan konservatif dapat dilakukan dengan:
1) Diet rendah lemak.
2) Obat-obat antikolinergik dan antispasmodik.
NAMA GENERIK
SEDIAAN
Atropin sulfat
Butropium bromida
Ekstrak Belladona
10mg/tablet
Fentonium bromida
20mg/tablet
Hiosin n-butilbromida
10mg/tablet
Skopolamin metilbromida
1mg/tablet
Oksifenonium bromida
5mg/tablet
Oksifensiklimin HCL
5mg/tablet
Privinium bromida
15mg/tablet
Propantelin bromida
15mg/tablet
pirenzipen
25mg/tablet
41
3) Analgesik
4) Antibiotik, bila disertai kolesistitis.
5) Asam empedu (asam kenodeoksolat) 6,75-4,5 g/hari, diberikan dalam jangka waktu lama.
Asam ini mengubah empedu yang mengandung banyak kolesterol (lithogenik bile)
menjadi empedu dengan komposisi normal.
d. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten(metil-ter-butil-eter(MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang
diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasienpasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi ( 50% dalam5 tahun).
e. Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benarbenar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
9. Cholecystitis
Cholecystitis Akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang
terjebak di dalam kantong hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita
42
kolelitiasis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, yang dapat
ditemukan pasca pemebedahan.
Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukoa kandung empedu oleh batu dapat
menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu menjadi
lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit,
peran bakteria agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat menjadi supurasi. Komplikasi
kolesistitis akut adalah empiema, gangren dan perforasi.
Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri
atau tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat
keadaan, seperti diabetes mellitus.
Perubahan patologik di dalam kandung empedu mengikuti pola yang khas. Proses
awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa dan bercak-bercak nekrosis dan
akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi dapat terjadi setelah hari ketiga setelah serangan
penyakit. Tetapi kebanyakan pada minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi
spontan, tanda radang akut baru menghilang setelah empat minggu, tetapi sampai berbulanbulan kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada. Hampir 90% kandung empedu
yang diangkat dengan kolesistektomi menunjukkan jaringan parut lama, yang berarti di masa
lalu pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita menyangkal dan dan merasa
tidak pernah ada keluhan.
o Gambaran Klinis
Keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas yang kadang-kadang
menjalar ke belakang di daerah skapula. Biasanya ditemukan riwayat serangan kolik
di masa lalu, yang pada mulanya sulit dibedakan dengan nyeri yang sekarang. Pada
kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan,
nyeri lepas, dan defans muskuler otot dinding perut. Kadang kandung empedu yang
membesar dapat diraba. Pada separuh penderita, nyeri disertai mual dan muntah.
Ikterus yang ringan agak jarang ditemukan. Suhu badan sekitar 38 derajat. Apabila
timbul demam dan mengigil, harus dicurigai komplikasi yang lebih berat atau
penyakit lain.
Pada pemeriksaan laboraorium jumlah leukosit meningkat atau dalam batas
normal. Apabila jumlah leukosit melebihi 15.000 harus dicurigai komplikasi yang
43
lebih berat. Kadar bilirubin meningkat sedang, mungkin karena sindrom mirizzi atau
penjalaran radang ke duktus koledokus. Fosfatase alkali sering mengalami kenaikan
sedang, demikian juga kadar amilase darah. Pada sindrom mirizzi, ikterus obstruktif
disebabkan tekanan pada duktus koledokus oleh batu di dalam kandung empedu.
Ultrasonografi dapat memperlihatkan gambaran batu di dalam kandung empedu,
lumpur empedu, dan penebalan dinding kandung empedu. Ultrasonografi juga dapat
memperlihatkan gangren dengan gambaran destruksi dinding dan nanah atau cairan
sekitar kandung empedu pada komplikasi abses perikolesistitis. Apabila secara klinis
sulit menentukan puntum maksimum nyeri dengan palpasi. Terutama pada kolesistitis
gangren, dengan ultrasonografi dapat membantu.
Kandung empedu yang membedar serta dinding dan jaringan sekitar yang
mengalami peradangan, sering terlihat pada foto polos perut sebagai bayangan massa
jaringan lunak lonjong yang menekan dinding kolon transversum yang berisi udara.
Apabila hasil pemeriksaan ultrasonografi tidak jelas atau meragukan, dapat
dilakukan skintisgram radionuklir hepatobilier.
o Penyulit
Komplikasi kolesistisis adalah empyema dan perforasi. Perforasi dapat berupa
perforasi bebas di rongga perut atau perforasi yang dibatasi oleh perlekatan
perikolesistitis yang membentuk massa radang kanan atas. Akhirnya dapat terjadi
fistel ke usus. Kebanyakan di duodenum.
o Diagnosis banding
Diagnosis banding adalah keadaan yang menimbulkan nyeri akut di perut bagian
atas disertai nyeri tekan, seperti pankreatitis akut, tukak peptik, appendisitis akut, atau
abses hati.
Pankreatitis akut kadang-kadang sulit dibedakan dengan kolesistitis akut, apalagi
bila kolesistitis disertai dengan kenaikan kadar amilase darah. Ulkus peptik yang
mengalami perforasi dapat didiagnosis dengan anamnesis riwayat nyeri epigastrik
yang berkurang dengan pemberian makanan atau antasid. Foto polos abdomen pada
perforasi sering memperlihatkan bayangan udara bebas di rongga peritoneum.
44
Appendisitis akut, terutama dengan sekum yang terletak tinggi di kanan atas,
menimbulkan keraguan. Diagnosis tepat dilakukan dengan USG. Abses hati baik oleh
amuba maupun piogenik berbeda pada riwayat penyakitnya. Nyeri tekan antar iga di
sisi lateral dapat menyingkirkan kemungkinan kolesistitis akut.
kolesistitis akalkulus akut. Kelainan ini sering dijumpai pada penderita sakit berat yang
sedang dirawat karena trauma multipel, paska bedah besar, sepsis, keracunan obat, dan gagal
organ multipel. Penyebab lain adalah penderita yang dipuasakan lama dan dirawat dengan
nutrisi intravena. Pada penderita biasnya timbul stasis empedu yang kemudian menjadi
lumpur empedu. Lumpur empedu yang terdiri atas kalsium bilirubinat agaknya ikut berperan
aktif untuk menimbulkan kolesistitis akalkulus. Penyebab lain mungkin invasi kuman secara
primer, misalnya oleh salmonella typhi, E. Coli. Dan clostridium. Gangguan aliran darah
melalui arteri sistika, serta obstruksi duktus sistikus karena penyebab lain agaknya ikut
berperan untuk menimbulkan kolesisititis akalkulus.
o Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala klinis kolesistitis akalkulus akut memang serupa dengan
kolesistitis akut pada kolelitiasis, yaitu nyeri pada perut kuadran kanan atas, nyeri
tekan, defans otot, dan demam. Biasanya ditemukan leukositosis dan gangguan faal
hati. Kadar fosfatase alkali meningkat pada setengah jumlah penderita, kadar biliubin
meninggi pada sepertiga penderita, dan kadar transaminase serum meningkat pada
seperempat penderita.
Diagnosis kolesistitis akalkulus akut pada penderita gawat paskabedah berat,
dalam keadaan shock, atau trauma multipel, sangat sulit karena biasanya mereka
dirawat dengan intubasi endotrakea, dan pemakaian obat. Timbulnya kolesistitis
akalkulus akut diantara penderita gawat diatas harus dicurigai apabila timbul demam
yang tidak dapat diterangkan penyebabnya, nyeri perut di kuadran kanan atas disertai
nyeri tekan, sepsis dan gangguan faal hati.
Cholecystitis Chronic
45
Kolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan.
Penyebabnya hampir selalu batu empedu.
Penentu penting untuk membuat diagnosis adalah kolik bilier, dispepsia, dan
ditemukannya batu kandung empedu pada pemeriksaan USG atau kolesistografi oral.
Keluhan dispepsia dicetuskan oleh makanan berat seperti gorengan, yang mengandung
banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis kol. Kolik bilier yang
khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier dirasakan di perut
kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas.
Diagnosis banding adalah semua yang dapat menyebabkan nyeri di epigastrium, perut
kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, dan prekordial. Diagnosis banding tersebut antara lain
tukak peptik, gastritis, hernia hiatus dan neoplasma lambung.
Tata laksana
Kolesistektomi merupakan cara pengobatan terbaik untuk kolesistitis akut dan umumnya
dapat dilaksanakan dengan aman pada sekitar 90% penderita. Namun, penanggulangan awal
kolesitits akut adalah perawatan konservatif, sekitar 60% penderita akan sembuh spontan.
Pembedahan dilakukan sesuai dengan perjalanan penyakit. Apabila memburuk, segera
dibedah, bila membaik, pembedahan dilakuan secara elektif.
Terapi nonbedah untuk kolesistitis akut berupa puasa, pemasangan pipa nasogastrik
untuk dekompresi lambung, pemberian cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi dan
gangguan elektrolit, dan pemberian antibiotik atau antimikroba untuk kuman gram negatif
dan kuman anaerob.
Pendekatan lain, yaitu kolesistektomi dini. Keadaan umum diperbaiki dan sepsi diatasi
dengan pemberian antibiotik seperti yang dilakukan pada pengobatan konservatif, sambil
memastikan diagnosis, memperbaiki keadaan umum, dan mengatasi penyakit penyerta
seperti pankreatitis. Setelah 24-48 jam, keadaan penderita umumnya lebih baik dan infeksi
telah dapat diatasi. Tindak bedah dini yang dapat dilakukan dalam 72 jam pertama perawatan
ini memberikan keuntungan karena mempersingkat masa rawat di rumah sakit sekitar 30
hari. Insidens penyulit paskabedah dan angka kematian ternyata tidak berbeda antara
pembedahan dini dan pembedahan elektif.
46
Apabila pada masa persiapan pembedahan keadaan umum penderita memburuk karena
komplikasi peritonitis, pembedahan dipercepat sebagai bedah emergensi. Bedah emergensi
diperlukan pada sekitar 10% penderita. Bila keadaan umum terlalu buruk untuk
pembedahan, tindakan sementara berupa kolesistostomi kateter perkutan dengan bimbingan
USG merupakan cara terbaik. Setelah keadaan umum penderita membaik, barulah dilakukan
kolesistektomi elektif, umumnya enam minggu sampai tiga bulan setelah penderita sembuh
dari kolesistitis akut.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Publishing.2006.
Diunduh dari: http://ilmubedah.info/cholelithiasis-patofisiologi-pembentukanbatu-empedu-20110216.html
47