PENGEMIS
PENGEMIS
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam Panduan IDT (1997) bahwa kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi
bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama
diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya
penanganannya. Dalam Panduan Keluarga Sejahtera (1996: 10) di kutip dari Sri Wulan, UNY
(2008) kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seorang tidak sanggup memelihara dirinya
sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga,
mental maupun fisiknya dalam memenuhi kebutuhannya.
Kemiskinan ini ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan
tidak dapat diubah yang tercermin di dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas
sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya
modal yang dimiliki berpartisipasi dalam pembangunan. Mengamati secara mendalam tentang
kemiskinan dan penyebabnya akan muncul berbagai tipologi dan dimensi kemiskinan karena
kemiskinan itu sendiri multikompleks, dinamis, dan berkaitan dengan ruang, waktu serta tempat
dimana kemiskinan dilihat dari berbagai sudut pandang. Kemiskinan dibagi dalam dua kriteria
yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang
diukur dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sedangkan kemiskinan relatif adalah penduduk yang telah memiliki pendapatan sudah mencapai
kebutuhan dasar namun jauh lebih rendah dibanding keadaan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan
menurut tingkatan kemiskinan adalah kemiskinan sementara dan kemiskinan kronis. Kemiskinan
sementara yaitu kemiskinan yang terjadi sebab adanya bencana alam dan kemiskinan kronis
yaitu kemiskinan yang terjadi pada mereka yang kekurangan ketrampilan, aset, dan stamina
(Aisyah, 2001: 151) di kutip dari Wulan, UNY, (2008).
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000: 107) sebagai berikut (di kutip dari Wulan, UNY,
2008):
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber
daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki
sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah;
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber
daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah;
3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.
Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle
of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidak-sempurnaan pasar, kurangnya modal
menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya
pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya
tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.
Logika berpikir seperti itu mengemukakan bahwa negara miskin itu miskin karena dia miskin (a
poor country is poor because it is poor).
Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty) menurut Waluyojati bahwa ada
lima ketidakberuntungan yang melingkari orang atau keluarga miskin yaitu sebagai berikut (di
kutip dari Wulan, UNY, 2008):
1. Kemiskinan (poverty) memiliki tanda-tanda sebagai berikut: rumah mereka reot dan dibuat
dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, ekonomi keluarga
ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang serta pendapatan yang tidak menentu;
2. Masalah kerentanan (vulnerability), kerentanan ini dapat dilihat dari ketidakmampuan
keluarga miskin menghadapi situasi darurat. Perbaikan ekonomi yang dicapai dengan susah
payah sewaktu-waktu dapat lenyap ketika penyakit menghampiri keluarga mereka yang
membutuhkan biaya pengobatan dalam jumlah yang besar;
3. Masalah ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan kelompok miskin tercermin dalam
ketidakmampuan mereka dalam menghadapi elit dan para birokrasi dalam menentukan
keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasi
dirinya;
4. Lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik kualitas maupun kuantitas
sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas
mereka;
5. Masalah keterisolasian. Keterisolasian fisik tercermin dari kantongkantong kemiskinan yang
sulit dijangkau sedang keterisolasian sosial tercermin dari ketertutupan dalam integrasi
masyarakat miskin dengan masyarakat yang lebih luas.
Dari berbagai teori yang ada bahwa orang miskin itu adalah mereka yang tak mampu memiliki
penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka membutuhkan uluran
tangan dan bantuan orang lain mencukupi kebutuhannya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengemis.
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka
umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Seharusnya pengemis adalah orang yang benar-benar dalam kesulitan dan mendesak karena tidak
ada bantuan dari lingkungan sekitar dan dia tidak punya suatu keahlian yang memadai, bukan
karena malas untuk mencari mata pencaharian layak lain.
B. Sebab-sebab Seseorang Menjadi Pengemis.
1. Tidak memiliki keahlian khusus untuk bekerja.
2. Keadaan ekonomi yang semakin sulit.
3. Kebutuhan hidup yang semakin banyak.
4. Sudah tidak mempunyai keluarga yang mendampinginya.
5. Rasa malas untuk bekerja.
6. Benar-benar dijadikan profesi yang tentunya lebih menjanjikan.
7. Urbanisasi yang semakin banyak tanpa diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja.
C. Hal-hal yang Terkait dengan Pengemis di UNY.
1. Status Organisasi
Menyoroti tentang keberadaan pengemis-pengemis yang ada di UNY, mereka adalah suatu
kelompok pengemis yang tidak memiliki organisasi tertentu yang menunjukkan bahwa mereka
merupakan sebuah kesatuan. Akan tetapi tanpa suatu organisasi, suatu kesatuan itu dapat kita
lihat secara tidak langsung dari cara mereka yang selalu bekerjasama, saling memberi kabar
tentang suatu tempat yang ramai, saling toleransi, dan saling membantu.
2. Anggota
Dari beberapa pengemis yang ada di UNY seperti Bu Sarmiyati mengaku telah mengetahui
antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dibuktikan dengan cerita Bu Sarmiyati yang
mengaku pernah berbincang-bincang dengan temannya terkait denga keberadaan satpan UNY.
Namun secara lebih mendalam mereka tidak mengenal secara lebih, seperti nama, alamat atau
mengganggu kenyamanan. Selain itu, menurut mereka terkadang ada pengemis tidak menghargai
pemberian orang lain dan memanfaatkan anak kecil untuk mencari belas kasihan. Tapi di lain
pihak, banyak di antara mereka yang tetap memberikan uang karena mereka merasa kasihan
terhadap pengemis tersebut. Banyak pula pegawai dan satpam yang tidak melarang masuknya
pengemis ke kampus, bahkan mereka juga ikut memberikan uang kepada pengemis tersebut.
E. Saran Penanggulangan Pengemis di UNY.
Setelah kami melakukan penelitian terhadap kehidupan pengemis, kami mengajukan beberapa
rumusan solusi penanggulangan terhadap masalah pengemis, di antaranya :
1. Memperbanyak sarana sosialisasi pelarangan pemberian sedekah kepada pengemis, seperti
pemasangan plakat, poster, selebaran, stiker, ruang-ruang diskusi lansung maupun internet dan
media komunikasi lain.
2. Memberikan sosialisasi kepada warga UNY agar tidak memperbolehkan pengemis masuk ke
area kampus dan tidak memberikan uang kepada pengemis. Sosialisasi langsung diharapkan
dapat mendukung sarana informasi yang telah dibuat, sehingga pesan pelarangan pemberian
sedekah keada pengemis benar-benar mengena pada warga UNY.
3. Pelaksanaan aturan yang telah dibuat oleh pihak yang berwenang kepada semua warga UNY
secara nyata..
4. Pemda diharapkan memberikan sarana pelatihan ketrampilan khusus kepada pengemis agar
empunyai bekal dalam mencari pekerjaan layak yang lain selain enjadi pengemis.
5. Pemberian bantuan modal pada rakyat kecil oleh pemerintah, agar masyarakat dapat
mendirikan usaha sendiri.
6. Peraturan pemerintah mengenai adanya pelarangan pengemis dan pengamen dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
7. Penambahan perhatian pemerintah terhadap para lansia yang sudah tidak mempunyai keluarga,
seperti penambahan jumlah panti jompo.
8. Pengoptimalisasian fungsi badan amal agar dana bantuan untuk orang yang kurang mampu
seperti pengemis dapat tersalurkan. Jangan seseorang beramal kepada orang yang salah.
Rupanya ide pembuatan kotak biru tersebut secara nasional digagas oleh Imam Khomaini sejak
pada saat runtuhnya kekuasaan Syah Iran. Kotak tersebut berfungsi sebagai kotak amal untuk
membagi harta masyarakat yang berlebih untuk dibagikan kepada masyarakat yang
membutuhkannya. Kotak tersebut tidak dikelola atau dimiliki oleh Pemerintah, tetapi oleh
masyarakat sendiri namun terdaftar secara nasional lokasi dan penanggungjawab masing-masing
kotak, yang jumlahnya jutaan tersebar di seluruh negeri Kapan saja setiap orang yang
berkeinginan, dapat mengisi kotak mana saja dengan jumlah berapa saja yang mereka ingini
tanpa ada keharusan namun ada himbauan untuk memberi sedeqah kepada sesama melalui
pengemis besi tersebut. Jadi tidak pernah terlihat ada pengemis berkeliaran di tempat-tempat
umum. (Gany: 2008).
Gambar di atas menunjukkan kotak-kotak amal yang ada di negara Iran, kotak tersebut tersebar
di seluruh negara sampai ke pelosok. Keberadaan kotak amal ini (iron beggar) memudahkan
warga Iran untuk menyumbangkan uang sedekah mereka dan berperan langsung dalam
pengentasan kemiskinan. Di negara ini tidak ada pengemis, karena warga miskin telah
mendapatkan bantuan dari isi uang amal yang ada di kotak ini dan pengelolaannya ditangani
langsung oleh ketua RT (kunci kotak dibawa ketua RT, dan ketua RT memberikan laporan
bulanan kepada instansi keuangan negara setiap bulan). Jika di daerah tempat seorang ketua RT
memerintah sudah tidak terdapat warga miskin, uang amal digunakan untuk pembangunan
fasilitas umum dan beasiswa bagi anak yang masih sekolah.
Hal seperti ini dapat juga diterapkan di Indonesia, asalkan ada komitmen dan kemauan dari
semua pihak. Badan amal di Indonesia juga semakin banyak dan semakin mudah dalam
pengaksesannya, mulai dari fitur yang sudah terintegrasi dengan ATM, operator seluler, berbasis
internet, dan lain-lain.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada saat sekarang ini, pengemis semakin banyak berkeliaran, terutama di daerah kampus. Hal
ini disebabkan tuntutan hidup yang semakin tinggi sehingga menyebabkan banyaknya orang
yang memilih pengemis sebagai pekerjaan mereka. Meskipun telah adanya pelarangan pengemis
di sekitar kampus, namun pada kenyataannya masih banyak pengemis yang berkeliaran terutama
di daerah kampus.
Banyak pengemis yang memilih kampus sebagai tempat operasi mereka karena menurut mereka,
daerah kampus merupakan daerah yang cukup ramai dengan adanya warga kampus yang
melakukan aktivitas mereka. Meskipun tiadak sedikit dari warga kampus yang merasa terganggu
terhadap kehadiran pengemis tersebut namun mereka tetap memberikan uang kepada pengemis
karena kebanyakan dari mereka merasa kasihan melihat kehidupan pengemis tersebut.
Meskipun demikian, permasalahan pengemis merupakan masalah yang harus kita atasi karena
bila kita membiarkan permasalahan pengemis tersebut, maka akan semakin banyak pengemis
yang berkeliaran dan mengganggu kenyamanan warga.
B. Saran
Melihat permasalahan pengemis yang terjadi di daerah kampus, diharapkan adanya koordinasi
dari semua pihak untuk memberikan penanggulangan terhadap permasalahan pengemis. Dengan
demikian, diharapkan pengemis yang ada semakin berkurang agar tidak mengganggu
kenyamanan warga kampus.
Selain itu, perlu diadakannya peningkatan softskill maupun hardskill agar orang-orang yang saat
ini berprofesi sebagai pengemis dapat mempunyai pekerjaan yang lebih baik daripada pengemis
dengan cara memanfaatkan keahlian yang ia miliki.
Dan juga, peraturan pemerintah mengenai pelarangan pengemis yang beroperasi di tempattempat umum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya agar pengemis merasa jera bila akan
beroperasi di tempat-tempat umum.
DAFTAR PUSTAKA