Anda di halaman 1dari 8

Oleh : Arifin

Internist, intensivist
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Jcca.co Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh
yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardi,
takipneu, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.1
Sepsis berat dan syok septik masih menjadi masalah kesehatan utama meskipun berbagai
penelitian sedang berlangsung untuk memperbaiki managemen sepsis dan syok septik. Secara
keseluruhan angka kematian dari sepsis berat dan syok septic mencapai 30% sampai 60%,
meskipun penanganan medis sudah dilakukan secara agresif, dan hal ini menyumbang 9,3% dari
semua kematian di Amerika. Bahkan, sepsis berat dan syok septik adalah penyebab utama ke-10
kematian di Amerika. Lebih dari 750.000 kasus sepsis terjadi setiap tahun di Amerika Serikat,
lebih dari 380.000 masuk ICU dan 130.000 kasus harus diberikan ventilasi mekanik. 2
Penyebab paling sering sepsis berat dan syok septik adalah bakteri, terutama bakteri gram
negatif, tapi saat ini bakteri gram positif juga sering didapatkan dalam kultur sebagai penyebab
sepsis dan syok septik. Disamping itu jamur dan parasit juga bisa sebagai penyebab. Meskipun
infeksi dapat timbul di mana saja, infeksi paru-paru saat ini adalah paling banyak menyebabkan
sepsis (40%), diikuti oleh infeksi perut (20%), pemakaian kateter vena dan arteri (15%), dan
infeksi saluran kemih (10%). 3

Syok septik
Syok septik adalah adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang
diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi
jaringan.1 Hipotensi yang diinduksi Sepsis didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP)
<90 mmHg atau mean arterial pressure (MAP) <70 mmHg atau penurunan SBP > 40 mmHg. 4
Teori syok saat ini berkembang lebih jauh, dimana bila kita berpedoman pada konsep hipotensi
untuk menentukan syok septik akan berdampak jelek pada managemen syok septik, karena
hipotensi menandakan bahwa proses syok telah berlangsung lama.
Shock adalah suatu keadaan hipoperfusi pada tingkat seluler yang terjadi ketika oxygen delivery
(DO2) ke tissue berada di bawah konsumsi oksigen (VO2) tissue, dimana keadaan ini
merefleksikan adanya ketidak seimbangan antara DO2 dan VO2 yg berdampak pada timbulnya
oxygen debt (shock) dalam bentuk peningkatan kadar laktat darah dan metabolik asidosis. 5
Oxygen delivery (DO2) sangat ditentukan oleh blood flow yaitu perkalian cardiac output (CO)
dan oxygen content dalam darah (CaO2). Cardiac output di pengaruhi oleh Stroke Volume (SV) x

Heart Rate dimana SV sangat ditentukan oleh 3 komponen penting sebagai komponen
hemodinamik yaitu Preload (volume loading), Contractility dan Systemic Vascular Resistance
(SVR). 6
CaO2 adalah perkalian 1.34 x Saturasi oxygen arteri x Hemoglobin. Nilai DO2 sebenarnnya
mudah diperoleh asalkan didapat pengukuran CO. Namun sayangnya pengukuran CO sampai
saat ini sulit dilakukan bedside karena memerlukan alat khusus, sedangkan nilai CaO2 paling
mudah didapatkan bedside. 6
Sedangkan VO2 seperti disebut diatas adalah jumlah oksigen yg di konsumsi oleh sel, dan VO2
dapat secara langsung di kalkulasi melalui formula VO2 = CO x (SaO2-ScvO2). 6
Ektraksi oksigen (O2ER) adalah kemampuan sel mengambil oksigen dari tingkat mikrosirkulasi,
yg merupakan rasio perbandingan antara VO2 terhadap DO2, atau dengan kata lain perbandingan
antara oksigen yg sudah dipakai (SvO2) terhadap yang di delivery (SaO2). O2ER sangat
ditentukan oleh kondisi sel itu sendiri, sebagai contoh pada keadaan sudah terjadi kerusakan sel
akibat toksin mediator sepsis atau akibat hipoksia sel akibat hipoperfusi, maka meski oksigen
sebenarnya available di mikrosirkulasi namun sel tidak mampu mengekstrasi oksigen tersebut.
Kondisi ini yg disebut Dysoxia. Kondisi dysoxia ini dapat di lihat dari parameter ScvO2 karena
formula O2ER = 1-ScvO2.
Misalnya ScvO2 pd keadaan normal adalah 75%, maka maknanya adalah O2ER pasien 25%.
Pada kondisi O2ER yg sangat rendah yaitu <25% dimana ScvO2 akan >75% menandakan sudah
terjadi kerusakan sel yg berat atau MOF dimana kemampuan sel mengekstraksi oksigen sangat
minim. 6

Managemen
Prioritas pertama pada pasien dengan sepsis berat atau syok septik adalah stabilisasi jalan napas
(airway) dan pernapasan (breathing) pasien. Selanjutnya, perfusi ke jaringan perifer harus
dikembalikan dan antibiotik diberikan. 10
Oksigen tambahan harus diberikan kepada semua pasien dengan sepsis dan oksigenasi harus
dipantau secara kontinyu dengan pulse oximetry. Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin
diperlukan untuk mendukung peningkatan kerja pernapasan yang biasanya menyertai sepsis, atau
untuk perlindungan jalan napas karena ensefalopati dan penurunan kesadaran sering mempersulit
sepsis. 11
Rivers dkk, pada tahun 2001 mengeluarkan panduan praktis managemen sepsis berat dan syok
sptik yang dikenal dengan Early goal directed therapy (EGDT), yang diharapkan dapat
mengurangi angka mortalitas yang masih tinggi. River dkk, yang melakukan suatu penelitian
randomisasi terkontrol dan tersamar yang menunjukkan bahwa dengan menangani sepsis berat
dan syok septik secara agresif, cepat dan terarah di ruang gawat darurat akan menghasilkan
luaran yang lebih baik. 12

EGDT
Early goal directed therapy (EGDT) adalah suatu strategi komprehensif manajemen pasien
sepsis berat dan syok septik terdiri dari beberapa tahapan yang harus dimulai sejak awal dengan
cepat, dan harus lengkap dalam jam pertama setelah timbulnya sepsis berat ataupun syok septik.
Strategi ini melibatkan komponen preload, afterload, dan kontraktilitas dari jantung untuk
menyeimbangkan DO2 dan VO2.13
Inti EGDT pada syok septik adalah memantapkan penghantaran oksigen pada pasien yang
mengalami hipoksia jaringan global yang dilakukan pada tahap awal dengan cara
mempertahankan tekanan vena sentral (CVP) adekuat untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik, dan memaksimalkan saturasi oksigen vena sentral. 13
1. Pasien dengan diagnosis sepsis berat atau syok septik.
2. Jika terjadi gagal nafas segera intubasi dengan ventilasi mekanik.
3. Segera dipasang CVC dan arterial line.
4. Jika CVP < 8 mmHg segera berikan cairan baik kristaloid atau koloid sampai tercapai
CVP 8 12 mmHg.
5. Jika CVP sudah tercapai namun masih < 65 mmHg segera berikan vasoactive (NE), atau
kalau MAP >95 mmHg berikan vasodilator.
6. Jika MAP sudah tercapai antara 65-95 mmHg, cek ScvO2, untuk membuktikan oksigenasi
jaringan, jika ScvO2 < 70% segera transfusi PRC sampai Ht >32%.
7. Jika Ht sudah tercapai, lihat ScvO2, jika sudah >70% artinya GOAL (target) tecapai dan
pasien bisa masuk ICU.
8. Jika ScvO2 masih <70% berarti flow (cardiac output) belum tercapai, segera berikan
dobutamin sampai ScvO2 >70%.
9. Jika dengan dobutamin ScvO2 tidak tercapai >70% artinya GOAL tidak tercapai dan
10. Segera intubasi dan ventilasi mekanik, atau jika sudah terintubasi, segera berikan sedasi,
paralisis yang adekuat untuk menurunkan VO2.
Protokol EGDT Rivers ini sampai sekarang masih dipakai dalam Surviving Sepsis Campaign
(SSC 2012) untuk managemen pasien sepsis berat dan syok septik. Disamping itu kelebihan dari
EGDT Rivers ini juga bisa diaplikasikan ditempat yang dengan fasilitas kurang memandai.

Surviving Sepsis Campaign (SSC 2012)


Paket RESUSITASI sepsis berat pada SSC 2012 :4
Harus selesai dalam waktu 3 jam :

Periksa kadar laktat serum

Ambil darah untuk kultur sebelum pemberian antibiotik

Berikan antibiotik spetrum luas

Berikan cairan kristaloid 30 ml/kg jika hipotensi atau kadar laktat 4 mmol/L

Harus selesai sampai 6 jam :

Berikan vasopresor (untuk hipotensi yang tidak respon terhadap resusitasi cairan awal)
untuk mempertahankan MAP 65 mmHg.

Jika tetap hipotensi meski sudah resusitasi cairan (syok septik) atau kadar laktat masih
4 mmol/L :

1. Pasang CVC dan ukur CVP*


2. Ukur saturasi oksigen vena sentral (ScvO2).*

Ulang pemeriksaan kadar laktat serum jika kadar laktat awal tinggi.

*Target resusitasi kuantitatif adalah CVP 8 mmHg, ScvO2 70% dan menormalkan kembali
kadar laktat.

Resusitasi cairan
Seperti diketahui bahwa resusitasi cairan merupakan cornerstone penatalaksanaan hipovolemia
pada sepsis berat.4,6 Koloid digunakan karena dapat menetap lebih lama dalam intravaskular dan
lebih cepat mencapai stabilisasi sirkulasi dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan selama
resusitasi dibanding kristaloid. 4
Cairan yang direkomendasikan oleh SSC 2012 untuk resusitasi pada pasien sepsis adalah
kristaloid. Koloid dikeluarkan dari pilihan utama cairan resusitasi pada sepsis berat dan syok
septik karena tidak ada perbedaan outcome (mortalitas) dan harganya lebih mahal. 16

Beberapa point penting yang berhubungan dengan efek berbahaya dari HES perlu
dipertimbangkan. Pertama adalah study yang dilakukan oleh Bronkhurst dkk, menunjukkan
bahwa resusitasi dengan HES meningkatkan resiko AKI dan memerlukan dialisis dibanding
dengan kristaloid Ringers acetate (22% vs 16%), P = 0.04). Kedua adalah ternyata pasien-pasien
yang menerima HES lebih banyak menerima transfusi produk darah (relative risk, 1.20; 95%
confidence interval (CI), 1.07 to1.36; P = 0.002) dengan volume yang lebih besar (cumulative
median blood product volume, HES versus Ringers acetate, 1,340 versus 1,055 ml; P = 0.003. 17
Namun study yang dilakukan oleh Guidet dkk, (CRYSTMAS) study menemukan bahwa
resusitasi dengan HES pada sepsis menurunkan waktu untuk mencapai stabilisasi hemodinamik
dan tidak ditemukan perbedaan dalam insiden AKI, kebutuhan dialisis dan angka kematian
dibandingkan dengan resusitasi menggunakan Saline 0.9%. Meskipun sayangnya study ini
underpower dalam mendekteksi perbedaan dalam mortality dan menetapkan keamanan dari
low molecular HES. 18
Selanjutnya study oleh Perner dkk (6S TRIAL), menunjukkan bahwa resusitasi dengan HES
meningkatkan angka mortality, resiko dialisis, kecenderungan meningkatnya perdarahan dan
meningkatnya transfuse produk darah dibandingkan dengan resusitasi menggunakan ringer
acetate. Yang menarik dari study Perner ini bahwa mereka tidak menemukan bahwa pasienpasien yang menerima koloid HES memerlukan cairan yang lebih sedikit dibanding kristaloid.
Study ini sangat bagus well-design study dan adequately power oleh kriteria inklusi yang
luas dan low risk of bias karena double blind dan juga multi centre study. Yang terpenting
juga study ini melihat angka kematian dan dialysis jangka panjang (90 hari). 19
Study terakhir adalah oleh Myburgh dkk, yang disebut CHEST study, menemukan bahwa tidak
ada perbedaan mortality dalam 90 hari antara HES dengan 0.9% saline pada pasien-pasien sakit
kritis yang heterogen. Study ini mempunyai sample terbesar yaitu (n=7000). Namun angka
kebutuhan dialisis lebih banyak di grup HES 7.0% versus 5.8%; relative risk, 1.21; 95% CI, 1.00
to 1.45; P = 0.04) dibanding saline 0.9%. Selanjutnya pada study ini pasien-pasien nya memang
lebih less severe dibanding study oleh Perner, dan di subgrup severe sepsis didapat
kecenderungan peningkatan kejadian AKI dan mortalitas pada yang menerima HES. 20
Akhirnya, melihat kajian terhadap ke empat study ini, maka panduan sepsis internasional yaitu
Surviving Sepsis Champaign 2012 merekomendasi untuk tidak menggunakan HES untuk
resusitasi pasien-pasien sepsis dan syok septik. 4
Koloid pada SSC 2012 memang tidak menjadi pilihan utama dalam resusitasi, tetapi SSC 2012
masih merekomendasikan albumin konsentrasi rendah sebagai cairan resusitasi. Mengingat
fungsi koloid yang lebih lama bertahan dalam intravaskular. Hal ini didasarkan pada study yang
dilakukan oleh Delaney dkk, Penggunaan albumin untuk resusitasi dapat menurunkan mortalitas
pada syok sepsis/sepsis berat(OR 0.82; 95% CI: 0.67-1.00; p=0.047). 22

Sumber

1. Guntur AH. SIRS,SEPSIS dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis, penatalaksanaan).

UNS Press. 2008


2. Morrell MR, Micek ST, Kollef MH. The management of severe sepsis and septic shock.

Infect Dis Clin N Am. 23.2009:485-501


3. Vincent JL. Septic shock. In : Vincent JL, Abraham E, Moore FA, etll eds. Texbook of

critical care 6th ed. Churchill Livingstone, Elsevier. 2012


4. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et all : Surviving Sepsis Campaign: international
guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med 2013,

41:580-637.
5. Mansjoer A, George YWH. Pathophysiology of Critical Ill Patients: Focus on Critical

Oxygen Delivery. Acta Med Indones-Indones J Intern Med. 161-170

6. idem

7. idem

8. idem

9. idem
10. Schmidt GA, Mandel J. Evaluation and management of severe sepsis and septic shock in
adults. http://www.uptodate.com/contents/evaluation-and-management-of-severe-sepsis-

and-septic-shock-in-adults. 2014

11. idem
12. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, dkk. Early goal
directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. NEJM.2001;345:19.

13. idem.

14. idem.
15. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et all : Surviving Sepsis Campaign: international
guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med 2013,

41:580-637.

16. idem.

17. Brunkhorst FM, Engel C, Bloos F, et al : Intensive insulin therapy and pentastarch

resuscitation in severe sepsis. N Engl J Med 2008, 358:125139.


18. Guidet B, Martinet O, Boulain T, et al : Assessment of hemodynamic efficacy and safety
of 6% hydroxyethylstarch 130/0.4 vs. 0.9% NaCl fluid replacement in patients with

severe sepsis: The CRYSTMAS study. Crit Care 2012, 16:R94.


19. Perner A, Haase N, Guttormsen AB, et al.: Hydroxyethyl starch 130/0.42 versus Ringers

acetate in severe sepsis. N Engl J Med 2012, 367:124134.


20. Myburgh JA, Finfer S, Bellomo R. Hydroxyethyl Starch or Saline for Fluid Resuscitation

in Intensive Care. N Engl J Med 2012., 1-11


21. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et all : Surviving Sepsis Campaign: international
guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med 2013,

41:580-637.
22. Delaney A, Dan A, McCaffrey J, Finfer S. The role of albumin as resuscitation fluid for
patients with sepsis: A systematic review and meta-analysis. Crit Care Med 2011; 39:386

391

Anda mungkin juga menyukai