Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Flu burung merupakan wabah penyakit yang disebabkan oleh virus
influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus influenza ini termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (drift, shift),
dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi.
Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang
ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N) dan memiliki waktu
inkubasi selama 1 minggu pada unggas dan 3 hari pada manusia. Burung liar dan
unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1.
Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan,
minuman, dan sentuhan. Virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi (60C selama
30 menit), namun dapat bertahan hidup pada suhu rendah (0C selama lebih dari 30
hari). Gejala flu burung pada unggas adalah kematian secara mendadak dengan laju
mortalitas mendekati 100%, jengger berwarna biru, dan luka pada kaki. Sedangkan
gejala umum yang terjadi pada manusia adalah demam tinggi (suhu badan di atas
38C), batuk dan nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia,
infeksi mata, dan nyeri otot.
Replikasi virus dalam tubuh dapat berjalan cepat sehingga pasien perlu
segera mendapatkan perhatian medis. Virus H5N1 lebih patogen daripada
subtipelainnya sehingga disebut dengan Highly Pathogenic H5N1 Avian Influenza
(HPAI). Dari uraian latar belakang di atas penulis bermaksud untuk lebih
memperdalam mengenai wabah penyakit flu burung terutama dalam Asuhan
Keperawatan pada klien dengan flu burung.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian flu burung?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernafasan?
3. Bagaimana etiologi flu burung?
4. Bagaimana klasifikasi kasus flu burung?
5. Bagaimana patofisiologi flu burung?
6. Berapa lama masa inkubasi flu burung?
7. Bagaimana manifestasi klinis flu burung?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik?
9. Bagaimana komplikasi flu burung?
1

10. Bagaimana penatalaksanaan flu burung?


11. Bagaimana pencegahan flu burung?
12. Bagaimana asuhah keperawatan pada klien dengan flu burung?
C. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk memnuhi salah satu tugas Keperawatan Dewasa I
tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Flu Burung
D. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian flu burung!
2. Untuk mengetahui etiologi flu burung!
3. Untuk mengetahui klasifikasi kasus flu burung!
4. Untuk mengetahui patofisiologi flu burung!
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis flu burung!
6. Untuk mengetahui komplikasi flu burung!
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik!
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan flu burung!
9. Untuk mengetahui pencegahan flu burung!
10. Untuk mengetahui asuhah keperawatan pada klien dengan flu burung!

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Flu Burung


Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan
oleh unggas. Flu burung (bahas Inggris: avian influenza) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus yang biasanya menjangkiti burung dan mamalia
(Rahmat Ilham, 2010).
Flu burung adalah penyakit pada hewan (zoonosis) dan tidak menular ke
manusia. Dalam perkembangannya virus penyebabnya mengalami mutasi genetik
sehingga juga dapat menginfeksi manusia. Mutasi ini dalam perkembangannya
dapat menyebabkan pandemic.
Virus influenza terdiri dari beberapa tipe antara lain tipe A, B dan C.
Influenza tipe A terdiri dari beberapa strain antara lain H1N1, H3N2, H5N1 dan
lain-lain. Salah satu tipe yang diwaspadai adalah yang disebabkan oleh influenza
dengan kode genetik H5N1 ( H: Haemagglutinin, N: Neuramidase ). Salah satu
sifat utama dari infeksi virus Avian influenza adalah airbone infection, yakni
penularan melalui udara yang dapat dengan cepat mencapai selaput lendir di
saluran pernafasan (WHO = Avian Influenza, 2004).
Virus H5N1 adalah subtipe dari virus influenza tipe A dengan ciri
komponen proteinnya menunjukan tipe H5 (hemagglotinin tipe 5) dan
N(neuroamidase tipe 1). Virus ini diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu :
a. AI virulensi rendah adalah tipe virus influenza H5N1 yang menyerang unggas
namun hanya menimbulkan penyakit yang ringan bahkan dapat pula tanpa
menimbulkan penyakit. Dalam litelatur disebut low patogenic avian influenza
(LPAI).
b. AI firulensi tinggi adalah tipe virus influenza H5N1 yang ganas ,menyerang dan
menimbulkan penyakit bahkan kematian pada unggas dalam jumlah besar, dapat
menular ke manusia terutama mereka yang mengadakan kontak secara erat
dengan unggas. Dalam literatur disebut highpatogenic avian influenza (HPAI)
( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6).
B. Etiologi Flu Burung
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk
famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,
3

Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri
dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai
identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya
terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7.Sedangkan pada
binatang H1-H5 dan N1-N9.
Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari
subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu
22 C dan lebih dari 30 hari pada 0 C. Virus akan mati pada pemanasan 60 C
selama 30 menit atau 56 C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan
misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
Masa inkubasi pada unggas adalah l minggu, sedangkan pada manusia l-3
hari. Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak
sampai 21 hari .
Ada banyak sub tipe dari virus flu ini yaitu:
a. Tipe H1N1. Sub tipe ini lebih banyak ditemukan di babi sebagai vektor
utamanya. Di kemudian hari, virus tipe ini lebih dikenal sebagai penyebab flu
babi. Berbeda dengan penyebab flu unggas, sub tipe ini justru lebih efektif
ditularkan lewat manusia. Dalam setiap bersin pasien flu babi, setidaknya
terkandung 100.000 virus H1N1. Untungnya, daya bunuh H1N1 hanya
seperduabelas dari flu burung. Flu babi hanya memiliki kemungkinan fatal
sebesar 6 persen, jauh di bawah angka 80 persen mili flu unggas.
b. H1N2 adalah sub tipe berikutnya. Sub tipe ini merupakan subtipe dari virus
influenza A yang juga disebut virus flu burung. Oleh para ahli, virus ini
dinyatakan sebagai virus pandemik pada manusia dan hewan, khususnya babi.
c. H2N2 adalah sub tipe yang lainnya. Virus H2N2 ini sudah termutasi menjadi
banyak sekali variasi virus flu ini. Salah satu bentuk mutasi dari H2N2 adalah
H3N2 dan banyak lagi subtipe virus flu lainnya yang sering ditemukan pada
unggas. Virus model ini dicurigai sebagai penyebab pandemik pada manusia di
tahun 1889.
d. H2N3. Berdasarkan struktur penyusunnya, H2N3 terdiri atas proteins sebagai
casingnya, hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Pada umumnya, virus
ini dapat menginfeksi manusia dan unggas.
e. Sub tipe virus Avian Influenza yang paling berbahaya. Dikenal sebagai penyebab
utama flu unggas. H5N1 adalah virus yang sangat berbahaya. Berdasarkan
penelitian para ahli, pasien yang terjangkiti virus H5N1 hanya memiliki
kemungkinan sembuh kurang dari 20 persen. Meskipun hanya ditularkan lewat
4

unggas, H5N1 merupakan pembunuh yang efektif. Daya bunuhnya 12 kali lebih
dahsyat dibanding sub tipe virus avian influenza yang lain. Virus ini merupakan
jenis virus yang bersifat epizootik atau bersifat epidemic untuk golongan di luar
manusia dan juga bersifat panzootik yang mampu mempengaruhi beragam
spesies hewan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa virus ini sudah sukses
membunuh setidaknya 10 juta unggas di seluruh dunia serta menginfeksi ratusan
juta lainnya. Pada bulan Desember tahun 2009, badan kesehatan dunia, WHO
mengumumkan bahwa setidaknya terjadi 447 kasus flu yang terjadi pada
manusia dan tingkat kematian pada periode ini sangat tinggi, lebih dari 50 persen
dengan angka kematian mencapai 267 orang.
f. Sub tipe lain yang dianggap patogenik untuk manusia adalah H7N3, H7N7 dan
H9N2. Ketiga jenis ini dianggap sebagai virus avian influenza yang memiliki
daya rusak tingga hingga dapat membunuh pengidapnya. Menurut update
terbaru dari FAO, virus-virus ini secara perlahan tapi pasti memperkuat
kemampuan merusak mereka. Untuk virus H7N7 sendiri bisa menginfeksi
manusia, burung, babi, anjing laut serta kuda. Pada uji laboratorium, virus ini
bisa mengifeksi tikus yang digunakan dalam percobaan. Virus H9N2 merupakan
jenis virus yang menginfeksi bebek. Pada perkembangannya, virus ini juga
menginfeksi manusia. Pada Desember 2009, ditemukan kasus anak-anak
terinfeksi H9N2 di Hongkong.
Virus flu burung atau avian influenza ini awalnya hanya ditemukan pada
binatang seperti burung, bebek dan ayam. Namun sejak 1997, virus ini mulai
"terbang" ke manusia ( penyakit zoonosis ). Hasil studi menunjukkan bahwa
unggas sakit (oleh influenza A H5N1) dapat mengeluarkan virus dalam jumlah
besar dalam kotorannya.
Protein H menentukan tingkat patogen virus influenza.Virus tipe H5 dan H7
misalnya, mempunyai tingkat patogen yang tinggi terhadap ayam. Sementara itu,
protein N juga berfungsi sebagai penentu batas inang (host) disamping juga
menentukan tingkat patogennya. Walaupun protein N dikatakan berpengaruh
terhadap penentuan inang, spesifikasi inang lebih ditentukan lagi oleh protein
nukleokapsid (NP, Nucleocapsid Protein) yaitu protein yang berikatan langsung
dengan gen RNA virus influenza. Karena itu, loncatan inang dari ayam ke manusia
kemungkinan disebabkan oleh mutasi yang terjadi pada protein NP ini. Dengan
kata lain, protein NP yang spesifik terhadap burung bermutasi menjadi protein yang
bisa menginfeksi manusia.
5

Berdasarkan atas struktur antigen permukaan, yaitu hemaglutin (H) dan


neuraminidase (N), maka virus influenza A dikelompokkan lagi menjadi banyak
subtipe. Dewasa ini dikenal 16 subtipe H (1-16) dan 9 subtipe N (1-9). Keragaman
jenis strain virus avian influenza disebabkan karena virus ini mudah berubah
bentuk akibat timbulnya Antigenic Drift dan Antigenic Shift. Antigenic Drift adalah
perubahan kecil yang terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu
sehingga virus AI yang memakai baju baru itu tidak dikenali oleh sistem
kekebalan tubuh. Jadi ayam yang pernah tertular salah satu jenis virus A masih
dapat tertular lagi oleh virus baru. Sedangkan pada Antigenic Shift, perubahan yang
terjadi lebih banyak lagi, meliputi perubahan subtipe hemaglutinin, neuraminidase
atau keduanya. Antigenic Shift lebih jarang terjadi dibandingkan dengan antigenic
drift.Namun pada virus AI dapat terjadi antigenic shift dan antigenic drift sekaligus.
Ada 3 Tipe influenza :
1. Influenza A
a. 15 jenis H (haemaglutinin ) untuk menempel ke sel lain 9 jenis N
(neuraminidase )
b. Pada unggas H5N1 , H7N1
c. Pada manusia H1 , H2 , H3 , N1 , N2 , H9N2
d. Pada unggas dan manusia H5N1
2. Influenza B
a. Lebih ringan daripada A
b. Hanya menyerang manusia
3. Influenza C : Sangat jarang dilaporkan pada manusia
Penularan penyakit flu burung ini kepada manusia dapat melalui :
a. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau
produk unggas yang sakit.
b. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang
berasal dari tinja atau sekret unggas yang terserang flu Burung.
c. Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus
dalam kelompok / cluster).
d. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak
dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan
atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir (Tamher &
Noorkasiani. 2008).
C. Klasifikasi Kasus Flu Burung
1. Kasus Suspek

Kasus suspek adalah seseorang yang menderita ISPA dengan gejala


demam (temp > 38C), batuk dan atau sakit tenggorokan dan atau ber-ingus serta
dengan salah satu keadaan:
a. seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang sedang berjangkit klb flu
burung
b. kontak dengan kasus konfirmasi flu burung dalam masa penularan
c. bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses spesimen manusia
atau binatang yang dicurigai menderita flu burung
2. Kasus "Probable"
Kasus "probale" adalah kasus suspek disertai salah satu keadaan;
a. bukti laboratorium terbatas yang mengarah kepada virus influenza A (H5N1),
misal : Test HI yang menggunakan antigen H5N1
b. dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonia, gagal pernafasan/
meninggal
c. terbukti tidak terdapat penyebab lain

3. Kasus Konfirmasi
Kasus konfirmasi adalah kasus suspek atau "probale" didukung oleh salah
satu hasil pemeriksaan laboratorium;
a. Kultur virus influenza H5N1 positip
b. PCR influenza (H5) positip
c. Peningkatan titer antibody H5 sebesar 4 kali
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya
penyakit :
a. Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
b. Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal
Nafas
c. Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
d. Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF) (MOPH
Thailand, 2005).
D. Patofisiologi Flu Burung
Virus influenza merupakan

virus

RNA

termasuk

dalam

famili

Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen
gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai
selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini
mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang
7

spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes
yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase
(NA), yang terletak dibagian terluar dari virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis
antigen yang terdiri dari (i) protein nukleokapsid (NP) (ii). Hemaglutinin (HA),
(iii). Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP).
Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi
penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan sel
hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan
materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin
genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru,
dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa
hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata
avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan di dalam sel
gastrointestinal.Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan
serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005).
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah
virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan
replikasinya. Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan
dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel
hospesnya.
Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia
dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka
dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas
yang terdiri dari oligosakharida yang mengandung N-acethylneuraminic acid 2,3-galactose (SA -2,3- Gal), dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang
ada pada manusia. Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA 2,6-galactose (SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa
menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian,
dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat
dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus
H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat
membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke
manusia .
Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika
manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan
8

permukaan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang
mengandung virus H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah
pekerja di peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas
hidup yang sakit atau terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas
yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya
kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak
mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit
virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia,
terbatas, tidak efisien dan tidak berkelanjutan. (Radji, 2006)
Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini
kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi
deskuamasi lapisan epitel saluran napas. Pada tahap infeksi awal, respons imun
innate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure,
respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori
imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan
merangsang pembentukan proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6 dan TNFAlfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan
gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada umumnya influenza
merupakan penyakit yang self limiting & virus terbatas pada saluran napas. Pada
keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk
sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang
menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang
sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat.
Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru.
Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas
yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan
respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi
oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan (cytokine
storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang menyebabkan
kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus berupa
pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema
intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar,
pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi
banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS
9

(Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi


hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara
cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang
ireversibel.(Emedicine,2009)
Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus
dapa tmenyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari,
lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang
terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami
knosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya
akan terbentuk badan inklusi.

E. Manifestasi Klinis Flu Burung


1. Tanda dan Gejala pada unggas
Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan
(nyaris tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan
virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri.
Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, borok di kaki, kepala
bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat
10

terjadi gangguan pernafasan berupa batuk dan bersin, adanya cairan pada mata
dan hidung.Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa cangkang
telur lembek dan penurunan produksi telur. Gangguan

sistem saraf dalam

bentuk depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat
terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian mendadak dan
sangat tinggi jumlahnya mendekati 100% dalam waktu 2 hari, maksimal 1
minggu.
2. Tanda dan Gejala pada manusia
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya,
hanya cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi antara
mulai tertular dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari sementara itu masa
infeksius pada manusia adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari sesudah gejala
timbul pada anak dapat sampai 21 hari.
Gejalanya suhu > 38oC, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala,
nyeri otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan
memburuk, dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak
nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya kadar CO.
Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa
konjungtivitis. Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik,
flu ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS
(acute respiratory distress syndrome).kelainan laboratorium hematologi yang
hampir selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia dan trombositopenia.
Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrate bilateral luas infiltrate difus,
multilokal atau tersebar (Pathcy) atau terdapat kolaps lobar.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan
untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit),
spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
Uji Serologi :
1. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil<7

11

hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi


konvalesen harus pula >1/80.
2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil
positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160
atau western blot spesifik H5 positif.
3. Uji penapisan
Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung

jenis

leukosit,

limfosit

total.Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.


3. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase,
Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin
Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium
sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap
tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini
adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT
Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal
sebagai langkah diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan,
dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada
mayat (necropsi), specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan
PCR.
6. Gejala Klinis
Pada umumnya gejala klinis flu burung yang sering ditemukan adalah
demam > 380 C, batuk dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang dapat ditemukan
adalah pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan
saluran cerna. Bila ditemukan gejala sesak menandai terdapat kelainan saluran
napas bawah yang memungkinkan terjadi perburukan. Jika telah terdapat
kelainan saluran napas bawah akan ditemukan ronki diparu dan bila semakin
berat frekuensi pernapasan akan semakin cepat
7. Diagnosis Banding
12

Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan.


Penyakit dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara lain:
a. Demam Dengue : Dengue blot : IgM, IgG untuk menyingkirkan diagnosis
demam dengue
b. Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur : Biakan
sputum dahak, darah dan urin.
c. Demam Typhoid : Biakan Salmonella, uji Widal untuk menyingkirkan
diagnosis demam tifoid.
d. HIV dengan infeksi sekunder : Pemeriksaan anti HIV
e. Tuberkulosis Paru : Pemeriksaan dahak mikroskopik Basil Tahan Asam
(BTA) dan biakan mikobakterium, untuk menyingkirkan TB Paru.
G. Komplikasi Flu Burung
1. Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial)
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane
atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat
disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang
menyebar masuk kedalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak.
2. Encephalitis ( bulbar )
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering
infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
3. Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditis
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium, pada
umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai
akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan
radiasi (FKUI, 1999).
4. Paralisis akut flaksid
5. Pneumonia ( peradangan paru )
Sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang
bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh
cairan.Radang paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk
infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau pasilan (parasite).Radang paru-paru
dapat juga disebabkan oleh kepedihan zat-zat kimia atau cedera jasmani pada
paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru
atau berlebihan minum alkohol.
6. Kematian
Terjadi jika mengalami gagal nafas akut
a. Bronkhitis
13

b. Infeksi sekunder (radang telinga)


c. Radang paru-paru (pneumonia) (Tamher, Noorkasiani. 2008 : 4)
H. Penatalaksanaan Flu Burung
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan
tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi,
imunomodulators.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non
rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung.
1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung
Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai
dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di
bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS
rujukan. Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil
pertemuan workshop Case Management & pengembangan laboratorium regional Avian
Influenza, Bandung 20 23 April 2006
Skor
Gejala
demam
RR
Leukopeni
Kontak
jumlah
Skor :

< 38 C
N
Tidak ada
Tidak ada

38 C
>N
Ada
Ada

6 7 = evaluasi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir


> 7 = diberi oseltamivir.
Batasan Frekuensi Napas :
< 2bl = > 60x/menit
2bl <12 bl = > 50x/menit
>1 th <5 th = > 40x/menit
5 th 12 th = > 30x/menit
14

>13 = > 20x/menit


Pada fasilitas yang tidak ada pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai
leukopeni (skor = 2)
2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan
Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi.
1. Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang
pemeriksaan.
2. Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan
kewaspadaan standar.
3. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
4. Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap
hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
5. Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
6. Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
7. Penatalaksanaan di ruang rawat inap
Klinis
1. Perhatikan :
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu).
Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.
2. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.
Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni
pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat :
1. Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu madine). Dengan dosis
2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari.
2. Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami flu).
1. Dewasa atau anak 13 tahun Oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5 hari.
2. Anak > 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5 hari.
15

3. Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan sbb :


> 40 kg : 75 mg 2x/hari
> 23 40 kg : 60 mg 2x/hari
> 15 23 kg : 45 mg 2x/hari
15 kg : 30 mg 2x/hari
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :
Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 275 mg 5 hari, simptomatik dan
antibiotik jika ada indikasi.
Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 275 mg selama 5 hari, antibiotic
spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada
kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai indikasi.
Profilaksis
Profilaksis 1x75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan sampai 7-10 hari
dari pajanan terakhir. Penggunaan profilaksis jangka panjang dapat diberikan maksimal
hingga 6-8 minggu sesuai dengan profilaksis pada influenza musiman.
Pengobatan lain
1. Antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman dan atipikal (lihat
lampiran 2 petunjuk penggunaan antibiotik).
2. Metilprednisolon 1-2 mg/kgBB IV diberikan pada pneumonia berat,
ARDS atau pada syok sepsis yang tidak respons terhadap obat-obat
vasopresor.
3. Terapi lain seperti terapi simptomatik, vitamin, dan makanan bergizi.
4. Rawat di ICU sesuai indikasi.
Pencegahan Flu Burung
Pencegahan Penyakit Flu Burung dengan cara sebagai berikut:
1. Pada Unggas:
a. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
b. Vaksinasi pada unggas yang sehat
2. Pada Manusia :
a. Kelompok berisiko tinggi (Pekerja pertenakan atau pemprosesan unggas
termasuk dokter hewan dll, Pekerja lab yg memproses sampel pasien/ hewan
terjangkit, Pengunjung peternakan/ pemprosesan unggas dalam 1 minggu
terakhir Kontak dgn penderita flu burung)
b. Mencuci tangan dengan desinfektan alkohol 70% dan mandi sehabis bekerja.
c. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu
burung.

16

d. Petugas yg berhubungan langsung dgn sumber pakai APP ( Masker N95


minimal masker bedah, kaca mata google, gaun pelindung/ apron, sarung
tangan tebal, sepatu bot karet
e. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
f. Membatasi lalu lintas orang yang masuk ke peternakan.
g. Mendisinfeksi orang dan kendaraan yang masuk ke peternakan dan peralatan
peternakan.
h. Mengisolasi kandang dan kotoran dari lokasi peternakan.
i. Lingkungan peternakan harus bersih
j. Semua orang yang terpapar harus periksa ke fasilitas kesehatan ;
1. Diobati atas rekomendasi dokter antiviral oseltamivir pada kasus suspek
2. Divaksinasi flu manusia bagi yg terpapar agar tidak terjadi 2 infeksi
gabungan virus flu manusia dan virus dapat menyebar dari manusia ke
manusia
3. Pengamatan kesehatan pasif bagi yg berisiko tinggi/ terpapar dan keluarga
jika ada gejala gangguan pernapasan, fludan infeksi mata harus ke fasilitas
kesehatan
4. Golongan rentan ( anak-anak, lanjut usia, penderita jantung, paru kronik )
agar menghindari tempat terjangkit
5. Survelen serologi pada pekerja yang terpapar
6. Pengambilan bahan sampel swab tenggorok, darah, jaringan post mortem
untuk dikirim ke lab
3. Masyarakat umum :
a. Memilih daging yang baik dan segar.
b. Memasak daging ayam minimal 80 C selama 1 menit dan telur minimal 64 C
selama 5 menit (atau sampai air atau kuahnya mendidih cukup lama).
c. Menjaga kesehatan dan ketahanan umum tubuh dengan makan, olahraga, dan
istirahat yang cukup.
d. Segera ke dokter/puskesmas/rumah sakit bagi masyarakat yang mengalami
gejala-gejala di atas.
e. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat
cukup.
f. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
g. Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
h. Memasak daging ayam sampai dengan suhu 80 C selama 1 menit dan
pada telur sampai dengan suhu 64 C selama 4,5 menit.
I. Asuhah Keperawatan Pada Klien Dengan Flu Burung
1. Pengkajian
A. Anamnesa
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin
dan penanggung jawab.
17

b. Riwayat kesehatan sekarang


Data yang mungkin ditemukan demam (suhu> 37oC), sesak napas,
sakit tenggorokan, batuk, pilek, diare
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah ada riwayat sakit paru-paru atau tidak.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
e. Riwayat perjalanan
Dalam waktu 7 hari sebelumnya apakah melakukan kunjungan ke
daerah atau bertempat tinggal di wilayah yang terjangkit flu burung,
mengkonsumsi unggas sakit, kontak dengan unggas / orang yang positif flu
burung.
f. Kondisi lingkungan rumah
Dekat dengan pemeliharaan unggas dan memelihara unggas.
g. Kebiasaan sehari-hari (aktivitas)
Waktu bekerja, Jenis pekerjaan, Kebersihan diri (kebiasaan mencuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan)
B. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breathing) :
Inspeksi : Sesak, batuk, nyeri dada, penggunaan otot bantu pernafasaan,
pernafasaan diafragma dan perut meningkat, pernafasan cuping hidung, pola nafas cepat
dan dangkal, retraksi otot bantu pernafasan,RR > 30x/menit. Palpasi : fremitus vokal
menurun. Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak. Auskultasi: Ronkhi basah, suara
napas bronkial. sirkulasi O2 < 95%.
b. B2 (Bleeding):
Sianosis, nadi > 100x/menit, CRT > 3 detik, BGA menunujukkan hipoksemia, S1
dan S2 tunggal.
c. B3 (Brain):
Nyeri kepala, terjadi penurunan kesadaran.
d. B4 (Bladder):
Terkadang produksi urine menurun
e. B5 (Bowel):

18

Mual, muntah, nafsu makan menurun, bising usus meningkat, diare, karakteristik
feces encer, defekasi > 3x/hari.
f. B6 (Bone):
Nyeri otot, kelemahan pada otot.

a.
b.
c.
d.
e.

C. Pemeriksaan Penunjang
Kultur virus
PCR
Uji serologi: ELISA
Hematologi: leukopenia, limfositopenia, limfositosis relatif, trombositopenia.
Kimia darah: BGA dapat normal atau abnormal, peningkatan SGOT/SGPT,

penurunan albumin, peningkatan ureum dan kreatinin.


f. Pemeriksaan Radiologi: infiltrasi di paru.
g. Pemeriksaan CT scan toraks
h. Pemeriksaan Post Mortem
2. Diagnosa

3. Evaluasi
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a. Masalah teratasi; Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan
dan kriteriahasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi; Jika klien menunjukkan perubahan sebahagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Masalah tidak teratasi; Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteriahasil yang
telah ditetapkan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.

19

BABB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan
oleh unggas.
Virus influenza terdiri dari beberapa tipe antara lain tipe A, B dan C.
Influenza tipe A terdiri dari beberapa strain antara lain H1N1, H3N2, H5N1 dan
lain-lain. Salah satu tipe yan diwaspadai adalah yang disebabkan oleh influenza
dengan kode genetik H5N1 ( H: Haemagglutinin, N: Neuramidase ).
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk
famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,
Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
Flu burung bisa menular ke manusia bila terjadi kontak langsung dengan
ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung.Virus flu burung hidup di saluran
pencernaan unggas.Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini
melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam
bubuk.Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya.
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya,
hanya cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi antara mulai
tertular dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari sementara itu masa infeksius pada
manusia adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari sesudah gejala timbul pada anak
dapat sampai 21 hari.
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya
tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti
inflamasi, imunomodulators.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Flu Burung dapat menambah wawasan kita mengenai bagiman cara
melakuakan perawatan pada klien dengan masalah kesehatan tersebut dengan benar
dan professional.

20

Anda mungkin juga menyukai