Anda di halaman 1dari 6

BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun general secara akut,
lebih dari 24 jam kecuali pada intervensi bedah atau meninggal, berasal dari gangguan
sirkulasi serebral. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Sebagian besar kejadian stroke tersebut adalah stroke
nonhemoragik.2 Stroke merupakan penyebab kecacatan kronik yang paling tinggi pada
kelompok umur di atas usia 45 tahun. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
didunia dengan laju mortalitas 18 - 37 % untuk stroke pertama dan 62 % untuk stroke
berulang, artinya penderita stroke berulang memiliki resiko kematian dua kali lebih besar
dibandingkan penderita stroke. Tingginya insiden kematian pada penderita stroke maupun
stroke berulang perlu mendapatkan perhatian khusus karena diperkirakan 25 % orang yang
sembuh dari stroke pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 1 - 5
tahun.5
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiostensin II dari
angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiostensinogen yang
diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiostensin I. oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I diubah manjadi
angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya.

Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume tekanan darah. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah
terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, latihan vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah
dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor
meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk
memunculkan gejala hipertensi.
Hiponatremia didefinisikan sebagai serum Na 135 mmol / l. Penyebab hiponatremia
diklasifikasikan menurut status cairan pasien (euvolemik,hipovolemik, atau hypervolaemic).
Sedangkan hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145 mmol / l
dan selalu dikaitkan dengan keadaan hyperosmolar. Kelebihan natrium pada tubuh manusia
dapat menyebabkan kelebihan cairan, sehingga elektrolit ini dapat menyebabkan peningkatan
dari tekanan darah dikarenakan fungsi jantung yang bekerja keras dalam memompakan cairan
yang banyak.
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang
membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan
oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan
kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke.

Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan
di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan
volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah
substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial. Komplikasi
letal dari stroke adalah edema cerebral yang menyertai stroke iskemik luas dan stroke
hemoragik. Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan
meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF).
NIHSS merupakan instrumen untuk menilai gangguan neurologis penderita stroke.
Skor yang diperoleh dinilai dari pemeriksaan fisik neurologis. NIHSS dianggap valid untuk
menilai ukuran lesi dan menilai derajat keparahan stroke. Secara klinis skor total dari
pemeriksaan NIHSS dikelompokkan menjadi 0 5 = Sangat ringan ; 6 10 = Ringan ; 11
15 = Sedang ; 16 20 = Berat ; > 20 = Sangat berat (23). Kerangka konsep penelitian dapat
dilihat pada gambar 3.1 dan kerangka teori pada gambar 3.2.

Hipertensi

Kadar Natrium Tinggi


> 145 mmol/l

Edema Serebri

Stroke

Skor
NIHSS

Ringan 6-10

Sedang 11-15
Berat 16-20

Keterangan:
: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Kadar Natrium Serum dengan Skor NIHSS pada
Pasien Stroke di Ruang Saraf RSUD Ulin Banjarmasin

Hipertensi

Kadar Natrium

Kadar Natrium

Normal

Tinggi

Retensi cairan

Peningkatan Volume darah

Peningkatan Pompa Jantung

Hipertensi

Edema
cerebri

Peningkatan tekanan
intrakranial
Ringan 6-10
Stroke

Skor
NIHSS
Sedang 11-15
Berat 16-20

Skor
Skor
NIHSS
NIHSS

Gambar 3.2. Kerangka Teori Penelitian Hubungan Kadar Natrium Serum dengan Skor NIHSS pada
Pasien Stroke di Ruang Saraf RSUD Ulin Banjarmasin

B.Hipotesis
Berdasarkan landasan teori di atas, diajukan hipotesis yaitu terdapat hubungan antara
kadar natrium serum dengan skor NIHSS pada pasien stroke di Ruang Saraf RSUD Ulin
Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai