Anda di halaman 1dari 6

TEORI KOGNITIF

1.

A. Pendahuluan

Teori pembelajaran merupakan penyedia panduan bagi pengajar untuk membantu siswa didik dalam
mengembangkan kognitif, emosional, sosial, fisik, dan spiritual. Panduan-panduan tersebut adalah kejelasan
informasi yang mendeskripsikan tujuan, pengetahuan yang diperlukan, dan unjuk kerjaan itu penting. Hal ini
adalah untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Ada dua perubahan yang perlu
diantisipasi, yaitu perubahan yang sifatnya sedikit demi sedikit (piecemeal) dan yang bersifat sistemik
(systemic). Jadi teori pembelajaran itu penting sebagai suatu dasar pengetahuan yang memandu praktek
pendidikan: bagaimana memfasilitasi belajar dalam dunia pendidikan yang senantiasa berubah, terlebih dalam
cakupan yang sistemik.
Praktek pembelajaran adalah suatu subsistem yang merupakan bagian dari sebuah sistem. Jika dalam sebuah
perjalanan, sistemnya berubah, maka subsistemmnya pasti berubah, oleh karena masing-masing kebutuhan
subsistem harus memiliki titik temu dengan sistemnya supaya sistem tersebut dapat mendukung subsistem
secara berkelanjutan. Jadi perubahan sistemik yang terjadi pada sistem pembelajaran mesti diikuti oleh
perubahan sistemik pada subsistem teori pembelajaran. Perubahan teori pembelajaran harus diikuti oleh
perubahan paradigma pembelajaran.
Alur berpikir diatas terbangun dari sejarah perkembangan teori pembelajaran. Sebelum para tokoh psikologi
membangun dan menemukan teori belajar kognitif, terlebih dahulu sudah terdapat beberapa teori pembelajaran
yang telah muncul dan berkembang. Namun teori pembelajaran yang ada saat itu mereka anggap masih kurang
sempurna, hingga akhirnya menginspirasikan beberapa tokoh psikologi untuk menyikapi kekurangankekurangan dari beberapa teori belajar yang lebih awal yang dianggap masih ada beberapa celah kekurangan,
yang diantaranya adalah teori behavioristik. hal ini juga berlaku untuk teori pembelajaran kognitif itu sendiri.
Seiring berkembangnya zaman selanjutnya pasti akan ditemukan kekurangan-kekurangan dari teori kognitif ini
dalam menjawab tuntutan zaman. Hal tersebut sekaligus memberikan inspirasi bagi tokoh psikologi (di era
selanjutnya) untuk mengkonstruksi teori baru yang lebih mampu untuk menjawab tuntutan zaman.
Pada abad ke-20, psikologi telah muncul sebagai sebuah bidang studi yang mandiri. Diantaranya dimulai dengan
kemunculan aliran strukturalisme dan juga fungsionalisme yang didalamnya terdapat tokoh psikologi ternama,
Dewey. Dari dialektika keduanya muncul asosiasionisme yang digagas oleh Torndike dan Ebbinghaus. Dari
aliran yang terahir ini kemudian membuka jalan kemunculan behaviorisme. Langkah lain menuju behaviorisme
adalah temuan Pavlov tentang prinsip-prinsip pengkondisian klasik. Perkembangan serta proses diskusi yang
mendalam atas behaviorisme ini selanjutnya mendorong lahirnya psikologi kognitif sebagai sebuah ilmu yang
mandiri.

1. B. Tokoh-Tokoh Aliran Kognitif


1.

1. Teori Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari
konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget,
pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada.
Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau
kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap :
1.
2.

Tahap sensory motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini
diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
Tahap pre operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap
ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.

3.

Tahap concrete operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah
mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif.

4.

Tahap formal operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun.
Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan
menggunakan pola pikir kemungkinan.

Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua
bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang
baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar
seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas
mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek
seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
1.

2. Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya

Bruner menekankanbahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contohcontoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga
cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan
dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan
memanipulasi objek melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat
mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (melakukan kecakapan tersebut), namun tidak terlalu
paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus
menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak
mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin
mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih
kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak
(seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana
namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa
dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai
berikut:
1.
2.

Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk
mengadakan petualangan pengalaman.
Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental
tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.

3.

Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik,
dan simbolik.

4.

Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.

5.

Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan
kemajuan.

1.

3. Teori Belajar Bermakna Ausubel.

Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang
bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Pengertian belajar bermakna
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal
(rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah
siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa
(meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah
dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap
sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang
bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir
dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti
baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran
baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam halhal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru
bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa,
sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik
itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan
perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.

tingkat

b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal
ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai
keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak
dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta
didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran
bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan
yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang
dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery
learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan
ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan
dihasilkan belajar yang baik.
JEAN PIAGET
Proses belajar terjadi menurut

JEROME BRUNER
Proses belajar terjadi lebih
ditentukan

pola tahaptahap

DAVID AUSUBEL
Proses belajar terjadi bila siswa
mampu mengasimilasikan

oleh cara kita mengatur


perkembangan

pengetahuan yang dia miliki


materi pelajaran, dan

tertentu sesuai dengan

dengan pengetahuan yang


bukan ditentukan oleh umur

umur siswa.

baru.
siswa.

Proses belajar melalui tahap-

tahap
Proses belajar melalui tahap

Proses belajar melalui


tahaptahap:

tahap :

Memperhatikan

Enaktif

stimulus

Asimilasi
(proses penyesuaian
pengetahuan baru

dengan struktur kognitif

(aktivitas siswa untuk

yang diberikan.

siswa).

memahami lingkungan.

Memahami

Akomodasi

Ikonik

makna stimulus.

(proses penyesuaian

(siswa melihat dunia

Menyimpan

struktur kognitif siswa

melalui gambargambar

dan menggunakan

dengan pengetahuan

dan

informasi yang sudah

baru).

visualisasi verbal).

dipahami.

Ekuilibrasi

Simbolik

(proses penyeimbangan

(siswa memahami

mental setelah

gagasangagasan

terjadi proses asimilasi /

abstrak)

akomodasi).
1. 4. Beberapa teori dan tokoh lain
Selain tiga tokoh diatas berikut kami sampaikan secara singkat beberapa tokoh lain yang juga menjadikan teori
kognitif sebagai pijakan dalam mengembangkan teori yang mereka kemukakan.
Salah satu teori kognitif yang juga sering dijadikan acuan adalah teori gestalt. Peletak dasar teori gestalt adalah
Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti
oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan,
kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis
berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan
gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan
antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati
dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan
ganjaran.
Selanjutnya tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu teori belajar
kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masingmasing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu
bereaksi disebut life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ;
orang orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi
menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur
kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari
kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward.
Seiring perkembangan teknologi, teori kognitif ini juga dikorelasikan dengan kecerdasan yang ada pada
teknologi mutahir, khususnya komputer, yang diistilahkan dengan kecerdasan buatan (artificial intelegence).
Kecerdasan ini didefinisikan dengan, sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer mengerjakan sesuatu
yang dapat dikerjakan manusia (Rich, 1991). Tokoh lain mengatakan, Suatu perilaku sebuah mesin yang jika
dikerjakan oleh manusia akan disebut cerdas (Turing, et. al, 1996). Program komputer untuk permainan catur,
yang sekarang dapat mengalahkan banyak manusia adalah salah satu contoh dari kecerdasan buatan.
Kebanyakan ahli setuju bahwa Kecerdasan Buatan berhubungan dengan 2 ide dasar. Pertama, menyangkut studi
proses berfikir manusia, dan kedua, berhubungan dengan merepresentasikan proses tersebut melalui mesin
(komputer, robot, dll)
Menurut Winston dan Prendergast (1984), tujuan dari Kecerdasan Buatan adalah:

a. Membuat mesin menjadi lebih pintar (tujuan utama).


b. Memahami apakah kecerdasan (intelligence) itu (tujuan ilmiah).
c. Membuat mesin menjadi lebih berguna (tujuan enterprenerial).
1.

C. Belajar Sebagai Proses Kognitif

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis
atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai.
Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses
belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang (Mulyati, 2005)
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu
berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah
sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan
juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi
kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut
pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir
dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan
untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar
Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang
hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun
sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran
secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan
sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan
kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
1.

D. Gagasan-Gagasan Kunci di Dalam Psikologi Kognitif dalam konteks pendidikan.

1.

Kognisi umumnya bersifat adaptif, namun tidak semua kasus. Evolusi telah membantu kita dengan baik
dalam membentuk perkembang perangkat kognitif yang sanggup menangkap secara kuat rangsangan
dari lingkungan. Perangkat kognitif ini membuat kita mampu untuk memahami rangsangan internal
yang membuat sebagian besar informasi bisa tersedia bagi kita. Kita bisa memahami, belajar,
mengingat, menalar dan memecahkan masalah dengan keakuratan tinggi. Rangsangan apapun dapat
memecahkan perhatian kita dengan mudah dari memproses informasi dengan benar. Namun begitu,
proses-proses sama yang membawa kita kepada pemahaman, pengingatan, dan penalaran akurat
dikebanyakan situasi bisa juga membawa kita pada situasi kebingunan. Proses memori dan penalaran
kita, rentan terhadap kekeliruan sistematik tertentu yang dikenal dengan baik. Contoh, kita cenderung
menilai secara berlebihan informasi yang mudah kita terima, bahkan kita melakukan kekeliruan ini
ketika informasi tersebut sama sekali tidak relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi.

2.

Proses kognitif berinteraksi satu sama lain termasuk denga proses-proses non-kognitif. Meskipun para
psikolog kognitif sering kali mengisolasi fungsi dari proses-proses kognitif tertentu. Contoh prosesproses memori bergantung pada proses-proses persepsi. Apa yang anda ingat , sebagian bergantung
kepada yang anda pahami. Dengan cara yang sama, proses berfikir bergantung sebagian kepad proses
memori, contoh Anda tidak bisa merefleksikan apa yang anda ingat. Proses-proses kognitif juga
berinteraksi dengan proses-proses non-kognitif, contohnya anada bisa belajar lebih baik ketika
termotivasiuntuk belajar. Walaupun demikian pembelajaran anda tampaknya akan melemah jika merasa
anda merasa jengkel terhadap sesuatu dan tidak bis berkonsentrasi pad atugas pembelajaran yang
sedang dihadapi.

Salah satu wilayah psikologi kognitif yang paling menarik dewasa ini adalah saling berkaitan antara analisis
yang kognitif dan biologis. Contohnya menjadi mungkin untuk menentukan tempat aktifitas didalam otak yang
berkaitan dengan jenis-jenis proses kognitf. Akan tetapi kita tidak boleh langsung mengasumsikan kalau

aktifitas biologis adalah penyebabutama aktifitas kognitif. Riset justru menunjukkan bahwa proses
pembelajaranlah yang menyebabkan perubahan-perubahan di dalam otak. Dengan kata lain proses-proses
kognitif dapat mempengaruhi struktur-struktur biologis sama seperti struktur biologis mempengaruhi proses
kognitif. Sistem kognitif tidak bekerja secara terisolasi, namun bekerja dengan sistem lain.

1. Kognisi perlu dipelajari lewat beragam metode ilmiah. Semua proses kognitif perlu dipelajari lewat
beragam operasi yang saling melengkapi. Artinya beragam metode studi untuk mencari suatu
pemahaman umum. Semakin banyak perbedaan jenis teknik yang mengarah kepada kesimpulan yang
sama, semakin tinggi keyakinan yang bisa kita miliki mengenai kesimpulan tersebut. Contohnya, studistudi tentang waktu reaksi, tingkat kekeliruan dan pola perbedaan individual, semua mengarah pada
kesimpulan yang sama.
1.

E. Penutup

Teori perkembangan ini telah sedikit banyak memberi panduan kepada seluruh stakeholder pendidikan,
khususnya praktisi pendidikan, tentang perkembangan yang dilalui oleh seseorang anak didik dan setiap anak
didik tersebut adalah berbeda dari segi perkembangan kognitifnya yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktorfaktor internal maupun eksternal mereka seperti bakat, lingkungan, makanan, kecerdasan dan sebagainya.
1.

F. Daftar Rujukan

Budiningsih, C. Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta

F. Hill, Winfred. 1990. Theories Of Learning; Teori- Teori Pembelajaran, Alih Bahasa M. Khozim.
.Bandung: Nusa Media

Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Surakarta: Andi

Stenberg, Robert J. 2008. Psikologi Kognitif Edisi Keempat. Yogyakarta. Pustaka pelajar

Seivert, Kelvin. 2008. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD

http://ariefian84.wordpress.com/2010/06/08/teori-kognitif/

Anda mungkin juga menyukai