Anda di halaman 1dari 12

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Nata
1. Pengertian Nata
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan ke
dalam bahasa latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti,
2005). Nata termasuk produk fermentasi, seperti halnya yoghurt. Starter
yang digunakan adalah bakteri Acetobacter xylinum, jika ditumbuhkan di
media cair yang mengandung gula, bakteri ini akan menghasilkan asam
asetat dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media cair
tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata (Sumiyati, 2009).
Nata dikembangkan pertama kali di negara Filipina. Percobaan
pengembangan di Indonesia dilakukan di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Hasil Pertanian Bogor tahun 1975 (Warisno,
2004).
Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Susanti, 2005).
Nata sangat baik dikonsumsi terutama oleh mereka yang diet rendah kalori
atau diet tinggi serat, kandungan air yang tinggi berfungsi untuk
memperlancar proses metabolisme tubuh. Serat nata di dalam tubuh
manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil pembakaran yang tidak
diserap oleh tubuh, kemudian dibuang melalui anus berupa tinja atau bolus
(Kusharto, 2006).
2. Karakteristik Nata
Kenampakan nata adalah seperti sel, warna putih hingga abu-abu
muda, aroma asam, rasa tawar atau agak manis, tembus pandang dan
teksturnya kenyal seperti kolang-kaling (daging buah enau muda). Dalam
keadaan dingin, nata agak berserat dan agak rapuh pada saat panas
(eBookPangan, 2006).
Nata siap santap biasanya disajikan dalam bentuk potonganpotongan kecil berupa dadu dan bervariasi ukuran, seperti 1,5 x 1,5 cm.

5
Karena rasanya tawar, nata biasanya ditambahkan air sirup/air gula
sebagai pemanis. Agar nata awet, biasanya ditambahkan natrium benzoat.
Nata dapat digunakan sebagai makanan penyegar (pencuci mulut),
yaitu dihidangkan dalam bentuk campuran dengan buah-buahan (cocktail).
Produk ini juga dapat dihidangkan secara dingin, dicampur dengan es,
campuran kue, atau sebagai pengisi es krim, pengisi jelly dan sebagainya
sesuai selera (Suratiningsih, 1997).
3. Pembuatan Nata
Pembuatan nata menurut Warisno (2004) adalah sebagai berikut :
a) Persiapan starter
Air kelapa disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa direbus
sampai mendidih, ditambahkan urea, gula pasir dan asam cuka,
kemudian sampai larutan memikiki pH 4. Larutan yang masih panas
dituang ke dalam botol yang sudah disterilkan sebanyak dua pertiga
bagian botol. Botol ditutup dengan kertas koran dan diikat kuat,
disimpan diruang inkubasi selama satu minggu. Setelah satu minggu,
terbentuk lapisan berwarna putih, starter siap digunakan.
b) Proses Fermentasi
Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya mengendap,
disaring dengan kain kasa, kemudian direbus sampai mendidih selama
15 menit. Pupuk ZA, gula pasir, dan asam cuka dimasukan, diaduk
sampai tercampur rata. 1 liter larutan yang masih panas tersebut
dimasukan ke dalam loyang plastik atau baki. Loyang ditutup kertas
koran dan diikat kuat, kemudian dibiarkan dingin. 100 ml starter
dimasukan ke dalam loyang, kemudian fermentasi selama satu minggu.
c) Pemanenan nata
Nata siap dipanen setelah diinkubasi selama 8-14 hari. Kertas
koran penutup dibuka, nata diambil dan dikumpulkan dalam satu
wadah. Saat memanen nata, ada bagian yang tidak bisa dipanen yaitu
cairan atau padatan. Cairan merupakan sisa media nata, sedangkan
padatan berupa nata yang busuk, rusak, berjamur, atau nata yang
bentuknya tidak teratur. Nata yang telah disortir selanjutnya dicuci

6
bersih dan dipotong-potong sesuai selera. Aroma masam dihilangkan
dengan cara mencuci dan merendam nata dengan air bersih minimal
dua kali setelah itu direbus selama 5 menit.
B. Nata de Cassava
1. Singkong (cassava)
Singkong (cassava) sudah lama dikenal diseluruh dunia yang
merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi dan digunakan dalam
tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Singkong berperan
cukup besar dalam mencukupi bahan pangan nasional dan dibutuhkan
sebagai bahan baku berbagai industri makanan (Rukmana, 1999).
Singkong merupakan tanaman yang dapat hidup di dataran rendah
sampai dataran tinggi yang kurang dari 1300 m dpl, pada udara yang
hangat dan suhu rata-rata 20C serta curah hujan 500-5000 mm
(Hasbullah, 2000). Singkong memiliki banyak kandungan zat gizi, seperti
tersaji pada Tabel 1:
Tabel 1
Kandungan gizi singkong dalam 100 g (Mahmud,dkk, 2009).
Zat gizi
Kalori
Air
Karbohidrat
Lemak
Protein
Serat

Kandungan (g)
154
61,4
36,8
0,3
1
0,9

Kandungan karbohidrat singkong cukup tinggi, yaitu 36,8 g dalam


100g bahan sehingga singkong dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam
proses pembuatan produk nata.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas nata antara lain:
1) Pemilihan Bahan
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata
harus memenuhi kualitas baik, hal ini bertujuan agar nata yang
dihasilkan kualitasnya baik. Apabila bahan-bahan yang digunakan
kualitasnya kurang baik, maka akan mempengaruhi kualitas nata

7
secara keseluruhan, baik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang kurang
disukai. Kriteria singkong yang baik dalam pembuatan nata adalah
singkong dalam keadaan segar, utuh, tidak cacat, dan singkong
berumur 8-11 bulan karena penundaan panen singkong sampai umur
lebih dari 12 bulan dapat menurunkan kualitas singkong (Rukmana,
1997).
2) Bahan Pembantu
Kandungan nutrisi sari singkong yang dibuat nata de cassava
masih perlu diperkaya agar bakteri nata produktif dalam menghasilkan
nata. pH diatur sesuai dengan persyaratan tumbuh optimal bakteri
tersebut. Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nata
adalah :
a) Gula Pasir
Gula berfungsi sebagai sumber karbon (sumber energi).
Sumber karbon bisa menggunakan glukosa, sukrosa maupun
maltosa. Produsen nata biasanya menggunakan sukrosa (gula pasir)
karena mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Dosis
pemakaian 30 gr per liter air sari cassava.
b) Amonium sulfat
Amonium sulfat juga disebut urea berfungsi sebagai sumber
nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri
Acetobacter xylinum. Selain senyawa ini, bisa juga menggunakan
ekstrak khamir, pepton, kalium nitrat dan amonium fosfat.
Produsen nata menggunakan amonium sulfat karena harganya lebih
murah dan mudah diperoleh. Kandungan nitrogen urea antara
20,521 persen, sedang wujudnya berupa kristal atau umumnya
berwarna putih. Dosis penggunaan urea (ZA) sebanyak 5 gram per
liter air sari cassava.
c) Asam asetat glasial
Asam asetat glasial atau cuka biang berfungsi untuk
mengatur derajat keasaman (pH) media fermentasi.

8
3) pH / Keasaman
Metabolisme

Acetobakter

xylinum

selama

fermentasi

dipengaruhi oleh keasaman media. Hal ini disebabkan membran sel


bakteri bersifat permeabel terhadap ion hidrogen maupun ion hidroksil,
sehingga perubahan keasaman media fermentasi akan mempengaruhi
sitoplasma sel bakteri. pH optimum pembuatan nata berkisar antara 45. Penambahan asam asetat berfungsi untuk menurunkan pH media
fermentasi dan digunakan oleh bakteri untuk membentuk asam
glukonat. Penambahan asam asetat 25% persen sebanyak 5 ml
merupakan kondisi optimum untuk pembentukan nata.
4) Suhu
Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah suhu
kamar (28C - 31C). Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah
akan menghasilkan nata yang kurang berkualitas atau aktifitas
Acetobacter xylinum terhambat (Pambayun, 2002)
5) Kebutuhan Oksigen
Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik.
Bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau
hambatan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami
kematian. Wadah yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh
ditutup rapat untuk mencukupi kebutuhan oksigen. Udara yang secara
langsung mengenai produk nata, dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan proses pembuatan nata (Pambayun, 2002).
6) Penutup untuk pembuatan nata
Penutupan dilakukan menggunakan media kertas bersih untuk
menghindari kontaminasi dan mendapatkan pertukaran oksigen (Rony
Palungkun, 1993). Selama proses fermentasi wadah harus tertutup
rapat agar kotoran yang terbawa udara luar tidak dapat mencemari
proses fermentasi.
7) Sumber Cahaya
Menurut Luwiyanti (2001), pembuatan nata pada ruang gelap
akan mempercepat pembentukan struktur nata dan lapisan nata yang

9
dihasilkan akan tebal. Ruang gelap yang dimaksud adalah ruang gelap
yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung ataupun
cahaya lampu.
8) Lama Fermentasi
Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan
media akan terlihat pada hari ketiga sampai keempat pemeraman.
Secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 8-14 hari lapisan tersebut
semakin menebal. Pemanenan nata dilakukan setelah lebih dari 8 hari
pemeraman. Jika setelah 14 hari tidak dilakukan pemanenan, maka
akan terdapat lapisan tipis yang terpisah di bawah lapisan nata yang
akan menjadi kurang asam sehingga nata menjadi busuk, akhirnya nata
menjadi turun. Selama fermentasi berlangsung media nata tidak boleh
digoyang-goyangkan ataupun digerakkan karena akan mengakibatkan
pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga didapat lapisan
nata yang tipis dan terpisah satu sama lainnya.
9) Sanitasi
Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat sanitasi yang
tinggi. Sanitasi

meliputi : sanitasi perorangan, lingkungan dan

peralatan, harus dikontrol dan dijaga agar bakteri tidak terkontaminasi.


C. Starter Nata
Starter nata atau disebut biang adalah Acetobacter xylinum.
Penggunaan starter merupakan syarat yang sangat penting, yang bertujuan
untuk memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter xylinum yang menghasilkan
enzim pembentuk nata, disamping itu starter juga berguna sebagai media
adaptasi bakteri dari media padat (agar) ke media cair (Lazuardi, 1994).
Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah yang memadai dan kondisi
fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Media starter
biasanya identik dengan media dalam fermentasi nata (Anonymous, 2004).
Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume
media sebagai starter mikroba (Saragih, 2004). Dengan adanya jumlah stater
yang sesuai, maka bakteri dapat mencapai pertumbuhan secara optimum.

10
Umur kultur Acetobacter xylinum yang digunakan dalam fermentasi
berpengaruh terhadap pembentukan nata.
Bakteri asam asetat termasuk mikroorganisme penghasil nata yang
dapat membentuk asam asetat melalui proses oksidasi metil alkohol menjadi
asam asetat dan mampu mengoksidasi komponenkomponen organik lain,
termasuk asam asetat sendiri. Sutarminingsih (2004), menyebutkan bahwa
bakteri Acetobacter xylinum dapat diklasiflkasikan dalam golongan:
Divisio
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

:
:
:
:
:
:

Protophyta
Schizornycetes
Pseudomonnales
Paseudomonas
Acetobacter
Acetobacter xylinum

Sifat-sifat bakteri Acetobacter xylinum dapat diketahui dari sifat


morfologi, sifat fisiologi dan pertumbuhan selnya.
1. Sifat morfologi
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek
yang mempunyai panjang 2 dan lebar 0,2 , dengan permukaan dinding
yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 68 sel. Bersifat nonmotil dan dengan pewarnaan Grain menunjukkan gram
negatif. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada
kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan
transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan yang menyerupai
gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya. Pertumbuhan koloni pada
medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan
dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose.
2. Sifat fisiologi
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil dan propil
alkohol, tidak membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil
peruraian protein (indol) dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam
asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini
adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga

11
menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang
dikenal sebagai nata.
3. Pertumbuhan sel
Pertumbuhan sel bakteri didefinisikan sebagai pertumbuhan secara
teratur semua komponen didalam sel hidup. Umur sel ditentukan segera
setelah proses pembelahan sel selesai, sedangkan umur kultur ditentukan dari
lamanya inkubasi. Dalam satu waktu generasi, bakteri akan melewati
beberapa fase pertumbuhan sebagai berikut :

a. Fase Adaptasi
Bakteri Acetobacter xylinum tidak akan langsung tumbuh dan
berkembang saat dipindahkan ke media baru. Bakteri akan
menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya
atau disebut dengan fase adaptasi. Meskipun tidak mengalami
perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan
pembesaran sel. Lama fase ni ditentukan oleh medium dan lingkungan
pertumbuhan serta jumlah inokulum. Fase adaptasi bagi Acetobacter
xylinum dicapai antara 0-24 jam atau 1 hari sejak inokulasi. Makin
cepat fase ini dilalui, makin efisien proses pembentukan nata yang
terjadi.
b. Fase Pertumbuhan awal
Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah.
Fase ini menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Fase ini
dilalui dalam beberapa jam.
c. Fase pertumbuhan eksponensial
Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang
ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Untuk bakteri

Acetobacter xylinum fase ini dicapai dalam waktu antara 1-5 hari
tergantung pada kondisi lingkungan. Bakteri Acetobacter xylinum
mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase sebanyak-banyaknya
untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. fase ini sangat
menentukan tingkat kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam
membentuk nata.

12
d. Fase pertumbuhan Lambat
Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang diperlambat karena
ketersediaan nutrisi telah berkurang, terdapatnya metabolik yang bersifat
toksit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel telah
tua. Pada fase ini, pertumbuhan tidak lagi stabil tetapi jumlah sel yang
tumbuh masih lebih banyak diproduksi pada fase ini.

e. Fase Pertumbuhan
Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah
sel yang mati. Penyebabnya adalah di dalam media terjadi kekurangan
nutrisi, pengaruh metabolit toksit lebih besar dan umur sel semakin tua.
Namun, pada fase ini, sel akan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan
yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain.
Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.

f. Fase menuju kematian


Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi
telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya.
g. Fase kematian
Pada fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, dan
hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel mengalami lisis
dan melepaskan komponen yang terdapat didalamnya. Kecepatan
kematian dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan dan jenis bakteri. Untuk
A xylinum, fase ini dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas.
Pada fase ini, A xylinum tidak baik apabila digunakan sebagai bibit
nata.
D. Fermentasi
Fermentasi merupakan pengolahan subtrat menggunakan peranan
mikroba (jasad renik) sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki (Muhidin,
2001). Bakteri Acetobacter xylinum akan beradaptasi dengan lingkungan
(media) selama 3 hari. Tanda awal tumbuhnya bakteri Acetobacter xylinum
dapat dilihat dari keruhnya media cair tadi setelah difermentasi selama 24 jam
pada suhu kamar. Lapisan tipis yang tembus cahaya mulai terbentuk di

13
permukaan media dan cairan di bawahnya menjadi semakin jernih setelah
difermentasi selama 36-48 jam (Saragih, 2004).
Sintesa polisakarida oleh bakteri sangat dipengaruhi oleh tersedianya
nutrisi dan ion-ion tertentu yang dapat mengkatalisasi aktivitas bakteri.
Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam substrat dapat meningkatkan jumlah
polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion bivalen seperti Mg2+ dan Ca2+
diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ekstraselluler dan membentuk ikatan
dengan polisakarida tersebut.
Pada fermentasi nata terjadi hubungan saling membutuhkan antara
khamir

S.Cerreviceae

dengan

bakteri

Accetobacter

xylinum

dengan

Gluconobacer. Mekanisme dalam fermentasi nata adalah Adanya kandungan


karbon dan nitrogen dalam media menstimulasi khamir S.Cerreviceae untuk
merombak sukrosa menjadi glukosa dan kemudian difermentasi menjadi alkohol,
selanjutnya Accetobacter xylinum dan Gluconobacter mengoksidasi alkohol

menjadi asam asetat sebagai metabolit utama. Bakteri Accetobacter xylinum


menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi)
zat gula (glukosa) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa.
Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam media, akan dihasilkan jutaan
lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih
hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5
dengan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang
memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar, dengan
bantuan bakteri Acetobacter xylinum maka komponen gula yang terdapat di
dalamnya dapat dirubah menjadi suatu subtansi yang menyerupai gel yang
tumbuh di permukaan media (Nadiyah, 2005). Efek dari fermentasi akan
menghasilkan mikroorganisme pencemar seperti jamur karena sanitasi yang
kurang.
E. Mutu Fisik
Nata yang berkualitas baik dapat dilihat dari dua aspek yaitu, kualitas
nata ditinjau dari sifat fisik dan sifat tersembunyi. Sifat fisik yang diukur

14
meliputi indikator, warna, rasa, tekstur, dan aroma. Sedangkan kualitas
tersembuyi meliputi nilai gizi, keamanan mikroba, cemaran logam.
Berdasarkan sifat fisik ciri-ciri nata dalam kemasan yang berkualitas
baik dan berkulitas rendah adalah sebagai berikut :
a. Kualitas baik : Tekstur kenyal ( tidak tembus jika ditekan dengan jari),
warna putih bersih, permukaan rata, tampak licin dan agak mengkilap,
aromanya segar khas nata
b. Kualitas rendah : tekstur lembek, tipis dan berlubang-lubang, warna agak
kusam dan berjamur, aroma sangat asam.
Berdasarkan sifat tersembunyi karakteristik nata yang berkualitas baik
diketahui dari SNI (Standar Nasional Indonesia), adapun syarat-syarat mutu
nata menurut SNI no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan.
F. Serat
Serat pangan adalah bagian dari tanaman yang tidak dapat dicerna
oleh enzim pencernaan manusia. Dalam ilmu gizi, serat sayuran dan buah
disebut serat kasar (crude fiber). Serat pangan meliputi selulosa, hemiselulosa,
pektin, gum dan lignin. Serat dapat dirombak oleh bakteri flora saluran
pencernaan terutama dalam kolon. Jumlah serat pangan yang harus
dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20 35 g/hari atau 10 15 g/1000 kkal
menu (Kusharto, 2006).
Serat pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat
pangan total (TDF atau Total Dietary Fiber) terdiri atas komponen serat
pangan larut air (Seluble Dietary Fiber atau SDF) dan serat pangan tidak larut
air (Insoluble Dietary Fiber atau IDF). SDF adalah serat pangan yang dapat
larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air : etanol
dengan perbandingan 1:4. Sedangkan Serat yang tidak larut dalam air banyak
terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-kacangan
(ebookpangan, 2006).
Serat kasar merupakan hasil perombakan gula pada medium
fermentasi oleh aktivitas A. xylinum (Anastasia, 2008). Acetobacter xylinum
mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam
lemak membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor ini keluar bersama-

15
sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel.
Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa.
G. Sifat Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian secara subyektif yaitu suatu
pengujian penerimaan selera makanan (acceptance) yang didasarkan atas
pengujian kegemaran (preference) dan analisa pembeda (difference analysis).
Mutu organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji (panelis) yang
pekerjaannya mengamati dan menilai secara organoleptik (Winarno, 2004).
Mutu organoleptik yang diamati meliputi: 1) bau atau aroma misalnya
harum, amis, apek dan lain-lain; 2) rasa dengan empat dasar sifat rasa yaitu
manis, asam, asin, pahit; 3) warna; 4) tekstur yang dapat berupa sifat lunak,
empuk, keras, renyah, dan sebagainya.
Penilaian aroma, rasa, warna, dan tekstur memiliki fungsi dan cara
penilaian yang berbeda, antara lain: 1) penilaian aroma makanan berkaitan
erat dengan kelezatan bahan makanan tersebut, dalam hal aroma (bau)
kepekaan indera pembau sangat menentukan; 2) penilaian rasa makanan yang
terletak pada papilla yaitu bagian noda merah jingga pada lidah; 3) penilaian
warna makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh indera penglihatan; 4)
penilaian tekstur makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh indera lidah
atau perasa dan indera kulit, penilaian tekstur biasa digunakan untuk menguji
kerenyahan bahan yang diteliti (Winarno, 2004).

Anda mungkin juga menyukai