A.
B.
C.
AHMAD JAYADI
1329040100
PTIK 01
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ada yang berpendapat bahwa sertifikasi adalah alat untuk
meningkatkan kesejahteraan guru. Bahkan yang lebih berani mengatakan
bahwa sertifikasi adalah akal-akalan pemerintah untuk menaikkan gaji guru.
Kata sertifikasi hanyalah kata pembungkus agar tidak menimbulkan
kecemburuan profesi lain. Pemahaman seperti itu tidak terlalu salah sebab
dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 16 disebutkan bahwa
guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif yang
berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan
oleh UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya.
Sertifikasi guru merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan
untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke
depan semua guru harus memiliki sertifikat sebagai lisensi atau ijin
mengajar. Dengan demikian, upaya pembentukan guru yang profesional di
Indonesia segera menjadi kenyataan dan diharapkan tidak semua orang
dapat menjadi guru dan tidak semua orang menjadikan profesi guru sebagai
batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan seperti yang terjadi belakangan
ini.
Namun, persepsi seperti itu cenderung mencari-cari kesalahan suatu
program pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Peningkatan kesejahterann guru dalam kaitannya dengan sertifikasi harus
dipahami dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan nasional , baik dari
segi proses (layanan) maupun hasil (luaran) pendidikan. Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara
eksplisit mengisyaratkan adanya standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan,
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
bermutu.
Program sertifikasi tersebut dapat diterapkan untuk guru-guru agar
penelitian
dan
kajian
kritis
untuk
memperdalam
pengetahuan kompetensinya.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Sudah barang tentu, setelah cukup lama melakukan sosialisasi UUGD,
BAB II
PEMBAHASAN
A. SERTIFIKASI GURU
1. PENGERTIAN DAN IMPLEMENTASI SERTIFIKASI
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru.
Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang memenuhi standar
profesional guru. Standar profesioanal guru tercermin dari uji
kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan dalam bentuk penilaian
portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman
profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen
yang mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,
pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,
penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya
pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman
organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang
relevan.
Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian
portofolio ini kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para
pengamat pendidikan yang menyangsikan keefektifan pelaksanaan
sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan ada yang
berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak
akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi
dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Apa yang
menjadi keprihatinan banyak pihak ini dapat dimaklumi. Hal ini
dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio
tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan kertas. Kelayakan profesi
guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas yang mampu dikumpulkan.
Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang
amatlah mudah. Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa
afektif,
dan
psikomotor)
dalam
mengoptimalkan
serta
penerpanya
dalam
pelaksanaan
dan
pengembangan pembelajaran.
4) Pengembangan
kepribadian
profesionalisme,
yang
mencakup
kelancaran
perjalanan
berdasarkan
pengetahuan
dan
pengalamannya.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
pedagogik
adalah
kemampuan
mengelola
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap pendidik yaitu kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
dan berakhlak mulia.
c.
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat.
d.
Kompetensi Profesianal
Kompetensi professional adalah kemampuan pendidik dalam
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh
kompetensi yang ditetapkan.
10
dapat
melakukan
kegiatan-kegiatan
untuk
melengkapi
11
12
daya saing sesama negara ASEAN seperti Malaysia yang berada di urutan
ke-21 dan Singapura pada urutan ke-7.
2. KUALITAS GURU
Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah
komponen mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat
dilihat dari kelayakan guru mengajar. Menurut Balitbang Depdiknas,
guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun
swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%.
Guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%. Guru SMK negeri 55,91 %,
swasta 58,26 %. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi permasalahan rendahnya kualitas guru ini adalah dengan
mengadakan sertifikasi. Dengan adanya sertifikasi, pemerintah berharap
kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu pendidikan
nasional akan meningkat pula.
Keterpurukan mutu pendidikan Indonesia di dunia internasional
memang amat memprihatinkan. Akan tetapi, keprihatinan ini jangan
sampai membuat kita putus harapan. Keterpurukan ini hendaknya
membuat kita sungguh-sungguh terdorong mencari jalan yang tepat,
bukan dengan cara-cara instan dan mengutamakan kepentingan pribadi.
Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu
pendidikan yang rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas
gurunya melalui sertifikasi guru.
Pemerintah berharap, dengan disertifkasinya guru, kinerjanya akan
meningkat sehingga prestasi siswa meningkat pula. Namun dalam
pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi
banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas. Hal ini
disebabkan profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator
inilah yang kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan
sertifikasi dalam wujud penilaian portofolio tidak akan berdampak sama
13
untuk
memberikan
jaminan
bahwa
sertifikasi
akan
14
hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh
sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar
untuk menghadapi uji sertifikasi.
Kedua, konsistensi dan ketegaran pemerintah. Sebagai suatu
kebijakan yang merentuhan dengan berbagai kelompok masyarakat akan
mendapatkan berbagai tantangan dan tuntutan. Paling tidak tuntutan dan
tantangan akan muncul dari 3 sumber yaitu:
1) Sumber pertama adalah dalam penentuan lembaga yang berhak
melaksanakan uji sertifikasi. Berbagai lembaga penyelenggara
pendidikan tinggi, khususnya dari fihak Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan
Swasta
akan
menuntut
untuk
diberi
hak
15
profesi
guru
secara
terus
menerus
(continuous
16
Mutu
Pendidikan
(LPMP)
dan
Dinas
Pendidikan
mata
pelajaran
membentuk
Tim
Pengembang
Materi
17
18
19
20
21
rendahnya
kualitas
guru
ini
adalah
dengan
22
dengan
jalan
yang
benar.
Para pengawas sertifikasi dalam hal ini tim asesor juga perlu
meningkatkan kejelian dan ketelitian dalam mensertifikasi para
peserta, agar tidak meloloskan peserta yang memanipulasi berkas
portofolionya. Serta meningkatkan kewaspadaan terhadap indikasi
kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi.
2) Meningkatkan Suguhan Up Grading untuk Para Guru
23
Suguhan Up Grading yang penulis maksud berupa peningkatanpeningkatan kualitas guru diberbagai kompetensi. Up Grading ini
dapat berupa Kegiatan-kegiatan training, penataran, workshop, dan
apapun istilah lainnya. Cara ini dapat mengubah rahasia umum para
guru, bahwa yang dapat menikmati suguhan Up Grading tersebut
hanyalah segelintir dari mereka. Diutamakan yang dapat bekerjasama
dengan pimpinan atau dianggap berprestasi di mata atasan.
Sehingga, yang dapat mengikuti sertifikasi dengan baik dan benar juga
akan menjadi sedikit saja. Sementara kuota yang demikian besar
membuat, lagi-lagi, menyediakan celah penyimpangan. Terjadilah
pemalsuan sertifikat, berkas-berkas terkait, data-data dan sebagainya.
Proses Up Grading harus sesuai dengan tujuan, yaitu meningkatkan
empat kompetensi guru sebagaimana amanat Undang-undang Guru
dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Pasal 10 tentang kompetensi guru dan
pasal 32 tentang pembinaan dan pengembangan. Pengembangan
jangan terfokus pada pengembangan kompetensi profesional yang
lebih bersifat managerial kelas dan administratif. Kompetensi lain
yang meliputi paedagogis, kepribadian dan sosial juga harus
ditingkatkan.
Selain
itu
pengembangan
kompetensi
tersebut
kualitas
kompetensi
guru
yang
berpengaruh
pada
24
sertifikasi.
"Pemberian
tunjangan
setelah
sertifikasi
hanya
besar
dalam
memajukan
pendidikan.
Pendidikan
yang
25
dilakukan
oleh
pemerintah
yang
secara
umum
bertujuan
untuk
26
Kenyataanya target dan beban tugasny sama saja dengan guru yang belum
sertifikasi. Semangat kerja dan dedikasi yang kurang.
Faktanya guru yang sudah sertifikasi tidak lebih berdedikasi dari guru
sukarelawan (guru sukwan). Banyak beban mengajar atau diluar mengajar
yang masih ada hubungannya dengan sekolah malah diberikan kepada guru
sukarelawan. Dengan uang yang sudah banyak dimilikinya dengan mudah ia
memberikan sebagaian uangnya untuk guru sukarelawan tapi dengan beban
pekerjaan yang diberikan kepadanya. Sudah banyak dibahas kenaikan gaji itu
juga akan dibarengi dengan kenaikan harga barang, jadi berapa besar
tambahan gajinya nilainya menjadi sama. Dan tentunya jika ini tidak
dilaksanakan secara jujur dan adil akan menciptakan kecemburuan sosial.
Niatnya sudah baik, yaitu dengan sertifikasi guru akan meningkatkan kualitas
guru dan selanjutnya memperbaiki kualitas pendidikan. Prosesnya yang
harus dilakukan dengan juga profesioanl yang nantinya juga bisa
menghasilkan guru yang profesional. Karena didalam proses itulah tahapan
yang paling penting. Dan tentunya apa yang sudah diberikan haknya terlebih
dahulu berupa tunjangan profesi haruslah diimbangi dengan melaksanakan
kewajiban yang semestinya dilakukan. Sehingga semua tidak menjadi
percuma. Karena masih ada banyak komponen dan sektor pendidikan yang
juga harus diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
27
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pengaruh sertifikasi guru terhadap kualitas pendidikan mulai tampak
jelas setah 4 tahun pelaksanaan sertifikasi guru baik pengaruh yang bersifat
positif maupun negatif. Secara
28
kurikulum,
kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya
pendidikan, niat dan tekat para stake holder termasuk juga tingkat
daya beli masyarakat dan lain-lain maka perlunya pengadaan program
dan kebijakan yang simultan, selaras dan berkesinambungan di setiap
komponen yang kiranya akan saling terkait
dalam mewujudkan
29
B. SARAN
Hal-hal yang harus dilakukan untuk lebih meningkatkan efektifitas
sertifikasi terhadap kualitas pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Program sertifikasi bagi guru harus dilanjutkan dengan percepatan
untuk menjamin pemerataan sertifikasi bagi seruh guru sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan.
2. Program sertifikasi dengan pendekatan fortopolio harus dihindari dan
difokuskan pada pendakatan diklat untuk melaksanakan up grading
kompetensi guru.
3. Pengawasan pelaksanaan sertifikasi harus berkesinambungan dan
diperketat.
4. Program-program peningkatan kualitas guru melalui pembinaan
pasca sertifikasi harus dilaksanakan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Blake, David dan Lansdell, Jenny. 2000. Quality in Teacher Education. Jurnal
Internasional.http://www.emeraldlibrary.com/10.1108/09684880010
325501 /2009/06/03 16:30
Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan
Pendidikan Dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. 2004. Standar
Kompetensi Guru Pemula Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Depdiknas
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate denagan program SPSS.
Semarang: BPUNDIP
Handoko, Hani. 1987. Menejemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Karen Burke 2005. Teacher certification exams: What are the predictor of
success. College student Journal. Proquest.umi.com
Lora Cohen-vogel, Thomas M Smith. 2007. Qualification and assignments of
alternatively certified teacher: testing core Assumtions. United States-Us.
Proquest.umi.com.
Mathis , Robert L dan Jackson John. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia
Jakarta: Salemba Empat.
Mendikbud RI. Keputusan Mendikbud RI Nomor 25/0/1995. Tentang
Petunjuk Teknis dan Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru
dan angka kreditnya . Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikdasmen.
Mulyasa E. 2006. Standar kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:
Rosdakarya
31
Mulyasa E.2006.
Rosdakarya
Mulyasa, E.2004. Menjadi Kepala Sekolah professional : Konsep, strategi:
Dalam konteks menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru menuju Profesioanal Pendidik.
Malang: Bumi Aksara. Riduwan. 2002. Skala pengukuran variabelvariabel penelitian. Bandung: Alfabeta
Sarimaya, Farida. 2008. Sertifikasi Guru. Bandung: Yrama Widya
Sugiyono. DR. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: ALFABET
Sukardi. 2008. Pengaruh sertifikasi guru terhadap kinerja guru ekonomi
akuntansi SMA dan SMK Negeri Se Kota Semarang. Semarang
Tri Widodo WU dan Deden Hermawan.1999. Evaluasi Terhadap Sistem
Penilaian Prestasi Kerja menurut DP3
Yamin, Martinis. 2007. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta:
Gaung Persada