Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. E

Umur

: 26 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Wonosari 02/05 koripan susukan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pasien

: BPJS Non-PBI

No. CM

: 065515 2014

Masuk RS

: 16-9-2014

Keluar RS

: 19-9-2014

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 16 September 2014 pukul 11.30
WIB.
Keluhan utama

: Perdarahan dari jalan lahir

Keluhan tambahan
Pusing (+) Lemas (+) Mual (+) Muntah(+), nyeri perut (+), kenceng- kenceng (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
PB G2P1A0, UK 6 minggu, dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan
terjadi sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan berupa merah segar,

rembes, prongkol-prongkol (-), lendir (-). Perdarahan sebanyak 1 pembalut hampir


penuh. Nyeri perut (+), riwayat berhubungan intim dalam waktu dekat (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan yang sama

= disangkal

Riwayat jatuh

= disangkal

Hipertensi

= disangkal

Diabetes mellitus

= disangkal

Alergi obat

= disangkal

Alergi makanan

= disangkal

Asma

= disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi

= disangkal

Diabetes mellitus

= disangkal

Alergi obat

= disangkal

Alergi makanan

= disangkal

Asma

= disangkal

Riwayat Sosial
Hewan peliharaan

= disangkal

Jamu

= disangkal

Merokok

= disangkal

Konsumsi alkohol

= disangkal

Riwayat Operasi
Belum pernah mengalami operasi sebelumnya
HPHT : 20 Juli 2014
HPL : 29 April 2015
Riwayat Haid
Menarche usia 14 tahun, Siklus: 28 hari, Lama haid: 6 hari
Riwayat Pernikahan

1x, selama 7 tahun


Riwayat KB
Suntik tiap 3 bulan selama 6 tahun
Riwayat Obstetrik
G2P1A0
Anak I : aterm, laki-laki, usia 7 tahun
Anak II: Hamil ini, Uk 6 minggu
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 16 September 2014

pukul 11.30 WIB.


Keadaan umum
Kesadaran

: Baik
: Compos Mentis

Vital sign
Tekanan Darah
Nadi
Respiration Rate
Suhu
Berat badan
Tinggi badan
Status generalis

Kepala

: bentuk mesosefal

Mata

: konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

: 130/80 mmHg
: 80 x/menit
: 22 x/menit
: 36,3 0C
: 50 kg
: 160 cm

reflex cahaya (+/+), pupil bulat isokor (3 mm / 3 mm).

Telinga

: normotia, discharge (-/-), massa (-/-)

Hidung

: simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-),


septum di tengah, concha hiperemis (-/-).

Mulut

: sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies gigi (-),
faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1).

Leher

: pembesaran kelenjar thyroid (-), kelenjar getah bening


membesar (-)

Thoraks

:
Cor :
Inspeksi
Palpasi

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra, nyeri tekan (-)
Perkusi
: konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan
Pulmo :
Inspeksi
: statis, dinamis, retraksi (-)
Palpasi
: fokal fremitus kanan = kiri
Perkusi
: sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/

Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: datar, striae gravidarum (-)


: Bising usus (+) normal
: Timpani, pekak sisi (+), pekak alih (-)
: Hepar/ Lien tak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas
Edema
Akral dingin
Refleks fisiologis
Refleks patologis

Superior
-/-/+N/+N
-/-

Inferior
-/-/+N/+N
-/-

Pemeriksaan Obstetri
Tinggi fundus uteri = 2 cmdi bawa pusar

Inspeksi

: lendir (+), darah (+)

Vaginal Toucher

: tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin
Darah Rutin
(WB EDTA)
Hb
Ht
Leukosit

Nilai

Nilai normal

12.3 L
39.6
8.9

12.5 15.5
35 47
4,0 10,0

Trombosit
Eritrosit
MCV
MCHC
MCH
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit
Limfosit %
Monosit %
Eosinofil %
Basofil %
Neutrofil %
PCT
Clothing time
Bleeding time
Golongan darah
HbsAg

305
4,38
90,4
31,1
28,1
13,4
7,4
1,7
0,5
6,7 H
19,0 L
5,7
0,1
0,3
92,4
0,226
11,9
30,6
O
Non reaktif

150 400
3,8 5,4
82 98
32 36
27
10 16
7 11
1,0 4,5
0,2 10
2-4
25 40
28
24
01
50 70
0,2 0,5
9,7-13,1
23,9 39,8
Non reaktif

E. Diagnosis
G1P0A0 UK 6 minggu dengan Abortus Imminens + Hiperemesis Gravidarum
F. Penatalaksanaan
Non Farmakologi:
Tirah baring
Mengurangi aktifitas
Farmakologi:

Infus RL 20 tpm
Scopamin 3x1
Ondansetron drip
Antasida tab 3x1

FOLLOW UP
1. Tanggal 17 9 2014 (07.00)
Keluhan:
nyeri perut (+), pusing (-), mual/muntah (-), demam (-)
KU: Baik

Kesadaran : compos mentis


Vital sign :
TD : 104/66 mmHg
Nadi : 71 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,4 0C
Pemeriksaan Obstetri

Tinggi fundus uteri = 2 jari di bawah pusar


Inspeksi
: fluksus (+), fluor (-)

Vaginal Toucher

: tidak dilakukan

TERAPI
Non Farmakologi:

Tirah baring

Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Scopamin 3x1
Ondansetron drip
Antasida tab 3x1
2. Tanggal 18 9 2014 (07.00)
Keluhan:
nyeri perut (-), pusing (-), mual/muntah (-), demam (-)
KU: Baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
TD : 104/66 mmHg
Nadi : 71 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,4 0C
Pemeriksaan Obstetri

Tinggi fundus uteri = 2 jari di bawah pusar


Inspeksi
: fluksus (+), fluor (-)

Vaginal Toucher

: tidak dilakukan

TERAPI
Non Farmakologi:

Tirah baring

Farmakologi

Infus RL 20 tpm
Scopamin 3x1
Ondansetron drip
Antasida tab 3x1

3. Tanggal 19 9 2014 (07.00)


Keluhan:
nyeri perut (-), pusing (-), mual/muntah (-), demam (-)
KU: Baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
TD : 104/66 mmHg
Nadi : 71 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,4 0C
Pemeriksaan Obstetri

Tinggi fundus uteri = 2 jari di bawah pusar


Inspeksi
: fluksus (+), fluor (-)

Vaginal Toucher

: tidak dilakukan

TERAPI
Non Farmakologi:

Tirah baring

Pasien diperbolehkan pulang,obat pulang:

Antasida tab 3x1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan
abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus.
Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan
abortus

provokatus

kriminalis.

Disebut

medisinalis

bila

didasarkan

pada

pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini pertimbangan dilakukan


minimal oleh 3 dokter spesialis, yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis
Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa.

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak


yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan
tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga
biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui,
15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari
pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan
sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih kegururan yang berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih
jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya
angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 4 minggu setelah
konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet
(misalnya sperma dan disfungsi oosit).

Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai
berikut:

Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik


- Mendelian
- Multifaktor
- Robertsonian
- Resiprokal
Kelainan kongenital uterus
- Anomali duktus Mulleri
- Septum uterus
- Uterus bikornis
- Inkompetensi serviks uterus
- Mioma uteri
- Sindroma Asherman
Autoimun

- Aloimun
- Mediasi imunitas humoral
- Mediasi imunitas seluler
Defek fase luteal
- Faktor endokrin eksternal
- Antibodi antitiroid hormon
- Sintesis LH yang tinggi

Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang


penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi
serviks sering terjadi setelah trimester pertama.

Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip embrio.
Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan
oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa
lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan karotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal kehamilan.
Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian
sporadis, misalnya non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa
trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi
fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi
primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada
pasien dengan karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis
maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi,
merupakan penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali
pada trisomi kromosom 1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan
10

sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21)
bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis
pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu
terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian
kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah 35 tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (tetraploidi,
triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan.
Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus akibat kelainan kromosom, dimana
terjadinya kelainan pada fase sangat awal sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural
terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa
kelainan struktur kromosom sering diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur
kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas,
dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.
Struktur sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi
gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh
untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah
myotonic dystrophy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi,
kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang
abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaik
gonad pada ovarium atau testis.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang
abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut
tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan
kelainan karotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga beresiko
abortus.
Penyebab Anatomik

11

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti


abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk
uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat
abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien.
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum
uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (1030%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang.
Risiko kejadiannya antara gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki
kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan gangguan.
Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit
autoimun.

Misalnya

pada

Systematic

Lupus

Erythematous

(SLE)

dan

Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati


pada perempuan dengan SLE.
Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA
merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. Paling
sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu
Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically
false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS sering juga ditemukan pada beberapa
keadaan obstetrik, misalnya pada preeklamsia, IUGR, dan prematuritas. Beberapa
keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena,
trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum. The
International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk
APS, yaitu meliputi:

Trombosis vaskular
- Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan
dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.
- Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.
Komplikasi kehamilan

12

Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa

kelainan anatomik, genetik, atau hormonal.


Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi

normal.
Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan

berhubungan dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta berat.


Kriteria laboratorium
- aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali

atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu.
- aCL diukur dengan metode ELISA standar.
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
- Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT, dan CT ).
- Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan
-

penambahan plasma platelet normal.


Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid.
Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin dosis

rendah, prednison, imunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case control


menunjukkan pemberian heparin 5000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin
meningkatkan daya tahan janin dari 50% menjadi 80% pada perempuan yang pernah
mengalami abortus lebih dari dua kali tes APLAs positif. Yang perlu diperhatikan
adalah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu pengawasan terhadap resiko
kehilangan massa tulang, perdarahan, serta trombositopeni.
Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang
pada perempuan yang terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga
berdampak pada kejadian abortus antara lain :

Bakteri
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
13

Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis

Virus
Sitomegalovirus
Rubela
Herpes simpleks virus
HIV
Parvovirus

Parasit
Toksoplasmosi gondii
Plasmodium falsiparum

Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap

risiko abortus, diantaranya sebagai berikut :

Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak

langsung pada janin atau unit fetoplasenta.


Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin

sulit bertahan hidup.


Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian

janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misalnya

Mikoplasma hominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses implantasi.


Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus
selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19, Sitomegalovirus,
Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV) (Prawirohardjo, 2008)

Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Merokok dilaporkan

14

menyebabkan peningkatan risiko abortus. Bagi wanita yang merokok lebih dari 14
batang per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan kontrol normal.
Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang
telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin
serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi
fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya
abortus.

Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan
fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan
kadar faktor prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, dan penurunan aktivitas
fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen meningkat selama kehamilan
normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan
defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa
perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi
tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan
produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11 minggu (Cunningham et al, 2005).
Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi
trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering
disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida.
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik ataupun
plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih
dari 22 persen kasus. Hiperhomosisteinemi berhubungan dengan trombosis dan

15

penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21 persen abortus berulang
(Cunningham et al, 2005). Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif.
Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat.
Kelainan Endokrin

Hipotiroidisme
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus
walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata.

Diabetes melitus
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita
dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol
metabolik pada trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, Mills dkk.
mendapatkan bahwa pengendalian glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah
konsepsi) menghasilkan angka abortus spontan yang setara dengan angka kontrol
nondiabetik.

Namun,

kurangnya

pengendalian

glukosa

menyebabkan

peningkatan abortus spontan yang mencolok.

Defisiensi progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta
dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus.

KLASIFIKASI ABORTUS
A. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi
medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini
terbagi lagi menjadi:
1) Abortus medisinalis

(abortus

therapeutica)

yaitu

abortus

berdasarkan

pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Perlu mendapat persetujuan


minimal 3 dokter spesialis (spesialis Kandungan dan Kebidanan, spesialis
Penyakit Dalam, spesialis Jiwa)

16

2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan


yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan
secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
B. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus spontan terbagi lagi menjadi :
1) Abortus Iminens
Merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih
baik dalam kandungan.

2) Abortus Insipiens
Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

17

3) Abortus Inkompletus
Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih
ada yang tertinggal.

4) Abortus Kompletus
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

18

5) Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih
tertahan dalam kandungan lebih dari 4 minggu.
6) Abortus Habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
7) Abortus Infeksious
Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8) Abortus septik
Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya ke dalam pembuluh darah atau peritoneum.

PATOFISIOLOGI
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu

19

Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan
villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil
konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan

pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.


Pada kehamilan 8-14 minggu
Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketuban
telebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta
masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan

pervaginam banyak.
Pada kehmilan minggu ke 14-22 :
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta
beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus
sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa
sakit lebih menonjol.

DIAGNOSIS
Diagnosis abortus imminens ditegakan antara lain:

Tanda-tanda hamil muda

Perdarahan melalui OUE (+)

Uterus membesar sesuai usia kehamilan

Servis belum membuka


Sehingga untuk menegakan diagnosis abortus imminens kita perlu
memperhatikan :

Riwayat menstruasi

Riwayat penggunaan obat-obatan dan zat

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat operasi terutama pada uterus dan adneksa

Riwayat obstetrik dan ginekologis dahulu (Sastrawinata, 2008).


Pada abortus spontan biasanya disertai dengan perdarahan pervaginam dengan
atau tanpa rasa mules. Perdarahan pervaginam dapat hanya berupa flek (bercakbercak darah) hingga perdarahan banyak. Hal in sangat penting untuk menilai
apakah perdarahan semakin berkurang atau bahkan semakin memburuk. Adanya
gumpalan darah atau jaringan merupakan tanda bahwa abortus berjalan dengan

20

progresif. Bila ditemukan nyeri perlu dicatat letak dan lamanya nyeri tersebut
berlangsung (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan fisik, abdomen perlu diperiksa untuk menentukan
lokasi nyeri. Sumber dicari dengan pemeriksaan inspekulo dan pemeriksaan
vaginal toucher , tentukan perdarahan berasal dari dinding vagina, permukaan
serviks atau keluar melalui OUE (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan dalam, lakukan pemeriksaan pergerakan serviks
karenanya bila nyeri pada pergerakan serviks (+), maka kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik perlu dipertimbangkan. Jika ditemukan UOI telah membuka,
kemungkinan yang terjadi adalah abortus insipiens, inkomplit maupun abortus
komplit. Pemeriksaan pada uterus juga perlu dilakukan, tentukan besar,
konsistensi uterus serta pada adneksa, adakah nyeri tekan atau massa. Bila
didapatkan adanya sekret vagina abdominal, sebaiknya dibuat pemeriksaan
biologisnya (Saifudin, 2004).
Pada kasus abortus, selain menghentikan perdarahannya, perlu dicari
penyebab terjadinya abortus dan menentukan sikap dalam penanganannya
selanjutnya. Pemeriksaan penunjang yang dapat kita lakukan antara lain :
1. b- HCG
2. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht
3. Pemeriksaan golongan darah dan skrining antibodi
4. Pemeriksaan kadar progesteron serum
5. USG (Saifudin, 2002)
DIAGNOSA BANDING
1.

Kehamilan ektopik terganggu ( KET )


Pada KET ditemukan amenore, perdarahan pervaginam, biasanya

sedikit sedangkan pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri bagian
bawah perut dan pembesaran di belakang uterus. Tetapi nyerri pada KET
biasanya lebih hebat. Pemeriksaan seperti kuldosintesis dan USG dapat
dikerjakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ini. Sebelum timbul KET,
suatu kehamilan ektopik hanya berupa kehamilan ektopik yang belum terganggu.
Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala gejala hamil muda atau abortus
imminens (Mansjoer, 2001)

21

2.

Mola Hidatidosa
Pada mola hidatidosa, uterus biasanya membesar lebih cepat

dibandingkan dengan masa kehamilannya, dan kadang disertai dengan adanya


hiperemis gravidarum. Ini disebabkan oleh adanya kadar HCG yang tinggi di
dalam darah. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan gambaran seperti badai
salju ( snowform like appearance ) (Mansjoer, 2001)
3.

Kelainan serviks
Karsinoma serviks uteri ,polipus serviks dan sebagainya. Perdarahan

yang disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens. Pemeriksaan
dengan spekulum , pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat membantu dalam
menegakan diagnosis (Mansjoer, 2001).
PENATALAKSANAAN
Penanganan abortus iminens terdiri atas :
1.
Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar
dan berkurangnya rangsangan mekanik sehimgga perdarahan berhenti, dilarang
untuk koitus selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa diberikan, dan tidak
melakukan aktifitas fisik yang berlebihan
2.
Pemberian progesteron pada abortuis imminens masih bersifat
controversial. Hormon progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan
didapatkan adanya kekurangan hormon progesterone
3.
Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin
4.
bila perdarahan :
berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang
bila terjadi perdarahan lagi.
Berlangsung lama : nilai kembali kondisi janin. Konfirmasikan
kemungkinan adanya penyebab lain ( hamil ektopik atau
mola ) (Cunningham, 2007)

KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :
1.
Perdarahan masif

22

Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah erforasi
2.
Perforasi uterus
Dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika ditemukan
tanda tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas
dan bentuk perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi.
3.
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya
Dapat terjadi pada abortus dan dapat menyebar ke miometrium, tuba,
parametrium dan peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau sepsis dapat
disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan antibiotik pilihan dan
dilakukan laparotomi
4.
Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok hemoragik )
dan karena infeksi berat ( syok septik ) (Saifuddin, 2004)

PROGNOSIS
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan
kehamilan. Prognosisnya menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama,
mules mules disertai dengan perdarahan dan pembukaan serviks. Jika
kehamilan terus berlanjut, maka sering diikuti

dengan persalinan preterm,

plasenta previa, dan IUGR. Prognosis ditentukan lamanya perdarahan , jika


perdarahan berlangsung lama, mules- mules yang disertai pendataran serviks
menandakan prognosis yang buruk Prognosis buruk bila dijumpai pada
pemeriksaan USG adanya :
Kantong kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan
tidak adanya kutub janin
Perdarahan retrochorionic yang luas ( >25 % ukuran kantung
kehamilan)
DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ) (Mochtar, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

23

1. Cunningham, Macdonald. 2007. William Obstetrics. 21th edition. Stanford


Connecticut. Appleton and Lange.
2. Mansjoer, A. 2001. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Mochtar, R. 2007. Abortus dan Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Sinopsis
Obstetri. Edisi kedua. Jakarta : EGC
4. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai