Lapsus Ab Iminens
Lapsus Ab Iminens
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: Ny. E
Umur
: 26 tahun
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
Pasien
: BPJS Non-PBI
No. CM
: 065515 2014
Masuk RS
: 16-9-2014
Keluar RS
: 19-9-2014
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 16 September 2014 pukul 11.30
WIB.
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Pusing (+) Lemas (+) Mual (+) Muntah(+), nyeri perut (+), kenceng- kenceng (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
PB G2P1A0, UK 6 minggu, dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan
terjadi sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan berupa merah segar,
= disangkal
Riwayat jatuh
= disangkal
Hipertensi
= disangkal
Diabetes mellitus
= disangkal
Alergi obat
= disangkal
Alergi makanan
= disangkal
Asma
= disangkal
= disangkal
Diabetes mellitus
= disangkal
Alergi obat
= disangkal
Alergi makanan
= disangkal
Asma
= disangkal
Riwayat Sosial
Hewan peliharaan
= disangkal
Jamu
= disangkal
Merokok
= disangkal
Konsumsi alkohol
= disangkal
Riwayat Operasi
Belum pernah mengalami operasi sebelumnya
HPHT : 20 Juli 2014
HPL : 29 April 2015
Riwayat Haid
Menarche usia 14 tahun, Siklus: 28 hari, Lama haid: 6 hari
Riwayat Pernikahan
: Baik
: Compos Mentis
Vital sign
Tekanan Darah
Nadi
Respiration Rate
Suhu
Berat badan
Tinggi badan
Status generalis
Kepala
: bentuk mesosefal
Mata
: 130/80 mmHg
: 80 x/menit
: 22 x/menit
: 36,3 0C
: 50 kg
: 160 cm
Telinga
Hidung
Mulut
: sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies gigi (-),
faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1).
Leher
Thoraks
:
Cor :
Inspeksi
Palpasi
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Edema
Akral dingin
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Superior
-/-/+N/+N
-/-
Inferior
-/-/+N/+N
-/-
Pemeriksaan Obstetri
Tinggi fundus uteri = 2 cmdi bawa pusar
Inspeksi
Vaginal Toucher
: tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin
Darah Rutin
(WB EDTA)
Hb
Ht
Leukosit
Nilai
Nilai normal
12.3 L
39.6
8.9
12.5 15.5
35 47
4,0 10,0
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCHC
MCH
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit
Limfosit %
Monosit %
Eosinofil %
Basofil %
Neutrofil %
PCT
Clothing time
Bleeding time
Golongan darah
HbsAg
305
4,38
90,4
31,1
28,1
13,4
7,4
1,7
0,5
6,7 H
19,0 L
5,7
0,1
0,3
92,4
0,226
11,9
30,6
O
Non reaktif
150 400
3,8 5,4
82 98
32 36
27
10 16
7 11
1,0 4,5
0,2 10
2-4
25 40
28
24
01
50 70
0,2 0,5
9,7-13,1
23,9 39,8
Non reaktif
E. Diagnosis
G1P0A0 UK 6 minggu dengan Abortus Imminens + Hiperemesis Gravidarum
F. Penatalaksanaan
Non Farmakologi:
Tirah baring
Mengurangi aktifitas
Farmakologi:
Infus RL 20 tpm
Scopamin 3x1
Ondansetron drip
Antasida tab 3x1
FOLLOW UP
1. Tanggal 17 9 2014 (07.00)
Keluhan:
nyeri perut (+), pusing (-), mual/muntah (-), demam (-)
KU: Baik
Vaginal Toucher
: tidak dilakukan
TERAPI
Non Farmakologi:
Tirah baring
Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Scopamin 3x1
Ondansetron drip
Antasida tab 3x1
2. Tanggal 18 9 2014 (07.00)
Keluhan:
nyeri perut (-), pusing (-), mual/muntah (-), demam (-)
KU: Baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
TD : 104/66 mmHg
Nadi : 71 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,4 0C
Pemeriksaan Obstetri
Vaginal Toucher
: tidak dilakukan
TERAPI
Non Farmakologi:
Tirah baring
Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Scopamin 3x1
Ondansetron drip
Antasida tab 3x1
Vaginal Toucher
: tidak dilakukan
TERAPI
Non Farmakologi:
Tirah baring
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan
abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus.
Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan
abortus
provokatus
kriminalis.
Disebut
medisinalis
bila
didasarkan
pada
Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai
berikut:
- Aloimun
- Mediasi imunitas humoral
- Mediasi imunitas seluler
Defek fase luteal
- Faktor endokrin eksternal
- Antibodi antitiroid hormon
- Sintesis LH yang tinggi
Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip embrio.
Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan
oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa
lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan karotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal kehamilan.
Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian
sporadis, misalnya non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa
trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi
fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi
primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada
pasien dengan karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis
maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi,
merupakan penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali
pada trisomi kromosom 1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan
10
sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21)
bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis
pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu
terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian
kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah 35 tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (tetraploidi,
triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan.
Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus akibat kelainan kromosom, dimana
terjadinya kelainan pada fase sangat awal sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural
terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa
kelainan struktur kromosom sering diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur
kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas,
dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.
Struktur sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi
gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh
untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah
myotonic dystrophy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi,
kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang
abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaik
gonad pada ovarium atau testis.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang
abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut
tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan
kelainan karotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga beresiko
abortus.
Penyebab Anatomik
11
Misalnya
pada
Systematic
Lupus
Erythematous
(SLE)
dan
Trombosis vaskular
- Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan
dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.
- Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.
Komplikasi kehamilan
12
Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
normal.
Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu.
- aCL diukur dengan metode ELISA standar.
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
- Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT, dan CT ).
- Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan
-
Bakteri
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
13
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
Virus
Sitomegalovirus
Rubela
Herpes simpleks virus
HIV
Parvovirus
Parasit
Toksoplasmosi gondii
Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap
janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misalnya
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Merokok dilaporkan
14
menyebabkan peningkatan risiko abortus. Bagi wanita yang merokok lebih dari 14
batang per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan kontrol normal.
Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang
telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin
serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi
fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya
abortus.
Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan
fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan
kadar faktor prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, dan penurunan aktivitas
fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen meningkat selama kehamilan
normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan
defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa
perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi
tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan
produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11 minggu (Cunningham et al, 2005).
Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi
trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering
disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida.
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik ataupun
plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih
dari 22 persen kasus. Hiperhomosisteinemi berhubungan dengan trombosis dan
15
penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21 persen abortus berulang
(Cunningham et al, 2005). Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif.
Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat.
Kelainan Endokrin
Hipotiroidisme
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus
walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata.
Diabetes melitus
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita
dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol
metabolik pada trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, Mills dkk.
mendapatkan bahwa pengendalian glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah
konsepsi) menghasilkan angka abortus spontan yang setara dengan angka kontrol
nondiabetik.
Namun,
kurangnya
pengendalian
glukosa
menyebabkan
Defisiensi progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta
dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus.
KLASIFIKASI ABORTUS
A. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi
medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini
terbagi lagi menjadi:
1) Abortus medisinalis
(abortus
therapeutica)
yaitu
abortus
berdasarkan
16
2) Abortus Insipiens
Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
17
3) Abortus Inkompletus
Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih
ada yang tertinggal.
4) Abortus Kompletus
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
18
5) Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih
tertahan dalam kandungan lebih dari 4 minggu.
6) Abortus Habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
7) Abortus Infeksious
Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8) Abortus septik
Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya ke dalam pembuluh darah atau peritoneum.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus.
19
Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan
villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil
konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan
pervaginam banyak.
Pada kehmilan minggu ke 14-22 :
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta
beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus
sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa
sakit lebih menonjol.
DIAGNOSIS
Diagnosis abortus imminens ditegakan antara lain:
Riwayat menstruasi
20
progresif. Bila ditemukan nyeri perlu dicatat letak dan lamanya nyeri tersebut
berlangsung (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan fisik, abdomen perlu diperiksa untuk menentukan
lokasi nyeri. Sumber dicari dengan pemeriksaan inspekulo dan pemeriksaan
vaginal toucher , tentukan perdarahan berasal dari dinding vagina, permukaan
serviks atau keluar melalui OUE (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan dalam, lakukan pemeriksaan pergerakan serviks
karenanya bila nyeri pada pergerakan serviks (+), maka kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik perlu dipertimbangkan. Jika ditemukan UOI telah membuka,
kemungkinan yang terjadi adalah abortus insipiens, inkomplit maupun abortus
komplit. Pemeriksaan pada uterus juga perlu dilakukan, tentukan besar,
konsistensi uterus serta pada adneksa, adakah nyeri tekan atau massa. Bila
didapatkan adanya sekret vagina abdominal, sebaiknya dibuat pemeriksaan
biologisnya (Saifudin, 2004).
Pada kasus abortus, selain menghentikan perdarahannya, perlu dicari
penyebab terjadinya abortus dan menentukan sikap dalam penanganannya
selanjutnya. Pemeriksaan penunjang yang dapat kita lakukan antara lain :
1. b- HCG
2. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht
3. Pemeriksaan golongan darah dan skrining antibodi
4. Pemeriksaan kadar progesteron serum
5. USG (Saifudin, 2002)
DIAGNOSA BANDING
1.
sedikit sedangkan pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri bagian
bawah perut dan pembesaran di belakang uterus. Tetapi nyerri pada KET
biasanya lebih hebat. Pemeriksaan seperti kuldosintesis dan USG dapat
dikerjakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ini. Sebelum timbul KET,
suatu kehamilan ektopik hanya berupa kehamilan ektopik yang belum terganggu.
Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala gejala hamil muda atau abortus
imminens (Mansjoer, 2001)
21
2.
Mola Hidatidosa
Pada mola hidatidosa, uterus biasanya membesar lebih cepat
Kelainan serviks
Karsinoma serviks uteri ,polipus serviks dan sebagainya. Perdarahan
yang disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens. Pemeriksaan
dengan spekulum , pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat membantu dalam
menegakan diagnosis (Mansjoer, 2001).
PENATALAKSANAAN
Penanganan abortus iminens terdiri atas :
1.
Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar
dan berkurangnya rangsangan mekanik sehimgga perdarahan berhenti, dilarang
untuk koitus selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa diberikan, dan tidak
melakukan aktifitas fisik yang berlebihan
2.
Pemberian progesteron pada abortuis imminens masih bersifat
controversial. Hormon progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan
didapatkan adanya kekurangan hormon progesterone
3.
Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin
4.
bila perdarahan :
berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang
bila terjadi perdarahan lagi.
Berlangsung lama : nilai kembali kondisi janin. Konfirmasikan
kemungkinan adanya penyebab lain ( hamil ektopik atau
mola ) (Cunningham, 2007)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :
1.
Perdarahan masif
22
Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah erforasi
2.
Perforasi uterus
Dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika ditemukan
tanda tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas
dan bentuk perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi.
3.
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya
Dapat terjadi pada abortus dan dapat menyebar ke miometrium, tuba,
parametrium dan peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau sepsis dapat
disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan antibiotik pilihan dan
dilakukan laparotomi
4.
Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok hemoragik )
dan karena infeksi berat ( syok septik ) (Saifuddin, 2004)
PROGNOSIS
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan
kehamilan. Prognosisnya menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama,
mules mules disertai dengan perdarahan dan pembukaan serviks. Jika
kehamilan terus berlanjut, maka sering diikuti
DAFTAR PUSTAKA
23
24