Anda di halaman 1dari 4

ANALISA JURNAL

1. Judul penelitian
Pijat terapeutik sebagai evidence besed practice pada pasien kanker untuk mengurangi
distress
2. Nama peneliti
Rika Fatmadona
3. Tempat Penelitian
Ruang rawat inap Teratai RS Kanker Dharmais, Jakarta, selama 2 minggu, dalam
rentang waktu tanggal 16 April hingga 9 Mei 2014.
4. Alamat Jurnal
Volume 11, No 1, Maret 2015 : 79-86 ISSN 1907 - 686X
5. Latar Belakang
Kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakitkardiovaskuler, dimana
gejalanya hampir tidak terkontrol dalam 70 % hingga 80 % kasus kanker, terutama
bila fase penyembuhan telah berakhir dan pasien masuk ketahapan paliatif.
(Falkensteiner, Mantovan, Miiller & Them,2011). Berbagai gejala penyakit

dan

efek

samping pengobatan banyak dikeluhkan oleh pasien kanker. Penggunaan terapi


komplementer dalam pengobatan kanker sudah tidak asing lagi digunakan untuk
berbagai gejala yang ditimbulkan kanker. Walaupun terapi farmakologi
namun pasien yang menjalani

kemoterapi

sudah

mengatasi
terbukti,

selalu mengalami efek samping obat,

diantaranya nausea, fatigue, ansietas, dan nyeri.

Tidak hanya kemoterapi yang memiliki

efek samping namun obat-obat farmakologis

untuk mengatasi gejala lainnya juga

demikian (Ayoub, 2013).


Kejadian distres pada semua tahapan kanker menurut Cancer Journey Action Group
(2009), mencapai 35% hingga 45% di Amerika utara, sehingga di Amerika disepakati
distres perlu dikaji pada pasien kanker saat awal kedatangan dan pada kondisi tertentu
sehingga distres dinyatakan sebagai tanda-tanda vital ke-6 setelah nyeri pada pasien
kanker. Ayoub (2013) menyatakan, dari semua kondisi distres, cemas atau ansietas
merupakan permasalahan yang paling sering ditemukan pada pasien kanker. Cemas
merupakan gangguan multidimensional yang dapat dihubungkan dengan gejala lain
seperti depresi. Cemas biasa muncul mengawali pengobatan, kuatir akan efek
samping, dan kekuatiran akan rekuren penyakit setelah pengobatan. Cemas
memperburuk persepsi pasien akibat gejala fisik dan resiko pengobatan yang dijalani.
Bila tidak tertangani, pasien kanker dapat tidak mengikuti lagi pengobatan yang
direkomendasikan sehingga memperparah gejala fisik. Hal ini mengakibatkan secara

tidak langsung menurunnya status penampilan dan kualitas hidup pasien.


6. Tujuan Penelitian
Memaparkan aplikasi pijat terapeutik untuk mengurangi distress sebagai suatu
Evidence Based Nursing (EBN).
7. Metode Riset
Metode penulisan ini berupa case study pelaksanaan EBN dilakukan di ruang rawat
inap Teratai RS Kanker Dharmais, Jakarta, selama 2 minggu, dalam rentang waktu
tanggal 16 April hingga 9 Mei 2014. Pijatan dilakukan selama 3 kali seminggu, 20
menit, dalam 2 minggu, sehingga masing-masing pasien mendapatkan 6 sesi pijat
terapeutik.
8. Subjek penelitian
Partisipan dalam penerapan EBN ini semuanya perempuan, dengan rentang usia 27
th-58 th, dengan 4 orang ca mammae, 1 orang ca cervix, 1 orang ca ovarium, 1 orang
ca thyroid, 1 orang LNH. Setelah dilakukan sesi pijat terpeutik sesuai dengan metode
Ahles, et al, (1999), didapatkan sesi pijat terapeutik mampu menurunkan cemas
pasien, dilihat dari penurunan skor ESAS cemas, mampu merilekskan pasien
9. Hasil
didapatkan sesi pijat terapeutik mampu menurunkan cemas pasien, dilihat dari
penurunan skor ESAS cemas, mampu merilekskan pasien. Ke-4 pasien yang
menjalani terapi pijat pada hari pertama, didapatkan keluhan cemas sedang 2 orang,
cemas berat 2 orang pada akhir sesi pasien tidak didapatkan cemas lagi. Respon
pasien setelah menjalani sesi melaporkan badannya lebih segar dan tidurnya lebih
nyenyak. Pada pasien yang mengeluhkan nyeri hebat dengan pemberian pijat
terapeutik yang sebelumnya telah diberikan analgesik, dan teknik relaksasi, diketahui
dengan pemberian pijat terapeutik walaupun belum mampu menurunkan nyeri secara
drastis, pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya, koping pasien lebih konstruktif.
10. Kelebihan
Metode pengumpulan data mengunakan tekik observasi dimana menurut kelompok
metode ini baik untuk digunakan karena mengobservasi melihat secara langsung
aspek-aspek seperti respon prilaku, respon verbal, repon emosi, dan respon fisik
sampel yang ingin diteliti. Pada penelitian ini design penelitian menggunakan quasi
eksperiment (pre and post test control group design) hal ini baik dilakukan karena
hasil yang didapatkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengidentifikasi terapi
psikoreligius sebelum dan sesudahnya. Pada penelitian ini design penelitian
mengguanakan quasi eksperimen hal ini baik untuk digunakan karena untuk

mengetahui pengaruh dari terapi psikoreligius terhadap penurunan prilaku kekerasan


pada pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa daerah Surakarta.
11. Kekurangan
Kekurangan dari penelitian ini adalah peniliti tidak menjelaskan semua aspek yang
termasuk psikoreligius. Tetapi hanya beberapa saja yang disebutkan seperti doa, dzikir
dan ceramah agama sedangkan menurut jurnal karya Indri Wulandari tahun 2014 yang
kelompok baca di Fanada tahun 2012 bahwa sholat yang disertai perasaan ikhlas dan
tidak terpaksa akan membuat seseorang terhindar dari penyakit kejiwaan dan gerakangerakan pada sholat memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan.
Kemudian didalam artikel jurnal ini tidak disebutkan agama yang dimiliki masingmasing responden yang membuat jurnal tersebut kurang maksimal, yang kita ketahui
agama di Indonesia beragam ada hindu, budha, katolik dan sebagainya. Seperti yang
terdapat di dalam asuhan keparawatan tahun 2012 Psikoreligius tidak diarahkan untuk
merubah agama kliennya tetapi menggali sumber koping. Therapy yg religius dapat
berupa kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas ibadah, buku-buku, musik, misalnya lagu
pujian/rohani untuk nasrani. (http://askep.asuhan-keperawatan.com/2012/10/terapipsikoreligius-87221.html, diakses pada 5 november 2012)
Pada penelitian peneliti tidak menyebutkan berapa kali frekuensi dan durasi untuk
pelatihan terapi psikoreligi terhadap penurunan perilaku kekerasan pada psien
skizofrenia di RSJD Surakarta. Menurut Potter dan Perry tahun 2006 menjelaskan
suatu penelitian dilakukan dengan frekuensi 5 sampai 10 kali pelatihan.
12. Implikasi
a. Untuk tim kesehatan
Terapi pijat dapat menjadi pilihan intervensi non farmakologi serta non invasif
yang aplikatif dalam mengurangi distres pasien, dapat dilakukan oleh perawat
ruangan dengan melalui pelatihan singkat tentang prosedurteknis pijat terapeutik.

b. Untuk Rumah Sakit


Demi terlaksananya pijat yang efektif pada pasien, hendaklah pihak RS
menyediakan fasilitas seperti kursi pijat, tempat tidur pijat dan terapis yang
berpengalaman diunitfisioterapi, sehingga pabila disediakan, perawat tinggal
menjalankan fungsi kolaborasi dengan terapis.

Anda mungkin juga menyukai