Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

BEKAS SECTIO CAESAREA

Oleh :
ALVIONITA NUR FITRIANA, S.ked
11180111003

Pembimbing :
dr. Zulfadli, Sp. OG
dr. Marzuki Sayuti, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK
SMF OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
2015

BAB 1
PENDAHULLUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO, tindakan persalinan Sectio Caesarea sekitar 10-15% dari semua
proses persalinan di negara berkembang. Sejak tahun 1986 di Amerika, satu dari
empat persalinan diakhiri dengan Sectio Caesarea. Di Inggris angka Sectio Caesarea
di Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun
1980 sebesar 3,2% -14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun
1965 sampai 1988, angka persalinan Sectio Caesarea di Amerika Serikat meningkat
progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi
sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002
mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat (Gondo,
2006).

Angka kejadian Sectio Caesarea di Indonesia menurut data survey nasional pada
tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan (22,8%) dari seluruh persalinan.
Angka persalinan dengan Sectio Caesarea di 12 Rumah Sakit Pendidikan berkisar
antara 2,1% - 11,8%. Di RS Sanglah Denpasar insiden Sectio Caesarea selama
sepuluh tahun (1984-1994) 8,06% - 20,23%, rata-rata per tahun 13,6%, sedangkan
tahun 1994-1996 angka kejadian Sectio Caesarea 17,99% (Gondo, 2006).

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan, di ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu, kejadian Sectio Caesarea pada tahun 2008 berjumlah 565 (32,4%) dari
1742 persalinan, pada tahun 2009 berjumlah 540 (32,6%) dari 1652 persalinan dan
pada tahun 2010 berjumlah 621 (37,4%) dari 1660 persalinan. Dilihat dari

jumlahnya, persalinan dengan tindakan kejadian Sectio Caesarea pada tahun 2008 2009 mengalami penurunan sebanyak 4,6%, sedangkan pada tahun 2009 - 2010
mengalami peningkatan sebanyak 13%.

Tindakan Sectio Caesarea saat ini semakin baik dengan adanya antibiotik, transfusi
darah yang memadai, teknik operasi yang lebih sempurna dan anastesi yang lebih
baik. Walau demikian, morbiditas maternal setelah menjalani tindakan Sectio
Caesarea masih 4-6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena ada
peningkatan resiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai proses
perawatan setelah pembedahan. Dari hasil penelitian Bensons dan Pernolls (2005),
angka kematian pada operasi Sectio Caesarea adalah 40 80 tiap 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan normal.
Untuk kasus infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan
pervagina (majalah inspire kids, 2009).

Setiap tindakan operasi Sectio Caesarea mempunyai tingkat kesulitan berbeda-beda,


komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi Sectio Caesarea adalah
infeksi yang disebut sebagai morbiditas pascaoperasi disebabkan oleh infeksi pada
luka bekas insisi (infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus dan luka
operasi) yang terjadi pada saat proses penyembuhan luka pasca operasi (majalah
inspire kids, 2009).

Dimana salah satu indikasi untuk melakukan Sectio Caesarea adalah adanya riwayat
Sectio Caesarea sebelumnya. Namun tidak emnutup kemungkinan bagi seorang ibu
dengan riwayat Sectio Caesarea untuk melahirkan dengan cara pervaginam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Sarwono, 2010). Sekarang ini ada
kecendrungan untuk melakukan seksio sesarea tanpa dasar yang cukup kuat.
Perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami seksio Sectio Caesarea
merupakan seseorang yang mempunyai parut dalam uterus dan tiap kehamilan
serta persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang lebih cermat.

Pada pasien dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya dan memerlukan induksi
persalinan untuk kehamilan selanjutnya, kepada mereka ditawarkan dua pilihan:
Sectio Caesarea ulangan atau induksi persalinan. Adanya risk dan benefit pada
kedua cara persalinan tersebut. Perhatian yang lebih besar dihubungkan dengan
induksi persalinan dengan adanya parut uterus. Kemungkinan meningkatkan
risiko terjadinya ruptura parut uterus, yang dapat mengancam kehidupan ibu dan
bayinya.

B. Jenis jenis operasi Sectio Caesarea.


a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1. Sectio caesarea transperitonealis

a) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri).


Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira2 10 cm.
Kelebihan:
-

Mengeluarkan janin dengan cepat

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan:
-

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada


reperitonealis yang baik

Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri


spontan

b) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen


bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan :
-

Penjahitan luka lebih mudah

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan


penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum

Perdarahan tidak begitu banyak

Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil

Kekurangan :
-

Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat


menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak

Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

2. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan


demikian tidak membuka cavum abdominal
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
c. Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1)

Sayatan memanjang (longitudinal)

2)

Sayatan melintang (Transversal)

3)

Sayatan huruf T (T insicion)

C. Indikasi dan kontraindikasi Sectio Caesarea:


a. Indikasi:
-

Indikasi Ibu:
o Panggul sempit absolut
o Tumor tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
o Stenosis serviks / vagina
o Placenta previa
o Kelainan letak

o Ruptura uteri imminens


o Fetal distress

Indikasi Janin:
o Kelainan letak janin
o Janin terlalu besar
o Gawat janin
o Gemeli

Indikasi sosial:
o Trauma persalinan lalu
o Kepercayaan
o Kosmetiks seks
o Anjuran suami dan keluarga
o Pekerjaan
o Pendapatan

b. Kontra indikasi:
-

Janin mati.

Janin terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan.

Janin terbukti menderita cacat/ kelainan congenital berat.

Syok.

Anemia berat

D. Persalinan pervaginam pada bekas Sectio Caesarea:

Panduan dari American College of Obstetricans and Gynekologists pada tahun


1999 tentang persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea atau yang
dikenal dengan trial of scar memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan,
seorang ahli anastesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan
dengan seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf
disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut
jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia.
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan yang
melakukan persalinan pada bekas seksio sesarea harus tersedia tim yang siap
untuk melakukan seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit
untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptura uteri.

E. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan persalinan


pervaginam pada bekas seksio
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio sesarea
kembali atau dengan persalinan pervaginam tergantung apakah syarat persalinan
pervaginam terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter mendiskusikan
dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-masingnya. Tentu saja hak
pasien untuk meminta jenis persalinan mana yang terbaik untuk dia dan bayinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan persalinan pada pasien bekas
seksio sesarea telah diteliti selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang
dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas
seksio
1. Teknik operasi sebelumnya.

Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan persalinan pervaginam,
dimana pasien dengan tipe insisi ini mempunyai resiko ruptura yang lebih
rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarea klasik, insisi T
pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu
misalnya laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan
persalinan pervaginam.
2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
Flamm tidak melakukan persalinan pervaginam pada semua bekas seksio
sesarea korporal maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali
berurutan atau lebih, sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif
adalah lebih baik dibandingkan persalinan pervaginam
Risiko ruptura uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea
sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai
resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptura uteri. Ruptura uteri pada
bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 3.7 %. Caughey dan kawankawan mendapatkan bahwa pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali
mempunyai risiko ruptura uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea
satu kali. Spaan dkk mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea yang lebih
satu kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang lebih tinggi.
Jamelle (1996) menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu seksio sesarea
tidaklah selalu benar, tetapi beliau setuju dengan setelah dua kali seksio
sesarea selalu seksio sesarea pada kehamilan berikutnya , dimana diyakini
bahwa komplikasi pada ibu dan anak lebih tinggi.

Farmakides dkk (1987) melaporkan 77 % dari pasien yang pernah seksio


sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan persalinan pervaginam dan
berhasil dengan luaran bayi yang baik. ACOG 1999 telah memutuskan
bahwa pasien dengan bekas seksio dua kali boleh menjalani persalinan
pervaginam dengan pengawasan yang ketat
Miller 1994 melaporkan bahwa insiden ruptura uteri terjadi 2 kali lebih
sering pada persalinan ibu dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih.
Keberhasilan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea 1 kali adalah 83 %
dan 75 % keberhasilan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea 2 kali
atau lebih.

3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya


Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui
"potongan bikini" kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi
kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah
uterus yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah rahim,
hampir 90 % insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan kesamping
(seperti potongan bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini disebut " Low
Transverse Cesarean Section ". Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh
dalam 2 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal
yang dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot
uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti
semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan
berikutnya. Depp R menganjurkan persalinan pervaginam pada bekas seksio
sesarea, terkecuali ada tanda-tanda ruptura uteri mengancam, parut uterus

yang sembuh persekundum pada seksio sesarea sebelumnya atau jika adanya
penyulit obstetrik lain ditemui.
Rosenberg (1996) menjelaskan bahwa dengan pemeriksaan Ultra sonografi
USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat diketahui ketebalan
segmen bawah rahim . Ketebalan SBR 4,5 mm pada usia kehamilan 37
minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak
sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu
pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining
dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea.
Willams menyatakan bahwa penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu
generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan jaringan sikatrik.
Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan
di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada
prinsipnya :
1.

Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik

pada uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan


2.

Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau

hanya ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus
tanpa ditemukannya sikatrik diantaranya.
Mason menyatakan bahwa kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan
luka yang baik adalah lebih kuat dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah
dibuktikannya dengan memberikan regangan yang ditingkatkan dengan
penambahan beban pada uterus bekas seksio sesarea (hewan percobaan).
Ternyata pada regangan maksimal terjadi ruptura bukan pada jaringan
sikatriknya tetapi pada jaringan miometrium dikedua sisi sikatrik.

Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio sesarea yang
mengalami ruptura selalu terjadi pada jaringan otot miometrium sedangkan
sikatriknya utuh. Yang mana hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik
yang terbentuk relatif lebih kuat dari jaringan miometrium itu sendiri.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan sehingga
menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1.

Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan

luka.
2.

Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya

pertemuan kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan
yang tidak beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-lain.
Cooke menyatakan jahitan luka yang terlalu kencang dapat menyebabkan
nekrosis jaringan sehingga merupakan penyebab timbulnya gangguan
kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada infeksi ataupun technical
error sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Alasan melakukan seksio sesarea ulangan secara rutin sebagai tindakan
profilaksis terhadap kemungkinan terjadinya ruptura uteri tidak benar lagi.
Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan sikatrik
pada penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan tentang
penyebab-penyebab yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada
bekas seksio sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginam pada
bekas seksio sesarea dapat dilaksanakan atau tidak.
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama
kontraksi uterus. Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio sesarea

sama dengan multipara tanpa seksio sesarea yang menjalani persalinan


pervaginam

4. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu.


Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan
persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea, CPD memberikan
keberhasilan persalinan pervaginam sebesar 60 65 %. Fetal distress
memberikan keberhasilan sebesar 69 73 % .
Keberhasilan persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea
ditentukan juga oleh keadaan dilatasi servik pada waktu dilakukan seksio
sesarea yang lalu. Persalinan pervaginam berhasil 67 % apabila seksio
sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari 5 cm, dan
73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan pervaginam
menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada
keadaan distosia pada kala II.

5. Usia ibu
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 34
tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan
resiko tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35
tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang
berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko
kegagalan untuk persalinan pervaginam lebih besar tiga kali dari pada
wanita yang berumur kecil dari 40 tahun.

Weinstein dkk mendapatkan pada penelitian mereka bahwa faktor umur tidak
bermakna secara statistik dalam mempengaruhi keberhasilan persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea.

6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya


Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta
previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna kemungkinan
insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai bagian
korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi pada seksio sesarea
klasik

7. Riwayat persalinan pervaginam


Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum ataupun sesudah seksio
sesarea mempengaruhi prognosis keberhasilan persalinan pervaginam pada
bekas seksio sesarea.
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan
pervaginam memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginam yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginam . Pada bekas
seksio sesarea yang sesudahnya pernah berhasil dengan persalinan
pervaginam, makin berkurang kemungkinan ruptura uteri pada kehamilan
dan persalinan yang akan datang. Walaupun demikian ancaman ruptura uteri
tetap ada pada masa kehamilan maupun persalinan, oleh sebab itu pada setiap
kasus bekas seksio sesarea harus juga diperhitungkan ruptura uteri pada
kehamilan trimester ketiga terutama saat menjalani persalinan pervaginam.

8. Keadaan serviks pada saat impartu


Flamm mengatakan bahwa penipisan serviks serta dilatasi serviks
memperbesar keberhasilan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea.
Guleria

dan

Dhall

1997

menyatakan

bahwa

laju

dilatasi

seviks

mempengaruhi keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas seksio


sesarea. Dari 100 pasien bekas seksio sesarea segmen bawah rahim di dapat
84 % berhasil persalinan pervaginam sedangkan sisanya adalah seksio
sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea
yang berhasil pervaginam pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam. Fase aktif
1.25 cm/jam. Sedangkan laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang
gagal pervaginam pada fase laten rata-rata 0.44 cm / jam dan fase aktif
adalah 0.42 cm /jam.
Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptura
uteri pada wanita dengan bekas seksio sesarea. Dijumpai adanya 1 kasus
ruptura uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah rahim transversal selama
dilakukan pematangan serviks dengan transvaginal misoprostol sebelum
tindakan induksi persalinan.

9. Keadaan selaput ketuban


Carrol 1990 melaporkan pasien dengan ketuban pecah dini (KPD) pada usia
kehamilan diatas 37 minggu dengan bekas seksio sesarea (56 kasus) proses
persalinannya dapat pervaginam dengan menunggu terjadinya inpartu
spontan dan didapat angka keberhasilan yang tinggi (91 % ) dengan
menghindari pemberian induksi persalinan dengan oxytosin, dengan rata-rata

lama waktu antara terjadinya KPD sampai terjadinya persalinan adalah 42,6
jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.

F. Kriteria Seleksi
American College of Obstetricians and Gynecologists tahun 1999 memberikan
rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea.
Kriteria seleksinya adalah sebagai berikut:
-

Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi Segmen Bawah Rahim.

Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,


persalinan dan seksio sesarea emergensi.

Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat

Kriteria yang masih kontroversi:


-

Parut uterus yang tidak diketahui

Parut uterus pada Segmen Bawah Rahim vertikal

Kehamilan kembar

Letak sungsang

Kehamilan lewat waktu

Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

G. Kontra Indikasi

Kontra indikasi mutlak melakukan persalinan pervaginam pada bekas seksio


sesarea:
-

Bekas seksio sesarea klasik

Bekas seksio sesarea dengan insisi T

Bekas ruptur uteri

Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas

Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri. Misalnya miomektomi

Cefalo Pelviks Disporposi yang jelas.

Pasien menolak persalinan pervaginam

Panggul sempit

Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi


persalinan pervaginam.

H. Komplikasi
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan
pervaginam adalah ruptura uteri. Ruptura jaringan parut bekas seksio sesarea
sering tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas. Dilaporkan bahwa
kejadian ruptura uteri pada bekas seksio sesarea insisi Segmen Bawah Rahim
lebih kecil dari 1 % (0,2 0,8 % ). Kejadian ruptura uteri pada persalinan
pervaginam dengan riwayat insisi seksio sesarea korporal dilaporkan oleh Scott
dan American College of Obstetricans and Gynekologists adalah sebesar 4 9 %.
Farmer melaporkan kejadian ruptura uteri selama partus percobaan pada bekas
seksio sesarea sebanyak 0,8% dan dehisensi 0,7%.
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan keluar
dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan

perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang
harus dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptura uteri ini lebih sering
terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea pada
segmen bawah rahim. Ruptura uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 %
sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 %.
Tanda yang sering dijumpai pada ruptura uteri adalah denyut jantung janin tak
normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi lambat,
bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala klinis tambahan adalah
perdarahan pervaginam, nyeri abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi
hipovolemik pada ibu.
Tanda-tanda ruptura uteri adalah sebagai berikut :
-

Nyeri akut abdomen

Sensasi popping ( seperti akan pecah )

Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold

Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi

Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginam

Perdarahan pervaginam

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginam karena risiko ruptura 2-10 kali dan kematian
maternal dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio
sesarea pada segmen bawah rahim.

I. Sistem Skoring

Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas seksio


sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Flamm dan Geiger
menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas seksio sesarea dalam
bentuk sistem skoring. Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring
untuk pasien bekas seksio sesarea
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger yang ditentukan untuk memprediksi
persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti tertera pada
tabel dibawah ini:
Patientcharacteristics

Points

Maternalage<40years

Vaginalbirthhistory(chooseone)

Vaginalbirthbeforeandafterfirstcesareandelivery

Vaginalbirthafterfirstcesareandelivery

Vaginalbirthbeforefirstcesareandelivery

Nopreviousvaginalbirth

Reasonotherthanfailuretoprogressforfirstcesareandelivery

Cervicaleffacementatadmission

>75percent

25to75percent

<25percent

Patientcharacteristics

Points

Cervicaldilation4cmatadmission

Total:____

Score

Numberofwomenwiththisscore

PercentageofwomenwithsuccessfulVBAC

0to2

114

49

329

60

595

67

660

77

360

88

189

93

8to10

158

95

Sumber:FlammBL,GeigerAM.Vaginalbirthaftercesareandelivery:anadmissionscoringsystem.
ObstetGynecol1997;90:909.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan janin dengan pembedahan
dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak termasuk
pengangkatan fetus dari dalam rongga abdomen pada kasus-kasus ruptura uteri atau pada
kasus kehamilan abdominal. Dewasa ini tindakan ini jauh lebih aman dari pada dahulu
berhubung sudah tersedia obat antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih
sempurna dan anastesi yang sudah baik.
Sekarang ini ada kecendrungan untuk melakukan seksio sesarea tanpa dasar yang cukup
kuat. Perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami seksio sesarea merupakan
seseorang yang mempunyai parut dalam uterus dan tiap kehamilan serta persalinan
berikutnya memerlukan pengawasan yang lebih cermat.

Pada pasien dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya dan memerlukan induksi
persalinan untuk kehamilan selanjutnya, kepada mereka ditawarkan dua pilihan: seksio
sesar ulangan atau induksi persalinan. Adanya risk dan benefit pada kedua cara
persalinan tersebut. Perhatian yang lebih besar dihubungkan dengan induksi persalinan
dengan adanya parut uterus. Kemungkinan meningkatkan risiko terjadinya ruptura parut
uterus, yang dapat mengancam kehidupan ibu dan bayinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Husodo L, Pembedahan dengan Laparatomi. Dalam Buku Ilmu Kebidanan Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1999: 863 75.
2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Cesarean Section and Postpartum Hysterectomy. In :
Williams Obstetrics. 21st Ed.. The Mc Graw-Hill Companies. New York : 2001 :
3.

537 63.

Cunningham MD. Cesarean Section. In: Williams Obstetrics, 22 nd Ed. Prentice Hall Int.
USA 2001.

4. Wing DA. Induction of labor in woman with prior cesarean delivery. Up ToDate 2007
5.

Dodd JM, Crowther CA. Elective repeat caesarean section versus induction of labour for
woman with a previous caesarean birth. The Cochrane Library 2007, Issue 4

6. Welischar J, Quirk JG. Vaginal birth after cesarean delivery.Up ToDate 2007
7. Rozenberg P, Goffinet F, Philippe HJ, Nisand I. Thickness of the lower uterine segment: its
influence in the management of patients with previous casarean sections. European Journal of
Obstetrics & Gynaecology and Reproductive Biology 87(1999) 39-45

8.

Zelop CM, Shipp TD, Repke JT, Cohen A, Caughey AB, Lieberman E. Uterine rupture
during induced or augmented labor in gravid woman with one prior cesarean delivery. Am J
Obstet Gynecol: 1999: 181; 882-886

9. Lin C, Raynor D. Risk of uterine rupture in labor induction of patients with prior cesarean
section: An inner city hospital experience. Am J Obstet Gynecol: 2004: 190; 1476-8
10. Mankuta DD, Leshno MM, Menasche MM, Brezis MM. Vaginal birth after cesarean section:
Trial of labor or repeat cesarean section? A decision analysis. Am J Obstet Gynecol: 2003:
189; 714-719
11. McDonagh, MS, Osterweil, P, Guise, JM. The benefits and risks of inducing labour in
patients with prior caesarean delivery : a systematic review. BJOG 2005; 112:1007

Anda mungkin juga menyukai