PROPOSAL TESIS
Judul
Oleh
: Sugeng Handayani
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pelajaran matematika mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam dunia pendidikan. Apalagi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, peran matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang memiliki nilai
esensial yang dapat diterapkan diberbagai bidang kehidupan. Pola pikir matematika
juga menjadi sebuah adalan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Begitu
pentingnya matematika tetapi kurang dibarengi dengan semangat keilmuan oleh
peserta didik di sekolah-sekolah. Matematika adalah sebuah pelajaran yang dianggap
sebagai momok dan pelajaran yang dihindari oleh peserta didik. Kalau tidak ada
pelajaran matematika di sekolah dalam satu minggu saja, suasana sekolah seolaholah menjadi tampak segar dan penuh semangat.
Kurang semangatnya peserta didik
dalam belajar
matematika
berkorelasi dengan hasil PISA dan TIMSS. Berdasarkan analisis hasil PISA 2009,
Indonesia hampir semua peserta didik
matematika sampai level 3 (tiga) dari 6 (enam) level yang dirumuskan di dalam
studi PISA. Sementara negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang
mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua
manusia diciptakan sama. Sementara dari Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011
di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan
hasil yang tidak jauh berbeda. Peserta didik Indonesia untuk bidang matematika
lebih dari 95 % hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di
Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance.
Dari hasil ke dua analisis diatas terlihat bahwa kualitas dari hasil yang
didapatkan peserta didik dalam mempelajari matematika. Tentu ini bukan kesalahan
mutlak dari siswa, semua yang berkecimpung didunia pendidikan patut dikoreksi dan
diperbaiki, terutama guru yang menjadi tumpuan kemajuan pendidikan.
Dari hasil Studi PISA dan TIMSS di atas pemerintah mencoba
memperbaiki
kualitas
pendidikan
terutama
pelajaran
matematika
dengan
menyenangkan sehingga matematika bukan lagi pelajaran yang menjadi momok atau
menakutkan. Apakah dengan pendekatan Saintifik model ini dapat menuntut siswa
berpikir kreatif, kritis, komunikasi, melatih nalar? Sehubungan dengan masalah di
atas maka akan dicobakan pada proses Peningkatan Kemampuan Berpikir
dan lebih
mencintai
pelajaran
matematika
3) Manfaat bagu guru
a) Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan pendekatan
saintifik
sebagai
pendekatan
yang
diharuskan
dalam
6. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan pendapat mengenai hal-hal
yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan definisi
operasional sebagai berikut:
a. Kemampuan berikir kreatif adalah
b. Kemampuan komunikasi matematika adalah proses menyatakan dan
menafsirkan
gagasan
mendemonstrasikannya,
matematika
secara
sehingga
siswa
lisan,
tertulis
dikatakan
atau
mampu
gagasan
matematika
secara
lisan,
tertulis
atau
mendemonstarisikannya.
c. Pendekatan saintifik adalah pendekatan ilmiah metode pencarian
(method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari
seperti
mengamati,
menanya,
B. Landasan Teoritis
1. Pendekatan Pembelajaran Matematika
Pendekatan pembelajaran matematika adalah adalah cara yang
ditempuh guru dalam pelaksanaan agar konsep yang disajikan dapat beradaptasi oleh
siswa. Menurut Johar, dkk (2006:30)
pembelajaran adalah suatu bentuk pola aktifitas yang merupakan dasar pijakan guru
mengorganisir kegiatan belajar mengajar. Jadi pendekatan pembelajaran matematika
adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar matematika kepada
siswa di dalam kelas baik secara individual maupun secara kelompok agar
pembelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik
sehingga siswa mempunyai kemampuan matematika.
2. Pendekatan Saintifik
Pembelajaran merupakan proses
ilmiah. Karena
itu
perkembangan
dan
pengembangan
sikap,
keterampilan,
dan
investigasi
atas
fenomena
atau
gejala,
memperoleh
Untuk
dapat
disebut
ilmiah,
metode
pencarian
Dengan
dengan
demikian,
proses
dipandu
nilai-nilai,
pembelajaran
prinsip-prinsip,
harus
atau
objektif
dalam
merespon
substansi
atau
materi
pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas,
namun menarik sistem penyajiannya.
Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana
dimaksud
meliputi
mengamati,
menanya,
mengumpulkan
informasi,
10
11
12
13
14
kepada
siswa
dan
menerapkan
pengetahuan
mereka
ke
dalam
dan
menuliskan
refleksi
pembelajaran.
Guru
memberikan
meraka.
2. Sistem Sosial
Sistem sosial model ini menghendaki guru berangkat dari asumsi bahwa guru
hanya sebagai fasilitator dan reflector saja. Yang lebih di utamakan adalah keaktifan
15
siswa. Karena siswa bertanggung jawab penuh ataspendidikan mereka sendiri . Peran
guru lebih dari sekedar pemberi ilmu pengetahuan, tetapi guru adalah rekan belajar,
model, pembimbing dan mengubah kesuksesan siswa. Artinya, kewenangan dibagi
antara siswa dan guru. Norma yang berlaku terletak pada kebesbasan berfikir dan
berpeilaku saat dalam proses pembelajaran. Ganjaran yang dipakai tidak bersifat
hukuman namun perayaan. Karena perayaan dapat memperkuat kesuksesan dan
motivasi siswa. Misalnya, berupa pujian,tepuk tangan, empati dari guru,dll. Dan
untuk menat asuasana hati siswa, dapat digunakan music saat proses pembelajaran.
3. Prinsip-prinsip reaksi
Prinsip-prinsip reaksi dalam model pembelajaran ini diantaranya adalah
a. Guru mendekati siswa dan menciptakan AMBAK (Apa Manfaatnya
BagiKu) da memupuk sikap juara pada siswa. Sehingga siswa memahami
bahwa kegagalan itu keberhasilan yang tertunda.
b. Guru memberikan lingkungan belajar yang tepat agar siswa mampu
berinteraksi.
c. Mmberikan kesempatan siswa untuk memanfaatkan keterampilan yang
mereka miliki dan berfikir kreatif dalam segala situasi.
d. Guru harus harus mengetahui karakteristik masing-masing siswanya baik
itu visual,auditorial atau kinestetik. Agar pembelajaran dapat diterima baik
oleh siswa meski mereka mempunyai karakteristik yang berbeda.
e. Merayakan keberhasilan yang telah dilakukan oleh siswa saat mereka
mampu menyelesaikan tugasnya. Hal ini akan memacu motivasi dan
kepercayaan diri siswa.
4. Sistem Pendukung
16
17
18
19
peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana
terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika
yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian
suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah
guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis.
Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi
gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan
siswa, dan antara siswa dengan siswa. Menurut Hiebert setiap kali kita
mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus menyajikan gagasan
tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab
bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan berlangsung efektif. Gagasan
tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi.
Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang mampu mereka
gunakan. Tanpa itu, komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak
mencapai sasaran.
Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis
pada pembelajaran matematika menurut NCTM (1989 : 214) dapat dilihat dari : (1)
Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan
memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide Matematika baik secara
lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan
istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan
ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.
20
Kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
dapat
dilihat
dari
kemampuan berikut :
1. menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea
matematika.
2. menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar
3. menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
4. mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika
5. membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis
6. membuat
konjektur, menyusun
argumen,
merumuskan
definisi
dan
generalisasi
7. menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari.
C. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis
penelitian eksperimen murni.
21
Pre-test
O
O
Perlakuan
X
O
Post-test
O
O
22
Data nilai gain yang diperoleh dari skor kemampuan berpikir kreatif
dan komunikasi matematika dikelompokan menurut pembelajarannya.
Selanjutnya data diolah dengan ANOVA dua jalur, tetapi sebelumnya diuji
normalitas dan homoginitas. Seluruh perhitungan statistik menggunakan
bantuan komputer yakini program microsoft Excell dan SPSS.
a. Uji validitas butir soal
Uji validitas ini bertujuan untuk melihat apakah instrumen tersebut
mampu mengukur apa yang inginkan sehingga instrumen tersebut dapat
mengungkapkan data yang ingin diukur. Uji validitas ini menggunakan
rumus korelasi product moment dari Karl Person. Menurut Arikunto
(2008:72) koefisein korelasi (rxy) yang dimaksud adalah
N XY X Y
r xy =
2
2
N X 2( X ) N Y 2( Y )
][
Keterangan:
N = banyak sampel
Y = skor setiap item soal yang diperoleh siswa
X = skor total item soal yang diperoleh siswa
Untuk menguji signifikan koefisien korelasi menggunakan uji-t (Sudjana,
2001: 369) dengan rumus:
N 2
t=r xy
1r 2xy
Keterangan
t = koefisien thitung
rxy = koefisien korelasi
N = banyaknya siswa peserta tes
Pengujian validitas dilakukan dengan membandingkan thitung dengan ttabel.
Kriteria yang harus dipenuhi agar koefisien validitas tes termasuk signifikan
adalah jika thitung > ttabel dengan ttabel =t(1-)(dk) untuk adalah taraf signifikan
dan dk = N-2.
23
r p=
1 2
n1
sj
( )[
Keterangan
rp = Rebabilitas yang dicari
s2j = Jumlah variasi skor seluruh soal menurut skor tertentu
s 2j = Variasi skor seluruh soal menurut skor perorangan
n
= Banyak soal
c. Daya pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antar siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah (Arikunto, 2008: 211)
Indeks daya pembeda soal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Suherman, 2003)
S S
Dp= A B
IA
Keterangan
Dp = Indeks daya pembeda suatu soal
SA = jumlah skor yang dicapai pada kelompok atas
SB = jumlah skor yang dicapai pada kelompok bawah
IA = jumlah skor idela pada kelompok atas
d. Tingkat kesukaran
Pengukuran tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar
derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran
seimbang, maka dapat dikatakan soal itu tidak baik. Menurut Arikunto
24
(2008:206) suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula
mudah.
Indeks kesukaran soal dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai
Keterangan
x 2 = Khi-Kuadrat
f0 = frekuensi dari yang diamati
25
2
hitung
dengan
2
tabel
dengan
derajat kebebasan (dk) = k-3. Dalam hal ini k menyatakan banyaknya kelas interval.
Jika
2
hitung
<
2
tabel
normal.
g. Uji Homoginitas varians
Uji homoginitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua distribusi
pada kelompok ekperimen dan kelompok kontrol memiliki variasi-variasi
yang sama atau tidak. Menurut Ruseffendi (1998:294) menguji homoginitas
data menggunakan rumus sebagai berikut:
Hipotesis yang akan diuji adalah
H0 :12 = 22
H0 :12 22
S2besar S2b
F= 2 = 2
Skecil Sk
Keterangan
2
S b = Variansi terbesar
Sk
= Variansi terkecil
derajat kebebasan (dk) pembilang = (n1-1) dan dk penyebut (n2-1. Pada taraf
signifikaan = 0,05. Jika Ftabel< Fhitung maka tolak H0.
26
h. Uji Anava
Selanjutnya digunakan uji ANOVA 2 jalur yang dilanjutkan dengan uji
pasangan yaitu uji Scheffe dengan SPSS untuk melihat apakah peningkatan
kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematika siswa yang ada
dikelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa yang ada
dikelompok kontrol. Hipotesis yang akan diuji sebagai berikut:
H0 : 1 = 2 : Peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi
matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan saintifik
model pembelajaran Quantum Teaching tidak lebih baik dari
pembelajaran konvensional.
H0 : 1 > 2 : Peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi
matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan saintifik
model pembelajaran Quantum Teaching
pembelajaran konvensional
5. Jadwal Penelitian
Kegiatan penelitian ini direncanakan sesuai dengan jadwal pada tabel
berikut:
Tabel C.2 Jadwal kegiatan penelitian yang direncanakan
No
1
2
3
4
5
Waktu Kegiatan
Membuat proposal
Seminar proposal
Menyusun perangkat
pembelajaran dan instumen
pembelajaran
Pelaksanaan di lapangan
Penulisan tesis
Tahun 2014/2015
Ju Agu O De
n
s
k
s
Fe
b
27
DAFTAR PUSTAKA
DePoter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2005. Quantum Learning. Jakarta : Kaifa.
__________. 2005. Quantum Teaching. Jakarta : Kaifa.
Fitriani, Marini dkk. 2010. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika
Dengan Pendekatan Kuantum Di Kelas Viii Smp. Jurnal Pendidikan
Matematika, Volume 4. No.1, Juni 2010.
Hamalik, O. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Johar,R. dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah
Kuala.
Joice, B.dkk. 2009. Model of Teaching:Model-model pengajaran. Jakarta: Pustaka
Belajar.
Kemendikbud. 2013. Matematika kelas VII. Jakarta: Kemendikbud.
_________.2013. Model Kurikulum 2013.Jakarta: Kemendikbud.
Munandar, U. (1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineca
Cipta.
NCTM.1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
Reston,VA: Authur.
Pujiastuti, Emi. Pemanfaatan Model-Model Pembelajaran Matematika Sekolah
Sebagai Konsekuensi Logis Otonomi Daerah Bidang Pendidikan. Jurnal
Matematika Dan Komputer Vol. 5. No. 3, 146 - 155, Desember 2002.
Sardiman, U. 2001. Pendekatan Pembelajaran Matematika dengan Komunikasi
Matematika. Jakarta: CV. Rajawali.
28
Wintarti, Etik, dkk. 2008. Matematika Kelas VII Contextual Teaching and Learning.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Within. 1992. Mathematics Task Centre; Proffesional Development and Problem
Solving. In J Wakefield and L. Velardi (Ed). Celebrating Mathematics
Learning. Melbourne: The Mathematical Association of Victoria.
30