Anda di halaman 1dari 20

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada
usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi
anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA
NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar
4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
B. Etiologi Kejang Demam
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam sederhana
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan 6


d.
e.
f.
g.

tahun
Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
Kejang tidak bersifat tonik klonik
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau

abnormalitas perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
i. Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
2. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;
mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulangulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme
tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)
D. Patofisiologi Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh

dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
E. Manifestasi Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
b. Kejang lama > 15 menit
c. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
d. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
F. Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
a. Kerusakan sel otak
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15
menit dan bersifat unilateral
c. Kelumpuhan
d. Apnea
e. Depresi pusat pernapasan
f. Relaksasi mental
g. Epilepsi
G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini

pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan
lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
6. Tansiluminasi

: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
H. Penaktalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 0,5
mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat
diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
b. Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
c. Kompres air PAM / Os
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal

hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga
gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 0,5
mg/hgBB/hari.
4. Penanganan sportif
a. Bebaskan jalan napas
b. Beri zat asam
c. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Pertahankan tekanan darah
5. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri
: 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Klonazepam : (indikasi khusus)
I. Prognosis
Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Ada penelitian retrospektif yang melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, biasanya terjadi pada kasus dengan
kejang lama atau kejang berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah
dilaporkan.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
2. Aktivitas atau Istirahat
a. Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi
dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing
riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
3. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot

2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot


b. Integritas Ego
Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon
efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejang umum
Tonik klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag
peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah
kalau mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir
15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
4. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.
2. Resiko aspirasi b.d aku-mulasi sekret, muntah, penurunan kesadaran
3. Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan
4. Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran vena
dan arteri.
5. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan,
krisis situasional

C. Intervensi Keperawatan
No

Diagnosa Keperawatan

Hipertermia
Definisi : suhu tubuh naik diatas
rentang normal

Batasan Karakteristik:
Kenaikan suhu tubuh diatas
rentang normal
Serangan atau konvulsi (kejang)
Kulit kemerahan
Pertambahan RR
Takikardi
Saat disentuh tangan terasa hangat
Faktor faktor yang berhubungan :
penyakit/ trauma
peningkatan metabolisme
aktivitas yang berlebih
pengaruh medikasi/anastesi
ketidakmampuan/penurunan
kemampuan untuk berkeringat
terpapar dilingkungan panas

Intervensi
Keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil


NOC:
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang
normal
Nadi dan RR dalam rentang
normal
Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing,
merasa nyaman

NIC :
Fever Treatment
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor IWL
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR

- dehidrasi
- pakaian yang tidak tepat

Monitor warna dan suhu kulit


Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
akibat panas
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

Resiko aspirasi b.d


sekret,
muntah,
kesadaran

aku-mulasi
penurunan

Faktor Resiko :
Penurunan reflek ba-tuk dan gag
reflek Ngt
Penurunan kesadaran
Gangguan menelan
Produksi secret meningkat
Dispneu
-

- Monitor sianosis perifer


- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Setelah dilakukan tindakan Memonitor Respirasi
keperawatan selama x 24 - Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha
jam klien tidak mengalami
napas
- Catat gerakan dada apakah simetris, ada
aspirasi, dengan kriteria:
penggunaan otot tambahan, dan retraksi
Respiratory
status
:
Monitor
crowing, suara ngorok
ventilation
Respirasi dalam rentang normal - Monitor pola napas : bradipneu, takipneu,
kusmaull, apnue
Ritme dalam batas normal
Dengarkan
suara napas : catat area yang
Ekspansi dada simetris
ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya
Tidak ada sputum
Tidak ada penggunaan otot-otot
suara tambahan
K/p
suction dengan mendengarkan suara ronkhi
tambahan
Tidak ada retraksi dada
atau krakles
Tidak ditemukan dispneu
- Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger
Dispneu saat aktivitas tidak - Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
- Catat karakteristik dan durasi batuk
ditemukan
Napas pendek-pendek tidak - Monitor secret di saluran napas
- Monitor adanya krepitasi
ditemukan
Tidak ditemukan taktil fremitus - Monitor hasil roentgen thorak
Tidak ditemukan suara napas - Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw
thrust bila perlu
tambahan
Resusitasi
bila perlu
Respiratory status:
- Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral,

- Status mental dalam


normal
- Bernapas dengan mudah
- Gelisah tidak ditemukan
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada somnolent

batas
-

injeksi, atau terapi inhalasi)


Membersihkan Jalan Nafas
Pastikan kebutuhan suctioning
Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah
suctioning
Informasikan pada klien dan keluarga tentang
suctioning
Meminta klien napas dalam sebelum suctioning
Berikan oksigen dengan kanul nasal untuk
memfasilitasi suctioning na-sotrakheal
Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
Anjurkan klien napas dalam dan istirahat setelah
kateter dikeluarkan dari nasotrakheal
Monitor status oksigen pasien
Hentikan suction apabila klien me-nunjukkan
bradikardi
Manajemen Jalan Nafas
Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan klien untuk memaksi-malkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pema-sangan jalan
napas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Keluarkan secret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara napas , catat adanya suara nafas

tambahan
- Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
- Monitor respirasi dan status oksigen
Mencegah Aspirasi
- Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek
dan kemampuan menelan.
- Monitor status paru-paru
- Pertahankan airway
- Alat suction siap pakai, tempatkan disamping bed,
dan suction sebelum makan
- Beri makanan dalam jumlah kecil
- Pasang NGT bila perlu
- Cek posisi NGT sebelum memberikan makan
- Cek residu sebelum memberikan makan
- Hindari pemberian makanan jika residu banyak
- Libatkan keluarga selama pemberian makan
- Potong makanan menjadi kecil-kecil
- Mintakan obat dalam bentuk sirup
- Puyer pil sebelum diberikan
- Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40 selama dan
setelah pemberian makan
- Anjurkan atau atur posisi klien semi fowler atau
fowler ketika makan
- Kolaborasi pemberian per sonde atau drip feeding
- Cek apakah makanan mudah di telan
Mengatur posisi
- Miringkan kepala bila kejang untuk mencegah

Risiko injuri / cedera b.d. adanya


kejang, hipoksia jaringan

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama X 24 jam tidak terjadi cidera, dengan
criteria :
Status Neurologist
Fungsi neurologi: sadar, kontrol gerakan pusat, fungsi motorik atau sensorik otak dalam batas yang diharapkan.
Dapat berkomunikasi
Ukuran pupil dalam batas normal
Pupil reaktif
Pola gerakan mata
Tak ada kejang
Tak ada sakit kepala
Pola nafas dalam batas normal. Pola istirahat tidur ter-cukupi
Kontrol Resiko
Mengakui adanya risiko
Monitor
faktor
risiko
lingkungan.
Mengembangkan
strategi kontrol risiko yang efektif.
Menghindari eksposur yang -

aspirasi ludah atau muntahan


Manajemen Lingkungan
Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera,
seperti lingkungan yang aman untuk klien,
menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya memindahkan perabotan)
Memasang pengaman tempat tidur
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
Memindahkan
barang-barang
yang
dapat
membahayakan
Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan
pada klien dan keluarga adanya perubahan status
kesehatan
Manajemen kejang
Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah
injury/cidera.
Monitor hubungan antara kepala dan mata selama
kejang.
Longgarkan pakaian klien
Temani klien selama kejang
Mengatur airway
Berikan oksigen bila perlu
Berikan terapi iv line bila perlu
Monitor status neurology
Monitor vital sign

mengancam kese-hatan.
- Orientasikan kembali klien setelah kejang
- Mengenali perubahan status - Laporkan lamanya kejang
- Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang
kesehatan
terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan
kejang.
- Dokumentasikan informasi tentang kejang
- Kelola medikasi (kolaborasi)
- Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.
- Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
- Monitor lama periode postictal dan karakteristiknya
Pencegahan kejang
- Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendahtinggi, bila perlu.
- Temani klien selama melakukan aktivitas diluar
rumah sakit, bila perlu
- Monitor regimen terapi
- Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi.
- Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk
melaporkan medikasi dan aktivitas kejang yang
terjadi.
- Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek
sampingnya.
- Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
- Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal airway
disamping tempat tidur.

- Pasang side rail tempat tidur.


- Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor pemicu.

Perfusi jaringan serebral tak Setelah dilakukan tindakan


efektif b.d. hipovolemia, gangguan keperawatan selama X 24 aliran vena dan arteri.
jam perfusi jaringan serebral
efektif, dengan criteria:
Perfusi jaringan cerebral
- Fungsi neurology
- Tekanan intrakranial dalam batas normal
- Tak ada sakit kepala
- Tak ada bunyi bruit carotis
- Tak gelisah
- Tak ada agitasi
- Tak ada muntah
- Tak ada sinkope
Status neurology : kesadaran - Membuka
mata
terhadap stimulasi eksternal
- Orientasi cognitif
- Komunikasi sesuai situasi
- Mematuhi perintah
- Berespon (gerak) terhadap -

Peningkatan perfusi cerebral :


Mengkonsultasikan dengan dokter
untuk
menentukan parameter hemodinamik (volume
perfusi darah, nadi, respirasi, kesadaran,
perdarahan), dan mengelola parameter tersebut
dalam batas normal
Kelola/kolaborasi obat vasoaktif, untuk mengatur
hemodinamik
Monitor prothrombin, partial thromboplastin.
Atur serum glukosa dalam batas normal
Jaga hematokrit pada rentang 33% untuk terapi
hemodilusi hipervolemia.
Monitor tanda perdarahan, status neurologikesadaran
Monitor tanda overload cairan.
Monitor intake dan output
Monitoring Neurologik :
Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan
reaktivitas.
Monitor tingkat kesadaran
Monitor tingkat orientasi

stimulus
yang
berbahaya (nyeri).
- Mengikuti terhadap stimulus
dari lingkungan
- Tak ada kejang
5

Kecemasan (orang tua, anak) b.d.


ancaman perubahan status kese- hatan, krisis situasional
-

NOC :
Anxiety control
Coping
Impulse control
Kriteria Hasil :
Definisi :
Perasaan gelisah yang tak jelas Klien dan keluarga mampu

Monitor PCS
Monitor memori saat ini, rentang perhatian, memori
masa lalu, mood, perasaan/emosi, tingkah laku.
Monitor vital sign suhu, tekanan darah, nadi,
respirasi.
Monitor status respirasi (kedalaman, pola, usaha
untuk bernafas)
Monitor refleks kornea
Monitor refleks batuk dan refleks muntah
Monitor tonus otot, gerakan motorik.
Monitor adanya tremor
Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus,
pemendekan lapang pandang, aktivitas visual
Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia,
kesulitan menemukan kata-kata.
Monitor respon terhadap stimulus: verbal, taktil,
stimulus berbahaya.
Monitor adanya parestesia
Monitor refleks babinski, respon cushing

NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan

dari
ketidaknyamanan
atau
mengidentifikasi dan
ketakutan yang disertai respon
mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi,
autonom (sumner tidak spesifik
mengungkapkan dan
atau
tidak
diketahui
oleh
menunjukkan tehnik untuk
individu); perasaan keprihatinan
mengontol cemas
disebabkan
dari
antisipasi
Vital
sign dalam batas normal
terhadap bahaya. Sinyal ini
- Postur tubuh, ekspresi wajah,
merupakan peringatan adanya
bahasa tubuh dan tingkat
ancaman yang akan datang dan
aktivitas menunjukkan
memungkinkan individu untuk
berkurangnya kecemasan
mengambil
langkah
untuk
menyetujui terhadap tindakan

Ditandai dengan
Gelisah
Insomnia
Resah
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas

selama prosedur
- Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
- Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Lakukan back / neck rub
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta,
2000
Johnson, M., Maas, M., 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2 nd ed.
Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
McCloskey, J., Bulechek, G., 2000. Nursing Interventions Classification (NIC),
4th ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
Nanda. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2005-2006. Nanda
International. Philadelphia.
Pusponegoro dkk. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. UKK
Neurologi IDAI CDK 165/vol.35 no.6/September - Oktober 2008

Patofisiologi Penyimpangan KDM


Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll

Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh


HIPERTERMI
Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin
Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron
Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+ secara cepat dari luar sel menuju ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron dengan cepat

KEJANG
Spasme otot ekstermitas

Spasme Bronkus
Penurunan kesadaran
Kekakuan otot pernafas

Resiko tinggi cedra

Pola nafas tidak efektif

Anda mungkin juga menyukai