tahun
Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
Kejang tidak bersifat tonik klonik
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau
abnormalitas perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
i. Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
2. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;
mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulangulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme
tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)
D. Patofisiologi Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
E. Manifestasi Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
b. Kejang lama > 15 menit
c. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
d. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
F. Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
a. Kerusakan sel otak
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15
menit dan bersifat unilateral
c. Kelumpuhan
d. Apnea
e. Depresi pusat pernapasan
f. Relaksasi mental
g. Epilepsi
G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan
lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
6. Tansiluminasi
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
H. Penaktalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 0,5
mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat
diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
b. Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
c. Kompres air PAM / Os
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal
hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga
gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 0,5
mg/hgBB/hari.
4. Penanganan sportif
a. Bebaskan jalan napas
b. Beri zat asam
c. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Pertahankan tekanan darah
5. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri
: 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Klonazepam : (indikasi khusus)
I. Prognosis
Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Ada penelitian retrospektif yang melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, biasanya terjadi pada kasus dengan
kejang lama atau kejang berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah
dilaporkan.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
2. Aktivitas atau Istirahat
a. Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi
dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing
riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
3. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
C. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Hipertermia
Definisi : suhu tubuh naik diatas
rentang normal
Batasan Karakteristik:
Kenaikan suhu tubuh diatas
rentang normal
Serangan atau konvulsi (kejang)
Kulit kemerahan
Pertambahan RR
Takikardi
Saat disentuh tangan terasa hangat
Faktor faktor yang berhubungan :
penyakit/ trauma
peningkatan metabolisme
aktivitas yang berlebih
pengaruh medikasi/anastesi
ketidakmampuan/penurunan
kemampuan untuk berkeringat
terpapar dilingkungan panas
Intervensi
Keperawatan
NIC :
Fever Treatment
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor IWL
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
- dehidrasi
- pakaian yang tidak tepat
aku-mulasi
penurunan
Faktor Resiko :
Penurunan reflek ba-tuk dan gag
reflek Ngt
Penurunan kesadaran
Gangguan menelan
Produksi secret meningkat
Dispneu
-
batas
-
tambahan
- Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
- Monitor respirasi dan status oksigen
Mencegah Aspirasi
- Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek
dan kemampuan menelan.
- Monitor status paru-paru
- Pertahankan airway
- Alat suction siap pakai, tempatkan disamping bed,
dan suction sebelum makan
- Beri makanan dalam jumlah kecil
- Pasang NGT bila perlu
- Cek posisi NGT sebelum memberikan makan
- Cek residu sebelum memberikan makan
- Hindari pemberian makanan jika residu banyak
- Libatkan keluarga selama pemberian makan
- Potong makanan menjadi kecil-kecil
- Mintakan obat dalam bentuk sirup
- Puyer pil sebelum diberikan
- Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40 selama dan
setelah pemberian makan
- Anjurkan atau atur posisi klien semi fowler atau
fowler ketika makan
- Kolaborasi pemberian per sonde atau drip feeding
- Cek apakah makanan mudah di telan
Mengatur posisi
- Miringkan kepala bila kejang untuk mencegah
mengancam kese-hatan.
- Orientasikan kembali klien setelah kejang
- Mengenali perubahan status - Laporkan lamanya kejang
- Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang
kesehatan
terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan
kejang.
- Dokumentasikan informasi tentang kejang
- Kelola medikasi (kolaborasi)
- Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.
- Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
- Monitor lama periode postictal dan karakteristiknya
Pencegahan kejang
- Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendahtinggi, bila perlu.
- Temani klien selama melakukan aktivitas diluar
rumah sakit, bila perlu
- Monitor regimen terapi
- Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi.
- Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk
melaporkan medikasi dan aktivitas kejang yang
terjadi.
- Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek
sampingnya.
- Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
- Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal airway
disamping tempat tidur.
stimulus
yang
berbahaya (nyeri).
- Mengikuti terhadap stimulus
dari lingkungan
- Tak ada kejang
5
NOC :
Anxiety control
Coping
Impulse control
Kriteria Hasil :
Definisi :
Perasaan gelisah yang tak jelas Klien dan keluarga mampu
Monitor PCS
Monitor memori saat ini, rentang perhatian, memori
masa lalu, mood, perasaan/emosi, tingkah laku.
Monitor vital sign suhu, tekanan darah, nadi,
respirasi.
Monitor status respirasi (kedalaman, pola, usaha
untuk bernafas)
Monitor refleks kornea
Monitor refleks batuk dan refleks muntah
Monitor tonus otot, gerakan motorik.
Monitor adanya tremor
Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus,
pemendekan lapang pandang, aktivitas visual
Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia,
kesulitan menemukan kata-kata.
Monitor respon terhadap stimulus: verbal, taktil,
stimulus berbahaya.
Monitor adanya parestesia
Monitor refleks babinski, respon cushing
NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
dari
ketidaknyamanan
atau
mengidentifikasi dan
ketakutan yang disertai respon
mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi,
autonom (sumner tidak spesifik
mengungkapkan dan
atau
tidak
diketahui
oleh
menunjukkan tehnik untuk
individu); perasaan keprihatinan
mengontol cemas
disebabkan
dari
antisipasi
Vital
sign dalam batas normal
terhadap bahaya. Sinyal ini
- Postur tubuh, ekspresi wajah,
merupakan peringatan adanya
bahasa tubuh dan tingkat
ancaman yang akan datang dan
aktivitas menunjukkan
memungkinkan individu untuk
berkurangnya kecemasan
mengambil
langkah
untuk
menyetujui terhadap tindakan
Ditandai dengan
Gelisah
Insomnia
Resah
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas
selama prosedur
- Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
- Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Lakukan back / neck rub
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta,
2000
Johnson, M., Maas, M., 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2 nd ed.
Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
McCloskey, J., Bulechek, G., 2000. Nursing Interventions Classification (NIC),
4th ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
Nanda. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2005-2006. Nanda
International. Philadelphia.
Pusponegoro dkk. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. UKK
Neurologi IDAI CDK 165/vol.35 no.6/September - Oktober 2008
KEJANG
Spasme otot ekstermitas
Spasme Bronkus
Penurunan kesadaran
Kekakuan otot pernafas