Anda di halaman 1dari 4

Kasus Wisma Atilt SEA Games Palembang

Nilai proyek pembangunan gedung Wisma Atlit sekitar Rp.200 miliar yang diduga
melibatkan Sekjen Menpora dan Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin itu diberitakan
sebagai uang jasa adalah 15 persen dari total anggaran, atau sekitar Rp. 25 miliar.
KPK telah menangkap Sekretaris Menpora Wahid Muharram terkait pembangunan sarana
SEA Games Palembang. KPK juga menangkap MUI seorang pengusaha dan yang juga
broker dalam dugaan suap menyuap ini.
Kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games menyasar pada Bendahara
Umum DPP Partai Demokrat, Nazaruddin. Nama Nazaruddin muncul setelah KPK
menangkap basah Mindo Rosalina Manulang dan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam
bersama cek senilai Rp 3,2 miliar pada 21 April lalu. Rosalina mengaku sebagai anak buah
Nazaruddin di PT Anak Negeri.
KPK, menangkap Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sekmenpora), Wafid
Muharram, di ruang kerjanya, saat melakukan transaksi suap bersama seorang kontraktor
proyek wisma atlet SEA Games dan seorang broker.
Dua orang lain yang ditangkap bersama Wafid, adalah pengusaha MEI (Muhammad El Idris)
dan seorang wanita, MRM (Mirdo Rosalina Manulang) yang diduga sebagai perantara suap.
Penangkapan dilakukan pada pukul 17.15 WIB, di ruang kerja Wafid, lantai 3 Gedung
Kemenpora, Senayan, Jakarta Pusat. Mereka digelandang ke gedung KPK untuk langsung
menjalani pemeriksaan yang disusul dengan penahanan. Penyidik juga menyita dua mobil,
yakni Honda CRV dan Toyota Alfard, serta dokumen dan cek senilai Rp 3,2 miliar.
Bukan hanya Nasaruddin saja yang disesubut terlibat, tapi juga Angelina Sondakh, yang juga
dari Partai Demokrat. Dengan terjadinya kasus ini, semakin terpuruklah nama SBY dan Partai
Demokrat. Apalagi kasus Bank Century dengan dana lebih Rp 6.7 trilun, yang mati-matian
dibela oleh Partai Demokrat itu, belum ada kejelasan penyelasaiannnya sampai sekarang.

Kasus APBN

Selama 32 tahun, Soeharto dan kroni-kroninnya,termasuk anak-anak Soeharto yang


semuanya merupakan para pengusaha besar kelas kakap (masuk 100 besar bahkan ada yang
masuk 20 besar orang terkaya di Indonesia), menguras dana APBN melalui kerjasama atau
kolusi dengan para pejabat di seluruh Departemen (saat ini disebut Kementerian), bahkan
sampai ke tingkat daerah, provinsi dan kabupaten/kota.
Kolusi antara para pejabat dengan para pengusaha itu sampai saat ini di Era Reformais yang
dipimpin oleh Presiden SBY masih banyak terjadi bahkan semakin banyak terjadi. Hampir
setiap hari kita menyaksikan atau membaca berita-berita tentang tertangkapnya para
tersangka korupsi atau diduga korupsi. Itu hanya sebagian kecil yang tertangkap. Bagaikan
pucak gunug es, koruptor di Indonesia tidak terhitung jumlahnya, biak di tingkat Pusat
Jakarta maupun di daerah, di seluruh Kementarian, termasuk Kementerian Agama, yang
mestinya bebas korupsi.

Gayus dan Kolusi Pajak


Gayus Halomoan Tambunan memang luar biasa. Statusnya sebagai Pegawai negeri Sipil
(PNS) yang masih golongan III A, tidak menghalanginya memiliki kekayaan berupa
rekening hingga Rp 25 miliar. Tak hanya rekening, rumah mewah senilai miliaran rupiah di
Kompleks Perumahan Mewah di Kelapa Gading-Jakarta Timur, juga dimilikinya. Belum lagi
sejumlah mobil seperti Toyota Alphard, Fortuner, Honda Jazz dan Ford Everest dimiliki dan
dipakai secara bergantian. Sang istripun kerap menggunakan Mercedez Benz jika berkantor
di gedung DPRD DKI Jakarta. Ditilik dari posisinya sebagai penelaah keberatan dan banding
wajib pajak pada Direktorat Jenderal Pajak, bisa dipahami dan dimungkinkan bagi Gayus
untuk memperoleh kekayaan dengan cara seperti yang saat ini disangkakan dan telah
diakuinya kepada Satgas anti mafia hukum, yaitu sebagai markus (makelar kasus) spesialis
pajak. Modus yang saya lakukan itu biasa. Dan masih banyak orang-orang yang
lainnya disini (kantor Pajak, red), kata Gayus Tambunan seperti ditirukan anggota Satuan
Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa. Menurut Mas Ota (panggilan
akrab Mas Achmad), pengakuan itu disampaikan Gayus Tambunan sebelum terbang ke
Singapura. Mereka yang melakukan modus sejenis di Kantor Pajak itu lebih dari satu orang.
Secara rinci kepada Satgas, gayus mengakui, lebih kurang ada 10 pegawai sekantornya yang
melakukan pekejaan ekstra sebagai markus. Perihal ulah Gayus ini, Dirjen Pajak
Mochammad Tjiptardjo mengakui, Gayus tidak sendirian dalam menjalankan perannya
sebagai markus pajak. Karena itu pihak Direktorat Jenderal Pajak akan terus memeriksa
kasusnya termasuk jika ada Gayus-Gayus lainnya. Sontak pengakuan ini membuat Kita
kaget. Bagaimana tidak, usaha pemerintah untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan PNS
melalui Remunerasi dan reformasi perpajakan, ternyata belum mampu mencegah praktikpraktik korupsi dan kolusi. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan geram dengan kasus ini.
Kepada wartawan Menkeu menyatakan, kasus Gayus Tambunan terjadi bukan karena kurang
besarnya gaji (remunerasi) pegawai pajak. Gayus menyimpang lebih dikarenakan kelainan
mental. Keserakahan, mungkin itu penyakit mental yang dimaksud Menkeu. Kasus Gayus
inipun merembet ke instansi hukum, lembaga yang seharusnya yang seharusnya menjadi
penegak hukum diduga ikut bermain dalam kasus ini. Sengatan mantan Kabareskrim Komjen
Polisi Susno Duadji, terkait dengan kasus Gayus membuat tiga intansi penegak hukum
(kejaksaan, kepolisian, Mahkamah Agung) dan direktorat jenderal Pajak melakukan
pembenahan internal. Tetapi apakah seperti itu yang diinginkan, setelah kejadian baru muncul
kesadaran.

Praktek kolusi antara pegawai pajak dan wajib pajak bukanlah hal yang baru di negeri
ini. Masyarakatpun marah, tapi seolah tak punya daya. Mereka yang kesal dengan ulah
pegawai pajak ini akhirnya hanya bisa mengancam tidak akan membayar pajak dengan
berhimpun dalam facebooker. Masyarakat menunggu kelanjutannya. Harus ada penindakan
dan pembenahan internal yang transparan dan bukan menutupi kasus itu sendiri.
Peran Satgas Anti Mafia Hukum dan KPK untuk mengungkap kasus ini secara tuntas
dantransparan juga dinantikan masyarakat yang sudah bosan dengan segala bentuk rekayasa
atau bentuk-bentuk pengalihan kasus lainnya.

Anda mungkin juga menyukai