Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sering
digunakan dalam masyarakat, terutama oleh ibu rumah tangga dan penjual gorengan.
Kurang lebih 290 juta ton lemak dan minyak dikonsumsi tiap tahun untuk kripik
kentang saja. Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan di negara kita, yang
merupakan suatu metode memasak bahan pangan.Banyak jumlah permintaan akan
bahan pangan digoreng, merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besarnya
jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala
tingkat umur. Dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium
penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan
pangan (Ketaren, 1986:130-131). Penggunaan minyak goreng yang bisa digunakan
secara berulang-ulang menyebabkan minyak goreng menjadi minyak jelantah.
Namun, dalam masyarakat pemahaman tentang bahaya minyak jelantah ini masih
kurang.
Karbon Aktif adalah karbon yang sudah diaktifkan sehingga pori-porinya
terbuka sehingga daya serapnya lebih besar dari karbon biasa. Karbon aktif
berbentuk amorf disusun oleh atom-atom karbon yang terikat secara kovalen dalam
suatu kisi yang hexagonal. Dengan menghilangkan hidrokarbon pada permukaan
tersebut maka permukaan karbon menjadi lebih luas sehingga daya serapnya menjadi
lebih besar. Selama ini di pasaran lebih dikenal karbon aktif dari tempurung kelapa,
namun sebenarnya karbon aktif dapat dibuat dari berbagai bahan organik maupun non
organik, selama bahan tersebut mengandung unsur karbon (C).
Widayat, dkk., (2005) telah melakukan penelitian awal peningkatan kualitas
minyak goreng dengan zeolit alam dengan studi penurunan bilangan asam, yang
hasilnya diperoleh bilangan asam sebesar 1,71 %. Bilangan asam ini belum

memenuhi Standar Nasional Indonesia minyak goreng (SNI 37411995) yaitu


maksimal sebesar 0,3 %. Taufik (2007) juga melakukan penelitian tentang pemurnian
minyak jelantah menggunakan biji kelor dengan metode Batch yang hasilnya dapat
menurunkan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar 74,6 % yaitu dari nilai 0,50 %
menjadi 0,127 % dan penurunan angka peroksida sebesar 84% yaitu dari 100 meq/kg
menjadi 16 meq/kg dan peningkatan warna cerah sebesar 6,7%. Nilai FFA tersebut
sudah memenuhi standart SNI 1995 yaitu maksimal 0,3 %, sedangkan angka
peroksida belum memenuhi SNI 1995 dengan kandungan angka peroksida maksimal
2 meq/kg (Ika Dkk, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian di atas akan dikaji lebih lanjut tentang
pengaruh jenis aktivator dan waktu aktivasi karbon aktif dari biji kelor dalam
penjernihan minyak goreng bekas menggunakan metode adsorbsi karbon aktif pada
kolom, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan nilai guna tanaman biji kelor
dalam meningkatkan kualitas minyak jelantah sehingga memenuhi mutu Standar
Nasional Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah dengan judul Penggunaan Karbon Aktif dari Biji
Kelor untuk Memurnikan Minyak Jelantah adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan jenis zat aktivator dan menentukan waktu aktivasi yang
paling baik pada pembuatan karbon aktif dari biji kelor dalam meningkatkan
kualitas minyak goreng bekas.
2. Untuk membandingkan kualitas minyak goreng bekas yang dijernihkan
menggunakan adsorben campuran bentonit, karbon aktif serbuk dan pasir
kuarsa dengan adsorben karbon aktif yang telah dipres.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah dengan judul Penggunaan Karbon Aktif dari
Biji Kelor untuk Memurnikan Minyak Jelantah adalah sebagai berikut :
1. Apa saja jenis zat activator dan berapa waktu yang paling baik untuk
membuat karbon aktif dari biji kelor dalam meningkatkan kualitas
minyak goring bekas?
2. Bagaimana kualitas minyak goring bekas yang dijernihkan dengan
menggunakan adsorben campuran bentonit, karbon aktif serbuk dan pasir
kuarsa dengan karbon aktif yang telas dipres?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelor
Kelor (Moringa oleifera) tumbuh dalam bentuk pohon, berumur panjang
(perenial) dengan tinggi 7 - 12 m. Batang berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih
kotor, kulit tipis, permukaan kasar. Percabangan simpodial, arah cabang tegak atau
miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang. Daun majemuk, bertangkai
panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai
daun saat muda berwarna hijau muda - setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun
bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul
(obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan
bawah halus.
Kelor tumbuh di daerah tropis seperti India, Indonesia, dan berbagai
kawasan tropis lainnya di dunia. Kelor juga dapat tumbuh di Mesir, Pakistan, Kuba,
Jamaika, Nigeria, Sudan, dan Ethiopia. Kelor memiliki pohon yang tidak terlalu
besar, cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat, berbatang lunak dan rapuh
(mudah patah). Daunnya besar sebesar ujung ibu jari berbentuk bulat telur dan
tersusun secara majemuk dalam satu tangkai.
B. Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan yang berupa karbon amorf yang
mempunyai luas permukaan yang sangat besar yaitu 300 sampai 2000 m 2/gr. Luas
permukaan yang sangat besar ini disebabkan karena mempunyai struktur poripori.
Pori-pori inilah yang menyebabkan karbon aktif mempunyai kemampuan untuk
menyerap. Karbon aktif disusun oleh atom-atom karbon yang terikat secara kovalen
dalam suatu kisi yang hexagonal. Kemampuan karbon aktif mengadsorpsi ditentukan

oleh struktur kimianya yaitu atom C, H, dan O yang terikat secara kimia membentuk
gugus fungsional.
C. Pembuatan Karbon Aktif
Secara garis besar, ada 3 tahap pembuatan karbon aktif, yaitu :
1. Proses Dehidrasi
Proses dehidrasi bertujuan untuk menghilangkan air yang terkandung di
dalam bahan baku. Caranya yaitu dengan menjemur di bawah sinar matahari
atau pemanasan di dalam oven sampai diperoleh bobot konstan. Dari proses
dehidrasi ini, diperoleh bahan baku yang kering. Hal ini disebabkan oleh
kandungan air dalam bahan baku semakin sedikit.
2. Proses Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah suatu proses pemanasan pada suhu
tertentu dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen sangat terbatas,
biasanya dilakukan di dalam furnace. Proses ini menyebabkan terjadinya
penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk
methanol,uap asam asetat, tar-tar dan hidrokarbon. Material padat yang
tinggal setelah karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang dengan poripori yang sempit (Cheresmisinoff,1993).
3. Proses Aktifasi
Aktifasi arang berarti penghilangan zat zat yang menutupi pori pori pada
permukan arang. Hidrokarbon pada permukaan arang dapat dihilangkan
melalui proses oksidasi menggunakan oksidator yang sangat lemah (CO2 dan
uap air) agar atom karbon yang lain tidak turut teroksidasi. Selain itu dapat
juga dilakukan proses dehidrasi dengan garam-garam seperti ZnCl atau
CaCl2. Unsur mineral akan masuk di antara plat-plat heksagonal dan
membuka permukaan yang mula-mula tertutup, sehingga jumlah permukaan
karbon aktif bertambah besar.

D. Aktifator
Aktifator adalah zat atau senyawa kimia yang berfungsi sebagai reagen
pengaktif dan zat ini akan mengaktifkan atom-atom karbon sehingga daya serapnya
menjadi lebih baik. Zat aktifator bersifat mengikat air yang menyebabkan air yang
terikat kuat pada poripori karbon yang tidak hilang pada saat karbonisasi menjadi
lepas. Selanjutnya zat aktifator tersebut akan memasuki pori dan membuka
permukaan arang yang tertutup. Dengan demikian pada saat dilakukan pemanasan,
senyawa pengotor yang beradadalam pori menjadi lebih mudah terserap sehingga luas
permukaan karbon aktif semakin besar dan meningkatkan daya serapnya .
Menurut Kirk and Othmer (1978), bahan kimia yang dapat digunakan
sebagai pengaktif di antaranya CaCl2, Ca(OH)2, NaCl, MgCl2, HNO3, HCl,
Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2, dansebagainya. Semua bahan aktif ini umumnya bersifat
sebagai pengikat air.
E. Adsorben
Bentonit adalah sejenis lempung (clay) yang komposisinya didominasi oleh
mineral montmorillonit yaitu sekitar 85% dan komponen lain umumnya merupakan
campuran dari mineral beidelit, saponit, kuarsa/kristobalit, feldspar, kalsit, gipsum,
kaolinit, plagioklasillit, dan sebagainya, sehingga bentonit seringkali disebut juga
sebagai istilah montmorillonit (Mallarangan, 1988 dalam Apriani, 2000). Bentonit
merupakan istilah yang digunakan di dalam dunia perdagangan untuk sejenis
lempung yang mengandung mineral montmorillonit dan dikenal di Indonesia sejak
dimulainya aktifitas pengeboran minyak bumi kira-kira 100 tahun yang lampau.
Penggunaan utama dari bentonit adalah pada industri lumpur bor yaitu
sebagai lumpur pembilas dalam pemboran minyak bumi, gas bumi, dan uap panas
bumi, industri minyak sawit, industri kimia, farmasi, industry penyaringan lilin,
minyak kelapa, industri besi baja dan lain sebagainya. Penggunaan dalam industry
kimia antara lain sebagai katalisator, zat pemutih, zat penyerap, pengisi lateks, dan

tinta cetak (Riyanto, 1994). Komposisi montmorillonit suatu bentonit berbeda dengan
bentonit yang lainnya, serta kandungan elemennya bervariasi. Hal ini dipengaruhi
oleh proses terbentuknya di alam.
Pasir kwarsa adalah pasir yang banyak mengandung mineral kwarsa Silikon
dan oksigen, dua elemen kimia yang paling sering terdapat dalam lapisan kerak bumi,
berpadu sebagai silikon dioksida untuk membentuk mineral kwarsa. Kwarsa adalah
mineral yang paling banyak di kerak bumi.

Kwarsa memiliki formula kimia SiO,

dengan bentuk kristal tetrahidral dan tingkat kekerasan mencapai 5.5 - 6.5 (skala
Moh). Kwarsa sangat tahan terhadap pengaruh cuaca dan oleh karena itu terhimpun
sebagai batuan pasir dan batuan dedrital lainnya. Kebanyakan pasir merupakan
pecahan-pecahan kwarsa hasil pelapukan oleh cuaca.
Menurut komposisinya, kwarsa cenderung bersih, dengan hanya sedikit
elemen lain seperti alumunium, sodium, potassium dan lithium. Kwarsa ditemukan
sebagai kristal besar yang seringkali berwarna bagus akibat dari campurancampurannya.
Pasir kwarsa adalah pasir lepas berwarna bening sedikit kekuningan dengan
bentuk rata-rata bersudut tanggung. Kwarsa memiliki formula kimia SiO dan
ketahanan terhadap cuaca yang tinggi. Pasir kwarsa digunakan sebagai bahan filter
terutama untuk proses penyaringan oleh rongga-rongga antar butiranbutirannya. (Anis
Rahmawati, 2001).
F. Kerusakan Minyak
Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu
dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses
oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang
menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam
lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan
pada suhu tinggi, disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi.

Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon,


alcohol, lakton, serta senyawa aromatis yang mepunyai bau tengik dan rasa getir.
Kerusakan minyak karena proses oksidasi, terdiri dari 6 tahap, sebagai berikut :
1. Pada permulaan terbentuk volatile decomposition product (VDP) yang
dihasilkan dari pemecahan rantai karbon asam lemak.
2. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa tridliserida karena adanya air.
3.
4.
5.
6.

Hal ini terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak.
Oksidasi asam asam lemak berantai panjang.
Degredasi ester oleh panas, dengan reaksisebagai berikut :
Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi a dalam trigliserida.
Auto oksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat.
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena

reaksi poliomerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan
terbentuknya bahan menyerupai gum (gumy material) yang mengendap di dasar ketel
atau wadah penggorengan.
Proses polimerisasi ini mudah terjadi pada minyak setengah mongering atau
minyak mongering, karena minyak tersebut mengandung asam asam lemak tidak
jenuh dalam jumlah besar.
Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250
o

C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit,

misalnya diarrhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (arthero sclerosis),


kanker, dan menurunkan nilai cerna lemak. Bahan makanan yang mengandung lemak
dengan bilangan peroksida tinggi akan mempercepat ketengikan. Lemak dengan
bilangan peroksida yang lebih tinggi dari 100o, dapat meracuni tubuh.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa penyebab kerusakan pada minyak goreng yang telah
digunakan adalah karena penggunaan pada suhu tinggi yang
melibatkan

proses

oksidasi

dan

polimerisasi

yang

akan

menimbulkan bau tengik dan rasa getir serta dapat mengakibatkan


keracunan dalam tubuh. Minyak jelantah mengandung bahan-bahan
kimia yang dapat menyebabkan penyakit kanker (karsinogenik).
Bahaya pada minyak jelantah tersebut dapat dilihat dari angka
peroksidanya, semakin tinggi angka peroksidanya maka bahyanya
semakin

tinggi

pula

dan

sebaliknya

semakin

rendah

angka

peroksidanya maka bahayanya rendah pula.


Adapun cara penjernihan minyak jelantah yang dibahas
pada makalah ini yaitu penjernihan menggunakan kulit pisang,
dimana diyakini bahwa kulit pisang dapat menyerap kontorankotoran yang terdapat didalam minyak jelantah dengan cara
memasukkan kulit pisang kedalam minyak jelantah yang telah
digunakan, setelah minyak mulai jernih kulit pisang diangkat dan
minyak siap digunakan kembali.

10

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Cara Menjernihkan Minyak Goreng. (Online). Dalam
danoeshare (http//:danoeshare.blogspot.com/2012/07/caramenjernihkan- minyak-goreng.html?m=1).
Diakses
27
Maret 2016
Anonim. 2012. Penyebab Ketengikan Dalam Minyak. (Online). dalam
Acehblog
(http://semuaoke2.blogspot.com/2012/09/kesehatan.html).
Diakses 27 Maret 2016.
Ketaren,S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. UI Press
Kurniawan, adi dan Murdiono. 2011. Penjernihan Minyak Goreng
dengan Proses Adsorbsi Menggunakan Arang Biji Salak.
Skripsi tidak diterbitkan. Semarang; Universitas Diponegoro.
(e-journal)
Rusman, Banu. 2012. Efektivitas Penggunaan Adsorben Kulit Pisang
Kepok dalam Meningkatkan Kualitas Minyak Goreng Bekas.
(Online).
(http/industri12tubagusbanurusman.blogmercubuana.ac.id)
Wiyaningsih, fajar. 2010. Perubahan Angka Peroksida dan Asam
Lemak
Bebas (FFA) pada Proses Bleaching Minyak
Goreng Bekas. Skripsi tidak diterbitkan. Malang; UIN
Maulana
Malik
Ibrahim.
(http:lib.uinmalang.ac.id/thesis/fullchapter) diakses 27 Maret 2016.

11

Tugas Makalah Seminar Kimia

PENGGUNAAN KARBON AKTIF DARI BIJI


KELOR UNTUK MEMURNIKAN MINYAK
JELANTAH

OLEH :

NAMA

: AMALIA SULISKA EKA W.

STAMBUK

: A1C4 13 083

JURUSAN

: PENDIDIKAN KIMIA

12

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat sertakarunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan
Makalah yang berjudul Penggunaan Karbon Aktif dari Biji Kelor untuk Memurnikan
Minyak Jelantah untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Kimia tepat pada
waktunya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan bisa
dijadikan dasar pemikiran bagi para intelektual untuk dikaji lebih mendalam di masa
mendatang.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Kendari,

April 2016

13

Penulis

14

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. i
Daftar isi ......................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang .................................................................................. 1
B. Rumusan
2
Masalah ............................................................................
3
C. Tujuan Penulisan .............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyebab Kerusakan pada Minyak Goreng yang
Telah
Digunakan
.....
B. Bahaya Penggunaan Minyak
Jelantah..
C. Cara Menjernihkan Minyak
Jelantah
D. Kandungan Kulit Pisang yang Bisa Dijadikan
Adsorben.................
E. Proses Penggunaan Kulit Pisang sebagai Adsorben Penjernihan

4
6
8
10
13
14

Minyak Jelantah................................................................................ 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................
Daftar
Pustaka ..............................................................................................

Anda mungkin juga menyukai