Anda di halaman 1dari 3

Respon Imun Humoral

Imunitas humoral dimediasi oleh antibodi yang berikatan dengan mikroba


ekstraseluler beserta dengan toksinnya, dimana hal tersebut bertujuan untuk
menetralisasi atau menghancurkan target melalui fagositosis dan sistem
komplemen. Respon imun humoral terhadap antigen non protein diinisiasi
dengan mengenali antigen melalui reseptor imunoglobulin spesifik pada sel
beta naif. Pengikatan antigen multivalen secara silang oleh reseptor Ig sel
beta spesifik, dan sinyal bikokimia dikirim ke bagian dalam sel b oleh protein
signaling Ig terkait. Sinyal-sinyal ini menyebabkan ekspansi klonal sel b dan
sekresi IgM.
Respon imun humoral terhadap antigen protein disebut respon T-dependent
diinisiasi dengan pengikatan protein terhadap Ig specific reseptor oleh sel
naif beta di folikel limfoid. Hasil dari pensignalan ini untuk mempersiapkan
sel b untuk berinteraksi dengan sel t-helper. Sebagai tambahan, sel beta
memproses antigen dan menghasilkan MHC class II dan mengaktifkan thelper spesifik terhadap antigen. T-helper cell mengeluarkan CD-40L dan
mensekresikan sitokin yang memiliki fungsi bersama untuk menstimulus
proliferasi sel b. Afinitas kematangan antibodi meningkat sejalan dengan
frekuensi pemaparan. Proses tersebut diinisiasi oleh signal dari sel t-helper,
mengakibatkan migrasi dari sel b menuju ke folikel dan pusat germinal. Sel b
akan berproliferasi secara cepat.
Polisakarida lipid dan non protein antigen disebut antigen T-independent
karena menginduksi respon antibodi tanpa bantuan T-helper.
imunitas humoral diperantarai oleh antibodi serum, yang merupakan protein yang disekresi oleh
sel B. Sel B yang diaktifkan, akan mensekresi antibodi, setelah pengikatan antigen ke membran
molekul imunoglobulin (Ig), yaitu reseptor sel B (BCR), yang diekspresikan oleh sel B tersebut.
Sudah diperkirakan bahwa setiap sel B mengekspresikan sampai 10 5 BCR dari lain). Ikatan
antara antigen dengan antibodi tidak kovalen, tetapi tergantung pada bermacam-macam ikatan
dengan kekuatan yang lemah, seperti ikatan hidrogen, van der Waals, ikatan hidrofobik. Karena
sifat ikatan yang lemah ini, kesuksesan ikatan antara antigen dan antibodi tergantung pada area
yang sangat dekat dan sesuai, yang dapat dibayangkan seperti kontak antara kunci dan gembok
(a lock and a key). Elemen lain yang penting dalam respon imun humoral adalah sistem
komplemen. Reaksi antara antigen dan antibodi mengaktifkan sistem komplemen ini, yang
terdiri dari satu seri enzim serum, dan akhir dari reaksi aktivasi komplemen adalah lisis sel
target atau meningkatkan proses fagositosis oleh sel fagosit. Aktivasi komplemen (lihat BAB I)
juga menghasilkan rekrutmen sel PMN (phagocytic polymorphonuclear), yang merupakan
bagian sistem imun perolehan. Aktivitas ini memaksimalkan efektivitas respon imun humoral
terhadap agen yang menyerbu.
Imunitas seluler, terutama diperantarai oleh sel T. Tidak seperti sel B, yang memproduksi
antibodi larut yang disirkulasi untuk mengikat antigen spesifik, setiap sel T, mengekspresikan

beberapa reseptor antigen yang identik, yang dinamakan T cell receptors (TCR), bersirkulasi
langsung di sisi aktif antigen dan membentuk fungsinya, apabila berinteraksi dengan antigen.
Lihat Gambar 1.
kostimulatori yang diekspresikan pada sel T dan sel APC. Jika mekanisme ini telah tercapai,
maka akan terjadi serangkaian kejadian yang kompleks dan sel yang diaktifkan mensintesis dan
melepas sitokin. Sebaliknya, sitokin-sitokin ini kontak dengan reseptor yang sesuai pada sel yang
berbeda dan menunjukkan efeknya pada sel-sel tersebut.
PERAN ANTIGEN DAN SITOKIN, PERKEMBANGAN SEL TH DALAM IMUNITAS
SELULER DAN HUMORAL

Sitokin yang diproduksi sel yang lain sebagai akibat paparan antigen (misal sel APC, sel NK, dan
sel mast) sangat mempengaruhi fase awal proliferasi dan aktivasi sel T, apabila sel TnO
didiferensiasi menjadi sel Th 1 dan Th 2. Contoh : beberapa bakteri intraseluler (misal : Listeria)
dan beberapa virus yang mengaktifkan sel dendritik, makrofag, dan sel NK untuk memproduksi
IL-12 dan INF-. Dengan adanya sitokin-sitokin tersebut, Th cenderung berkembang
menjadi sel Th 1. Sebaliknya sel patogen yang lain (misal parasit cacing), tidak menginduksi
produksi IL-12, tetapi memproduksi IL-4 oleh sel yang lain (misal sel mast). IL-4 menyebabkan
perkembangan sel TH 2. Jalan yang lain, dimana antigen dalam mengarahkan diferensiasi sel TH
naive, tergantung pada jumlah dan asal peptida antigenik terhadap stimulasi primer. Level yang
rendah: sel T naive, didiferensiasi menjadi Th 2 untuk memproduksi IL-4 dan IL-5 Level yang
tinggi: sel T naive cenderung didiferensiasi menjadi Th1, untuk memproduksi IL-2, IFN-, dan
TNF-. Akhirnya sitokin yang diproduksi akan menentukan apakah respon akan didominasi oleh
aktivasi makrofag atau produksi antibodi. Jalur Th1 memfasilitasi imunitas seluler dengan
adanya aktivasi makrofag, sel NK, dan CTL, sedangkan jalur Th 2 penting untuk imunitas
humoral. Kedua subset sel CD4+ dapat saling mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi efektor,
bagi keduanya. Fenomena yang terjadi ini, sebagai hasil aktivitas sitokin yang diproduksi oleh
subset yang diaktifkan dan hasil ini untuk membatasi perubahan respon ke subset yang lain.
Sebagai contoh : produksi IL-10 dan TGF- oleh Th 1 menghambat aktivasi dan pertumbuhan Th
1. Hal yang terjadi sebaliknya,
INF- yang diproduksi Th 1 menghambat proliferasi Th 2. Mekanisme yang terjadi diatas,
memungkinkan untuk mendominasi respon imun seluler atau humoral, dengan menghambat
pertumbuhan subset yang lain

Aspek Imunologi pada DM Tipe I

Diabetes tipe 1 adalah penyakit autoimun yang terjadi akibat destruksi


sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Belakangan ini insiden
penyakit diabetes tipe 1 semakin meningkat. Faktor genetik, lingkungan dan
imun diduga berperan dalam proses kerusakan sel beta pankreas. Baik
respon imun maupun regulasi imun berperan dalam patogenesis penyakit
diabetes tipe 1, dimana imunitas seluler memainkan peranan yang sangat
penting. Infiltrasi dari sel CD4+ dan CD8+ limfosit T, limfosit B, sel Natural
Killer, sel dendritik dan sel imun lainnya berperan juga dalam proses
kerusakan sel beta pankreas, dimana pada akhirnya menyebabkan penyakit
diabetes tipe 1. Dari faktor lingkungan, misalnya infeksi virus, contohnya
rubella, mumos dan human coxsackie virus B4. Virus tersebut dapat
menyebabkan T1D melalui infeksi sitolitik pada sel beta yang mengakibatkan
destruksi sel. Destruksi sel tersebut akan dikenali oleh MHC kemudian
diekspresikan oleh APC dan menghasilkan sel NK, CD8+ dan CD4+. CD4+
akan berdiferensiasi menjadi Th1, Th2, Th17 dan Tregs.
Th1 akan menghasilkan IL-2 dan IFN-c. IL-2 bersifat protektor terhadap
sel beta pankreas. Selain itu, IL-2 dapat mengaktifkan CD8+ yang kemudian
akan memproduksi mediator proinflamsi seperti IFN-c, TNF- dan Fas,
dimana ketiga mediator tersebut bersifat destruktif terhadap sel beta
pankreas. Selain itu IL-2 dapat mengaktifasi Tregs. Th1 juga menghasilkan
IFN-c, dimana IFN-c mensekresi IRF-1 yang bersifat protektif terhadap sel
beta pankreas dan juga mensintesis STAT-1 yang bersifat destruktif terhadap
sel beta pankreas.
Th2 yang disintesis oleh CD4+ menghasilkan IL-10, yang mana bersifat
menghambat sintesis dari Th1 dan Th2 sehingga menghentikan jalur
perusakan terhadap sel beta pankreas. IL-4 akan mensintesis plasma sel dan
membuat antibodi yang akan melindungi sel beta pankreas.
Th-17 akan mensintesis IL-17 yang bersifat destruktif terhadap sel beta
pankreas. Sementara Tregs belum diketahui pasti fungsinya.
Pada T1D mediated imunity, Th1 lebih berperan dibanding Th2,
sehingga efek destruktif terhadap sel beta pankreas lebih tinggi, yang
mengakibatkan sekresi insulin oleh sel beta berkurang.

Anda mungkin juga menyukai