Anda di halaman 1dari 1

02/04/2016

Nama : Suci Amalia


Jurusan:Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Nostalgia Pers Indonesia
Pada zaman penjajahan kolonial, ada beberapa pemuda Indonesia
menempuh sekolah tinggi di berbagai negara. Pada tahun 1908 para pemuda
tersebut mendirikan sebuah organisasi bernama Indisce. Organisasi yang terdiri
oleh Sultan Syahrir dan kawan-kawan didirikan untuk mengkaji serta
menumbuhkan sikap politisi. Setelah sukses sebagai tempat pengkajian,
organisasi tersebut akhirnya membuat terbitan yang bernama Hindia Putra.
Terbitan tersebut diciptakan sebagai alat propaganda.
Pada zaman penjajahan Jepang, semua organisasi yang tidak dipimpin
oleh jepang dan melakukan pemberontakan terhadap jepang dibekukan. Namun
ada beberapa masyarakat yang membuat gerakan antipasif. Gerakan tersebut
tetap melakukan diskusi bahkan melakukan penolakan terhadap Jepang, serta
membuat paham anti koloni.
Pada tahun 1950, muncul beberapa Universitas di Indonesia. Dengan
adanya universitas, maka muncul lembaga-lembaga kampus yang salah satunya
bernama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Pers Mahasiswa merupakan satu dari
beberapa UKM yang berada di lingkungan kampus. Maraknya pers pada saat itu
membuat mereka mendirikan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI).
Pada zaman Ir. Soekarno, semua berita harus mencantumkan manifesto
politik. Yang lebih mengenaskan lagi, saat itu lembaga yang berhak
mengeluarkan berita hanyalah Tentara Negara Indonesia (TNI). Namun akibat
kebijakan tersebut, maka timbullah perpecahan pers. Sebagian pers ada yang
tunduk terhadap pemerintahan dan sebagian lagi menolak kebijakan tersebut.
Perpecahan pers pada saat itu nyatanya dimanfaatkan oleh Suharto
sebagai alat politik. Beliau memanfaatkan hal tersebut untuk menurunkan Ir.
Soekarno. Akibat dari kelicikannya, maka keluarlah rezim penurunan Ir. Soekarno
dan membuat Suharto menjadi pemimpin Negara pada saat itu.
Pada masa kepimimpinan Suharto, beliau mengeluarkan ideologi pers
yang bernama Pers Pancasila. Tidak seperti yang diharapkan, mahasiswa
bukannya tunduk tetapi malah murka akibat ideologi tersebut. Nyatanya di era
Suharto, pers bukannya menjadi bebas melainkan lebih terkekang. Awal mula
kemurkaan mahasiswa terjadi pada tahun 1972-1974. Kemurkaan mahasiswa
semakin memuncak pada saat terjadinya Mala Petaka Lima Belas Januari
(MALARI).
Terlalu banyaknya dampak negatif pers pada zaman Suharto ternyata
tersimpan beberapa ibrah. Salah satunya adalah adanya tatanan hokum yang
membuat pers semakin tertata. Walaupun mungkin, tatanan-tatanan hukum
tersebut malah mengekang kebebasan pers di Indonesia.
Puncak kemurkaan mahasiswa semakin menjadi-jadi pada tahun 1998.
Pada tahun itu, adanya unjuk rasa besar di seluruh Indonesia yang menuntut
penurunan Suharto. Usaha mahasiswa tersebut berbuah manis. Akibat
kerusuhan dan unjuk masa besar itu, maka lengserlah pemerintahan Suharto
dan terciptalah masa reformasi.

Anda mungkin juga menyukai