Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASSANUDIN

LaporanKasus
April 2016

TUBERKOLOSIS EKSTRAPULMONAL : TB MILIAR DAN SPONDILITIS


TUBERKOLOSIS

OLEH :
dr. Daniel Yakin Eliamar Aritonang
dr. Rerin Alfredo Sulaiman
dr. Farlly Laurell Kaumpungan

(dr. Adaptasi)
(dr. Adaptasi)
(dr. Adaptasi)

Pembimbing Residen:
dr. Agus
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. dr.Muhammad Ilyas, Sp. Rad(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASSANUDIN
MAKASSAR
2016
0

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
1.
2.
3.

Nama
NIM
Nama
NIM
Nama
NIM

: Daniel Yakin EliamarAritonang


: Adaptasi LN
: Rerin Alfredo Sulaiman
: Adaptasi LN
: Farlly Laurell Kaumpungan
: Adaptasi LN

Dengan judul laporan kasus TUBERKOLOSIS EKSTRAPULMONAL :


TB MILIAR DAN SPONDILITIS TUBERKOLOSIS telah menyelesaikan tugas
tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Universitas
Hasanuddin.
Makassar,
Konsulen

April 2016

Pembimbing

Prof. Dr. dr.Muhammad Ilyas, Sp. Rad(K)

dr. Agus

Mengetahui
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad (K)


BAB I
LAPORAN KASUS
1.1.

Identitas Pasien
Nama

: Tn. H

Umur

: 23 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Jl. Gatot Subroto no. 30, Majene, Sulbar

Pekerjaan

: Mahasiswa

Status Pernikahan

: Belum Menikah

No. RM

: 753212

Tanggal Pemeriksaa

: 13 April 2016

1.2.

Anamnesis
a. Keluhan Utama : Kelemahan pada kedua tungkai
b. Riwayat Penyakit Sekarang
c. Keluhan dialami sejak 3 bulan yang lalu awalnya pasien mengeluhakan nyeri
saat berdiri, namun 3 minggu terakhir nyeri menghilang namun tungkai masih
terasa lemah. Pasien tidak dapat berjalan. Pasien tidak dapat berjalan. Riwayat
nyeri punggung bawah sejak 3 tahun yang lalu (2013) namun memberat sejak
5 bulan yang lalu (November 2015). Nyeri dirasakan hilang timbul dan
terkadang menjalar ke tungkai. Nyeri memberat ketika pasien membungkuk.
BAK dan BAB baik. Riwayat batuk lama ada , riwayat penurunan berat badan
ada. Riwayat keringat pada malam hari ada. Riwayat mengkonsumsi obat anti
tuberkolosis 1 bulan terakhir. Riwayat benjolan atau tumor pada tubuh tidak
ada.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma
Riwayat alergi obat
Riwayat asma
Riwayat operasi
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa
Riwayat penyakit lain

1.3.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Vital Sign
TD

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: Baik
: Compos mentis
: 110/70 mmHg

Nadi
RR
Suhu
Status Internus
Kepala
Mata

: 80x/menit
: 18x/menit
: 36,5oC
: normal
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflex cahaya (+/+), edema palpebral (-/-),
pupil isokor 3mm/3mm

Telinga

: discharge (-)

Hidung

: nafas cupping (-), deformitas (-), secret (-)

Mulut

: mukosa lembab, sianosis (-)

Leher

: limfonodi (-), tiroid (-), tonsil T1-T1

Thorax
a. Jantung :
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis teraba, kuat angkat, thrill (-)
: batas atas
: ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung
: ICS III parasternal sinistra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
batas kiri bawah
: ICS V 2 cm ke arah medial
midclavicula sinistra
4. Auskultasi :
Suara Jantung murni : S1, SII normal regular
Suara Jantung tambahan : gallop (-), murmur (-), SIII (-), SIV (-)

b. Paru-paru :
Dextra

Sinistra

Anterior
Inspeksi :
Bentuk dada
Hemithoraks

Datar
Simetris

Datar
Simetris

Palpasi :
Taktil fremitus
Nyeri tekan
Pelebaran ICS
Perkusi :

Dextra = Sinistra
Tidak ada nyeri tekan
(-)
Sonor di seluruh lapangan paru

Dextra = Sinistra
Tidak ada nyeri tekan
(-)
Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi :
Suara dasar

Vesikuler

Suara tambahan
Posterior

(-)

Vesikuler
(-)

Inspeksi :
Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada nyeri tekan

Tidak ada nyeri tekan

Dextra = Sinistra

Dextra = Sinistra

Sonor di seluruh lapangan paru

Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi :

Vesikuler

Vesikuler

Suara dasar

(-)

(-)

Punggung
Palpasi :
Punggung
Taktil fremitus
Perkusi :
Punggung

Suara tambahan

Abdomen
a. Inspeksi
b. Auskultasi
c. Palpasi

: datar, distensi (-), ascites (-)


: bising usus (+) kesan normal
: hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada

d. Perkusi

: nyeri ketok tidak ada

Ekstremitas
Superior

Inferior

+/+
-/-/-

+/+
-/-

Kanan

Kiri

L2

3/5

3/5

L3

4/5

4/5

L4

5/5

5/5

L5

5/5

5/5

S1

5/5

5/5

Akral hangat
Edema
Sianosis

Kekuatan Motorik

-/-

Sensorik: Hiposthesia di thoracal XI ke bawah

1.4.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Lab

Parameter

Hasil
Kisaran
DARAH RUTIN

Hb

16,3

WBC

12,3

14,0-18,0 gr/dl
4,00-10,00 103/mm3
PLT

178
150-400 103/mm3

HCT

28.8

RBC

3,19

40.0-54.0 %
4,50-6,00 103 /mm3
MCV

90

MCH

51,0

MCHC

56,5

NEUT

71,8

80,0-97,0 fL
26,5-33,5 pg
31,5-35,0 gr/dL
52,0-75,0
LYMPH

103/mm3

19,8
20,0-40,0 103/mm3

MONO

10,4
2,00-8,00 103/mm3

EO

3,8
1,00-3,00 103/mm3

BASO

1,69

Waktu bekuan

Waktu pendarahan

0,00-0,10
4-10 menit
1-7

GDS

DARAH KIMIA
99 mg/dL

Ureum

14

Creatinin

0,57

Kolesterol total

SGOT

44

SGPT

36

HBsAg

IMMUNOSEROLOGI
Non-reactive

> 200 mg/dL


10-50 mg/dL
<1,3 mg/dL

<38U/L
<41 U/L

6
Non-reactive

b. Pemeriksaan Radiologi
1. Thoraks AP
Gambar 1. Foto Thorax AP Lateral pada pasien

Telah dilakukan pemeriksaan Foto thoracal AP Lateral dengan hasil


sebagai berikut :
-

Tampak bercak-bercak milier pada kedua lapangan paru


Cor kesan normal, aorta normal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak

Kesan: TB Milier
2. Thoracal AP Lateral

Gambar 2. Foto Thoracal AP Lateral pada pasien


Telah dilakukan pemeriksaan Foto thoracal AP Lateral dengan hasil
sebagai berikut :
-

Alignment corpus vertebra thoracal tidak intak


Tampak destruksi corpus vertebra Th9-Th10 disertai penyempitan diskus

intervertebralis pada level tersebut


Mineralisasi tulang baik
Discus dan foramen intervertebralis lainnya baik
Tampak soft tissue density pada paravertebra setinggi corpus vertebra

Th8-Th10 (cold abses)


Kesan: Sesuai gambaran spondylitis TB

3. Lumbosacral AP Lateral

Gambar 3. Foto Lumbosacral AP Lateral pada pasien


Foto Lumbosacral AP Lateral:
-

Alignment corpus vertebra lumbosacral intak, tidak tampak listhesis


Tidak tampak fraktur maupun destruksi tulang
Mineralisasi tulang baik
Discus dan foramen intervertebralis intak
Jaringan lunak paravertebra kesan normal

Kesan: Tidak tampak kelainan radiologic pada foto lumbosacral ini

1.5.

Diagnosis

Paraparesis due to destruksi vertebral thoracal X-XI spondylitis TB, Miliary TB


1.6.

Terapi
OAT 4FDC 3 tab/24 jam/oral

10

BAB II
DISKUSI TB MILIER
2.1. Pendahuluan
Tuberkulosis miliari adalah bentuk infeksi tuberculosis yang mematikan.
Tuberkulosis milari memiliki spektrum manifestasi yang menyulitkan para klinisi
medis bahkan yang berpengalaman sekalipun. Hal ini disebabkan oleh karena gejala
klinis yang bersifat non-spesifik (biasanya demam, keringat pada malam hari, nafsu
makan berkurang), penemuan hasil radiologik yang atipikal (gambaran tipikal
biasanya terleihat pada stadium lanjut) dan kesulitan dalam menentukan
Mycobacterium tuberculosis sebagai etiologi penyakit (pemeriksaan sputum yang
negatif pada 80% kasus) sehingga konfirmasi seperti bronkoskopi dan biopsi
transbronkial harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Hal ini disebabkan oleh
karena letak granuloma yang berada di interstisial dan tidak di dalam rongga udara.
Gejala klinis seperti demam dan yang lain biasanya tidak dimanifestasi oleh pasien
dengan usia lanjut dan dengan pasien yang mempunyai penyakit terminal yang
mempunya respon immunologis yang berubah/menurun.Tuberkulosis miliari juga
dapat menyerupai penyakit lain diantaranya penyakit-penyakit yang mempunyai
manifestasi pulmonal dan abdominal.Meskipun tersedianya terapi obat yang efektif,
angka kematian masih tergolong tinggi.2,3
2.2. Definisi
Tuberkulosis miliari adalah penyebaran tuberkel basilus baik secara
hematogenus ataupun secara limfatogenus. Lesi berupa granuloma yang berwarna
kekuning-kuningan yang berdiameter 1-2 mm yang menyerupai biji milet sehingga
terbentuklah kata miliari yang ditemukan oleh patologis abad ke-19. Tuberkulosis
miliari bisa terjadi pada satu organ (sangatlah jarang, <5%), beberapa organ dan pada

11

seluruh badan (>90%) termasuk otak.Organ-organ yang terlibat biasanya paru-paru


(bentuk klasik), mata, otak dan hati.1
2.3. Epidemiologi
Pada pasien yang imunokompeten, tuberkulosis miliari terjadi sekitar 2% dari
semua bentuk tuberkulosis dan 20% dari semua bentuk tuberkulosis ekstra pulmonal.
Pasien yang imukompromis memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari populasi
secara general.

Penyakit ini biasanya terjadi pada pasien imunokompromis.

Tuberkulosis ekstrapulmonal terjadi sekitar 50% dari bentuk manifestasi tuberkulosis


pada pasien HIV. Tuberkulosis miliari biasanya terjadi pada kaum pria dan di
beberapa negara pada ras amerika-afrika yang mungkin disebabkan oleh karena status
sosioekonomik. Secara keseluruhan, insiden penyakit ini masih dinilai kurang akurat
yang disebabkan kriteria diagnostik yang tidak akurat dan pelaporan kasus yang tidak
efektif.1,2,3
2.4. Anatomi
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk
kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi
oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul
di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal.
Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada
bagian hilus.8
Setiap paru-paru memiliki :
a. Apeks; tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas
clavicula
b. Permukaan costo-vertebral; menempel pada bagian dalam dinding dada
c. Permukaan mediastinal; menempel pada pericardium dan jantung
d. Basis pulmonis; terletak pada diafragma.8

12

Batas-batas paru:
a.
b.
c.
d.

Apeks; atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula


Atas; dari clavicula sampai dengan costae II depan
Tengah; dari costae II sampai dengan costae IV
Bawah; dari costae IV sampai dengan diafragma.8

a. Paru kanan
Paru kanan sedikit lebih besar dari paru kiri dan dibagi oleh fissura oblique dan
fissura horizontalis paru kanan menjadi tiga lobus ; lobus superior, lobus medius, dan
lobus inferior. Fissura oblique berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang
menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar
6,25cm di bawah apeks pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang
permukaan costalis setinggi cartilage costalis IV dan bertemu dengan fissure oblique
pada linea axillaris media. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah
segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah
segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini terbagi lagi menjadi belahanbelahan yang bernama lobules.8
Diantara lobules satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah, getah bening, dan saraf. Dalam tiap lobules terdapat sebuah
bronkeolus. Di dalam lobules, bronkeolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus
alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,20,3mm.8
Segmen Paru kanan:
a. Lobus superior : - Segmen apicale
- Segmen posterior
- Segmen anterior
b. Lobus medius : - Segmen lateral
- Segmen medial
c. Lobus inferior : - Segmen apicobasal
- Segmen mediobasal
- Segmen anterobasal
- Segmen laterobasal

13

- Segmen posterobasal.8
Hilus pulmonalis dextra terdiri dari:
a.
b.
c.
d.

A. pulmonalis dextra
Bronchus principales dextra; bronchus lobaris superior, medius dan inferior
V. Pulmonalis dextra
Nodule lymphideus.8

b. Paru kiri
Paru kiri dibagi oleh fissure oblique dengan cara yang sama menjadi dua
lobus; lobus superior dan lobus inferior. Pada paru kiri tidak ada fissure
horizontalis.8
Segmen paru kiri:
a. Lobus superior: - Segmen apicoposterior
- Segmen anterior
- Segmen lingual superior
- Segmen lingual inferior
b. Lobus inferior: - Segmen apicobasal
- Segmen antero medial basal
- Segmen laterobasal
- Segmen posterobasal.8
2.5. Patogenesis
Peristiwa sentral dalam timbulnya tuberkulosis miliary adalah diseminasi masif
dari Mycobacterium tuberkulois secara hemotogenus dan limfogenus dari lesi di
pulmonal maupun ekstra-pulmonal dan embolisasi vaskular dari organ-organ yang
terlibat. Organ-organ yang terlibat diantaranya hati, lien, sum-sum tulang, meninges
dan paru-paru. Alasan keterlibatan organ-organ dapat dijelaskan dari adanya sel
fagositik yang banyak dalam dinding sinusoidal. Pada anak tuberkulosis miliari

14

biasanya terjadi akibat infeksi primer, namun pada orang dewasa tuberkulosis miliari
terjadi akibat infeksi paska primer atau reaktivasi infeksi sebelumnya.2
Minimalnya respon sel t efektor dalam supresi infeksi Mycobacterium
Tuberculosisbertanggung jawab atas timbulnya tuberkulosis miliar.

Bakteri ini

mencegah respon protektif atau dapat menstimulasi respon proktektif dan


selanjuntnya menghentikan fungsi sel sehingga penyakit dapat berlanjut. Menurut
penelitian, jumlah dan efektifitas dari sel t efektor pada daerah infeksi berkurang
akibat dari peningkatan jumlah dan fungsi sel t regulatori yang berfungsi untuk
mengurangi atau mencegah fungsi sel t efektor. Ketidakseimbangan ini menyebabkan
adanya imunosupresi lokal dan diseminasi granuloma atau bakteri.2
2.6. Radiology
Diagnosis dari tuberkulosis miliar biasanya sulit dikarenakan manifestasi klinis
yang non-spesifik, dan foto thoraks yang tidak selalu menunjukkan gambaran klasik
berupa bercak miliar. Sehingga, diagnosis pada tuberkulosis miliar ditegakkan atas
kecurigaan dan dugaan klinis dan pendekatan sistematik dari pemeriksaan
diagnostik.9
1. Foto thorax
Foto thorax menunjukkan opasitas kecil diskret tersebar dengan ukuran yang
sama dengan diameter 2-4 mm kadang disertai oleh kalsifikasi. Pola ini biasanya
dilihat dengan tuberkulosis. Namun gambaran ini muncul biasanya pada fase lanjut
dan jarang terlihat pada fase awal. Bahkan, sebelum adanya CT Scan, tuberkulosis
miliar hanya terlihat dalam 50% kasus dan hanya dapat dideteksi setelah dilakukannya
autopsi. Obstruksi limfatik dan letak lesi miliar pada satu hemitoraks juga ditemukan
namun sangatlah jarang.3,4

15

Gambar 4. Tuberkulosis miliar. Bayangan nodular yang tersebar tanpa adanya konfluensi 4

Gambar 5. Tuberkulosis miliar. Foto thorax PA termagnifikasi menunukukkan adanya opasitas


nodular yang diskret yang banyak dengan diameter 1-2mm5

16

Gambar 6. Tuberkulosis miliar. Nodul diskrete dengan jumlah yang tak dihitung4

2. CT Scan dan MRI


CT scan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dari pada foto
thorax dan biasanya digunakan bila ada dugaan tuberkulosis miliar pada hasil foto
thorax inkonklusive. CT scan menunjukkan adanya nodul berbentuk tegas yang
besarnya kurang dari 2mm yang tersebar pada kedua lapang paru. Dengan adanya
CT Scan, penemuan klasik pola miliar dapat dilihat ketika foto thoraks terlihat normal
dan memfasilitasi indentifikasi dari limfadenopati, kalsifikasi dan lesi pada pleura dan
perikardial. Selanjutnya CT scan dan MRI digunakan untuk menemukam lesi miliar
pada lokasi ekstra-pulmonal. CT scan abdomen digunakan untuk mengidentifikasi
lesi pada hepar, lien, usus, mesenteri, peritoneum, dan cold abcesses. Tidak seperti
CT scan pada daerah thorax yang menunjukkan lesi milliar dengan ukuran 2mm, lesi
miliar pada CT scan abdomen pada hepar dan lien terlihat seperti lesi hipodens yang
dapat berkonfluensi.3,9

17

Gambar 7. Tuberkulosis miliar. CT scan dengan potongan coronal dengan pasien


yang telah di diagnosis dengan tuberkulosis miliar yang menunjukkan nodule paru kecil yang
terdistribusi secara acak pada kedua lapang paru6

3. Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk mendeteksi lesi-lesi lainnya seperti asites, lesi
fokal hepar dan lien, pembesaran hepar dan lien, masa adneksal, limpadenopati
intraabdominal dan cold abcess.

Ultrasonografi dapat juga digunakan untuk

memfasilitasi parasentesis abdominal dan thorasik yang digunakan untuk kebutuhan


diagnostik.2,3
2.7.

Diagnosis Differensial Radiologi


a. Infeksi Jamur
Infeksi jamur dapat menyerupai gambaran radiologis tuberkulosis miliar

yang disebabkan oleh jenis histoplasmosis, coccidioidomycosis dan blastomycosis.


Gambaran ini biasanya berupa pola nodular diskret yang besar kadang terkalsifikasu
yang menandakan fase kesembuhan dari infeksi jamur ataupun fase desiminasi
hematogenus. Pada fase awal penyakit, gambaran radiologi biasanya berupa nodul
yang lebih besar dan irregular yang mirip gambaran bronkopneumonia. Gambaran
radiologis ini biasanya timbul akibat inhalasi secara langsung dari jamur. Riwayat

18

menunjukkan

adanya

riwayat

perjalanan

ke

daerah

padang

pasir

(coccidioidomycosis) atau ke daerah yang terkontaminasi dengan kotoran ayam atau


burung (histoplasmosis) 7
b. Pneumonia Viral

Gambar 8.
Histoplasmosis adalah
penyakit dengan gambaran
umum nodule yang
tersebar disertai kalsifikasi
terbanyak7

19

Pneumonia viral, biasanya pnemonia varicella, dapat memberikan


gambaran klinis nodular yang diskret namun pada umumnya lebih besar. Gambaran
ini terjadi akibat reaksi lokal sel radang secara interstisial. Nodul biasanya diikut
oleh kalsifikasi. Pada stadium lanjut terutama pada pasien yang immunodefisien,
pola

nodular

biasanya

membesar

disertai

konfluensi

yang

meluas

dan

dikomplikasikan dengan acute respiratory syndrome. Gambaran radiologis kadang


susah dibedakan dengan tuberkulosis miliar dan histoplasmosis sehingga korelasi
gambaran klinis pasien harus dilakukan. Dalam kasus pneumonia varicella, pasien
biasanya datang dengan lesi kulit chicken pox.7

20

Gambar 9. Pneumonia viral menyebabkan gambaran radiologis nodule diskret yang tersebar 7

c. Metastasis
Metastasis tumor dapat menyebabkan gambaran radiologis dengan pola
nodular diskret. Biasanya pasien datang dengan tumor primer seperti tumor tiroid,
melanoma, kanker payudara dan tumor gastrointestinal dengan gambaran klinis
dengan penurunan berat badan dan penyakit sistemik yang berat.

Biopsi harus

dilakukan untuk menyingkirkan kausa infeksi yang dapat diobati. Karena pasien
dengan tumor ini memiliki long survival dengan prognosis yang baik, perfusi darah
biasanya lebih baik sehingga gambaran nodul biasanya lebih besar daripada nodul
dengan infeksi granulomatous seperti tuberkulosis miliar.7

21

Gambar 10. Metastasis tumor tiroid yang menyebabkan gambaran nodul yang
tersebar. Ukuran lesi biasanya lebih besar dari infeksi granulomatus.7

2.8. Penatalaksanaan

American Thoracic Society (ATS), the Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), the Infectious Disease Society of America (IDSA), National
Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) dan World Health Organization
(WHO) guidelines merekomendasi 2 bulan pengobatan dengan isoniazid, rifampicin,

22

pyrazinamid dan ethambutol dan 4 bulan pengobatan dengan isoniazid dan rifampicin
pada tuberkulosis ekstra-paru/tuberkulosis miliar.

Bila adanya keterlibatan otak,

misalnya tuberkulosis meningitis, pengobatan diperpanjang menjadi 9-12 bulan. Jika


tidak diobati, tuberkulosi miliar menyebabkan kematian dengan presentase hampir
100%.

Namun dengan pengobatan yang adekuat, presentase kematian menjadi

kurang dari 10%. 3,9

BAB III
DISKUSI KASUS SPONDYLITIS TB
3.1

Pendahuluan
Tuberculous spondylitis adalah salah satu penyakit yang tertua di dunia yang

telah di dokumentasikan pada temuan tulang belakang yang berasal dari jaman Iron
Age di Eropa dan pada mummy dari Mesir dan Amerika Selatan. Pada tahun 1779,

23

Percivall Pott, seseorang yang namanya dipakai untuk penyakit ini mempresentasikan
deskripsi klasik Spinal Tuberculosis.10,11,12,13,14
Sejak penemuan obat anti tuberkulosis dan sistem kesehatan masyarakat yang
berkembang, Spinal Tuberculosis (TB Spondylitis) telah menjadi langka di negaranegara maju, walaupun masih ada dengan angka yang signifikan di negara-negara
berkembang. Keterlibatan penyakit Tuberkulosis pada tulang belakang mempunyai
potensi menyebabkan angka morbiditas yang tinggi, termasuk gangguan neurologis
yang permanen dan deformitas berat.10,11,12,13,14

3.2

Definisi
Pott disease, juga biasa dikenal sebagai Tuberculous Spondylitis, adalah

penyakit Tuberkulosis (TB) yang melibatkan vertebral body dan diskus intervertebral.
Tulang belakang adalah lokasi yang paling sering terkena musculoskeletal TB, dan
biasanya mempunyai simtom sakit tulang belakang dan kelumpuhan atau lemahnya
kedua tungkai bawah.10,11,12,13,14

3.3

Epidemiologi
Salah satu infeksi yang sering terjadi pada tulang belakang adalah

Tuberkulosis, terutama di negara-negara dimana penyakit TB sangat banyak.


Sayangnya, insiden Tuberculous Spondylitis, sama seperti penyakit TB lainnya,
sedang naik, oleh karena resistensi pada obat.
Ada sekitar 50% penyakit musculoskeletal TB, dan biasanya mempengaruhi
thoracic bawah dan lumbar atas tulang belakang.10,11,12,13,14

24

3.4 Anatomi
Gambar 11. Anatomi Vertebra

Tulang

punggung atau vertebra adalah tulang tak

beraturan

yang

membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung


pada manusia, 5 di antaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4
tulang membentuk tulang ekor (coccyx).17
Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24 tulang yang dibagi menjadi 7 tulang
cervical (leher),

12 tulang

thorax (thorax atau

dada)

dan,

5 tulang

lumbal.

Banyaknya tulang belakang dapat saja terjadi ketidaknormalan. Bagian terjarang


terjadi ketidaknormalan adalah bagian leher.17
a. Struktur umum
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang
terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari
arcusvertebrae. Arcus

vertebrae dibentuk

oleh

dua

"kaki"

atau pediculus dan

25

dua lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus
articularis, procesus

transversus,

dan procesus

spinosus.

Procesus

tersebut

membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung


disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang
belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah
yang disebut foramen intervertebrale.17
b. Tulang punggung cervical
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus
spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya
dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1
atau atlas, C2 atau aksis.Setiapmamalia memiliki 7 tulang punggung leher,
seberapapun panjang lehernya.17

c. Tulang punggung thorax

Gambar 12. Diagram tulang vertebra thorax.

26

Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa


gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung
dorsal' dalam konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.16
d. Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan
menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan
fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.16
e. Tulang punggung sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak
memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.16
f. Tulang punggung coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah.
Beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu
disebut tulang punggung kaudal (kaudal berarti ekor).17

3.5 TemuanKlinis
Pasien biasanya datang dengan sakit punggung, dan dengan kelumpuhan atau
lemahnya kedua tungkai bawah beserta dengan deformitas kyphotic. Simtom
konstitusi seperti demam dan penurunan berat badan biasa terjadi.10,11,12,13,14

3.6 Patogenesis
Tulang belakang biasanya terlibat oleh karena penyebaran hematogenus
melalui Venous Plexus of Batson.Vertebral body biasanya mulai kolaps secara

27

perlahan, yang menyebar dibawah ligament longitudinal.Hal ini menyebabkan


kyphosis akut atau deformitas gibbus.Angulasi dibarengi dengan jaringan granul di
epidural dan fragmen tulang, dapat menyebabkan kompresi spinal cord. Tidak seperti
pada infeksi piogenik, diskus masih bisa dalam keadaan yang baik.Pada fase akhir
penyakit ini, abses paraspinal yang besar tanpa rasa sakit yang luar biasa atau pus
sangat umum terjadi dan menyebabkan cold abscess.10,11,12,13,14

3.7

Radiologi
Tulang belakang adalah lokasi yang paling sering terkena pada penyakit

Tuberculous Spondylitis.Penyakit ini dapat berkembang dengan lebih cepat pada


pasien yang imunosupres dan dapat terlihat seperti infeksi pyogenic.16
Ada 3 pattern dalam keterlibatan vertebra dimana (a) adalah yang paling
sering terjadi dan terlihat:
(a). Destruksi diskovertebral sama seperti infeksi piogenik (fig 5.37).
Keterlibatan diskus adalah fitur yang secara relatif lambat terjadi. Abses paravertebral
yang besar dengan kalsifikasi dan keterlibatan pada banyak level sering terlihat (fig
5.38). Pada beberapa kasus lanjut sering menjadi deformitas angular spinal berat
(kyphotic gibbus).16

28

(b). Subligamentus infeksi yang mulaidaribagian anterior dibawah


periosteum dan menyebar dibawah ligament longitudinal anterior. Ada erosi pada
bagian depan vertebral bodies (fig 5.39). Disc space masih dalam keadaan baik.
Bony spurs dapat terlihat.16
(c). Central infeksi berkembang di dalam vertebral body tanpa
keterlibatan disc space (fig 5.40). sampai ada kasus lanjut. Vertebra yang terinfeksi
seringkali kolaps.16

29

CT dan MRI
Cross-sectional imaging diperlukan untuk mengevaluasi secara lebih baik
seberapa besar keterlibatan komponen epidural dan kompresi pada medulla spinalis.
MRI adalah yang pilihan terbaik dalam hal ini dibandingkan dengan CT kontras.

30

Gambar 20. Tuberculous spondylitis with large paravertebral abses

3.8

Differential Diagnosis
Di berbagai bagian dunia, Tuberkulosis adalah penyakit yang paling sering

menginfeksi corpus vertebra, dengan kasus yang paling sering terjadi pada pasien
yang berumur di bawah 20 tahun.Tuberkulosis dapat juga mempengaruhi meninges
dari tulang belakang, yang mengakibatkan pachymeningitis.10,11,12,13,14
1. Brucellosis
penyakit ini dapat dilihat sebagai granulomatous osteomyelitis pada tulang

31

belakang yang sangat sulit dibedakan dari TB. Kedua-duanya disebabkan oleh
bakteri batang tahan asam, yang menyebabkan caseating granuloma.
Fungal infection
Sarcoidosis
Infeksi pyogenic
Metastasis

2.
3.
4.
5.

3.9

Penatalaksanaan
Sebelum penemuan obat anti tuberkulosis, pasien yang menderita penyakit ini

dirawat dengan cara imobilisasi. Pada saat itu, penyakit ini memiliki angka mortalitas
sekitar 20%.6
Farmakologi
Menurutrekomendasi CDC, the infectious Disease Society of America, dan
the American Thoracic Society, ada 4 regimen obat yang dapat digunakan secara
empirical untuk menangani Pott disease.6
2

bulan

pertama:

Isoniazid,

Rifampin,

Pirazynamide,

Ethambutol/

Streptomycin.6
7-10 bulanterakhir: Isoniazid dan Rifampin.6

Surgical/Bedah
Kebanyakan dari pasien akan cukup diberikan terapi farmakologi. Indikasi
penanganan bedah pada penyakit Pott adalah sebagai berikut:6
-

Neurologic deficit
Spinal deformity dengan instabilitas dan rasa sakit
Tidak ada respon dengan terapi farmakologi

32

Abses paraspinal yang besar.

Daftar Pustaka
1. Fauci A.S, Kasper D.L, Longo D.L, Braunwald E, Hauser S.L, Jameson J.L, et al.
Harrisons principels of internal medicine.17th ed.USA: Mc Graw Hills; 2008.

33

2. Sayantan R, Arunansu T, Supratip K, Dibbendhu K, Nikhil S. Diagnosis and


Management of miliary tuberculosis: current state and future perspectives. Dove
Press Journal. 2013.
3. Klaus-Dieter L. Miliary Tuberculosis. 2015 [cited on 2015 August 3]. Available
from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/221777-overview
4. David S. Textbook of Radiology and Imaging. 7th ed. UK: Elsevier:2009.
5. Lee A.G, Nyree G. Grainger & Allisons Diagnostic Radiology Essential. UK:
Elsevier; 2013.
6. William E.B, Clyde A. H. Fundamental of Diagnostic Radiology. 4 th Ed. USA:
Lippincott William & Wilkins; 2012.
7. James C.R. Chest Radiology. 6th Ed. USA: Elsevier; 2011.
8. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6.Jakarta: Penerbit EGC; 2005.
9. Surendra K.S, Alladi M, Abhishek S. Challenges in the diagnosis & treatment of
miliary tuberculosis. Indian Journal of Medical Reseach. 2012.
10. 1. Brant WE, Helms CA. Fundamentals of diagnostic radiology. Lippincott
Williams & Wilkins. (2007) ISBN:0781765188.
11. 2. Burrill J, Williams CJ, Bain G et-al. Tuberculosis: a radiologic review.
Radiographics. 27 (5): 1255-73.
12. 3. Dhnert W. Radiology review manual. Lippincott Williams & Wilkins. (2007)
ISBN:0781738954.
13. 4. Harisinghani MG, Mcloud TC, Shepard JA et-al. Tuberculosis from head to toe.
Radiographics. 20 (2): 449-70.
14. 5. Jung NY, Jee WH, Ha KY et-al. Discrimination of tuberculous spondylitis from
pyogenic spondylitis on MRI. AJR Am J Roentgenol. 2004;182 (6): 140510.doi:10.2214/ajr.182.6.1821405
15. 6. Hidalgo J. Pott Disease Treatment and Management 2014 [cited on Feb
14,2014]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/226141

34

16. 7. Petterson H. The WHO manual of diagnostic imaging: Radiographic Anatomy


and Interpretation of the Musculoskeletal System. World Health Organization.
2002.
17. 8. Scanlon V, Sanders T. Essentials of Anatomy and Physiology. 5th ed. F A Davis
Company. 2007

35

Anda mungkin juga menyukai