Komunikasi Antar Budaya-03-2001
Komunikasi Antar Budaya-03-2001
PENCEGAH
GEGAR BUDAYA ( CULTURAL SHOCK ) PENYEBAB
MELETUSNYA KONFLIK ANTAR ETNIS
(Seri Pendidikan Politik Rakyat Melalui Komunikasi AntarBudaya)
Oleh : AR. Kadir
Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme
memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri. ( The Random House Dictionary ).
I.
PRAWACANA
Walaupun bangsa Indonesia telah mengenal hubungan antar budaya yang harmonis sejak
nenekmoyang menduduki kepulauan Indonesia ratusan abad yang lalu, namun kini
setelah banyak cendekiawan, ulama, politisi, pengusaha maupun ahli hukum yang
berwawasan modern, tetap saja sifat instinktif yang residual primitif muncul ke
permukaan. Lebih-lebih disaat berbagai konflik kepentingan menyeruak dalam kehidupan
bangsa, seperti konflik politik, bisnis, etnis maupun konflik local primordial.
Berbagai peristiwa yang terjadi akibat konflik kepentingan etnis di nusantara
akhir-akhir ini seolah-olah menjadi trend dunia. Jika di Afrika terjadi pertikaian etnis
antara suku Tutsi dan suku Hutu ( Ruwanda Burundi ), suku Kurdi di Turki, suku Tamil
di Ceylon, maka di Indonesia juga sering terjadi pertikaian etnis seperti Madura,
Makassar, Banten, Dayak, Melayu ( Kalbar ) dan suku-suku di Irian ( Papua ). Penyebab
utamanya adalah Komunikasi Antar Budaya yang tersumbat. Sungguh aneh dijaman
modern ini bisa terjadi, padahal dijaman kuno hubungan antar etnis sering dilakukan oleh
saudagar Cina, Madagaskar, India dan bangsa lainnya tanpa pertumpahan darah bahkan
sering terjadi perkawinan antar etnis untuk melanggengkan tali kekeluargaan. Kita kenal
komunikasi antar budaya Cina ke Eropah dan Asia dengan Jalur Sutera, yang selain
bermisi dagang juga memiliki misi budaya.
Tahap awal komunikasi dilakukan dengan bahasa tubuh, isyarat raut wajah, gerak
anggota tubuh ( tangan, mata dll ) sebagai bahasa nonverbal. Kemudian dengan
kecerdasan akalnya manusia mulai belajar bahasa etnis lain, sehingga memudahkan
komunikasi antar etnis dimuka bumi ini. Kini dengan bantuan kemajuan teknologi
komunikasi manusia semakin , cerdas, lugas dan lancar berkomunikasi. Namun demikian
lagi-lagi pada saat terdesak oleh kepentingan individu, manusia yang cerdas, alim dan
beragamapun kembali menjadi primitif.
II.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/318366233.rtf
Dalam paparan ini, langsung kita membicarakan bahwa komunikasi berhubungan dengan
perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi sesama manusia
lainnya. Sesuai kodratnya Homo Socius, homo luden, homo economicus dan homo
sapien , manusia mustahil hidup menyendiri, pasti ia berinteraksi untuk memenuhi
kebutuhannya.
Hubungan sosial itu akan terpenuhi melalui pertukaran benda ( kebutuhan makan,
minum, pakaian dengan barter ekonomi pasar primitif ). Pertukaran kebutuhan itu
menjadi jembatan yang menghubungkan manusia yang satu dengan lainnya, maka tanpa
komunikasi manusia akan terisolasi ( terkucil ).
Ketika kita berbicara, maka yang terjadi sesungguhnya ketika sedang berperilaku,
berkomunikasi dengan bahasa terucapkan. Bila kita tersenyum, melambaikan tangan,
berwajah garang, muram, atau anggukkan atau geleng kepala itu juga berkomunikasi
melalui bahasa isyarat, juga berperilaku. Perilaku ini acapkali digunakan manusia untuk
mengkomunikasikan sesuatu yang mengandung arti tertentu kepada orang lain.
Budaya menunjukkan bangsa, demikian kata pepatah. Budaya merupakan cara manusia
hidup. Berkomunikasi, kegiatan ekonomi, politik, sosial, kebiasaan makan, penggunaan
bahasa, persahabatan dan teknologi merupakan kegiatan berdasarkan pola-pola budaya.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat, budaya didefenisikan secara
formal sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,
hirarkhi, agama, waktu, peranan, hubungan ruang dan konsep alam semesta.
Budaya dan komunikasi. Keanekaragaman budaya berpengaruh pula beranekaragamnya
praktek-praktek komunikasi, karenanya maka budaya merupakan landasan
berkomunikasi. Bagaikan ikan dengan air, budaya dan komunikasi tidak adapat
dipisahkan, karena budaya selain menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa
( message ) dan bagaimana orang menyandi ( to code ) pesan, juga memberi makna
pesan yang disampaikan dan kondisi pengiriman pesan serta cara memperhatikan dan
menafsirkan pesan / informasi.
Komunikasi antar budaya lebih cenderung dikenal sebagai perbedaan budaya dalam
mempersepsi obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian, di mana masalah-masalah kecil
dalam komunikasi sering diperumit oleh adanya perbedaan-perbedaan persepsi dalam
memandang masalah itu sendiri. Dalam hal ini komunikasi antar budaya diharapkan
berperan memperbanyak dan memperdalam persamaan dalam persepsi dan pengalaman
seseorang. Namun demikian karakter budaya cenderung memperkenalkan kita kepada
pengalaman pengalaman yang berbeda sehingga membawa kita kepada persepsi yang
berbeda-beda atas dunia eksternal kita.
Bahasa verbal maupun non verbal dalam komunikasi memang dapat dipelajari, namun
tetap saja keterbatasan individual berperan dalam keberhasilan komunikasi antar budaya.
Perbendaharaan kata, tata bahasa dan fasilitas verbal belum cukup.
Maka pemahaman dan penguasaan bahasa isyarat ( non verbal ) seperti : gerak-gerik
anggota tubuh dan ekspresi wajah, maupun isyarat halus dari nada suara, kemungkinan
akan ditafsirkan secara salah dan memungkinkan orang lain tersinggung perasaanya,
tanpa kita tahu mengapa hal itu terjadi.
Pola komunikasi suatu masyarakat tertentu merupakan bagian dari keseluruhan pola
budaya dan dapat dipelajari / dipahami dalam konteks bahwa pola-pola komunikasi yang
menjadi pengamatan kita diseluruh dunia adalah kumpulan dari adat istiadat yang selama
ini kita anggap sepele dan tidak berarti.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/318366233.rtf
III.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/318366233.rtf
irasional biasanya bertindak tanpa logika dan dimungkinkan sebagian besar oleh suatu
respons emosional, sedangkan perilaku nonrasional tidak berdasarkan logika, dan tidak
bertentangan dengan pertimbangan masuk akal, semata-mata dipengaruhi oleh budaya
atau subkultur seseorang. Berbagai peristiwa seperti Sambas, Sampit, Poso, Ambon, Aceh
Banyuangi bisa dikategorikan kedalam jenis ini, suatu ketika kita sadar mengapa
melakukan perilaku ini, dan para individu yang terlibat juga kadang tidak sadar dan
percaya mengapa melakukan. Bahkan mungkin dipengaruhi oleh prasangka yang berat
sebelah memandang perbedaan kultur. Bahkan pertentangan politik dapat dibawa ke
lembaga mental psikologis, karena perilaku mereka sering dianggap irasional ataupun
non rasional. ( contoh PKB, Golkar, Muhammadyah di Jatim ).
Faktor penting lainnya pemicu gegar budaya, manakala kita tidak memahaminya adalah
TRADISI. Tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu tatanan mental yang
berpengaruh kuat atas sistem moral untuk menilai apa yang dianggap benar atau salah,
baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Suatu budaya diekspresikan
dalam tradisi, tradisi yang memberikan para anggotanya suatu rasa memiliki dalam suatu
keunikan budaya. Tradisi juga dimiliki oleh suatu organisasi sipil, militer, agama dan
suatu kelompok masyarakat ( perhatikan ucapara keprotokolan mereka ! ).
Tradisi walaupun merupakan norma dan prosedur yang harus ditaati bersama, juga harus
menyesuaikan dengan perkembangan jaman, pengetahuan dan teknologi menuju
terciptanya budaya global.
Perbedaan-perbedaan budaya dengan segala keunikannya, merupakan pemicu benturan
budaya , bila manager kosmopolitan yang multicultural tidak mampu mencermati
perobahan jaman. Mereka harus mampu menghargai dan mampu berkomunikasi dengan
kelompok budaya yang ada dalam wewenang manajerialnya. Tidak memaksakan sikapsikap ( attitudes ) dan pendekatan-pendekatan budaya yang dimilikinya terhadap orang
lain. Sikap menghargai budaya oranglain yang beda merupakan syarat kepemimpinan
multi budaya dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sikap ini mutlak
dimiliki bila tidak ingin disebut Pemimpin Etnosentrisme.
IV.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/318366233.rtf
komunikasi silang budaya melalui harmoni dan sinerji, bahkan melakukan kolaborasi
budaya dilingkungan kerjanya.
Proses pembelajaran, pengayaan, dan pengalaman bagi para pemimpin dapat dan harus
dilakukan terus menerus sesuai perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi
komunikasi global, dimana dunia semakin sempit, negara tanpa batas (borderless state)
dan berkembangnya informasi maya ( melalui internet ).
Kesadaran para pemimpin dan pemuka masyarakat bahwa budaya dan perilaku seseorang
atau golongan adalah relatif, karenanya untuk menyiasati agar komunikasi lintas budaya
berjalan serasi dan harmonis pemimpin harus luwes dan luas ( visioner ) dalam
berinteraksi dengan orang lain yang menjadi bawahan, rakyat, kawula, warga, pengikut
ataupun anggota suatu kelompok masyarakat.
V.
PENUTUP
1. Dengan bekal pemahaman dan luasnya pengetahuan tentang komunikasi antar
budaya, berarti kita memiliki kemampuan pribadi dan keterampilan managerial yang
dapat diandalkan dalam memahami oranglain, mampu menempatkan diri dalam posisi
budaya oranglain dengan tetap menjaga jatidiri budaya sendiri ( adaptasi, toleransi,
harmoni dan sinergi budaya ).
2.
Perbedaan tradisi, budaya dan berbagai perilaku subkultur tertentu dalam kelompok
masyarakat dapat dijadikan alat perekat membangun kebersamaan ( togetherness )
untuk tujuan dan tercapainya kepentingan bersama atas dasar saling peduli, saling
menghormati dan saling mempercayai sesama anak bangsa.
3.
Komunikasi antar ( silang / lintas ) budaya bagi bangsa Indonesia sangat penting
untuk dipahami oleh segenap komponen bangsa, mengingat negara dan bangsa
Indonesia terdiri dari kepulauan yang dihuni oleh berbagai etnis dengan anekaragam
budaya, tradisi dan memeluk agama yang beraneka ragam. Pemahaman ini sangat
penting utamanya dalam menyikapi pelaksanaan otonomi daerah yang sering
dijangkiti pandangan etnosentrisme sempit.
4.
5.
6.
Kata kunci yang sangat penting dalam komunikasi antar berdaya adalah
KETULUSAN dalam komunikasi dialogis setiap komponen dan anggota kelompok
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/318366233.rtf
budaya, yang diiringi oleh sikap pribadi yang bebas dari rasa permusuhan dan
prasangka.
Semoga bangsa kita mampu dan mau keluar dari buruk sangka dan pertentangan
kepentingan kelompok SARA yang sesungguhnya hanyalah merupakan pemborosan
energi dan waktu belaka. Masih banyak karya kreatif dan inovatif yang dapat
diabdikan bagi bangsa dan negara tercinta.
Medan, 8 Maret 2001
Alamat :
Jln. Adinegoro No. 14
Medan 20235
E. mail : ark_infokom@plasa.com
AR. K A D I R
Pemerhati Komunikasi Politik
dan Irama Kehidupan
Mantan Ka. Kanwil Deppen SU.
Komunikasi Antar Budaya, cetakan kelima Pebruari 2000 ( DR. Deddy Mulyana,
MA, - Drs. Jalaluddin Rakhmad, M.Sc ).
2.
The Leader of The Future, cetakan kedua Agustus 1997 ( Frances Hesselbein,
Marshall Goldsmith, Richard Beck hards editor ).
3.
Leadership and The New Science, cetakan pertama, Mei 1997 ( Margaret J.
Wheatley ).
4.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/318366233.rtf