Anda di halaman 1dari 33

BAB1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Masalah pada kehamilan yang paling sering dijumpai adalah abortus dan

kelahiran prematur dengan masing angka kejadian berkisar antara 16 21 % dari


kehamilan dan angka kejadian untuk kelahiran prematur di Indonesia belum ada.
Namun walaupun keadaan ini sering ditemukan penatalaksanaannya kebanyakan
masih secara empirik, biasanya dianjurkan tirah baring dan terapi medikamentosa
berupa obat-obatan berupa progestogen dan obat penghambat kontraksi uterus yang
mana manfaat pemberian obat-obatan tersebut masih terjadi silang pendapat.1
Etiologi abortus dapat disebabkan oleh faktor janin, faktor maternal dan faktor
faternal. Faktor maternal yang dapat menyebabkan abortus spontan adalah infeksi,
penyakit kronis, kelainan hormonal, pemakaian obat-obatan dan faktor lingkungan.
Kelainan hormonal memberikan kontribusi sebagai penyebab abortus dan kelahiran
prematur sebesar 35 % - 50 % hal yang diduga oleh kurang adekuatnya fungsi korpus
luteum sehingga menyebabkan kadar progesteron yang rendah.2
Progesteron adalah satu-satunya hormon yang perlu ditambahkan untuk
mempertahankan kehamilan. Progesteron telah digunakan dalam upaya untuk
mencegah abortus mengancam, abortus berulang dan kelahiran prematur. Namun,
mekanisme dimana hormon ini memberikan kontribusi untuk pemeliharaan
kehamilan mungkin berbeda dalam trimester pertama, kedua dan ketiga. Disamping
itu, efek endokrin

progesteron memainkan peran dalam

immuno-modulasi.
1

Beberapa penelitian membuktikan bahwa progesteron menghambat stimulasimitogen


proliferasi limfosit, memperpanjang allograft, memodulasi produksi antibodi,
menurunkan letupan oksidatif limfosit, menurunkan produksi sitokin proinflamasi
oleh makrofag sebagai respon terhadap produk bakteri dan mengubah sekresi sitokin
klon sel-T untuk mendukung produksi IL-10.3.belum
Saat ini sudah tersedia sedian progesteron yang sangat mirip dengan
progesteron yang dihasilkan oleh di korpus luteum, yang dapat diberikan secar oral,
injeksi dan supositoria. Pada pemberian progesteron secara oral dapat di absorbsi dari
traktus gastrointestinal tetapi dimetabolisme secara cepat di usus halus dan hati. Oleh
karena bioavaillabilitas yang rendah dan bervariasi biasanya progesteron diberikan
secara intramuskuler (IM) atau secara supositoria baik vaginal ataupun rektal.1

BAB 2
2

DAFTAR PUSTAKA

2.1.

Definisi Abortus
Menurut Prawirohardjo abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.4
2.2.

Epidemiologi Abortus
World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 210 kematian

wanita tiap 100.000 kelahiran hidup akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di
tahun 2013. Sedangkan jumlah total kematian wanita di tahun 2013 adalah
sebesar 289.000 kematian. Jumlah ini telah menurun sebesar 45% bila
dibandingkan tahun 1993 dimana Maternal Mortality Ratio (MMR) pada tahun
tersebut sebesar 380 dan jumlah kematian wanita sebesar 523.000. Negara
berkembang memiliki jumlah MMR empat belas kali lebih tinggi dibandingkan
negara maju.5
Abortus menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kematian ibu di
Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 sebesar 2%

disamping

penyebab

lainnya

seperti Eklampsia (39 %), Perdarahan (31 %) disebabkan oleh faktor anemia ibu
hamil, Infeksi (6%), Partus lama (1%) dan penyebab lainnya.6
Dalam laporan Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2010 disebutkan
bahwa presentase abortus dalam periode lima tahun terakhir adalah sebesar 4%
pada perempuan pernah menikah usia 10-59 tahun. Dilihat per provinsi, angka ini
3

bervariasi mulai terendah 2,4% yang terdapat di Bengkulu sampai dengan yang
tertinggi sebesar 6,9% di Papua Barat. Terdapat 4 provinsi yang memiliki angka
kejadian lebih dari 6% dengan urutan teratas yaitu Papua Barat, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Selatan masing-masing 6,3%, serta Sulawesi Selatan
sebesar 6,1%. Di DKI Jakarta angka kejadiannya sebesar 5,5%.7,8
2.3.

Patofisiologi Abortus
Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti

oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi


terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan bagian benda asing dalam
uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu

biasanya

dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara


mendalam.

Pada

kehamilan

antara

8-14

minggu

villi

koriales

menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan


sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14
minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah
janin, disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang telah lengkap
terbentu. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil
konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa

bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin lahir-mati atau
dilahirkan hidup.4
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia
dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisanya
terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah
molaa tuberose; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi
hematoma antara amnion dan korion.4
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh
sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat
lebih lanjut Ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).4
Kemungkinan lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah

terjadinya maserasi: kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut


membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.4
2.4.

Klasifikasi Abortus
Menurut terjadinya, Prawirohardjo (2008) membagi abortus menjadi tiga

jenis, yaitu:4
a. Abortus provokatus didefinisikan sebagai prosedur untuk mengakhiri
kehamilan yang tidak diinginkan baik oleh orang-orang yang tidak
memiliki ketrampilan yang diperlukan atau dalam lingkungan yang tidak
5

memenuhi standar medis minimal atau keduanya.


b. Abortus terapeutik adalah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Pertimbangan demi menyelamatkan nyawa ibu dilakukan oleh
minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan,
spesialis Penyakit Dalam, dan spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah
pertimbangan oleh tokoh agama terkait.
c. Abortus Spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa
adanya tindakan apa pun. Berdasarkan gambaran kliniknya, dibagi
menjadi berikut:
1. Abortus Imminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup
dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
2. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
3. Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.
4. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan

masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.
5. Missed Abortion
Abortus

yang

ditandai

dengan

embrio

atau

fetus

telah

meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu namun


keseluruhan hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu
atau lebih
6. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak
sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan
keguguran/abortus secara berturut-turut.
7. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus Infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat
genitalia. Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi
pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau
peritonitis). Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan
abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang
memperhatikan asepsis dan antisepsis.

2.5.

Etiologi Abortus
Penyebab

abortus

merupakan

gabungan

dari

beberapa

faktor.

Umumnya abortus didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata, dkk


(2005) penyebab abortus antara lain:9
1. Faktor lain
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta.
Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama,
yakni:
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio,
atau kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
b. Embrio dengan kelainan lokal.
c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
2. Faktor Maternal
a. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti,
apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme penyebabnya.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus:

Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus,


virus herpes

simpleks, varicella zoster, vaccinia,


campak, hepatitis,

polio, dan ensefalomielitis.


Bakteri, misalnya Salmonella typhi.
Parasit,
misalnya
Toxoplasma

gondii,

Plasmodium
b. Penyakit vaskular, misalnya hipertensi vaskular
c. Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin
d. Faktor Imunologis
Ketidakcocokan (inkompatibilias) system HLA (Human Leukocyte
Antigen).
e. Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah
trauma tersebut, misalnya akibat trauma pembedahan. Pengangkatan
ovarium

yang

mengandung

korpus

luteum gravidarum sebelum

minggu ke-8. Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada


saat hamil.
f. Kelainan Uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks
inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerata.
g. Faktor Psikosomatik
3. Faktor Eksternal

1. Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat
merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan
keguguran
2. Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain. Sebaiknya tidak
menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali
telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan janin,
atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.
2.6.

Gejala Klinis Abortus

Gejala klinis pada masing-masing klasifikasinya meliputi:4


1. Abortus Imminens
Abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulassedikit
atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri
masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes
kehamilan urin masih positif.
2. Abortus Insipien
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia
kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dengan tes urin
kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus
yang masih sesuai dengan usia kehamilan, gerak janin dan gerak jantung masih

10

jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan
serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan
plasenta dari dinding uterus.
3. Abortus Kompletus
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus
sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan
usia kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan
secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih
positif

sampai 7-10

hari

setelah

abortus.

Pengelolaan

penderita

tidak

memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi


roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak
perlu diberikan.
4. Abortus Inkompletus
Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana
pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan
biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung
pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih
terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan
anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
5. Missed Aborsi
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali
11

merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila


kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan
rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali dengan
abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu
minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG
akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus
diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjedalan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase.
6. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia,
perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta
nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila
sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi,
menggigil, dan tekanan darah turun.
2.7.

Diagnosis Abortus
a) Klinis
Dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum
12

(termasuk

panggul)

pada

setiap

pasien

untuk menentukan

kemungkinan

diperlukannya pemeriksaan laboratorium tertentu atau pemeriksaan lainnya


untuk mendeteksi adanya penyakit atau status defisiensi.10
b) Laboratorium
Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna.
Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi biakan dan uji
kepekaan mukosa serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada infeksi)
dan pemeriksaan darah lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar
progesterone berguna untuk mendeteksi kegagalan korpus luteum. Jika terdapat
perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan pencocokan
silang serta panel koagulasi.10
2.8.

Penatalaksanaan Abortus

2.8.1. Tatalaksana Umum11


1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tandatanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
2. Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <90
mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok. Jika tidak terlihat
tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk
dengan cepat
3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
13

4. Segera rujuk ibu ke rumah sakit .


5. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
6. Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.
2.8.2. Tatalaksana Khusus11
Abortus Iminens
1. Pertahankan kehamilan.
2. Tidak perlu pengobatan khusus.
3. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
4. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4
5.

minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.


Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.

Abortus Insipiens
1.

Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa tidak


nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi mengenai

2.

kontrasepsi pascakeguguran.
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus. Jika

evakuasi tidak dapat dilakukan segera:


Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
Rencanakan evakuasi segera.
3. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa hasil
konsepsi dari dalam uterus.
Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi
14

4. Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila


kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
5. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
6. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin
setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
Abortus Inkomplit
1. Lakukan konseling.
2. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi
yang mencuat dari serviks.
3. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan
evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang
dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia.
Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM
(dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
4. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin
dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes
per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi.
5. Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
6. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
7. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin

15

setelah 24 jam. BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.

Abortus Komplit
1. Tidak diperlukan evakuasi lagi.
2. Lakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional dan menawarkan
kontrasepsi pasca keguguran.
3. Observasi keadaan ibu.
4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah.
5. Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu
Missed Abortion
1. Lakukan konseling.
2. Jika usia kehamilan <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
3. Jika usia kehamilan >12 minggu namun <16 minggu: pastikan serviks
terbuka, bila perlu lakukan pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan
kuretase. Lakukan evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
4. Jika usia kehamilan 16-22 minggu: lakukan pematangan serviks. Lakukan
evakuasi dengan infus oksitosin 20 unitdalam 500 ml NaCl 0,9%/Ringer
laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
Bila dalam 24 jam evakuasi tidak terjadi, evaluasi kembali sebelum
merencanakan evakuasi lebih lanjut.
5. Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam.
Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
6. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
7. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin
16

setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
2.9.

Definisi Preterm Labour


Definisi persalinan preterm menurut WHO adalah persalinan yang terjadi

antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 miggu, dari haid dari hari
pertama haid terakhir pada siklus 28 hari.12
2.10. Epidemiologi Preterm Labour
Persalinan prematur menjadi perhatian utama dalam bidang obstetrik
karena erat kaitannya degan morbiditas dan mortalitas perinatal dan peralinan
prematur merupakan penyebab utama yaitu 60-80% morbiditas dan mortalitas
neonatal diseluruh dunia.13 Dan angka kejadian prematur di Amerika Serikat
sekitar 8-10% dan di Indonesia kejadiannya 16-18% dari semua kelahiran hidup.
Pada tahun 2005 angka kejadian persalinan prematur di rumah sakit Indonesia
semakin banyak 3142 kasus dan pada tahun 2006 yaitu sebanyak 3063 kasus. 13
Data di RSUP H.Adam Malik Medan menunjukkan jumlah bayi yang dilahirkan
pada tahun 2007 sebnyak 527 bayi dan 63 bayi (11,95) dilahirkan dengan
kondisi prematur, yang merupakan kelahiran bayi yang sangat rentan terhadap
kematian yang nantinya dapat meningkatkan angka kematian bayi diindonesia
khususnya Sumatera Utara.14
2.11. Klasifikasi Preterm Labour
Menurut kejadiannya, persalinan preterm digilongkan menjadi
yaitu:15
17

1. Idiopatik/Spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui,
oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik. Sekitar
12,5% persalinan preterm spontan didahului oleh ketuban
pecah dini (KPD), yang sebagian besar disebabkan factor
infeksi (korioamnionitis).
2. Iatrogenik /Elektif
Persalinan preterm buatan/iatrogenik disebut juga sebagai
elective preterm.
Menurut usia kehamilan persalinan preterm diklasifikasikan
dalarn:15
I. Preterm kurang bulan: usia kehamilan 32 36 minggu
2. Very preterm /sangat kurang bulan: usia kehamilan 28 32 minggu
3. Ekstremely Preterm/Ekstrem kurang bulan: usia kehamilan 20-27
minggu
Menurut berat badan lahir, bayi kurang bulan dibagi dalam kelompok:15
1. Berat badan lahir rendah: Berat badan bayi 1500 2500 gram
2. Berat badan lahir sangat rendah: Berat badan bayi 1000 1500 gram
3. Berat badan lahir ekstrim rendah: Berat badan bayi <1000 gram
2.12. Faktor Risiko Preterm Labour
Persalinan preterm dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
ras dan keadaan sosioekonomi, sehingga sulit diatasi. Di negara maju

18

yang

sosioekonominya

baik,

kejadiannya

malah

cenderung

meningkat karena induksi persalinan (elektif) yang ditujukan untuk


keselamatan janin, ibu atau keduanya. Risiko juga men ingkat akibat
pemakaian

obat-obatan

induksi

ovulasi

yang

meningkatkan

kehamilan multifetus. Risiko tertinggi persalinan preterm adalah


riwayat persalinan preterm.12
2.13.

Etiologi dan faktor Predisposisi Preterm Labour


Persalinan

multifaktorial.

prematur
Kombinasi

merupakan
keadaan

kelainan
obstetrik,

proses

yang

sosiodemografi,

danfaktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan


prematur. Banyak kasus persalinan premature sebagai akibat proses
patogenik yang merupakan mediator bikimiawi yang mempunyai
dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu: 12
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada
ibu maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi
asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat
menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan prematur atau
seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan

19

belum genap bulan


Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan
preterm adalah:4
a. Janin dan plasenta
Perdarahan trimester awal
Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta,
vasa previa)
Ketupan pecah dini
Pertumbuhan janin terhambat
Cacat bawaan janin
Kehamilan ganda/gameli
Polihidramnion

b. Ibu
Penyakit berat pada ibu
Diabetes mellitus
Preeklamsia
Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine
Penyakit infeksi dengan demam
Stress psikogenik
Kelainan bentuk uterus/serviks
Riwayat persalinan preterm
Abortus berulang
Inkompetensi serviks
Pemakaian obat narkotik
Trauma
Perokok berat
Kelainan imunologi
2.14. Diagnosis Preterm Labour
Menegakkan diagnosis persalinan preterm terlalu cepat atau
lambat mempunyai risiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas
neonatus. Pada kenyataannya kurang dari 50% ibu hamil yang
didiagnosis mengalami persalinan preterm melahirkan bayinya
20

dalam

minggu

setelah

diagnosis

ditegakkan.

Hal

ini

menunjukkan bahwa tidak mudah menentukan diagnosis persalinan


preterm.12
Diagnosis persalinan preterm dapat dilakukan dengan:12
1. Anamnesis: penentuan usia kehamilan, faktor risiko (riwayat
obstetri, perdarahan, infeksi)
2. Gejala dini persalinan preterm
Nyeri perut bawah dan/atau kram dan/atau pelvic pressure
Nyeri pinggang belakang
3. Tanda persalinan preterm
Kontraksi uterus: intensitas, frekuensi, durasi.
His yang regular dengan interval tiap
8-10 menit yang
disertai perubahan serviks. Prediksi persalinan preterm yang
hanya berdasarkan kontraksi uterus sulit karena:
a. Hanya 15% kontraksi tampak pada gambaran

kardiotokografi (KTG).
b. Pada kehamilan biasa terjadi kontraksi Braxton-Hicks
Kriteria Creasy dan Heron:
Kontraksi uterus 4 kali dalam 20 menit atau 8kali dalamsatu jam dan

disertai dengan salah satu keadaan di bawah ini


Pecahnya kantung amnion
Pembukaan serviks 2 cm
Perdarahan serviks >50%
Peningkatan duh vagina
Perubahan serviks
USG abdominal, transvaginal, transperineal
Perdarahan (bercak bercampur lendir
Pemeriksaan fibronektin fetus
2.15. Tatalaksana Preterm Labour

21

2.15.1.Tatalaksana Umum11
1. Tatalaksana utama mencakup pemberian tokolitik, kortikosteroid, dan
antibiotika profilaksis. Namun beberapa kasus memerlukan
penyesuaian.
2.15.2.Tatalaksana Khusus11
1. Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu
diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam
sesuai kondisi kehamilan:
Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu
Pembukaan > 3 cm
Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia,
atau perdarahan aktif
Ada gawat janin
Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang
kemungkinan hidupnya kecil
2. Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik,
kortikosteroid, dan antibiotika jika syarat berikut ini terpenuhi:
Usia kehamilan antara 24-34 minggu
Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
Tidak ada korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia, atau
perdarahan aktif
Tidak ada gawat janin
3. Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk memberikan
kesempatan pemberian kortikosteroid. Obat-obat tokolitik yang
digunakan adalah:
Nifedipin: 3 x 10 mg per oral, atau
Terbutalin sulfat 1000 g (2 ampul) dalam 500 ml larutan infus NaCl
0,9% dengan dosis awal pemberian 10 tetes/menit lalu dinaikkan 5

22

tetes/menit tiap 15 menit hingga kontraksi hilang, atau


Salbutamol: dosis awal 10 mg IV dalam 1 liter cairan infus 10 tetes/
menit. Jika kontraksi masih ada, naikkan kecepatan 10 tetes/menit
setiap 30 menit sampai kontraksi berhenti atau denyut nadi >120/
menit kemudian dosis dipertahankan hingga 12 jam setelah kontraksi
hilang
4. Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Obat pilihannya
adalah:
Deksametason 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4 kali, atau
Betametason 12 mg IM setiap 24 jam sebanyak 2 kali
5. Antibiotika profilaksis diberikan sampai bayi lahir. Pilihan antibiotika
yang rutin diberikan untuk persalinan preterm (untuk mencegah
infeksi streptokokus grup B) adalah:
Ampisilin: 2 g IV setiap 6 jam, atau
Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam, atau
Klindamisin: 3 x 300 mg PO (jika alergi terhadap penisilin)
6. Antibiotika yang diberikan jika persalinan preterm disertai dengan
ketuban pecah dini adalah eritromisin 4x400 mg per oral
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan persalinan adalah
sebagai berikut:
Lakukan seksio sesarea bila janin lintang
Persiapan resusitasi/konsul dokter anak untuk perawatan bayi
berat lahir rendah:
- Prinsipnya adalah mencegah hipotermia
- Jaga suhu ruang tempat melahirkan agar tidak kurang dari 250C
- Keringkan bayi dan jauhkan handuk yang basah
23

- Letakkan bayi pada dada ibu


- Periksa nafas dan denyut jantung bayi
- Pakaikan bayi topi dan kaos kaki
- Bungkus bayi dengan plastik
- Selimuti Ibu dan bayi dan dijaga agar tetap hangat
- Lakukan IMD satu jam pertama kelahiran
8. Untuk menghangatkan bayi, perawatan metode kanguru dapat
dilakukan bila syarat-syarat di bawah ini dipenuhi:
Bayi tidak mengalami kesulitan bernapas
Bayi tidak mengalami kesulitan minum
Bayi tidak kejang
Bayi tidak diare
Ibu atau keluarga bersedia, dan tidak sedang sakit
2.16. Progesteron Dalam Kehamilan
Fungsi progesteron dalam memelihara kehamilan dimulai dengan menjadikan
endometrium fase sekresi setelah terjadi priming oleh estrogen untuk persiapan
inplantasi, menurunkan tonus otot polos sehingga uterus relaksasi, meningkatkan
kepekaan otot uterus terhadap relaksin, bersama estrogen mempersiapkan payudara
untuk laktasi dan berfungsi menjaga keseimbangan imunologis melalui protein yang
dinamakan Progesterone-induced blocking factor ( PIBF) yang menghambat
menghambat aktivitas sel Natural Killer (NK). Pada abortus spontan yang terjadi
pada manusia telah dibuktikan adanya hubungan peningkatan produksi sitokin yang
24

bersifat sitotoksik yang dihasilkan oleh sel T helper (Th)1 yaitu interleukin (IL)-2 dan
Interferon (IFN)-? dan Tumour necrosis factor (TNF)- yang berpengaruh buruk
terhadap kehamilan, sedangkan sitokin yang dihasilkan oleh Th2 yaitu IL-4,IL-6,IL-5
dan IL-10 yang bermanfaat dalam menjaga kelangsungan kehamilan kadarnya terjadi
penurunan. Jadi kelangsungan kehamilan tergantung dengan hasil keseimbangan
antara aktifitas Th1 dan Th2 yang merupakan penampakan polarisasi sel
mononukleus pada darah tepi yaitu sel T helper.15

2.17.

Keamanan dan Toleransi


Progestin sintetis, termasuk 17OHP-C telah berkaitan dengan efek samping

yang kurang diinginkan dibanding dengan progesteron alami, termasuk perubahan


suasana hati, sakit kepala, kembung, sakit perut, nyeri perineum, sembelit, diare,
mual, muntah, nyeri sendi, depresi, penurunan gairah seks, kesulitan atau nyeri
berhubungan seksual, gugup, mengantuk, pembesaran payudara, nyeri payudara,
nokturia, disuria, poliuria, Infeksi saluran kemih, alergi, kelelahan, pusing, gatal pada
kelamin, infeksi jamur, keputihan, demam, gejala flu, sakit punggung, sakit kaki,
gangguan tidur, inflamasi sinus, infeksi pernafasan atas, asma, jerawat dan pruritus.
Penelitian Meis dkk, efek samping yang tidak diinginkan adalah nyeri di tempat
suntikan (35%), pembengkakan tempat suntikan (17%), urtikaria (12%), pruritus
(8%), pruritus tempat suntikan (6%), mual (6%), memar (6%), nodul tempat suntikan
(4%), dan muntah (3%).16
25

Meis dan Heinonen melaporkan secara statistik yang tidak signifikan terjadi
peningkatan aborsi dan lahir mati pada wanita yang menerima progesteron. Dalam
studi retrospektif menunjukkan aborsi spontan jarang terjadi pada kehamilan 24
minggu (0,9%), lahir mati (0,5%), dan kematian neonatal (0,4%) pada wanita yang
menerima profilaksis progesteron untuk mencegah PTB. Penyelidikan lebih lanjut
diperlukan untuk mengevaluasi validitas dari kekhawatiran ini.16
Tidak terdapat data pada manusia mengenai hasil jangka panjang wanita dan
bayi yang terkena progesteron dalam-rahim sampai paling artikel terbaru yang
dipublikasikan oleh percobaan NICHD melaporkan 4 tahun pengawasan dari anakanak yang terpapar 17OHP-C di dalam rahim. Anak-anak usia 30-64 bulan pada saat
pengkajian tindak lanjut. Dari 348 anak-anak yang bertahan, 278 (80%) yang dapat
untuk evaluasi (194 17OHP-C, 84 plasebo). Tidak ada perbedaan yang signifikan
terlihat pada status kesehatan dan kondisi, atau pemeriksaan fisik, termasuk anomali
kelamin antara anak-anak yang terpapar 17OHP-C dan plasebo. Pengawasan
perkembangan termasuk komunikasi, motorik kasar, motorik halus, pemecahan
masalah, masalah pribadi-sosial didapatkan tidak signifikan antara 17OHP-C dan
kelompok plasebo. Ada beberapa kekhawatiran tentang vehikulum dan castor oil
digunakan dalam IM 17OHP-C. castor oil dapat menginduksi persalinan dengan
merangsang pelepasan prostaglandin,yang mungkin meniadakan efek potensial yang
menguntungkan dari IM 17-OHP-C.16
2.18.

Keuntungan Pemberian Progesteron Vaginal

26

Pemberian progesteron pervaginam menghasilkan transformasi endometrium


yang fisiologis, keadaan ini tidak terbukti pada pemberian progesteron i.m. atau per
oral. Pada pemberian i.m kelenjar dan stroma tidak sinkron, dan kelenjar cenderung
menunjukkan rigid structure (struktur yang kaku) bukan struktur coil sebagaimana
seharusnya pada endometrium fase sekresi. Hal ini mungkin disebabkan karena
progesteron mencapai uterus secara langsung pada pemberian pervaginam tanpa
melalui hati. Efek first uterine pass dengan observasi bahwa konsentrasi
progesteron di uterus dapat mencapai angka maksimal dengan kadar serum perifer
yang rendah. Efek ini tidak terbatas pada endometrium saja; efek pada aktivitas uterus
dapat pula diobservasi menggunakan sonografi M-mode. Setelah pemberian
progesteron, kontraksi uterus menurun dan kadar progesteron meningkat pada
pemeriksaan darah. Hal ini selanjutnya berhubungan dengan angka implantasi dan
kehamilan yang lebih tinggi. Tim yang sama juga menunjukkan bahwa kontraksi
uterus menurun perlahan-lahan 7 hari setelah induksi ovulasi dengan hCG, sampai
transfer embryo. Kira-kira 4,6 kontraksi /menit diukur pada hari pemberian hCG. 3,5
kontraksi/menit 4 hari kemudian dan 1,5 kontraksi/menit 7 hari kemudian.
Kesimpulan yang dapat diambil dari data ini adalah suplementasi harus dimulai pada
hari pengambilan oosit atau 1 hari kemudian sebelum transfer embryo pada hari ke2. Hal ini didukung oleh penelitian lain yang menunjukkan bahwa pada human ex
vivo uterine perfusion model difusi lengkap pada miometrium terjadi dalam 6 jam
setelah pemberian progesteron vaginal. Histerosalfingografi dari uterus dan tuba
menunjukkan bahwa mekanisme aktif mungkin terlibat dalam transport progesteron
27

disamping difusi langsung. Pertukaran aliran juga tampak pada transport progesteron
dalam perfusi utero-vaginal. Konsentrasi zat yang disuntikan ke dalam pembuluh
darah ovarium lebih tinggi secara siginifikan pada arteri ipsilateral ovarium dibanding
arteri kontralateral ovarium atau vena perifer, aliran zat sepanjang concentration
gradient ditetapkan antara arteri yang berdekatan satu sama lain, dan membawa darah
mengalir dalam arah yang berlawanan.

Mekanisme ini menjelaskan mengapa

konsentrasi progesteron pada uterus 14 kali lebih banyak dibanding perifer pada
pemberian pervaginam; rasio setelah pemberian i.m cenderung sekitar 1 : 1.17
Berdasarkan data ini, pemberian pervaginam menyerupai transformasi
endometrial yang fisiologis dibanding pemberian i.m., dengan penurunan aktivitas
uterus dan peristaltik. Dari sudut pandang ini, potensial implantasi endometrium pada
pemberian progesteron pervaginam paling tidak sama dengan progesteron i.m. Jadi,
dari data yang tersedia, pemberian progesteron pervaginam tidak memperlihatkan
keburukan.17
2.19.

Penggunaan Progesteron Pada Kasus Abortus


Penelitian yang dilakukan Adnan, dkk., mereka melakukan penelitian secara

randomised, double blind, placebo-controlled yang mengikut sertakan 64 sampel.


Setelah randomisasi sederhana secara tersamar ganda didapatkan kelompok pertama
sebanyak 32 peserta mendapat terapi progesteron 400 mg (Cyclogest) dan
kelompok kedua sebanyak 32 peserta mendapat terapi plasebo masing-masing berupa
pessary vaginal sekali sehari selama 7 hari. Dilakukan pemengambilan darah vena
sebanyak 6 ml untuk pemeriksaan hormonal Progesteron, Estradiol dan hCG
Semua peserta penelitaian diperlakukan sama dengan anjuran banyak istirahat tirah
28

baring dan diminta untuk mengisi formulir pemantauan keluhan berupa perdarahan
vagimam dan rasa keram/mulas perut bagian bawah setiap hari, dicatat kapan keluhan
menghilang dan terjadi abortus maka penderita disarankan untuk datang ke RS sesuai
yang telah ditentukan. Setelah hari ke delapan peserta diminta datang untuk kontrol
dan dilakukan pemeriksa klinik dan ultrasonografi untuk me nilai keaadaan
kehamilan dan dilakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan hormonal
progesteron , estradiol dan hCG. Sebanyak 47 peserta penelitian yang dapat
dilakukan analisis statistik, yang terdiri dari kelompok yang di terapi Progesteron 400
mg supositoria vaginal sebanyak 25 peserta dan yang diterapi plasebo sebanyak 22
peserta. Setelah perlakuan terdapat perbedaan peningkatan kadar hormonal antara
kelompok progesteron dibandingkan plasebo yaitu sebesar : Progesteron 3,19 10,54
ng/ml Vs 0,174 10,71 ng/ml (TB) , Estradiol 152,62 612,65 pg/ml Vs 21,31
1028,91 pg/ml (TB).1
Lama masa perdarahan pervaginam dan hilangnya rasa mulas/keram perut
bagian bawah pada kelompok progesteron lebih singkat dan secara statistik berbeda
bermakna. Luaran kehamilan berupa abortus spontan pada masa terapi sebesar 4/25
kelompok progesterone berbanding 6/22 kelompok plasebo yang secara statistik tidak
berbeda bermakna. Kesimpulannya yaitu, progesteron 400 mg pessary vaginal 1 kali
sehari bermanfaat mempersingkat masa perdarahan pervaginam dan hilangnya rasa
mulas/kram perut bagian bawah yang berbeda bermakna secara statistik dan
meningkatkan kadar progesteron serum lebih tinggi dibandingkan dengan plasebo
meskipun secara statistik tidak berbeda bermakna.1
29

Penelitian lain yang dilakukan oleh Fakhrolmolouk, et al., yaitu


menentukan

apakah

progesteron

supositoria

efektif

dalam

mempertahankan kehamilan hingga melampaui 20 minggu pada


wanita dengan aborsi yang mengancam. Penelitian uji klinis ini
berupa single-blind dilakukan pada 60 wanita hamil dengan aborsi
yang mengancam. Wanita hamil, yang memiliki perdarahan vagina
sampai 20 minggu kehamilan mereka, dinilai untuk dimasukkan.
Peserta dibagi menjadi dua kelompok dengan alokasi random;
kelompok kontrol, yang tidak menjalani perawatan apapun
dan kelompok kasus. Kelompok kasus diberikan 400 mg progesteron
vaginal supositoria (Cyclogest) setiap hari sampai perdarahan
mereka berhenti dalam waktu kurang dari satu minggu. Peserta
dipantau sampai akhir kehamilan mereka. Perawatan dianggap
berhasil jika kehamilan berlanjut melampaui 20 minggu kehamilan.
masing-masing. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik antara kasus dan kelompok kontrol. Jumlah aborsi dalam
kelompok

kasus

(6

kasus,

20%)

lebih

rendah

dibandingkan

kelompok kontrol yang memiliki 10 aborsi (33,3%). Kesimpulan


didapatkan pada studi ini menunjukkan bahwa tingkat aborsi
berkurang

pada

wanita

yang

diobati

dengan

supositoria

progesteron. Namun, perbedaan secara statistik tidak signifikan.18

30

2.20.

Penggunaan Progesteron dalam Pencegahan Preterm Labour


Wanita dengan gambaran sonografi serviks yang pendek pada pertengahan

trimester berada pada peningkatan risiko untuk kelahiran prematur. Penelitian yang
dilakukan oleh Hassan.et al, dilakukan untuk menentukan efektifitas dan keamanan
menggunakan progesteron vagina gel mikronis untuk mengurangi risiko kelahiran
prematur terkait komplikasi pada wanita dengan sonografi serviks yang pendek.
Penelitian yang dilakukan multisenter, randomized, double-blind, placebo controlled
trial yang terdaftar sebagai wanita asimtomatik dengan kehamilan tunggal dan
sonografi cerviks yang pendek (10-20 mm) pada usia kehamilan 19-23 minggu.
Wanita dipilih secara acak untuk diberikan vagina progesteron gel atau plasebo setiap
hari mulai minggu 20 sampai minggu 42 minggu, pecahnya selaput ketupan atau
persalinan. Hasil; dari 465 yang dilakukan randomisasi, 7 sampel lepas dari
pengawasan dan 458 (Progesterone vaginal gel, n = 235; plasebo, n = 223)
dimasukkan dalam analisis data. Wanita yang bersedia yang menerima progesteron
vagina memiliki tingkat kelahiran prematur yang lebih rendah sebelum minggu 33
daripada mereka yang menerima plasebo (8,9% (n = 21) vs 16,1% (n = 36); risiko
relatif (RR), 0,55; 95% CI, 0.33- 0.92; P = 0,02). Progesteron vagina juga dikaitkan
dengan penurunan tingkat kelahiran prematur yang signifikan sebelum 28 minggu
(5,1% vs10.3%; RR, 0,50; 95% CI, 0,25-0,97;P = 0,04) dan 35 minggu (14,5% vs
23,3%; RR, 0,62; 95% CI, 0,42-0,92; P = 0,02). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu,
pemberian progesteron vagina gel untuk wanita dengan sonografi serviks yang

31

pendek pada pertengahan trimester dikaitkan dengan penurunan tingkat kelahiran


prematur sebesar 45% sebelum minggu 33 kehamilan.19

BAB 3
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Progesteron telah banyak digunakan dalam

mengancam,abortus

pencegahan abortus yang

berulang, dan kelahiran prematur. Pada kasus abortus

Kesimpulannya yaitu, progesteron 400 mg pessary vaginal 1 kali sehari bermanfaat


32

mempersingkat masa perdarahan pervaginam dan hilangnya rasa mulas/kram perut


bagian bawah dan meningkatkan kadar progesteron serum lebih tinggi. Hal ini
dikaitkan dengan adanya progesteron , sel limfosit pada perempuan hamil mengeluarkan
suatu protein yang dinamakan progesterone-induced blocking factor (PIBF) yang
berfungsi sebagai media imunomodulator dan anti abortif.

Sedangkan pada pencegahan kelahiran prematur pemberian vaginal


progesterone gel mulai minggu 20 sampai minggu 42 minggu, pecahnya selaput
ketupan atau persalinan. Pemberian progesteron vagina gel untuk wanita dengan
sonografi serviks yang pendek pada pertengahan trimester dikaitkan dengan
penurunan tingkat kelahiran prematur sebesar 45% sebelum minggu 33 kehamilan.
Hal ini dikarenakan bahwa vaginal progesteron menawarkan keuntungan lain seperti
transformasi fisiologis endometrium dan penurunan kontraksi uterus. Ini adalah
bentuk ideal dari uterus yang merupakan target pemberian progesteron.

33

Anda mungkin juga menyukai

  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Tugas HTN Lanjut
    Tugas HTN Lanjut
    Dokumen18 halaman
    Tugas HTN Lanjut
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Paper Kista Ranula
    Paper Kista Ranula
    Dokumen7 halaman
    Paper Kista Ranula
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Anatomi
    Anatomi
    Dokumen7 halaman
    Anatomi
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Cover Ok
    Cover Ok
    Dokumen1 halaman
    Cover Ok
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Punya Syu
    Punya Syu
    Dokumen9 halaman
    Punya Syu
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Book 3
    Book 3
    Dokumen1 halaman
    Book 3
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Paper Dan Laporan Kasus Interna
    Paper Dan Laporan Kasus Interna
    Dokumen50 halaman
    Paper Dan Laporan Kasus Interna
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Book 5
    Book 5
    Dokumen1 halaman
    Book 5
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Book 6
    Book 6
    Dokumen1 halaman
    Book 6
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Noise Induced Hearing Loss
    Noise Induced Hearing Loss
    Dokumen14 halaman
    Noise Induced Hearing Loss
    mulyadi
    Belum ada peringkat
  • JURNAL
    JURNAL
    Dokumen1 halaman
    JURNAL
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Book 4
    Book 4
    Dokumen1 halaman
    Book 4
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Share Lagu
    Share Lagu
    Dokumen1 halaman
    Share Lagu
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen1 halaman
    Book 1
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Book 2
    Book 2
    Dokumen1 halaman
    Book 2
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Mioma
    Mioma
    Dokumen1 halaman
    Mioma
    Soleh Sundawa
    Belum ada peringkat
  • Meragia
    Meragia
    Dokumen3 halaman
    Meragia
    Soleh Sundawa
    Belum ada peringkat
  • Abs Trakcgf
    Abs Trakcgf
    Dokumen2 halaman
    Abs Trakcgf
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Bersama Lagu
    Bersama Lagu
    Dokumen1 halaman
    Bersama Lagu
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Me La No Genesis
    Me La No Genesis
    Dokumen3 halaman
    Me La No Genesis
    Akbar Taufik
    Belum ada peringkat
  • Bahan Ke 2
    Bahan Ke 2
    Dokumen1 halaman
    Bahan Ke 2
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Hari Ke 2n
    Hari Ke 2n
    Dokumen1 halaman
    Hari Ke 2n
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Paper JJ
    Paper JJ
    Dokumen12 halaman
    Paper JJ
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • TIRZAni
    TIRZAni
    Dokumen22 halaman
    TIRZAni
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Isi IJI
    Isi IJI
    Dokumen28 halaman
    Isi IJI
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Isi IJI
    Isi IJI
    Dokumen28 halaman
    Isi IJI
    NisaNasution
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan Titipan
    Pertanyaan Titipan
    Dokumen4 halaman
    Pertanyaan Titipan
    NisaNasution
    Belum ada peringkat