Referat Pterigium
Referat Pterigium
PENDAHULUAN
Pterigium adalah suatu jaringan yang berbentuk segitiga atau sayap pada
permukaan basement membrane sebagai akibat dari pertumbuhan epitel limbus
yang masuk ke kornea secara sentripetal.1,2 Dimana yang menjadi penyebabnya
bersifat multifaktorial seperti paparan sinar matahari, debu, udara kering ataupun
faktor resiko lainnya yang terlibat sebagai patogenesis.2,3
Pterigium lebih sering ditemui di daerah beriklim tropis dan subtropis.
Prevalensi ini berbeda-beda di antara jenis ras, luas dan lamanya paparan sinar
matahari Prevalensinya semakin tinggi pada daerah ekuator. Angka prevalensi
pterigium sangat besar (0,731%), berkisar 1,2% ditemukan di daerah urban pada
orang kulit putih. dan 23,4% di daerah tropis Barbados pada orang kulit hitam. Di
daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko
timbulnya pterigium 44 lebih tinggi dibandingkan daerah non-tropis, dengan
prevalensi untuk orang dewasa > 40 tahun adalah 16,8%; laki-laki 16,1% dan
perempuan 17,6%.2-4
Pterigium biasanya tidak menimbulkan keluhan. Namun keluhan yang
dapat timbul berupa keluhan mata iritatif, merah, ataupun terjadi gangguan
penglihatan. Berdasarkan tipenya, pterigium terbagi atas : pterigium kecil (tipe 1),
pterigium rekuren tanda keterlibatan zona optik (tipe 2), pterigium rekuren dengan
keterlibatan zona optic. Sedangkan klasifikasi berdasarkan derajatnya mulai dari
derajat I-IV. Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea Stadium
II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belummencapai pupil, tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea. Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium
II
tetapi
tidak melebihi
pinggiran
pupil
mata
dalam
keadaan
cahaya
A. Anatomi Konjungtiva
Secara anatomis konjungtiva merupakan membran mukosa yang
transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva
bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata
dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatanlipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh
sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva
terdiri atas tiga bagian, yaitu :
-
Patofisiologi 7,8
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak
dengan ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan
dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea. Pterigium ini
biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama
untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran
pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum
lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior.
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang
lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di
samping kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar
ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu
pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium
dibandingkan dengan bagian temporal.
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen
dan proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium.
Histopatologi
kolagen
abnormal
pada
daerah
degenerasi
elastotik
menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini
juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan
elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan
oleh elastase.
Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi
subepitel yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H
& E . Berbentuk ulat atau degenerasi elastotic dengan penampilan seperti
cacing bergelombang dari jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan
Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya
normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik
dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.
d)
Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan
aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.
Bila masih baru, banyak mengandung pembuluh darah, warnanya
menjadi merah, kemudian menjadi membran yang tipis berwarna putih dan
stasioner. Bagian sentral melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea
dan menggantikan epitel, juga membran bowman, dengan jaringan elastik dan
hialin. Pertumbuhan ini mendekati pupil. Biasanya didapat pada orang-orang
yang banyak berhubungan dengan angin dan debu, terutama pelaut dan petani.
Kelainan ini merupakan kelainan degenarasi yang berlangsung lama. Bila
mengenai kornea, dapat menurunkan visus karena timbul astigmat dan juga
dapat menutupi pupil, sehingga cahaya terganggu perjalanannya.7
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Identitas pasien sangat perlu untuk ditanyakan. Selain sebagai data
administrasi dan data awal pasien, identitas tertentu juga sangat perlu untuk
mengetahui faktor resiko pterigium. Pterigium lebih sering pada kelompok
usia 20-30 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Riwayat pekerjaan juga sangat
perlu ditanyakan untuk mengetahui kecenderungan pasien terpapar sinar
matahari.7
Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan
berupa mata sering berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan
astigmatisma yang memberikan keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus
berat dapat menimbulkan diplopia. Biasanya penderita mengeluhkan
adanya sesuatu yang tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya
keganasan atau alasan kosmetik. Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas,
gatal, ada yang mengganjal.2,7
2.
Pemeriksaan Fisik
Tajam penglihatan dapat normal atau menurun. Pterigium muncul
sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke
kornea pada daerah fisura interpalpebralis. Deposit besi dapat dijumpai
pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterigium (stokers line).
Kira-kira 90% pterigium terletak di daerah nasal. Perluasan pterigium
dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis,
menyebabkan penglihatan kabur. Gangguan penglihatan terjadi ketika
pterigium mencapai pupil atau menyebabkan kornea astigmatisme pada
tahap regresif.
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head), dan
cap. Bagian segitiga yang meninggu pada pterigium dengan dasarnya ke
arah limbus disebut body, bagian atasnya disebut apex, dan bagian
belakang disebut cap. Subepitelial cap atau halo timbul pada tengah apex
dan membentuk batas pinggir pterigium.1,3,5,7
G. Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang
berwarna
Pinguekula sangat
Gambar 6. Pinguekula
2. Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea
yang cacat. Terdapat Suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus
kornea. Pada pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara
konjungtiva dan kornea.1,3
Gambar 7. Pseudopterigium
Pterigium
Jaringan
Pinguekula
Pseudopterigium
Benjolan pada Perlengketan
fibrovaskular
konjungtiva
konjungtiba
konjungtiva
bulbi
bulbi berbentuk
cacat
Warna
segitiga
Putih
Letak
kekuningan
keabu-abuan
Celah kelopak Celah kelopak Pada
Putih-kuning
bagian
atau
6:
Progresif
Reaksi
bulbi
Putih kekuningan
daerah
yang
terdekat
dengan
yang meluas ke
proses
kornea
arah kornea
>
Sedang
Tidak ada
=
Tidak
Tidak ada
sebelumnya
=
Tidak
Ada
Lebih menonjol
Menonjol
Normal
kerusakan
permukaan
kornea
sebelumnya
Pembuluh
darah
konjungtiva
Sonde
Tidak
dapat Tidak
diselipkan
diselipkan
Puncak
Ada
pulau
Histopatologi
(bercak kelabu)
Epitel ireguler Degenerasi
dan degenerasi hialin jaringan
hialin
dalam submukosa
stromanya
konjungtiva
limbus
Tidak ada (tidak ada
Perlengketan
H. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang
masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu
tetes mata dekongestan. Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati.
Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat
diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid
tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea.
Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau
dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya
astigmaisme ireguler atau pterigium yang telah menutupi media
penglihatan.2,7
b. Tindakan operatif
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang
dilakukan dengan indikasi:
1.
3.
4.
5.
6.
7.
Alasan kosmetik.
8.
9.
K. Edukasi
-
BAB III
KESIMPULAN
Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan
merupakan yang tersering nomor dua di Indonesia setelah katarak, hal ini
dikarenakan oleh letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga
banyak terpapar oleh sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab
dari pterigium.
Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala apapun
(asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi
benda asing hingga perubahan tajam penglihatan tergantung dari stadiumnnya.
Terapi dari pterigium umumnya tidak perlu diobati, hanya perawatan secara
konservatif seperti memberikan anti inflamasi pada pterigium yang iritatif. Pada
pembedahan akan dilakukan jika piterigium tersebut sudah sangat mengganggu
bagi penderita semisal gangguan visual, dan pembedahan ini pun hasilnya juga
kurang maksimal karena angka kekambuhan yang cukup tinggi mengingat
tingginya kuantitas sinar UV di Indonesia. Walaupun begitu penyakit ini dapat
dicegah dengan menganjurkan untuk memakai kacamata pelindung sinar
matahari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010.Hal
119.
2. Ilyas S. Pterigium. Dalam: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2013 : 116-17.
Referat
PTERIGIUM
Oleh :
Monique Maylangkay
Deril Gansareng
Citra Irianty
Sandy Chendra
Meggy Kowaas
Wenny Rumanga
Masa KKM : 28 Desember 2015 24 Januari 2016
LEMBAR PENGESAHAN
Januari 2016
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing