Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Saluran Pernafasan16,17
Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari
atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang
dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi maupun
fisiologi paru disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi, fungsi pernafasan ini
dimulai dari hidung sampai ke parenkim paru.
Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi
sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi
(pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara
atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan
disebut dengan dead space. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti
proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini.
Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut, faring,
laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering
disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, atrium dan sokus alveolaris.
Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai
konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus
pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau
bronkiolitis.18,19
Basilus
friendlander
(Klebsial
pneumonia),
dan
Mycobacterium
tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, dan Virus
sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas,
Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, dan
Mycoplasma pneumonia.5
Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia,
penyebab yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan
Pseudomonas aeruginosa.18 Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar
organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan
organisme
dengan
patogenisitas
yang
rendah
dapat
juga
menyebabkan
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
seluruh
daerah
yang
cedera
dan
terjadi
fagositosis
sisa-sisa
sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah
tidak lagi mengalami kongesti.
>19 tahun merupakan anggota rumah tangga terbanyak yaitu 568 jiwa (66,7%),
demikian juga kasus ISPA terbanyak pada kelompok umur ini, yaitu 280 kasus
(65,6%). Namun bila dihitung angka Age Specific Morbidity Rate tertinggi adalah
pada kelompok 5 tahun (79,4%).24
secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,001) dan diperoleh
nilai OR=1,524 (CI 95%=1,495-4,261), maka balita yang mengalami pneumonia
kemungkinan 1,524 kali lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki.29
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah
terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.31
Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya dengan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan status gizi
berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,013) dan
diperoleh nilai OR=6,041 (CI 95%=1,067-22,713), maka balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 6,04 kali lebih besar mempunyai riwayat gizi kurang
dibandingkan gizi baik atau sedang. Status gizi berhubungan dengan daya tahan
tubuh, makin baik status gizi makin baik daya tahan tubuh, sehingga memperkecil
risiko pneumonia.29
balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA diharapkan
perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.31
Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya dengan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan status
imunisasi berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita
(p=0,009), dan diperoleh nilai OR=1,758 (CI 95%=1,375-2,883), maka balita yang
mengalami pneumonia kemungkinan 1,76 kali lebih besar mempunyai status
imunisasi yang tidak lengkap dibandingkan yang lengkap.29
Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan dengan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan imunisasi
campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur
9-59 bulan (OR = 2,307; p=0,003), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 2,3 kali lebih besar tidak diimunisasi campak dibandingkan
yang telah diimunisasi campak.34
b. Faktor Agent
Bronkopneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Diplococus
pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus
influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis.
Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, Virus sitomegalik. Jamur
seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides,
Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, Mycoplasma pneumonia.5
tinggi dan 2,4 kali lebih besar memiliki ibu yang berpengetahuan rendah
dibandingkan yang berpengetahuan tinggi.34
c.3. Pola Asuhan Anak Dalam Keluarga Berdasarkan Jumlah Anak37
Orang tua yang menerapkan pola asuh secara tepat artinya pola asuh yang
diterapkan orang tua bersifat dinamis, sesuai, konsisten, penerapan pola asuh yang
kompak antara kedua orang tua, serta adanya contoh perilaku yang positif dari kedua
orang tua. Pola asuh yang dinamis artinya pola asuh yang diterapkan sejalan dengan
usia balita misalkan pemberian jenis makanan pada anak yang berumur 1 tahun tentu
berbeda dengan jenis makanan anak yang berumur 5 tahun, pola asuh bersifat sesuai
artinya orang tua menerapkan pola asuh sesuai dengan kondisi balita itu sendiri
karena pola asuh pada balita yang memiliki ganaguan kesehatan tentu berbeda dengan
pola asuh pada balita normal. Pola asuh yang baik yaitu pola asuh yang bersifat
konsisten dalam penerapan pola asuh cenderung bersifat tetap sebagai contoh balita
boleh bermain asal ditempat yang bersih dan saat tiba waktu makan balita harus
berhenti bermain dulu unuk makan, berbagi dan berkasih sayang dengan saudara dan
anggota keluarga yang lain, lama kelamaan balita akan terbiasa dengan hal tersebut
dan pada akhirnya balita akan mengerti hal mana yang boleh atau baik dan hal mana
yang tidak boleh atau tidak baik
Pada orang tua yang melakukan pola asuh tidak tepat, artinya pola asuh
yang diterapkan orang tua bersifat terlalu over protektif dimana balita tidak diberi
kepercayaan sama sekali seperti tidak memperbolehkan bermain diluar rumah dan
harus didalam rumah terus membuat anak stres sehingga dapat membuatnya sakit,
dan pola asuh yang diterapkan terlalu bebas artinya disini orang tua memperbolehkan
segala sesuatu tanpa menuntut seperti saat si balita tidak mau makan dibiarkan saja
padahal balita tersebut perlu nutrisi yang kuat untuk meningkatkan kualitas gizinya
sehingga pada akhirnya status gizi si balita semakin buruk dan orang tua tidak
memperdulikan lingkungan sekitar yang mungkin kurang baik bagi kesehatan
sehingga membuatnya mudah terserang penyakit.
Adapun faktor lain adalah ekonomi keluarga yang tidak yang terlihat pada
pendapatan keluarga yang kurang dan ditambah lagi faktor jumlah anak.Bagi orang
tua yang memiliki anak tunggal, secara ekonomis menguntungkan. Orang tua tidak
perlu bersusah payah mencari penghasilan yang besar karena tanggung jawab untuk
memberi atau memenuhi kebutuhan fisik anaknya relatif tidak besar. Berlainan bila
mempunyai banyak anak, di mana tiap anak memunyai kebutuhan-kebutuhan sendiri
yang harus dipenuhi oleh kedua orang tuanya seperti kebutuhan akan kesehatan,
kebutuhan perumahan atau tempat tinggal yang lebih luas, dan kebutuhan lainnya.
Pada masyarakat petani, di mana tanah-tanah masih banyak yang harus
digarap, memang benar bahwa banyaknya anak akan berarti banyaknya tanah yang
dapat digarap dan berarti pula penghasilan akan bertambah. Berlainan dengan
masyarakat kota yang mengandalkan penghasilan sebagai pegawai. Bila lowongan
pekerjaan cukup besar, hal ini tidak menjadi persoalan. Tetapi realitas ternyata
berpendapat lain.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa dengan memiliki anak banyak, maka
persoalan yang harus diatasi menjadi banyak pula. Apakah hal ini berarti juga
sebaliknya, artinya dengan memiliki sedikit anak, berarti sedikit pula persoalan yang
harus dihadapi oleh keluarga atau orang tua tersebut. Secara ekonomis mungkin
benar, tetapi secara psikologis belum tentu.
Dengan hanya memiliki seorang anak atau anak tunggal, maka perhatian
orang tua memang akan terfokus kepada anak tersebut seperti dalam hal kasih sayang,
perhatian, kebutuhan kesehatan, dan kebutuhan lain. Anak tidak akan merasa
kekurangan kebutuhan yang diinginkan daripada orang tua yang memiliki banyak
anak, maka orang tua harus membagi kasih sayang, perhatian, dan memenuhi
kebutuhan yang lebih banyak karena setiap anak berbeda kebutuhan termasuk
kesehatan anak. Anak yang memiliki banyak saudara harus bisa saling berbagi
dengan saudara yang lainnya berbeda dengan anak tunggal sehingga anak tungga
sering tidak bisa berbagi, egois dan ini merupaka permasalahan yang harus dihadapi
oleh orang tua yang memiliki anak tunggal. Pembentukan kepribadian dan kesehatan
anak sangat bergantung kepada pola asuh orang tua yang baik, dinamis,konsisten, dan
sesuai.
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan balita lebih lama berada di
rumah bersama-sama ibunya sehingga lebih sering terhirup udara yang pencemaran
tentunya akan lebih tinggi.31
Rumah kecil yang tidak memiliki sirkulasi udara memadai yang penuh asap
yang berasal dari asap anti nyamuk bakar, asap rokok, dan asap hasil pembakaran
bahan bakar untuk memasak akan mendukung penyebaran virus atau bakteri, dengan
konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA.31,39
Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya dengan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan asap anti
nyamuk bakar berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita
(p=0,003) dan diperoleh nilai OR=2,310 (CI 95%=1,379-3,870), maka balita yang
mengalami pneumonia kemungkinan 2,31 kali lebih besar tidur di kamar yang
memakai anti nyamuk bakar dibandingkan yang tidak memakai anti nyamuk bakar.29
Menurut hasil penelitian Heriyana, dkk (2005) di Makassar dengan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan polusi asap
rokok berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada anak umur
<1 tahun (p=0,039) dan diperoleh nilai OR=2,348 (CI 95%=1,045-5,277), maka anak
umur <1 tahun yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,35 kali lebih besar
tinggal di dalam rumah dengan ada anggota keluarga merokok dibandingkan yang
tidak ada anggota keluarga merokok.4
Menurut penelitian Taisir (2005) di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan
Tapak Tuan Aceh Selatan dengan menggunakan desain Cross Sectional, IR ISPA
pada balita meningkat dengan bertambahnya jumlah rata-rata rokok yang dihisap
dalam ruang rumah perhari yaitu 1-9 batang rokok perhari (38,3%), 10-20 batang
perhari (47,2%), >20 perhari (55,6%).23
Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan dengan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan polusi asap
dapur berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur
9-59 bulan (OR=2,99; p=0,002), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 2,99 kali lebih besar tinggal di rumah yang memiliki polusi
asap dapur dibandingkan yang tidak memilki polusi asap dapur.34
hunian berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur
9-59 bulan (OR=3,247; p=0,0005), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 3,25 kali lebih besar tinggal di rumah yang memiliki
kepadatan hunian tidak memenuhi syarat dibandingkan yang memenuhi syarat.34
2.8. Klasifikasi ISPA Pada Balita dengan Gejala Batuk dan atau Kesukaran
Bernafas Berdasarkan Pola Tatalaksana Pemeriksaan, Penentuan Ada
Tidaknya Tanda Bahaya, Penentuan Klasifikasi Penyakit, Pengobatan dan
Tindakan. 25
2.8.1. Klasifikasikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur <2 bulan
a. Bronkopneumonia berat, adanya nafas cepat (fast breating) yaitu frekuensi
pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat
pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
b. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding
dada.
2.8.2. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan <5 tahun
a. Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai
nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).
b. Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai adanya
nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak umur 2
bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 - <5
tahun adalah 40 kali atau lebih permenit.
c. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding
dada.
inap adalah < 7 hari yaitu 101 orang (72,7%) dan 7 hari yaitu 38 orang (27,3%).41
Menurut penelitian Marbun (2009) di Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan Tahun 20042007 lama rawatan rata-rata penderita pneumonia pada balita adalah 4,5 hari.42