Anda di halaman 1dari 18

SINOPSIS ADVOKAT

Pasal 1
ADVOKAT adalah orang yang berprofesi memberi Jasa Hukum Baik dalam maupun
diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan Berdasarkan ketentuan Undang-Undang.
Advokat di bedakan menjadi 2 yaitu:
Advoksasi Litigasi
Advokasi Litigasi adalah salah satu bentuk advokasi hukum yang dilakukan melalui proses
pengadilan, bahkan sebelum kasus atau satu perkara di sidangkan ke pengadilan,
pendampingan klien atas pemeriksaan atau penyidikan di tingkat kepolisian, serta proses
penuntutan di tingkat kejaksaan dapat juga dikatagorikan sebagai bentuk litigasi.
Di dalam melaksanakan advokasi hukum dalam bentuk litigasi ini jelas dibutuhkan keahlian
dan ketrampilan serta pengetahuan tentang prosedur hukum beracara mulai dari tingkat
kepolisian, kejaksaan, hingga tingkat pengadilan. Lazimnya proses advokasi hukum yang
demikian ini dilakukan oleh kelompok professional yang memiliki izin untuk itu, yang
biasanya dikenal dengan sebutan advokat atau penasehat hukum.
Penasehat hukum biasanya dalam mengadvokasi kliennya mulai dari:
Pemeriksaan Pendahuluan
Adalah pemeriksaan tahap awal terhadap seorang tersangka yang dilakukan oleh penyidik.
Kedudukan dari seorang tersangka dalam pemeriksan pendahuluan menurut sistem H.I.R,
adalah sebagai obyeknya yang harus diperiksa atau obyek pemeriksaan artinya sebagai
barang yang harus diperiksa wujudnya berhubung dengan adanya suatu persangkaan.
Pemeriksaan Persidangan
Adalah pemeriksaan terhadap seorang terdakwa didepan sidang pengadilan, dimana hakim
mengadili perkara yang diajukan kepadanya. Pemeriksaan persidangan ini berarti serangkaian
tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana. Pada persidangan
ini terdakwa bebas memilih penasihat hukum untuk membantu terdakwa apabila hakim yang
memeriksa menyalahi wewenang dan juga mengarah berat sebelah dengan penuntutan,
sehingga akan merugikan hak azasi terdakwa dan terdakwa akan kehilangan hak azasinya.

Peranan advokasi hukum dalam hal ini membantu melancarkan persidangan dan berusaha
sekuat dan segala kemampuannya untuk membantu meringankan penderitaan terdakwa.
Pemeriksaan biasa
Apabila pengadilan negeri berpendapat bahwa perkara yang diajukan kepadanya termasuk
wewenangnya, maka ketua pengadilan negeri menunjuk hakim yang akan menyidangkan
perkara tersebut dan hakim yang bersangkutan menetapkan hari sidang, memeritahkan
penuntut umum memanggil terdakwa dan saksi untuk datang dipersidangan dengan surat
panggilan yang sah yang harus deterima yang bersangkutan selambat lambatnya tiga hari
sebelum sidang. ( pasal 145, pasal 146, pasal 152, UU, No.8 th 1981 ). Acara pemeriksaan
biasa dimulai dengan pembukaan sidang oleh hakim ketua sidang yang menyatakan sidang
dibuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak anak yang
menurut undang undang harus disidangkan secara tertutup. Yang lebih dahulu diperiksa
dalam sidang pengadilan adalah terdakwa, lalu saksi korban, lalu saksi saksi lain baik yang
meringankan maupun yang memberatkan terdakwa. Penuntut umum dan penasihat hukum
mendapat kesempatan bertanya juga. Pada permulaan sidang, hakim ketua menanyakan
identitas terdakwa secara lengkap dan mengingatkan agar terdakwa memperhatikan segala
yang didengar dan dilihat dalam sidang. Kemudian hakim ketua sidang minta kepada
penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan dan menanyakan kepada terdakwa apakah
sudah mengerti tentang dakwaan itu. Apabila tidak mengerti, maka penuntut umum atas
permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan. Selanjutnya
terdakwa atau penasihat hukumnya dapat mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak
berwenang memeriksa perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan
harus dibatalkan dan kepada penuntut umum diberi kekuasaan untuk menanyakan
pendapatnya. Atas keberatan tersebut hakim mempertimbangkan dan untuk selanjutnya
mengambil keputusan. Apabila hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara
itu tidak diperiksa lebih lanjut, dan apabila tidak diterima atau hakim berpendapat hat tersebut
baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan. Apabila penuntut
umum berkeberatan terhadap keputusan hakim tersebut, maka ia dapat mengajukan
perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan.
Terdakwa atau penasihat hukumnya dapat juga mengajukan perlawanan terhadap keputusan
hakim tersebut kepada pengadila tinggi dan dalam waktu empat belas hari sejak diajukannya
perlawanan tersebut apabila pengadilan tinggi menerimanya, maka dengan surat
penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri

yang berwenang untuk memeriksa perkara itu. Perlawanan terdakwa tersebut dapat diajukan
bersama sama dengan permintaan banding. Apabila pengadilan yang berwenang memeriksa
perkara itu berkedudukan didaerah hukum pengadilan tinggi lain, maka kejaksaan negeri
mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan
negeri yang berwenang ditempat itu.
Keputusan hakim dapat berupa salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu :
1) Pembebasan atau putusan bebas, jika kesalahan terdakwa tidak terbukti.
2) Lepas dari tuntutan hukum, jika perbuatan terdakwa terbukti tetapi bukan merupakan
tindak pidana.
3) Pemidanaan atau pidan, jika kesalahan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan.

Advokasi Non litigasi


Di samping melalui Litigasi, juga dikenal Alternatif penyelesaian sengketa di Luar
Pengadilan yang lazim disebut Non Litigasi. Alternatif penyelesaian sengketa Non Litigasi
adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara
penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi
maupun teoritisi hokum. Peran dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang
terlampau padat (overloaded), lamban dan buang waktu (waste of time), biaya mahal(very
expensif) dan kurng tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau dianggap
terlalu formalistis (formalistic) dan terlampau teknis (technically).
Dalam pasal (1) angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, disebutkan bahwa
masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa.
Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli.
Berikut adalah contoh strategi dalam advokasi non litigasi bagi PTK-PNF oleh LKBH:
Menurut Fiona Boyle et al., advokasi hukum tidak lain adalah seni tentang persuasi di dalam
konteks hukum, yakni suatu persuasi yang berakar kepada pemahaman suatu kasus, dan
pengetahuan yang cukup terhadap peraturan perundang-undangan, serta kemampuan
persuasif sebelum kasus tersebut diperiksa di dalam pengadilan atau tribunal.

Berdasarkan rumusan yang demikian ini kemampuan advokasi sangat erat dengan unsur
pengetahuan dan pemahaman terhadap hukum yang berlaku. Kemampuan advokasi hukum
lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan interview, menyusun ilustrasi kasus
(kronologi kasus), serta kemahiran di bidang penelitian dan analisis kasus hukum.
Kemampuan tersebut pada prinsipnya dapat memberikan arah dan fokus advokasi yang
efektif, yakni menentukan apakah suatu kasus adalah kasus hukum atau bukan; bentuk
advokasi hukum yang dibutuhkan; serta strategi mana yang dianggap paling sesuai untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya di dalam proses advokasi adalah faktor persiapan
yang sudah dilakukan oleh pihak yang akan melakukan advokasi. Tidak dapat dipungkiri
bahwa keberhasilan suatu advokasi sangat ditentukan oleh bagusnya persiapan yang
dilakukan sebelum advokasi dilakukan. Hal ini kiranya sangat sesuai dengan ungkapan yang
menyatakan bahwa persiapan yang memadai merupakan setengah langkah dari keberhasilan.
Adapun jenis persiapan yang perlu dilakukan di dalam melakukan advokasi

antara lain

meliputi identifikasi kasus, yakni usaha untuk mendapatkan ilustrasi tentang anatomi kasus;
menginventarisir bahan-bahan hukum; menganalisis alat-alat bukti; menyusun atau
mengkonstruksi advokasi hukum serta memprediksi berbagai kemungkinan yang bakal
terjadi terhadap jalannya kasus. Di samping itu persiapan penting lainnya adalah
mempersiapkan diri si pemberi advokasi bahwa dirinya benar-benar yakin dan memiliki
waktu dan kemampuan untuk menyelesaikan kasus yang tengah dihadapainya, atau
setidaknya dia memiliki referensi alternatif, manakala kasus yang ditangani tersebut terhenti
di tengah jalan, maka advokasi substitusi sudah siap untuk menggantikannya.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan secara sederhana beberapa tahapan penting
untuk dilakukan di dalam melakukan advokasi, yaitu:
Identifikasi dan analisis kasus;
pemberian pendapat hukum (legal memorandum); dan praktek pendampingan hukum.
Tahap Identifikasi dan Analisis Kasus
Bahwa langkah pertama yang harus dilakukan di dalam proses advokasi hukum ialah
melakukan identifikasi permasalahan atau kasus hukum yang hendak ditangani. Asumsinya
adalah semakin awal diketahui seluruh aspek kasus hukum yang menjadi obyek advokasi,
maka semakin fokus dan akurat advis dan langkah hukum yang akan dilakukan.

Sebagaimana diketahui, bahwa setiap kasus hukum tidak selalu berdimensi tunggal, akan
tetapi tidak jarang suatu kasus mencakup di dalamnya lebih dari satu dimensi hukum, baik
dimensi pidana, perdata bahkan juga dimensi hukum administrasi. Sebagai contoh sederhana,
kasus hukum kekerasan di dalam proses belajar-mengajar --pemukulan peserta didik yang
dilakukan oleh oknum pendidik dengan dalih penegakan disiplin- setidaknya ada tiga
aspek hukum yang bisa dikenakan dalam kasus ini, yaitu aspek pidana (penganiayaan); aspek
perdata (ganti rugi atas dasar pebuatan melawan hukum); serta aspek hukum administrasi
(pemberian skorsing, penghentian sementara tugas mengajar).
Akan tetapi tidak jarang pula suatu persoalan yang dimintakan advokasi hukum justru sama
sekali bukan termasuk bidang garapan advokasi hukum melainkan garapan bidang institusi
lainnya. Misalnya permasalahan keinginan sejumlah PTK-PNF untuk diangkat statusnya
menjadi pegawai negeri sipil. Jelas yang demikian ini bukan fokus advokasi hukum,
melainkan bagian dari urusan biro kepegawaian. Oleh karena masalah tersebut bukan ranah
hukum, akan tetapi masuk ke dalam katagori ranah administrasi.
Berdasarkan hal demikian ini, langkah identifikasi aspek hukum suatu kasus adalah sangat
penting di dalam proses advokasi hukum. Proses identifikasi yang akurat dan obyektif, akan
menghasilkan langkah dan strategi yang tepat di dalam proses advokasi hukum, yaitu:
1) Sejak dini sudah dapat dipastikan bahwa kasus tersebut perlu dilakukan advokasi hukum
ataukah tidak;
2) Bahwa jika kasus tersebut adalah kasus hukum, maka aspekhukum apakah yang perlu
diprioritaskan advokasi hukumnya;
3) Jika kasus tersebut di luar bidang keahliannya perlukah meminta bantuan tenaga yang
lebih expert;
4) Ataukah tidak sebaiknya kasus tersebut disarankan untuk ditangani oleh pihak yang lebih
berkompeten, dan seterusnya.
Selanjutnya langkah yang mesti ditempuh pasca identifikasi aspek hukum

suatu kasus

adalah fase analisis kasus (case analysis . Bahwa tahap analisis kasus ini dilakukan adalah
untuk mengetahui secara obyektif duduk persoalan atau fakta empiris dari suatu kasus dengan
cara mengumpulkan informasi dan berbagai alat bukti yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Kemudian setelah itu dilakukan pula proses inventarisasi peraturan hukum maupun
jurisprudensi yang berhubungan dengan kasus yang perlu diadvokasi tersebut. Bahkan
perburuan informasi melalui literatur dan studi kepustakaan adalah sesuatu yang niscaya di
dalam menganalis suatu kasus, karena ada kemungkinan kasus yang tengah dihadapi ternyata
pernah terjadi atau setidaknya mirip dengan kasus di tempat lain. Seterusnya jika dirasa perlu,
konsultasi dengan kaum intelektual hukum yang ahli di bidangnya perlu dilakukan untuk
memperoleh kejelasan suatu kasus.
Berdasarkan serangkaian investigasi fakta dan norma hukum tersebut, maka kasus tersebut
setidaknya telah diketemukan jawabannya secara hipotetis atau secara apriori, yakni:
1)

tentang kedudukan klien, posisinya kuat (pihak yang benar) ataukah justru lemah (pihak

yang salah);
2)

alat-alat bukti apakah yang mesti dihadirkan untuk memperkuat posisi klien;

3)

strategi apakah yang perlu ditempuh di dalam proses advokasi tersebut;

4)

prediksi mengenai probabilitas berhasil tidaknya advokasi hukum itu, dan seterusnya.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan, bahwa langkah identifikasi masalah dan
analisis kasus pada dasarnya adalah ketrampilan hukum atau lebih tepatnya ketrampilandi
bidang penelitian hukum.
Tahap Pemberian Pendapat Hukum (Legal Memorandum)
Pendapat hukum atau legal memorandum sesungguhnya adalah salah satu jenis penulisan esai
yang berkenaan dengan isu hukum. Memo hukum ini biasanya ditulis bedasarkan hasil kajian
dan penelusuran hukum oleh mahasiswa hukum maupun advokat. Isi memo hukum tersebut
antara lain berkenaan dengan isu atau permasalahan hukum, kesimpulan, diskusi penerapan
hukum terhadap suatu peristiwa, catatan atau kemungkinan implikasi hukum kasus tersebut,
serta rekomendasi yang dihasilkan berdasarkan diskusi.
Dalam kaitannya dengan tahapan advokasi sebelum ini, yaitu tahap identifikasi dan analisis
kasus, maka pendapat hukum atau memo hukum ini tidak lain adalah catatan pihak pemberi
layanan advokasi terhadap kliennya mengenai posisi kasus, prediksi kasus, catatan-catatan
kritis atas kasus tersebut, serta rekomendasi yang disarankan untuk dilakukan oleh klien.

Bahwa pemberian pendapat hukum ini harus diberikan secara obyektif dan tidak boleh
ditutup-tutupi, termasuk konsekuensi atau dampak yang akan terjadi manakala kasus tersebut
terpaksa diselesaikan melalui mekanisme advokasi hukum. Dengan demikian, diharapkan
keputusan yang diambil klien betul-betul obyektif, tidak emosional dan tidak obsesif atau
wishful thinking.
Tahap Pendampingan Hukum
Bahwa pada tahap ini, pihak penyedia layanan advokasi hukum (LKBH) telah menyatakan
kesediaanya untuk melakukan advokasi hukum sebagaimana dikehendaki oleh pihak klien.
Berkenaan dengan implementasi advokasi hukum ini ada baiknya diperhatikan, hal-hal yang
perlu ditegaskan di dalam proses advokasi agar dapat berjalan efektif. Yaitu:
1) Aspek legitimasi proses advokasi hukum melalui pemberian surat kuasa;
2) Aspek kontraktual yang berisi kesepakatan mengenai hak dan kewajiban masing-masing
pihak;
3) Aspek logistik atau yang berkenaan dengan masalah finansial yang dibutuhkan selama
proses advokasi tersebut.
Dalam kaitan ini, ada baiknya sebagai ilustrasi perbandingan, diketengahkan ketentuan,
syarat, prosedur advokasi hukum yang dilakukan oleh LKBH Universitas Muhammadiyah
Malang yang menjadi partner Direktorat PTK-PNF, yakni antara lain:
Bahwa advokasi hukum diberikan kepada:
1) Tenaga pendidik yang masih berstatus PTK-PNF, yang dibuktikan dengan surat keputusan
atau surat tugas PTK-PNF yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
2) Terdapat permasalahan hukum atau permasalahan profesi yang terkait dengan pelaksanaan
tugas

sebagai

PTK-PNF;

dan

Layanan

advokasi

hukum

tidak

dikenai

biaya

apapun.Sementara itu prosedur advokasi hukum diberikan kepada PTK-PNF dengan cara:
PTK-PNF yang bersangkutan atas inisiatif sendiri atau atas permintaan asosiasi mengajukan
permohonan

advokasi hukum, baik secara lisan maupun secara tertulis; LKBH segera

melakukan verifikasi terhadap permohonan yang diajukan; Jawaban atau rekomendasi dari
LKBH diberikan secara tertulis paling lambat tujuh hari setelah permohonan masuk.
Selanjutnya penanganan kasus melalui advokasi hukum yang dilakukan LKBH, setidaknya
harus memenuhi empat indicator, yakni:

1)

Aspek kemendesakan (urgensi);

2)

Aspek tingkat ancaman;

3)

Aspek hasil analisis kasus; dan

4)

Aspek rekomendasi.

Strategi Advokasi Hukum


Strategi yang digunakan di dalam proses advokasi hukum tentunya sangat ditentukan oleh
pendekatan yang dilakukan di dalam keseluruhan proses advokasi. Strategi yang dipilih juga
bergantung kepada cara pandang terhadap advokasi itu sendiri, yakni berkaitan dengan
seberapa besar harapan yang akan diperoleh berupa konsesi, pemberian timbal balik, maupun
solusi yang mungkin bisa dicapai. Dengan kata lain strategi dapat dimaknai sebagai taktik
yang digunakan untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai dengan yang diharapkan.
Sesungguhnya di dalam literatur tidak dijumpai model strategi advokasi hukum, oleh karena
proses advokasi hukum tidak berkaitan dengan teknik meyakinkan pihak lawan dengan
bujukan, ancaman atau pun tawaran berupa pemberian suatu konsesi tertentu. Advokasi
hukum justru melakukan persuasi kepada pihak lawan dengan menggunakan dalil-dalil
hukum dan fakta-fakta obyektif untuk memaksa lawan melakukan tindakan tertentu. Model
strategi yang dikenal dalam proses advokasi, justru dijumpai di dalam salah satu varian
advokasi hukum yaitu proses negoisasi. Jika strategi negoisasi itu dianalogikan terhadap
proses advokasi hukum, maka strategi advokasi hukum dibedakan atas lima macam, yakni:
Strategi Kompetitif;
Strategi Kooperatif;
Strategi Pemecahan Masalah (Problem Solving);
Strategi Mengelak (avoiding);
Strategi Akomodatif.

Pasal 2
(1) Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana berlatar belakang Pendidikan Hukum
dan setelah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang dilaksanakan oleh
Organisasi Advokat.
(2) Pengangkatan dilakukan oleh Organisasi Advokat
(3)Salinan Surat Keputusan Pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri
Pasal 3
(1)

Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a.

Warga Negara Republik Indonesia

b.

Bertempat tinggal di Indonesia

c.

Tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri atau Pejabat Negara

d.

Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun

e.

Berijasah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)


f.

Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi advokat

g.

Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat

h.

Tidak pernah dipenjara karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan

tindakan pidana penjara 5 tahun atau lebih


i.
(2)

Berprilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas tinggi.
Advokat yang telah diangkat Berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat

1 dapat menjalankan prakteknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undang.
CIRI KHUSUS PROFESI (ADVOKAT)
1. Harus ada ilmu yang dikelola di dalamnya;
2. Harus ada kebebasan dan tidak boleh ada hubungan dinas (dienst verhouding) atau
hirarkhie;

3. Harus mengabdi kepada kepentingan umum dan mencari kekayaan tidak boleh menjadi
tujuan utama;
4. Harus ada clien-verhouding yaitu hubungan kepercayaan antara advokat dan client;
5. Harus ada kewajiban merahasiakan informasi yang diterima dari client. konsekuensinya
harus dilindungi haknya merahasikan informasi tersebut;
6. Harus ada immuniteit (hak tidak boleh dituntut) atas perbuatan/ tindakan dalam melakukan
pembelaan;
7. Harus ada kode etik dan peradilan kode etik oleh suatu dewan kehormatan;
8. Boleh menerima honorarium yang tidak meski seimbang dengan hasil pekerjaan atau
banyaknya usaha, atau jerih payah serta upaya yang dicurahkan.
9. Harus ada kewajiban menolong orang yang tidak mampu secara cuma-cuma (prodeo).
CIRI UMUM :
1.

Pelayanan Hukum

2.

Keahlian / Khusus

3.

Sumpah

4.

Kode Etik

5.

Penegak Hukum

6.

Mempunyai Organisasi Adv

CIRI PROFESIONALISME
1.

Ada kantor / memenuhi syarat

2.

Berperkara

3.

Taat hukum dan melaksanakan Kode Etik

4.

Kewajiban-kewajiban lainnya

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

Isinya :
1.

Ketentuan Umum

2.

Kepribadian Adv

3.

Hubungan dengan Clien

4.

Hubungan dengan teman sejawat

5.

Tentang sejawat Asing

6.

Cara bertindak menangani perkara

7.

Ketentuan lain tentang Kode Etik

8.

Pelaksanaan Kode Etik

9.

Dewan Kehormatan

A. Ketentuan Umum
B. Pengaduan
C. Tata cara pengaduan
10.

Kode Etik

11.

Aturan Peralihan

12.

Penutup

Pengertian Berprofesi sebagai Advokat (sesuai UU 18 tahun 2003)


Pasal 1 (1)
Ketentuan Umum Advokat adalah : Orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik
didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
umum.

Pasal 2 (2)
Jasa Hukum adalah

: Jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum,

bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan


tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Pengawasan
PASAL 12
(1). Pengawasan terhadap Adv dilakukan oleh organisasi Adv
(2). Pengawasan sebagaimana
PASAL 13
Hak pengawasan sebelum UU No. 18 / 2003 diatur :
Pasal 36 UU 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Pasal 54 (1) UU No. 2 tahun 1986, Tentang Peradilan
SKB.MA & Menkeh, tanggal 6 Juli 1987, No:KMA/005/SKB/VII/1987 dan M.PR.08.05
tahun 1987,Tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan pembelaan diri Penasehat
Hukum JASA HUKUM adalah jasa yang diberikan Advokat berupa;
memberikan konsultas hukum;
bantuan hukum,menjalankan kuasa,mewakili,mendampingi, membela dan melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum kliennya. (Pasal 1 angka 2)

PERSYARATAN ADVOKAT (UUA. Pasal 3)


1. Warga negara Republik Indonesia;
2. Bertempat tinggal di Indonesia;
3. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
4. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
5. Berijazah sarjana yang berlatang belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

6. Lulus ujian yang dilakukan oleh Organisasi Advokat;


7. Magang sekurang-kuranhnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
8. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih ;
9. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil dan mempunyai integritas yang tinggi

SIAPA YANG DAPAT DIANGKAT SEBAGAI ADVOKAT ? ( UUA. P 2)


Adalah sarjana hukum berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti
pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat .
BERLATAR BELAKANG PENDIDIKAN TINGGI HUKUM (Penjelasan UUA).
Pasal 2 ayat (1) ) adalah lulusan ;
1.

Fakultas Hukum;

2.

Fakultas Syariah;

3.

Perguruan Tinggi Hukum Militer;

4.

Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian

S T A T U S (Pasal 5)
Berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan
peraturan perundang-undangan.
Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia

PENINDAKAN (.Pasal 6)
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :
1.

Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;

2.

Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;

3.

Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata atau mengeluarkan pernyataan yang

menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan atau


pengadilan;
4.

Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan

martabat profesinya; berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan atau
harkat dan martabat profesinya;
5.Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undang an dan atau perbuatan
tercela;
6. Melangar sumpah/janji Advokat dan / atau kode etik profesi Advokat.

JENIS TINDAKAN THDP ADVOKAT ( Pasal 7)


1. Teguran lisan;
2. Teguran tertulis;
3. Pemberhentian sementara dari

profesinya selama 3 (tiga) sampai 12

(dua belas)

bulan;
4. Pemberhentian tetap dari profesinya

SIAPA YANG MELAKUKAN PENINDAKAN?


Penindakan dilakukan oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat dan tembusannya
disampaikan kepada Mahkamah Agung. Pengadilan Tinggi, dan lembaga penegak hukum
lainnya.

SEBAB BERHENTI ATAU DIBERHENTIKAN


a. Permohonan sendiri;
b. Dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih
c. Berdasarkan keputusan Organisasi Advokat

HAK DAN KEWAJIBAN


Advokat BEBAS :
a. Mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung
jawabnya di dalam sidang pengadilan; ( P.14)
b. Menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung-jawabnya
(UUA. P. 14).
c. Kebebasan tersebut dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan
perundang-undangan.
Advokat BERHAK ;
a. Dalam menjalankan profesinya memperoleh informasi, data dan dokumen lainnya, baik
dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut
yang diperlukan untuk pembelaan kepentingab kliennya sesuai dengan per-uu-an (P.17)
b. Atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan
dokumennya terhadap pernyataan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan
atas komunikasi elektronik Advokat. ( Pasal. 19)

KEKEBALAN ADVOKAT :
a. Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan itikat baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
(P. 16)
b. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh
pihak yang berwenang dan/atau masyarakat. (P. 18)
Advokat WAJIB :
a. Mengenakan atribut dalam sidang menangani perkara pidana (toga) (P. 25)
b. Memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak
mampu (P.22)
c. Tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan
Kehormatan Orrganisasi Advokat (P.26).

d. Memberikan bimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik bagi calon advokat yang
melakukan magang.
e. Bagi advokat asing memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk suatu waktu tertentu
kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.
Advokat DILARANG ;
a. Dalam menjalankan tugas profesinya membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan
jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang soaial dan budaya (P.18)
b. Memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesi
c. Memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan
profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas
profesinya;
d. Menjadi pejabat negara selama memangku jabatan tersebut. Namun tidak mengurangi
hubungan keperdataannya dengan kantornya (P.20)

OFFICIUM NOBILE
1. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat
(officium nobile)
2. Dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib
mempertahankan hak dan martabat Advokat
3. Tidak dibenarkan melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan
martabat Advokat.

HUBUNGAN ADVOKAT DG KLIEN


Seorang Advokat :
a. Dalam perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai;:
b. Tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara
yang diurusnya;

c. Tidak dibenarkan memberikan jaminan kepada klien bahwa perkara yang ditanganinya
akan menang;
d. Dalam menentukan honorarium harus memperhatikan kemampuan klien;
e. Tidak dibenarkan membebani klien untuk biaya yang tidak perlu;
f. Dalam mengurus perkara yang cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama dengan
klien yang mampu;
g. Harus menolak menangani suatu perkara yang diyakini tidak ada dasar hukumnya;
h. Wajib menjaga rahasia klien, juga setelah putus hubungan dengan klien;
i. Tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak
menguntungkan posisi klien, atau pada saat tugas akan dapat menimbulkan kerugian yang
tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien ;
j. Dalam mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri
sepenuhnya dari pengurusan perkara itu;
k. Memiliki hak retensi terhadap Klien sepanjang tidak merugikan kepentingan Klien.

HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT


a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling
menghargai dan saling mempercayai;
b. Jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang
Pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan
maupun tertulis;
c. Keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik
Advokat, harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan
untuk disiarkan melalui media masa atau cara lain;
d. Tidak dibenarkan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat;
e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima
perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan
berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya terhadap advokat semula;

f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien kepada Advokat yang baru, maka
Advokat yang semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan penting
untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien
tersebut.

CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA


a. Surat- surat yang dikirim teman sejawat dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada
Hakim, apabila dianggap perlu, kecuali surat-surat itu dibubuhi catatan Sans Prejudice
b. Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan
tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti di Pengadilan;
c. Dalam menghadapi sebuah perkara yang sedang berjalan (perdata pidana), Advokat
hanya dapat menghubungi Hakim, apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lain atau
Jaksa penuntut Umum. Apabila mengirimkan surat termasuk

yang bersifat ad

informandum, maka seketika itu hendaknya menyampaikan tembusan kepada Advokat pihak
lawan;
d. Tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan pihak
lawan, baik Advokat maupun Jaksa;
e. Apabila seorang Advokat mengetahui bahwa pihak lawan telah menunjuk seorang
Advokat, maka pembicaraan mengenai perkara itu hanya boleh dilakukan melalui Advokat
lawan tersebut;
f. Advokat bebas mengeluarkan pernyataan di dalam sidang pengadilan dalam rangka
pembelaan dan memiliki immunitas hukum baik perdata maupun pidana;
g. Wajib memberikan bantuan hukum cuma-Cuma (prodeo);
h. Wajib menyampaikan pemberitahuan putusan pengadilan kepada klien pada waktunya.
TANGGUNG JAWAB ADVOKAT
1.

Menegakkan keadilan;

2.

Menegakkan supremasi hukum;

3.

Menjunjung tinggi kode etik profesi advokat.

Anda mungkin juga menyukai