Anda di halaman 1dari 21

Lakon

SAIJAH DAN
ADINDA
Di adaptasi dari Karya MULTATULI oleh Aryaguna

1 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

BABAK I
MATAHARI MENJELANG TENGGELAM DI DESA PARANGKUJANG. KELIHATAN SAIJAH,
SANTARI DAN MAD DORAT SEDANG ISTIRAHAT DI JALANAN PINGGIR HUTAN. BEBERAPA
TONGGAK KAYU BEKAS DI TEBANG MENCUAT DARI TANAH. BEBERAPA SAAT HENING,
ANTARA MEREKA TAK SALING BERKATA. KEMUDIAN SAIJAH MENGELUH DAN BERKATA.
SAIJAH
Lima belas tahun di sini, bukan sebentar. Berat sekali disuruh pindah begitu saja. Sungguh berat
meninggalkan tanah.
(Menarik Nafas Panjang)
Tanah adalah sebagian dari hidup kita, dan meninggalkan tanah adalah seperti meninggalkan sebagian
dari nyawa. Kalian kan ngerti ini! Tidak ada anak tani yang meninggalkan tanah tempat ia dilahirkan!!
(Tempo)
Air yang mengalir dalam tanah merupakan darah sendiri dalam tubuhnya, dan dia tidak bisa rela
memberikan darahnya. Dan kalau dia juga dipaksa pergi ah, adakah orang yang rela begitu saja
memberikan darahnya?! Itulah anak tani. Tidak bisa dipaksa! Tapi kalau tanah sudah kering, itulah pula
berarti darahnya kering sudah, seperti aku kalau sudah kering, aku mau apa lagi di sini, di atas tanah
kering
MAD MORAD
Masih banyak bagian lain tempat yang akan dikerjakan.
SAIJAH
Tapi siapa menjamin, bahwa itu aman bisa dikerjakan.
MAD MORAD
Tapi pak Kliwon dengan keluarganya malah pindah ke tempat sebelah sungai itu.
SAIJAH
Ya, dia baru datang ke sini, Mad, dan mengapa dia kemari? Aku sendiri tidak tahu menurut kata orang
di tempatnya, dulu dia punya apa-apa.
(sinis)
sekarang dia malah punya kerbau sendiri.
SANTARI
Dia usaha sendiri barangkali.
SAIJAH
Kalau betul dia usaha sendiri, tentu dia hidupnya enak. Dan kalau dia hidup tenang di tanahnya, masa dia
mau pindah!
SANTARI
Kalau begitu darimana?
2 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

SAIJAH (dengan cemooh)


darimana memang tidak ada orang yang bisa tahu. Cuma orang tahu, sesudah pak Kliwon pergi, dia
yang mula mula mau pergi dari situ juga kawan-kawannya pergi dari situ. Dan Kanjeng Bupati yang kasih
salam sama pak Kliwon. Pak Kliwon perginya gembira tapi kawan-kawannya tak gembira seperti pak
Kliwon.
MAD MORAD
Kalau begitu untung sekali pak Kliwon.
SAIJAH
Untung sampai nanti darahnya jadi kering?!
SANTARI
Mengapa sampai darahnya, Jah?
SAIJAH
Dia untung sampai darahnya kering, Santari, dan sampai dia tidak punya kerbau lagi!!
MAD MORAD
Kenapa begitu?
SAIJAH
Sekarang dia punya kerbau, dia enak. Tapi siapa yang menjamin bahwa dia boleh terus tinggal di atas
tanah yang dia diami sekarang, dan dia boleh terus punya kerbau? (sejenak hening)
SANTARI
Kan Kanjeng Bupati yang kuasa kasih tanah.
SAIJAH
Nah , jadi Kanjeng Bupati yang kuasa semua. Ah, sejarah lama akan berulang. Juga bapaku dulu begitu,
tapi tetap dia tidak mau, dan karena itulah, begini jadinya aku. Dia juga disuruh pindah, tapi
SANTARI
Tapi?
SAIJAH
Tapi dia ingkar, dan apa yang terjadi, kau tahu? Si hitam kerbauku hilang! Si hitam yang telah menolong
aku dari bahaya maut. Kalian tahu bagaimana hebatnya dia berkelahi? Harimau itu sudah bukan main
dekatnya aku terjerambab di tanah. Tapi si hitam dia sedia. Perut harimau dia makan dengan
tanduknya, terburai keluar ususnya. Kepalanya luka
(diam sebentar berubah sedih)
dan kalian bayangkan, bagaimana sedih hatiku, ketika si hitam ditarik keluar, dipaksa, dan dia seakanakan mengerti tidak mau bercerai dengan aku, tapi yang paling sedih ibu, karena dia bapa tentu juga
sedih yang mengobati si hitam dengan daun, dia tahu, luka bekas kuku di leher si hitam yang keras dan
tebal itu akan menjadi luka di tubuh anaknya yang sangat lunak.
(tempo)
3 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

manusia kan mesti tahu balas guna. Sedangkan binatang juga tahu membalas guna. Cuma saja manusia
biasa lupa semuanya, kalau dia sedang senang.
SANTARI
Masa dia boleh begitu, Jah? Apa boleh saya mengambil kerbau orang?
SAIJAH
Betullah kau masih kanak-kanak. Kau terlalu lurus, dik, memang benar tidak hak seorang untuk
merampas hak orang lain. Kecuali ada kecualinya ! Kecuali yang merampas itu berkuasa!
SANTARI (bersama Mad Morad)
lho?!
SAIJAH
Kecuali yang merampas itu berkuasa, kataku. Dia dapat berbuat sekehendaknya karena segala kekuasaan
ada di tangannya. Lebih dari kerbau dapat diambilnya. Nyawa kitapun
MAD MORAD
Tapi siapa yang mengambil kerbaumu dulu, Jah?
SAIJAH (agak meradang)
Siapa lagi kalau bukan yang berkuasa!
MAD MORAD
Ya, siapa yang berkuasa?
SAIJAH
Masa kau tidak tahu, kan tadi sudah kukatakan. Aku mau Tanya siapa yang berkuasa atas tanah kau
tinggal?
(memandang Satari)
siapa yang meminta pajak pernah kau lihat pada ayahmu?
SANTARI
Kepala desa, jadi, kepala desa yang mengambilnya?
SAIJAH
Dia tentu tidak. Dia Cuma melaksanakan perintah.
SANTARI
Perintah siapa?
SAIJAH
Perintah atasannya. Tuan Camat.
SANTARI
Dan tuan Camat?
SAIJAH
Tuan Camat menjalankan perintah atasannya, tuan Wedana.
4 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

SANTARI (ragu)
kemudian
SAIJAH
Ya pada akhirnya kau tahu juga, bahwa perintah itu datang dari orang yang berkuasa di daerah Lebak
ini. Itulah Kanjeng Bupati.
MAD MORAD (kurang percaya)
Kanjeng Bupati masa, Jah? Kan itu ada tuan Residen dia lebih tinggi. Dia tidak bisa bikin apa-apa?
SAIJAH
Tuan Residen mana maksudmu, Mad Morad?
MAD MORAD (ragu)
Tuan Residen kakanda Tuan Residen
SAIJAH
Oh, itu. Asisten Residen ya, dia juga orang atasan, tapi dia tak bisa bikin apa-apa. Dia di sini tidak
kuasa apa-apa kelihatannya 9tempo) tapi aku masih ingat betul, waktu mula-mula ia datang ke sini.
Semua kepala-kepala dipanggil ke sini. Semua disuruh duduk di muka kantornya, dan dia pidato. Aku
masih ingat bagian-bagian pidatonya. Hebat sekali. Dia datang ke sini dengan anak istrinya, dia senang
tinggal di sini. Ah, hebat sekali pidatonya

BLACK OUT SPOT LIGHT (SILHOUETTE)


ASS RESIDEN
Tuanku raden Adipati bupati Banten Kidul, dan sekalian para raden Demang, yang menjadi kepala distrik
di daerah ini, tuan Raden Jaksa, yang bekerja menegakkan keadilan dan tuan Raden Kliwon, yang
menjalankan kekuasaan di ibu kota, dan sekalian para raden, mentri-mentri, serta sekalian kepala-kepala
di daerah Banten Kidul. Terimalah salam saya saya lihat bahwa rakyat tuan-tuan miskin, dan itulah
yang menggembirakan hati nurani saya. Sebab saya tahu bahwa Allah cinta orang yang miskin, dan
bahwa ia melimpahkan kekayaan kepada orang yang hendak diujinya, tetapi kepada orang yangmiskin
diutusnya orang yang menyampaikan firman-Nya, supaya mereka bangkit dari kemelaratan Kita
bersuka cita bukan karena memotong padi, kita bersuka cita karena memotong padi kita yang kita tanam.
Dan jiwa manusia tumbuh bukan karena upah, tapi kerja yang membikin ia berhak menerima upah dan
Residen di Semarang, yang adalah penguasa di wilayah Banten dimana berdiam lima kali seratus ribu
manusia, ingin supaya keadilan berlaku di daerahnya, dan supaya berlaku keadilan di swapraja-swapraja
yang patuh kepadanya. Tuan-tuan kepala negri Lebak, kita semua menginginkan itu. Tapi jika ada
orang diantara kita yang melalaikan kewajiban untuk mencari keuntungan, yang, menjual keadilan demi
uang, atau merampas kerbau dari orang miskin, dan buah kepunyaan orang lapar siapa yang akan
menghukumnya? Tuan kepala negri Lebak, siapakah yang menjalankan keadilan di Banten Kidul?
Dengarkanlah saya, jika saya katakana kepada tuan, bagaimana keadilan akan dijalankan.

BLACK OUT FADE IN


SAIJAH
Ya, dia bilang, bahwa kita semua akan mati, baik yang berlaku adil, yang menjalankan hokum dan
keadilan, yang tidak melakukan pemerasan terhadap si miskin, baik siapa yang menjual hokum kepada
siapa yangmemberinya uang, yang tersenyum bahagia walau tak ada susu pada susu para ibu yang sedang
5 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

menyusukan. Dia sangat mengharap perhubungan baik dengan tuan-tuan kepala Lebak, hidup dalam
persahabatan, dia akan memberikan teguran lunak kepada yang berlaku sesat. Akan tetapi kepada yang
menjalankan kesalahan yang lebih besar, yang melakukan paksaan dan penindasan, dia tak mau bicara
lagi hebat sekali
SEMUA DIAM
MAD MORAD (setelah diam beberapa saat)
dan apa jawab tuan-tuan di situ?
SAIJAH (sambil geleng kepala)
Oh, mereka diam semuanya. Kan berani Cuma pada yang kecil-kecil ini.
(mencemooh)
memang ada beberapa yang melihat kepada Kanjeng Bupati Lebak, tetapi tang lain-lain kebanyakan
tunduk semua.
(tempo-berubah sedih)
tetapi kerbau kami diambil, sebab bapa ingkar ikut perintah Kanjeng Bupati. Pikirnya! Kalau kerbau
tidak ada, tentu tidak bisa kerja, tentu tidak bisa dapat uang, tidak bisa bayar pajak. Tentu dia bisa diusir.
(tunduk berubah sedih)
celaka sekali, memang bapa hampir menangis, si hitam dulu dibelinya dengan menjual keris pusaka
kakek. Keris pakai sepuhan perak. Bagus sekali!
SANTARI
tapi sebelum itu kan kalian ada punya kerbau.
SAIJAH
Betul, ada. Tapi itu sudah lebih dulu diambil. Karena itulah bapa disuruh pindah tidak mau lagi. Waktu
kerbau pertama dulu diambil, bapa tidak bilang apa-apa.
SANTARI
Mengapa diambil?
SAIJAH (geram)
Karena tuan Wedana perlu adakan pesta besar-besaran, kan anaknya yang perempuan kawin. Dan tuan
Wedana adalah adik ipar Kanjeng Bupati
SEMUA MENARIK NAFAS GERAM-SEDIH
MAD MORAD
Tapi apakah semua ini dibiarkan Tuhan?
SAIJAH (tenang)
Yah.. nasib, dibiarkan Tuhan atau tidak, entah! Tapi begitulah jadinya, dan lenyap pula bapa. Bapa lari
dari rumah, karena kalau dia tidak bisa bayar pajak, bukan saja diusirnya, tapi dia akan dihukum. Pusaka
dia tidak ada lagi, karena kakekpun, bapanya, tidak punya apa-apa. Kerbaunya diambil Kanjeng Bupati
6 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

yang sekarang ini, masih dicobanya dengan menyewa kerbau, tapi sungguh sakit kerja demikian kalau
sudah biasa kerja dengan kerbau sendiri, sama susahnya dengan kita sekarang kita sekarang. Dari tanah
yang sudah kita tanam dan kerjakan sejak kecil disuruh pindah ke tanah yang belum pasti baik.
SANTARI
Memang sakit memberikan apa yang menjadi hak kita, apalagi kalau dirugikan. (semua diam mengikuti
pikiran masing-masing)
MAD MORAD
Sudah itu kemana bapamu, Jah?
SAIJAH (tenang)
ibu terlampau bersusah hati karena bapa pergi, dan ini membuat dia sakit dan meninggal dunia, dan
entah bapa mengetahui ibu tidak ada, pikirnya bertambah kalap, dia lari lebih jauh, lari dari Lebak. Dan
tinggal aku tak menentu
(tempo)
dan sejak itu aku diambil oleh bapa si Adinda. Sungguh aku berterima kasih sangat kepada kebaikan
orang tua itu.
MAD MORAD (menatap Saijah)
Kau tidak berhutang budi apa-apa, Jah. Antara tani dengan tani tak ada hutang! Antara tani dengan tani
ada hubungan nasib yang sama dipertahankan mati-matian, dan kesatuan nasib ini, siapapun tidak bisa
memecahkan, juga tidak Kanjeng Bupati yang menguasai daerah ini!
SANTARI
Karena itu, sebaiknya engkau tetap tinggal di sini, baik di sebelah sana kita mulai membantu.
SAIJAH
Bagiku soal lain, kakek dan bapaku, keduanya turun temurun dirampas Kanjeng Bupati, dan aku lihat
rumah gubugku itu, sejak kutinggalkan lama, makin lama makin tua, sampai rubuh. Ya, aku tidak punya
apa-apa lagi, tapi biarpun demikian, aku masih menjadi incaran Kanjeng Bupati, karena bapa ingkar, yang
sudah kering darahnya dihisap, kemudian ditangkap lagi sesudah melarikan diri, alasan mudah dicari,
sebagai mudahnya mencari tongkat pemukul anjing, dia dipersalahkan meninggalkan Lebak ini tidak
dengan surat keterangan, dan polisi membawanya kembali ke Badur.
MAD MORAD
Mau kemana bapa rupanya?
SAIJAH
Dia mau cari makan ke bogor, tapi dia dikirim kembali ke Badur, dan dia dimaukkan dalam penjara.
Bukan karena tidak bayar pajak, tapi karena dia dinyatakan gila, dan lihat, mudahnya orang cari alas an
untuk memasukkan orang dalam, penjara. Soal sebenarnya, tentu mereka takut bapa akan gelap mata dan
mengamuk, sebab sesabar-sabarnya manusia tentu ada batasnya. Tapi bapa tidak lama dalam penjara, dia
segera mati, darahnya sudah kering, dan untuk mencabut nyawa yang masih ada sedikit lagi itu, tidak
sukar. Untuk ini dia tidak perlu payah-payah membunuh diri karena kekesalan.
SEMUA DIAM, MATAHARI MAKIN MEMBENAM. SAIJAH BERDIRI MEMANDANG
KEJAUHAN YANG LAIN MEMANDANGNYA DENGAN SAYANG
7 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

SAIJAH (Berbisik)
Ah, itu Adinda. Dia mau menuju kemari.
SANTARI
Kalau begitu biar kami pergi, tentu dia perlu ada apa-apa dengan kau.
SANTARI DAN MAD MORAD PERGI ADINDA DATANG SAIJAH MEMANDANG DENGAN
GEMBIRA TERTAHAN ADINDA MENDEKATI LAMAT-LAMAT
SAIJAH (Lambat)
Kau lewat dari tempat kami tinggal dulu, Adinda?
ADINDA
Ya, baru aku lewat dari sana.
SAIJAH
Dan apa yang kelihatan olehmu dari sana?
ADINDA TIDAK MENJAWAB. DIPANDANG SAIJAH MUKANYA ADINDA TUNDUK
LAMABAT DIA DUDUK KE ATAS SEBUAH TONGGAK KAYU
ADINDA (Sayu)
Abu, tumpukan tanah bersama kotoran sampah.
SAIJAH (Menarik nafas, memandang wajah Adinda)
Di Lebak banyak tumpukan tanah seperti itu, tanda derita. Karena itulah aku akan pergi, aku tidak mau
bapamu akan mengalami macam-macam pula oleh karena aku, dan alasan seperti kau tahu mudah dicari,
semoga kau dan orang tuamu selamat, Adinda.
ADINDA
Tapi kau belum tahu kemana kau akan pergi, kemana yang kau tuju?
SAIJAH
Oh, aku akan ke kota, Adinda, bukan ke Bogor, bukan bapa hendak kesitu tapi tak bisa, aku mau ke
Betawi.
ADINDA
Apa yang hendak kau lakukan? Kau hanya tahu tani.
SAIJAH
Di Betawi gampang cari uang. Di kota banyak tuan-tuan gagah naik bendi, dan tentunya tuan-tuan itu bisa
memakai aku jadi suruh-suruhannya mengurus bendi. Untuk mengurus bendi tentu dia cari orang muda
seperti aku, dan kalau rajin tentu akan banyak uang.
ADINDA (Gembira campur haru)
Saijah
SAIJAH
Ya dan kalau terus rajin dalam tiga tahun, uangku cukup buat beli dua kerbau (berpikir sebentar, lalu
mendekati Adinda dan duduk di sampingnya di atas tonggak) Adinda, coba pikir, kalau aku kembali, kita
sudah bisa kawin, kita sudah punya dua kerbau!
8 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

ADINDA
Baik, sekali, Saijah! Aku mau kawin dengan engkau, kalau kau kembali, dan selama kau
pergi, aku akan rajin menenun, bikin sarung dan selendang, membatik, aku akan rajin selama itu.
SAIJAH
Aku percaya padamu, Adinda.
(ragu)
tapi kalau kudapati kau kelak telah kawin dengan orang lain?
ADINDA (Tertegun sebentar)
Saijah kau kan tahu, bahwa aku tidak akan kawin dengan siapapun selain engkau. Bapaku telah berjanji
dahulu dengan bapamu.
SAIJAH
Bapamu dan bapaku tapi kau sendiri?
ADINDA (Tersenyum)
Sudah tentu, pasti. Mengapa kau binbangkan.
(Jeda)
SAIJAH
Kalau aku kembali, dari jauh akan aku serukan
ADINDA
Siapa bisa mendengarnya kalau kami menumbuk padi di kampung?
SAIJAH
Oh ya betul juga, tapi Adinda
(sebentar pikir)
yah beginilah, tunggu aku di hutan jati, di bawah pohon ketapang, tempat kau dulu memberikan melati
padaku.
ADINDA
Tapi Saijah, bagaimana kutahu kalau aku harus kesana menunggu di bawah pohon ketapang?
SAIJAH (Sejenak)
hitunglah bulan! Tiga kali dua belas bulan aku akan pergi. Bulan ini jangan turut dihitung. (memandang
kejauhan) dan Adinda tiap bulan terbit, berilah tanda guritan pisau di lesungmu, dan kalau kau telah
menarik tiga kali dua belas guritan, pada hari berikutnya, aku akan menunggu di bawah pohon
ketapang.
(menatap Adinda)
maukah kau berjanji Adinda?
9 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

ADINDA (Mengangguk tenang)


Saijah, ya. Jika kkembali, aku pun menunggu di bawah pohon ketapang, dekat pohon jati, apakah tanda
mataku untukmu Saijah?
SAIJAH MENATAP TERUS ADINDA MENYOBEKKAIN SELENDANGNYA DIBERIKAN
KEPADA SAIJAH SAIJAH MENYOBEK IKAT KEPALANYA DAN DISERAHKAN ADINDA
SAIJAH MENGAMBIL MELATI DARI KANTONGNYA DAN MEMBUNGKUS DENGAN KAIN
SOBEKAN SELENDANG ADINDA
SAIJAH
Inilah melati pemberianmu dulu, Adinda. Aku akan selalu mengenangmu
PELAN-PELAN LAMPU PADAM

BABAK II
HARI MALAM, DI JALAN KE BADUR DEKAT HUTAN JATI, ADA POHON KETAPANG POHONPOHON LAIN DAN BEBERAPA TONGGAK POHON. KELIHATAN SAIJAH AGAK BINGUNG.
KEMUDIAN DILETAKKANNYA BUNGKUSAN BAWAANNYA. KOTAK BAMBU DIBUKANYA,
DIKELUARKANNYA PAS DAN SURAT-SURAT KETERANGAN, PADA BUMBUNG BAMBU
YANG LAIN DIIKAT DENGAN KULIT ADA KOTAK BAMBU.
DI TIMBANG-TIMBANGNYA DENGAN GEMBIRA, KEMUDIAN DIKELUARKANNYA ISINYA,
DIHITUNG-HITUNGNYA, DI PINGGANGNYA ADA KERIS, DIPEGANG-PEGANGNYA PULA
KEMUDIAN DI BUKANYA. ADA IKAT PINGGANG BERKILAT, DI SEDIAKANNYA UNTUK
ADINDA, SEGALA BAWAANNYA ITU DIHADAPINYA DENGAN GEMBIRA. SAIJAH DUDUK
KELIHATAN GELISAH TIDAK SABAR. SESUDAH AGAK TENANG DIPEGANGNYA TALI
YANG TERIKAT DI LEHERNYA, KELUAR SATU BUNGKUSAN SUTERA, DIBUKA BUNGA
MELATI LAYU, DICIUMNYA. SAIJAH MEMANDANG JAUH, DENGAN TAK SADAR BERKATA
SAIJAH
Di sanalah Badur
(diamatinya pohon satu persatu. terdengar suaranya sendiri seseorang)
hitunglah bulan, tiga kali dua belas bulan aku akan pergi, Adinda. Tiap bulan baru terbit, guritkan tanda
pisau di lesungmu.
(Saijah termenung. Kedengaran suara lagi)
LAKI-LAKI
Pada hari berikutnya aku akan menunggu di bawah pohon ketapang.
PAPAN
ya, Saijah. Aku akan menunggu di bawah pohon ketapang.
(Suara ini makin lama makin cepat lama-lama bersaman Saijah berdiri)
Hari masih malam

10 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

(Menjatuhkan dirinya di bawah pohon ketapang bersandar angin malam mendesau. Saijah tertidur
angin terus mendesau membawa mimpi. Adinda membelakanginya)
Ingin kupeluk kau Adinda
(Saijah terduduk menatap bayangan Adinda)
wajahmu, Adinda, kepalamu, bahumu, sanggulmu nian alangkah besarnya, hitam berkilat menggantung
ke bawah
(Bayangan Adinda membalik, menghadap pada Saijah, tersenyum)
matamu yang besar, Adinda, berkilat ah, bibirmu yang menyimpulkan senyum persis ketika kecil dulu
kuganggu. Dadamu busung disembunyikan kebaya sarung yang kau tenun sendiri meliputi pinggangmu,
Lutut kencana.
(sejenak terpeona menatap adinda maju)
Aku datang, Adinda.
ADINDA (Maju menatap Saijah)
Selamat datang Saijah.
(Suara makin jelas)
kenangan senantiasa padamu jua ketika menenun dan menumbuk padi di lesung. Selamat datang, saijah.
Jadilah aku istrimu apa cerita perjalanan?
SAIJAH (Gembira)
aku di Betawi, Adinda, tiga tahun cari uang tidak jadi suruhan bendi, aku jadi pelayan. Tepat tiga tahun
aku berhenti, gembira sekali aku kemari, Adinda.
ADINDA
Selalu Adinda terkenang dalam hati abang?
SAIJAH
Sejak berangkat dulu, Adinda, bila malam hari, dalam gelap, kukeluarkan melati pemberian adik, dibawah
pohon ketapang. Sedih wajah adik tidak terpandang, berat adik bercerai kasih tiga tahun. Akan kembali
hati di tengah jalan, tapi apa konon Adinda memandang abang berhati rapuh? Teruslah jalan, tangan
menekan dada bersuntingkan melati dalam sapu tangan sutera.
ADINDA
Tiada sesalan dalam hati abang?
SAIJAH
Ada timbul sesalan, adik. Pertengkaran kita yang lalu sebelum abang berangkat. Ketika adik pasangkan
tali laying-layang adik-adik kecil, aduan laying desa Badur lawan desa Cipurut, adik salah pasang, desa
Badur kalah, abang marah mencerca adik. Timbul sesal sungguh bolehkah abang sekejam itu pada adik?
Aku yang menghamburkan kata-kata cerca pada gadis, sesal tiada putus, karena kalau aku mati di rantau
orang, tiap orang Badur akan berkata untunglah si Saijah telah mati, karena dia kurang senonoh pada si
Adinda
11 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

ADINDA
Saijah, Saijah. !
SAIJAH
Adinda, Adinda!
AKAN DIPELUKNYA ADINDA HILANG. SAIJAH TERBANGUN, MAKIN LAMA HARI MAKIN
TERANG, SAIJAH MEMANDANG JAUH
SAIJAH
Ibu, bapa
(Disangkanya bungkusan bawaannya, berjalan menuju jurusan Badur, tapi sejurus kembali lagi)
Ah, mengapa aku ke Badur? Bukankah baik kutunggu Adinda di sini?
MEMANDANG JAUH, GELISAH, SEBENTAR-SEBENTAR BERDIRI DAN DUDUK
SAIJAH (tiba-tiba berdiri)
itu jauh orang datang. Perempuan! Itu Adinda!!
(Sejenak memperhatikan kesal)
ah, bukan
(angin pagi terus mendesau)
masih belum ada orang dari Badur jalan kemari
(bingung sedih lalu duduk)
ah, barangkali ia tertidur karena berjaga-jaga semalam. Tentulah sejak berminggu-minggu tidak tidur,
kasihan biarlah aku ke Badur!
(berpikir sejenak)
ah, mengapa aku bimbang? Kan pasti dia datang! Nah itu ada orang dengan kerbaunya
(memperhatikan kejauhan)
Pak! Pak! Pak! Ah, tidak kedengaran. Baiklah tidak kedengaran mengapa pula aku bertanyakan
Adinda, jangan bertanyakan Adinda, dia pertama kali aku lihat, pertama kali dia! Ah, pasti dia segera
datang. Biarlah aku menunggu
(sejenak terbayang kesabaran gelisah lagi)
tapi kalau dia sakit atau mati?!
SEPERTI ORANG KEHILANGAN AKAL DIA LARI MENUJU BADUR. KEDENGARAN SUARA
RAMAI DI KEJAUHAN, TIDAK LAMA DIA KEMBALI, TERTUNDUK, ANGIN SEDIH
12 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

MENDESAU. SUARA RAMAI MAKIN MENDEKAT, TIBA-TIBA SAIJAH LARI MENUJU SUARA,
TERDENGAR SUARA PEREMPUAN MEMANGGIL
BIBI
Saijah! Saijah!
(hening sebentar, bibi mendekati Saijah)
kami mengerti kesedihan hatimu, kau mencari Adinda.
SAIJAH
Ya, dimana Adinda?
BIBI
Cerita lama, Saijah.
SAIJAH
Cerita lama apa maksud bibi?
BIBI (tenang)
ketika kepala desa mengambil kerbau Adinda
SAIJAH
Ahhh!...
BIBI
Ibu si Adinda sakit karena susah hati. Adik si Adinda yang kecil meninggal dunia, karena tiada ibu yang
menyusukan, dan bapa si Adinda, yang takut dihukum karena tidak membayar pajak
SAIJAH
Sudah, sudah!
BIBI
Bapa si Adinda berangkat menionggalkan Lebak. Adinda dibawanya dengan adik-adiknya.
SAIJAH
Kemana mereka pergi?
(angin menyayat)
Adinda, rumah rumah Adinda, bibi.
BIBI (haru)
di tanah rumah Adinda berdiri dulu, didirikan rumah baru.
SAIJAH
Dulu.
BIBI
Dulu apa?
13 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

SAIJAH
Lesung Adinda, lesung.
BIBI
Mengapa?
SAIJAH
Bibikah kawan Adinda menumbuk padi di kampung?
BIBI
Ya.
SAIJAH
Bisakah aku tahu dimana lesung Adinda?
(tak ada jawab. terdengar suara-seseorang)
tiga kali dua belas bulan aku pergi, bulan ini jangan dihitung dan Adinda, tiap bulan baru terbit berilah
tanda guritan dengan pisau di lesungmu, dan kalau kau telah menarik tiga kali dua belas bulan guritan,
pada hari berikutnya aku akan menunggu di bawah pohon ketapang.
SUARA PEREMPUAN
jika kau kembali, akupun menunggu di bawah pohon ketapang dekat hutan jati.
SUARA SEMAKIN JELAS, SAIJAH SEJENAK BINGUNG
BIBI
Saijah, Adinda sekeluarga telah pergi empat bulan yang lalu, dan lesung itu telah menjadi milik orang
lain.
SAIJAH (Menahan marah)
bibi, katakanlah dengan hati yang pasti, kemana mereka pergi?
BIBI
Jauh sekali, nak. Lebih jauh dari penciuman patroli, yang selalu mencari-cari. Tapi Saijah, kesayangan
desa Badur, marilah singgah ke pondok bibi dulu, Pak Lontah pasti gembira dan setuju.
SAIJAH MENDEKAP DAN MENCIUM TANGAN BIBI
SAIJAH
Bibi yang baik hati.
(lalu berdiri tegak)
selama darah masih panas, selama derita menimpa Adinda dan kaumku
TIBA-TIBA KETAWA TERBAHAK-BAHAK. PELAN-PELAN LAMPU PADAM

BABAK III
14 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

DALAM SEBUAH RUMAH GUBUG, MENJELANG SENJA, PERALATAN YANG ADA


MENUNJUKKAN KEADAAN YANG MASIH DARURAT, SUASANA HUTAN DISEKELILINGNYA
MEMBANGUNKAN SUASANA TERSENDIRI DALAM RUMAH ITU.
SPOT LIGHT (SILHOUETTE)
ASS RESIDEN
Sudah saya katakana bahwa untuk sama sekali tidak menyampaikan berita-berita kecuali yang baik-baik
kepada pemerintah, bisa jadi mentertawakan, sekiranya akibat semua ini tidak demikian menyedihkan.
Perbaikan apakah yang boleh diharapkan dari banyak kesalahan-kesalahan jika sebelumnya sudah ada
maksud tertentu untuk membengkokkan segala-galanya dan memiuh berita-berita yang disampaikan
kepada pemerintah? Bukankah gas (missing text) Orang mengingkarinya, akhirnya berubah
menjadi amarah, putus asa, mata gelap? Tidakkah di ujung jalan itu menunggu Jacquerie? Pemberontak
rakyat? Dan dimanakah akan berada pejabat-pejabat itu yang sejak bertahun-tahun ganti-berganti, tanpa
tiba pada pikiran bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi dari kepuasan gubernur jenderal, dimanakah
mereka itu berada, penulis-penulis berita yang pengecut itu, yang menyilaukan mata pemerintah dengan
kehongannya? Apakah mereka itu dahulu takut menuliskan kata yang berani di atas kertas, akan
memanggul senjata dan mempertahankan negri jajahan untuk pemerintah Belanda? Apakah mereka itu
akan mengembalikan kepada pemerintah Belanda harta benda yang diperlukan untuk memadamkan
pemberontakan, mencegah revolusi? Apakah mereka akhirnya akan mengembalikan nyawa yang beriburibu orang yang jatuh menjadi korban karena kesalahannya?

BLACK OUT FADE IN


NAMPAK PAK ENTOH SEDANG DUDUK MENIKMATI KOPI, DAN ADINDA MEMBERSIHKAN
RUANGAN.
PAK ENTOH (sambil menghirup kopi)
sebentar lagi mereka datang. Kau sediakan minum Adinda.
ADINDA (berhenti menyapu)
berapa orang pak?
PAK ENTOH
Pak Lontah, si Uniah, Pak Ansui, Abdul Isma dan adalagi beberapa orang akan dibawanya.
ADINDA
Makin banyak orang kemari, pak.
PAK ENTOH
Ya, siapa tahan di Lebak? Memang benar juga kata si Saijah dulu, seperti dia tahu apa yang akan terjadi
(Adinda tunduk)
mengapa kau diam Adinda? Masih tetap Saijah dalam hatimu?
(Adinda masih tetap diam)
Kalau Saijah kembali ke Badur

15 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

ADINDA
Pasti dia kembali ke Badur.
(tempo)
dia akan menunggu di bawah pohon ketapang, tempat aku memberikan melati padanya.
(seperti pada diri sendiri)
tapi aku tidak datang, tiga kali dua belas guritan aku Cuma mengguritkan tigapuluh dua baris.
PAK ENTOH (Menggeleng kasihan)
kalau Saijah kembali ke Badur, dia tidak akan tahan tinggal di Badur, dan akan mencari kita.
ADINDA
Tapi dia tidak akan tahu tempat kita.
PAK ENTOH (Kesal)
Dia sendiri tentu tidak, tapi, orang-orang Badur, yang tidak sanggup membayar pajak, yang kerbaunya
dirampas, akan bersama-sama mengikuti jalan yang kita tempuh, di sini kita bisa berkumpul semua.
ADINDA
Kalau mereka tidak kedapatan oleh serdadu patroli.
PAK ENTOH (Kesal)
Sampai sekarang mereka belum tahu tempat persembunyian kita, entah kalau ada yang berpengkhianat
ADINDA (Mengangguk geram)
bapa berangkat membawa aku dan adik-adik, tapi dia tidak ke Bogor, karena di situ dulu bapa Saijah
dihajar dengan rotan, dia meninggalkan Bogor tidak dengan surat keterangan. Karena itui bapa tidak pergi
ke Bogor, juga ke Krawang, ke Priangan atau ke sekitar Betawi. Kami dibawanya ke Cilangkahan, dekat
laut. Di situlah kami bersembunyi, menunggu kawan-kawan lain, yang kerbaunya telah dirampas oleh
Wedana Parang Kujang. Beserta kawan-kawan lain ketakutan dihukum karena tidak sanggup membayar
pajak, sampai kemari
(tunduk terharu)
mudah-mudahan saja mereka bertiga selamat, sebab kepungan mereka jarang lolos.
(sejenak diam)
Bibi tidak dengar kabar Saijah di Badur?
BIBI
Ya Adinda, Saijah telah datang di Badur.
ADINDA
Bibi pernah melihatnya?
BIBI (ragu)
Ya ya Adinda
16 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

ADINDA
Di mana bi?
BIBI
Dia mencari anakku, Adinda.
ADINDA
Tapi aku tidak ada.
BIBI
Dia minta cari lesungmu.
ADINDA
Lesungku, dia ada pada siti, bi
BIBI (Mengangguk)
Ya.
ADINDA
Ada bibi tunjukkan
(bibi mengangguk)
senangkah aku sudah, dia tahu aku tetap setia padanya
(diam sejenak)
apa lagi bi?
BIBI (Sejenak tak menjawab)
Adinda
ADINDA
Ya, bi.
BIBI
Kau jangan terkejut, Adinda.
ADINDA
Mengapa?
BIBI
Dia kembali ke Badur, Adinda tidak ada. Saijah tinggal bersama kami.. tapi
ADINDA
Tapi apa, bi?
BIBI
Saijah seperti gila mula-mula
17 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

ADINDA (Tidak percaya)


Saijah gila?
BIBI
Saijah tidak gila, tapi dia sangat bengung seperti orang gila. Tidak di sangkanya kekajaman terus berlaku
di Badur, sehingga dia tak sampai ketemu dengan Adinda. Kami pelihara dia baik-baik mula-mula dia
suka tertawa keras-keras, aneh. Tapi kemudian tidak lagi, Cuma saja malam-malam kawan-kawan selalu
mendengarnya dia menyanyi.
(Adinda tunduk menahan air mata)
Penduduk di Badur mengumpulkan uang, membuat sedekah kepada buaya-buaya di Ciujung, semoga
saijah sembuh, tapi nyatanya dia memang tidak gila benar, pada suatu malam ketika bulan terang,
ditinggalkannya balai-balainya dan diam-diam dia keluar rumah menuju tempat rumah Adinda dulu.
Banyak sekali sudah rumah yang rubuh. Tapi rupanya rumah Adinda dulu dikenalnya betul, ketika kami
cari, kami dapati dia di atas tumpukan sampah, tangannya memegang segumpal abu bekas balai-balaimu
dan abu itu dibawanya kebibirnya, tiada dimakannya, tapi dia bernafas, menghirupnya
(tunduk Adinda terus menatap bibi mengangkat mukanya lagi)
waktu sampai ke rumah lagi, kami diberinya segumpal uang.
ADINDA
Tidak ada apa-apanya bi?
BIBI
Ada, katanya belikanlah kerbau dengan uang ini, penuhilah permintaanku, sebagai permintaan seorang
anak yang sudah tak punya orang tua lagi. Inilah baktiku pada orang tua. Itulah katanya. Esoknya Saijah
tidak ada lagi di Badur.
ADINDA (Meneteskan air mata)
dan bibi belikan kerbau?
BIBI
Benar, gembira kami ada kerbau lagi, tapi belum lama gembira
ADINDA (Geram)
Kerbau itu di rampas Kanjeng Bupati?
BIBI (Sedih)
Ya.
ADINDA
Cerita lama lagi.
BIBI
Tapi Kanjeng Bupati sekarang bukan yang dulu lagi, Adinda.
ADINDA
Apakah artinya ganti penguasa, kalau keduanya menjalankan pemerasan, Tapi bi, apakah Saijah ada
rencana menuju kemari?
18 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

BIBI
Bibi tidak tahu, Adinda. Saijah pergi tidak meninggalkan pesan kepada siapapun. Pemuda seperti dia
sangat lembut hatinya, dia lebih kenal makna cinta daripada kita, karena cintanya indah sekali, lebih
indah dari bulan purnama.
ADINDA
Hatikupun percaya, bi. Kalau cintanya tak pernah pudar, walau dilesungku hanya ada tiga puluh dua
guritan
PAK ENTOH MASUK
ADINDA
Mana pok Lontah, bapak?
PAK ENTOH
Sedang melihat rombongan yang di belakang, beberapa orang sudah datang.
ADINDA
Tidak adakah mereka yang bertemu dengan Saijah?
PAK ENTOH
Beberapa orang pernah melihat dia di jalanan, dia tidak menuju kemari, tapi menuju ke tanah Lampung.
Di sana terjadi pemberontakan rakyat. Sak hatiku, darah Saijah mendorongnya menyatukan diri dengan
rakyat yang berontak disana, dan kemudian baru menuju kemari, ke tanah hitam ini, tapi mereka sudah
mencium tempat kita ini. Kuharap saja, ketiga orang itu mampu memperdayakan hingga patroli menjauh
dari sini. Kita harus segera meninggalkan tempat ini.
MASUK PAK LONTAH TERENGAH-ENGAH
PAK LONTAH
Entoh! Patroli Belanda sedang melanda kita, beberapa pengungsi yang menuju kemari terhenti karena
tercegat patroli.
PAK ENTOH
Itu artinya kita dalam bahaya.
PAK LONTAH
Tergantung pada siasat pengungsi, apakah mereka dapat menyesatkan patroli.
PAK ENTOH
Bila patroli Belanda tiba juga di sini, jangan kita kedapatan berkumpul seperti ini, atau kita harus
mengadakan perlawanan. Nasib tidak boleh terus-terusan disia-siakan.
DARI JAUH TERDENGAR SUARA ORANG LARI, TERIAKAN DAN TEMBAKAN. SEMAKIN
LAMA SEMAKIN DEKAT, KEMUDIAN MASUK DUA ORANG SERDADU DENGAN SENJATA
PEDANG DAN SENAPAN. TERJADI PERKELAHIAN PAK LONTAH DAN PAK ENTOH
TERBUNUH, DEMIKIAN JUGA BIBI DAN ADINDA YANG MENGADAKAN PERLAWANAN
SERDADU KELUAR. SAIJAH MASUK DENGAN TERGESA-GESA MEMBAWA GOLOK
TERHUNUS
19 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

SAIJAH
Adinda! Adinda!
(sampai pada mayat Adinda)
Adinda. Sudah kusangka kau ada di sini, tapi si jahanam itu lebih dulu kemari. Pasukannya kami pegat di
jalan, kami serang tiba-tiba.
(diam sebentar dirangkulnya Adinda)
kutunggu kau di bawah pohon ketapang, ini tanda mata dari kota
(dikeluarkannya ikat pinggang berkilat)
Adinda, tak sempat kulihat kau memakai. KErbau tak jadi kubeli karena kerbau akan dirampas Kanjeng
Bupati
(tempo)
Bapa, begini jadinya, semua kita mendapat giliran, tanah dirampas kerbau diambil, pada akhirnya jiwa
mereka yang mencabut, nasib kita tani tidak bisa dipisah!
ADINDA (Lemah)
Saijah
SAIJAH
Adinda.
ADINDA
Kau ada melihat lesung berasku di Badur?
SAIJAH
Ya, Adinda.
ADINDA
Cuma tiga puluh dua guritan, tidak sampai tiga kali dan belas guritan, ketika bulan baru timbul. Tapi
aku tetap setia padamu semua pada kita semua
MENGHELA NAFAS YANG TERAKHIR
SAIJAH
Adinda! Kita setia semuanya, antara petani dengan petani tiada boleh ada penghianatan. Biarlah,
Adinda nasib kita tidak bisa dipisahkan, nasib tani satu, hati tani satu. Mereka boleh membunuh
manusia, tapi tak kan mampu membunuh hati rakyat tani
DI LUAR RAMAI. SAIJAH MELETAKKAN ADINDA PELAN-PELAN BERDIRI TEGAK DENGAN,
BERDIRI TEGAK DENGAN GOLOK, SERDADU 1&2 MASUK TERJADI PERKELAHIAN
SEORANG SERDADU MATI, SAIJAH TERBUNUH
SAIJAH
Padamu Adinda padamu kaumku tanahku aku tetap setia.
20 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

( S.E DAN AGAKNYA DOA SUKUR NAIK KE LANGIT DARI HATI, HATI ORANG-ORANG
YANG SALEH DI GEREJA HARI MINGGU ATAU WAKTU SEMBAHYANG, KETIKA
MENDENGAR BAHWA TUHAN SEGALA BALA TENTARA TELAH IKUT PULA BERPERANG
DI BAWAH PANJI-PANJI BELANDATAPI TUHAN, HIBA MELIHAT MALA PETAKA
DEMIKIAN. HARI ITU MENOLAK KORBAN PERSEMBAHAN!)

SELESAI

21 | Lakon Saijah & Adinda karya Maxhavelar di adaptasi oleh Aryaguna

Anda mungkin juga menyukai