Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu apung atau pumice adalah bahan galian industri yang termasuk golongan
C yang cukup berperan dalam sektor industri, baik sebagai bahan utama maupun
sebagai bahan tambahan. Batu Apung adalah hasil gunung api yang kaya akan
silika dan mempunyai struktur porous, yang terjadi karena keluarnya uap dan gasgas yang larut didalamnya pada waktu terbentuk, berbentuk blok padat, fragmen
hingga pasir atau bercampur halus dan kasar. Batu Apung terdiri dari pada silika,
alumina, soda, besioksida. Warnanya antara lain putih, abu-abu kebiruan, abu-abu
gelap, kemerah-merahan, kekuning-kuningan, jingga. Bongkah-bongkah di waktu
kering dapat terapung diatas air. Penyelidikan umum dan eksplorasi batu apung
telah banyak dilakukan di Indonesia, salah satunya di beberapa daerah yang
tersebar di pulau lombok, NTB. Pulau Lombok salah satu daerah penghasil batu
apung terbanyak di Indonesia.
Eksplorasi secara umum dilakukan dengan tambang terbuka dan secara
manual, yaitu tidak membutuhkan peralatan yang khusus untuk mendapatkannya.
Kebanyakan batu apung yang diperolehdari penambangannya hanya berupa batu
apung yang dipisah berdasarkan ukurannya yang kemudian dijual dengan variasi
ukuran

tersebut.

Namun

dalam

proses

pengolahan

selanjutnya

untuk

menghasilkan suatu produk yang berguna, dilakukan oleh perusahaan yang


cenderung menggunakan bahan baku batu apung, contohnya industri cat. Batu
apung dapat diaplikasikan dalam sektor industri dan sektor konstruksi.
Aplikasinya dalam sektor industri cenderung memproduksi barang-barang
pelengkap, seperti cat, plamur, dan semen. Sedangkan pada sektor konstruksi,
cenderung menghasilkan bahan baku bangunan seperti agregar ringan beton.
Perkembangan sektor industri dan konstruksi, terutama di negara-negara maju

telah menunjukkan peningkatan yang berarti, dan hal ini mengakibatkan segi
permintaan akan batu apung Indonesia terus meningkat.
Dari segi pemasokan, produksi batu apung di Indonesia sebagian besar
berasal dari daerah Nusa Tenggara Barat dan sisanya dari daerah Ternate, Jawa
dan lain-lain. Sementara itu, impor batu apung dapat dikatakan tidak ada atau
untuk kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi. Di Lombok Barat sedikitnya
ada 20 perusahaan pengololahan batuapung yangtersebar di berbagai wilayah.
Namun Saat ini penambangan batuapung di Lombok Barat banyak menuai
masalah, terutama masalah lingkungan dimana sebagian besar penambangan
dilakukan tanpa memiliki perijinan dan tidak memperhatikan kelestarian
lingkungan. Limbah batu apung yang berasal dari pengayakan batu apung itu
sendiri telah merusak lingkungan. Hal ini dikarenakan pembuangannya pada lahan
yang masih produktif. Sehingga diperlukan suatu usaha untuk menaggulangi
limbah tersebut. Salah satunya yaitu dengan penggunaan limbah batu apung
sebagai bahan bangunan berupa batako, paving blok, genteng beton, beton ringan.
Hal ini dikarenakan selain sebagai salah satu penanggulangan limbah batu apung,
juga menjadi salah satu alternatif bahan bangunan yang ekonomis, serta peluang
lapangan kerja bagi masyarakat.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui kelimpahan Pumice di alam
2. Untuk mengetahui sifat Pumice
3. Untuk mengetahui kegunaan Pumice

BAB II

GENESA DAN KETERDAPATAN

2.1. Genesa Pembentukan


Pumice terjadi bila magma asam muncul ke permukaan dan bersentuhan
dengan udara luas secara tiba-tiba. Buih gelas alam dengan gas yang terkandung
didalamnya mempunyai kesempatan untuk keluar dan magma membeku dengan
tiba-tiba. Pumice umumya terdapat sebagai fragmen yang terlemparkan pada saat
gunung api dengan ukuran dari kerikil sampai bongkah. Pumice umumnya
terdapat sebagai lelehan atau aliran permukaan bahan lepas atau fragmen dalam
breksi gunung api. Batu apung dapat pula dibuat dengan cara memanaskan
obsidian sehingga gasnya keluar. Pemanasan yang dilakukan pada obsidian dari
Krakatau, suhu yang diperlukan untuk megubah obsidian menjadi batu apung
rata-rata 880C. Berat jenis obsidian yang semula 2,36 turun menjadi 0,416
sesudah perlakuan tersebut oleh sebab itu mengapung didalam air. Batu apung ini
mempunyai sifat hydraulis. Pumice berwarna putih abu-abu kekuningan sampai
merah. Tekstur vesikuler dengan ukuran lubang yang bervariasi baik berhubungan
satu sama lain atau tidak struktur skorious dengan lubang yang terorientasi.
Kadang-kadang lubang tersebut terisi oleh zeolit atau kalsit. Batuan ini tahan
terhadap pembekuan embun (frost), tidak begitu higroskopis (mengisap air),
mempunyai sifat pengantar panas yang rendah, kekuatan tekan antara 30-20
kg/cm2. Komposisi utama mineral silikat amorf.
Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisik dan asal terbentuknya
sama dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinter, dan scoria. Sedangkan
mineral-mineral yang terdapat dalam batu apung adalah feldspar, kuarsa, obsidian,
kristobalit, dan tridimit.
Didasarkan pada cara pembentukan (desposisi), distribusi ukuran partikel
(fragmen) dan material asalnya, endapan batu apung dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

- Sub areal
- Sub aqueous
- New ardante; yaitu endapan yang dibentuk oleh pergerakan ke luar secara
horizontal dari gas dalam lava, yang menghasilkan campuran fragmen dengan
berbagai ukuran dalam suatu bentuk matriks.
-

Hasil endapan ulang (redeposit).

Gambar 2.1.1 Variasi ukuran batu apung

Gambar 2.1.2 Batu apung size 1-2 cm (triple small)

Gambar 2.1.3 Batu apung size 2-3 cm(double small)

Gambar 2.1.4 Batu apung size 3-5 cm(small)


Dari metamorfosisnya, hanya daerah-daerah yang relative ada gunung api
akan mempunyai endapan batu apung yang ekonomis. Umur geologi dari
endapan-endapan ini antara tersier sampai sekarang. Gunung api yang aktif
selama umur geologi tersebut antara lain pada jalur pinggiran laut Pasifik dan
jalur yang mengarah dari laut Mediteran ke pegunungan Himalaya kemudian ke
India Timur.

2.2. Keterdapatan/ Penyebaran Batu Pumice (Batu Apung)


Keterdapatan batu apung di Indonesia selalu berkaitan dengan rangkaian
gunung api Kuarter sampai Tersier muda. Tempat
dimana batu apung didapatkan antara lain:
-

Jambi: Salambuku Lubukgaung, Kec. Bangko, Kab. Sarko (merupakan


piroklastik halus yang berasal dari satuan batuan gunung api atau tufa

dengan komponen batu apung diameter 0,5-0,15 cm terdapat dalam


-

formasi Kasai).
Lampung: sekitar Kepulauan Krakatau terutama di P. Panjang (sebagai

hasil letusan gunung Krakatau yang memuntahkan batu apung).


Jawa Barat: Kawah Danu, Banten, sepanjang pantai laut sebelah barat
(diduga hasil kegiatan Gunung Krakatau); Nagreg, Kab. Bandung (berupa
fragmen dalam batuan tufa); Mancak, Pabuaran Kab. Serang (mutu baik
untuk agregat beton, berupa fragmen pada batuan tufa dan aliran
permukaan); Cicurug Kab. Sukabumi (kandungan SiO2 = 63,20%, Al2O3
= 12,5% berupa fragmen pada batuan tufa); Cikatomas, Cicurug, Gunung

Kiaraberes Bogor.
Daerah Istimewa Yogyakarta; Kulon Progo pada Formasi Andesit Tua.
Nusa Tenggara Barat: Lendangnangka, Jurit, Rempung, Pringgasela (tebal
singkapan 2-5 m sebaran 1000 Ha): Masbagik Utara Kec. Masbagik Kab.
Lombok Timur (tebal singkapan 2-5 m sebaran 1000 Ha); Tanah Beak,
Kec. Batukliang Kab. Lombok Tengah (dimanfaatkan sebagai campuran
beton ringan dan filter); Kopang, Mantang Kec. Batukliang Kab. Lombok
Barat (telah dimanfaatkan untuk batako, sebaran 3000 Ha); Narimaga Kec
Rembiga Kab. Lombok Barat (tebal singkapan 2-4 m, telah diusahakan

rakyat).
Maluku: Rum, Gato, Tidore (kandungan SiO2 = 35,92-67,89%; Al2O3 =
6,4- 16,98%).

Peta Potensi Batu Apung di Indonesia

Gambar 2.2 Peta Potensi Batu Apung di Indonesia

BAB III

PERTAMBANGAN
3.1. Eksplorasi
Batu apung sebagai bahan galian tersingkap dekat permukaan, dan relatif
tidak keras. Oleh sebab itu, penambangan dilakukan dengan tambang terbuka atau
tambang permukaan dengan peralatan sederhana. Pemisahan terhadap pengotor
dilakukan dengan cara manual. Apabila dikehendaki ukuran butir tertebtu proses
pemecahan (grinding) dan pengayakan dapat dilakukan.
Penelusuran keterdapatan endapan batu apung dilakukan dengan
mempelajari struktur geologi batuan di daerah sekitar jalur gunung api, antara lain
dengan mencari singkapan-singkapan dengan geolistrik atau melakukan
pengeboran dan pembuatan beberapa sumur uji. Selanjutnya, dibuat peta topografi
daerah yang diperkirakan mengandung endapan batu apung dengan skala yang
besar guna melakukan eksplorasi detail. Eksplorasi detail bertujuan untuk
mengetahui kualitas dan kuantitas cadangan dengan lebih pasti. Metode eksplorasi
yang digunakan diantaranya adalah dengan pengeboran (bor tangan dan bor
mesin) atau dengan pembuatan sumur uji.

3.1.1 Sumur Uji

3.1.2 Bor Mesin


Dalam menentukan metode mana yang akan dipakai, harus dilihat kondisi
dari lokasi yang akan dieksplorasi, yaitu didasarkan pada peta topografi yang
dibuat pada tahap penelusuran (prospeksi). Metode eksplorasi dengan pembuatan
sumur uji, diawali dengan membuat pola empat persegi panjang (dapat juga
dengan bentuk bujur sangkar) dengan jarak dari satu titik atau dari sumur uji yang
satu ke sumur uji berikutnya antara 25-50 m. peralatan yang dipakai dalam
pembuatan sumur uji diantaranya adalah cangkul, linggis, belincong, ember dan
tali.

Cangkul

Linggis

Tali

Belincong

Ember

3.1.3 Peralatan yang dipakai dalam pembuatan sumur uji

Pada eksplorasi dengan pengeboran dapat dilakukan dengan menggunakan


alat bor yang dilengkapi dengan bailer (penangkap contoh), baik bor tangan
ataupun bor mesin. Dalam eksplorasi ini, dilakukan juga pengukuran dan
pemetaan yang lebih detail untuk digunakan dalam perhitungan cadangan dan
pembuatan perencanaan tambang.

3.2. Eksploitasi / Penambangan


Pada umumnya, endapan batu apung terletak dekat ke permukaan bumi,
sehingga penambangannya dilakukan dengan cara tambang terbuka dan selektif.
Pengupasan tanah penutup dapat dilakukan dengan alat-alat sederhana (secara
manual) ataupun dengan alat-alat yang mekanis, seperti bulldozer, scraper, dan
lain-lain. Lapisan endapan batu apungnya sendiri dapat digali dengan
menggunakan excavator antara lain backhoe atau power shovel, lalu dimuat
langsung ke dalam truk untuk diangkut ke pabrik pengolahan.

Gambar 3.2.1 Eskavator

Gambar 3.2.2 Backhoe

10

Gambar 3.2.3 Power Shovel

3.3. Pengolahan
Untuk menghasilkan batu apung dengan kualitas yang sesuai dengan
persyaratan ekspor atau kebutuhan di sektor konstruksi dan industri, batu apung
dari tambang diolah terlebih dahulu, antara lain dengan menghilangkan pengotor
dan mereduksi ukurannya.

Gambar 3.3.1 Batu apung yang telah dipilah sesuai ukuran


Secara garis besar, proses pengolahan batu apung terdiri atas:
-

Pemilahan (sorting); untuk memisahkan batu apung yang bersih dari batu
apung yang masih banyak pengotornya (impuritis),dan dilakukan secara
manual atau dengan scalping screens.

11

Gambar 3.3.2 Scalping Screens


-

Peremukan (crushing); dengan tujuan untuk mereduksi ukuran, dengan


menggunakan crusher, hammer mills, dan roll mills.

Gambar 3.3.3 Impact crusher

Gambar 3.3.4 Cone crusher

Gambar 3.3.5 Roll mill


-

Sizing; untuk memilah material berdasarkan ukuran yang sesuai dengan


permintaan pasar, yang dilakukan dengan menggunakan saringan (screen).

12

Gambar 3.3.6 Vibrating screen


-

Pengeringan (drying); dilakukan jika material dari tambang banyak


mengandung

air,

yang

salah

satunya

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan rotary dryer.

Gambar 3.3.7 Rotary Dryer

Gambar 3.3.8 Proses pengayaan batu apung

13

Bagan penambangan batu apung

Digali

Dipecah sesuai
ukuran

Digiling atau
Dihaluskan

Penjemuran

Dipasarkan

Dikemas

Bahan
Bangunan

Penyortiran

Limbah Batu
Apung

Gambar 3.3.9 Skema Proses pemanfaatan batu apung

14

Anda mungkin juga menyukai