Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendengaran merupakan lintasan sensorik yang primer melalui anak, secara
normal memperkembangkan kemampuan berbicara serta bahasa mereka. Gangguan
pendengaran pada usia berapapun dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan
pendengaran dengan derajat yang ringan sekalipun, akan dapat mengakibatkan
terjadinya permasalahan pada kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta belajar.
Oleh karena itu merupakan sesuatu yang esensial bahwa terdapatnya kehilangan
pendengaran pada anak dapat dikenali sedini mungkin serta pengelolahannya
direncanakan dengan segera. Ketrampilan yang dimiliki oleh audiologist yang
bersangkutan adalah esensial dalam mengenali terdapatnya derajat tipe gangguan
pendengaran yang bersangkutan.
Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai suatu sarana untuk
mengungkapkan konsep pikiran, perasaan dan emosi. Salah satu komponen utama
dalam berkomunikasi adalah kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Wicara
merupakan salah satu kemampuan yang diperoleh melalui suatu proses perkembangan
yang rumit, dimulai segera setelah bayi lahir. Secara umum gangguan wicara
diakibatkan oleh faktor organik, fungsional, ataupun keduanya. Wicara adalah
kemampuan berbahasa vokal (motorik) dengan mengartikulasikan bahasa. Untuk dapat
berbahasa membutuhkan kemahiran reseptif (memahami bahasa), mengelolah
infformasi yang diterima dan kemampuan ekspresif (mengemukakan ide/kehendak,
gagasan, dan pengetahuan kepada orang lain). Ekspresi bahasa dapat disampaikan
dalam bentuk wicara, mimik, isyarat, tulisan maupun bahasa tubuh. Gangguan wicara
pada anak erat kaitannya dalam proses tumbuh kembang. Ada tidaknya gangguan

wicara pada anak dapat dinilai dan dievaluasi dengan membandingkan proses
pematangan dan kemampuan inividu normal.
Pada anak kemampuan berbahasa dan/atau wicara dapat normal, terlambat,
terganggu atau menyimpang dari pola normal. Ketidaktahuan akan tahap
perkembangan mendengar dan wicara menyebabkan kelambatan penemuan dini kasuskasus gangguan wicara yang tentu saja berakibat pada terlambatnya penanganankasus.
Saat ini di Indonesia beluam ada data pasti mengenai jumlah kasus anak dengan
gangguan wicara dan berbahasa. Data dari 808 anak yang datang dengan masalah
gangguan wicara di Pusat Kesehatan Telinga dan Gangguan Komunikasi bagian THT
RSCM menunjukan 82.79 % disebabkan gangguan pendengaran, sedangkan 15.35 %
anak dengan gangguan wicara tanpa masalah pendengaran.
I.2 Rumusan Masalah
Kemampuan berbicara daan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses
tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor usia. Proses
perkembangan dan pertumbuhan ini tentunya melalui berbagai tahapan yang harus
dialalui oleh anak/bayi untuk dapat mencapai kemampuan berbicara dan mendengar
secara baik.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi term of reference dalam
makalah ini adalah :
Apa yang dimaksudkan dengan cacat ganda ?
Bagaimana proses perkembangan mendengar dan berbicara pada anak ?
Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya (etiologi) gangguan
bicara dan gangguan pendengaran ?
Bagaimana pathofisiologi, manifestasi klinis yang terjadi serta pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada cacat ganda ?
Bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
(anak) yang menderita cacat ganda ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.2 Pengertian

Cacat ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan atau disfungsi


perkembangan pendengaran yang bersifat sensorineural yang diikuti oleh kerusakan
perkembangan berbahasa atau komunikasi. Gangguan pendengaran pada usia
berapapun dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan pendengaran dengan
derajat ringan sekalipun akan dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan pada
kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta belajar.
Permasalahan yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang
menderita kehilangan pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah
kemampuan mereka untuk mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang
mengalami gangguan. Anak yang tuli memang memperkembangkan suatu bahasa serta
serta anak tuli, yang lahir pada orang tua yang tuli pulah mampu melakukan
komunikasi satu sama lainnya serta serta dengan para orang tua mereka denganefektif.
Kemampuan berbicara seseorang erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.
Stimulus bunyi dalam perjalannya akan sampai pada pusat pendengaran yang terletak
pada salah satu bagian belahan otak kiri. Informasi bunyi ini akan diteruskan kebagian
lainnya dari otak yang berperan sebagai pusat bicara dan akan menghasilkan sinyal
bicara.

Berdasarkan

sinyal

bunyi

ini

dimulai

proses

produksi

bunyi.

Untuk menghasilkan bunyi prosesnya juga tidak sederhana karena dibutuhkan


kerjasama berbagai organ tubuh dimulai dari aliran udara pernafasan yang berasal dari
paru-paru, getaran pita suara (fonasi) yang dilewati aliran udara sehingga di hasilkan
nada tertentu, pipa tenggorokan yang berperan sebagai tabung udara yang
menimbulkan getaran pada saat dilalui udara (resonansi), penutupan langit-langit lunak
agar udara tidak memasuki rongga hidung dan pengatupan bibir dengan maksud udara
terkumpul di rongga mulut, yang akan membuka pada saat telah terjadi getaran pita
suara. Proses ini masih diikuti dengan gerakan tertentu dari otot-otot lidah, rongga
mulut dan gigi sehingga terjadi penyusupan suara kedalam bentuk kata-kata yang akan
menandai karakter ujaran manusia (artikulasi).

Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali
otak melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas
bahwa gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat),
yang terjadi didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan
wicara.
II.2 Proses Perkembangan Bicara dan Mendengar
1.1 Proses Perkembangan Mendengar
Kemampuan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses tumbuh
kembang sehingga dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama faktor usia. Pada bayi
spektrum frekuensi suara masih terbatas dan umumnya lebih sensitif terhadap bunyi
dengan nada inggi. Demikian pulah dengan reaksi yang diperlihatkan terhadap bunyi
dipengaruhi oleh faaktor usia. Sampai beberapa minggu setelah setelah lahir reaksi
bayi terhadap bunyi masih bersifat refleks, seperti menangis, terkejut, mengejapkan
mata, membuka mata, gerakan menarik lengan kearah tubuh, dan bernapas cepat.
Pada usia sekitar 4 bulan, saat otot-otot mata telah cukup kuat maka iaa akan
berupaya mencari sumber bunyi dengan menggerakan bola matanya dan bila otot-otot
lehernya telah kuat bayi akan mampu mencari sumber bunyi dengan menolehkan
kepalanya. Reaksi terhadap bunyi juga dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh
sebelumnya, baik berupa hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
Kekerasan bunyi (intesitas) yang dibutuhkan untuk menimbulkan respon juga
dipengaruhi oleh faktor usia.
2.Proses Perkembangan Bicara
Ada beberapa tahap perkembangan berbicara pada seorang anak. Pada bayi baru
lahir kontak dengan lingkungan telah dimulai walaau hanya berupa ekspresi wajah atau
menangis. Tahap perkembangan berbicara paling awal adalah menangis (refleks

vocalization), yang akan diikuti oleh tahap kedua yang berlangsung pada usia 5 6
bulan berupa ocehan ulang (babbling). Bunyi yang dihasilkan merupakan
penggabungan konsonan atau huruf mati seperti p, m, b, g dengan huruf vokal yang
diulang, misalnya: papapa, mamama, atau gagaga seperti sedang berguman.
Pada usia sekitar 6 7 bulan, penggulangan bunyi tidak lagi bersifat refleks namun
karena bayi benar-benar mendengarkannya dan menyukaianya (lailing), bunyi yang
diproduksi misalnya: pa..pa, ma..ma, mi..mi dan sebagainya. Pada usia 10 bulan suara
yang dihasilkan merupakan peniruan terhadap sejumlah bunyi suara sendiri atau bunyi
yang didengar dari lingkungannya (echolalia). Selanjutnya pada usia 12-18 bulan telah
dapat memproduksi kelompok kjata atau kalimat pendek (true speech), anak sudah
memperlihatkan kemampuan pemahaman bicara dan bahasa. Anak telah dapat
mengerti pembicaraan orang lain sebatas pengalaman dengar yang telah dimilikinya.
Apabila pada usia ini anak tidak mampu mengoceh atau meniru pembicaraan orang
lain maka perlu diwaspadai terhadap kemungkinan adanya gangguan berbicara.
Secara lebih terperinci tahap perkembangan kemampuan berbicara serta berbahasa
dapat dilihat pada tabel berikut :
3. Etiologi
Secara umum diketahui beberapa faktor yang diketahui menjadi faktor penyebab
terjadinya kerusakan pendengaran yang berdampak pada gangguan berbicara (cacat
ganda) yaitu sebagai berikut :
Masa prenatal :
1) Genetik herediter
2) Non genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi oleh bakteri atau
virus: TORCH, campak, parotis), kelainan struktur anatomik (misalnya akibat obatobatan ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea), dan kekurangan zat gizi.
Masa perinatal :

Prematuritas, berat badan lahir rendah (< 2.500 gram), tindakan dengan alat pada
proses kelahiran (ekstraksi vacum, forcep), hiperbilirubinemia (> 20 mg/100ml),
asfiksia, dan anoksia otak merupakan faktor resiko terjadinya cacat ganda.
Masa postnatal :
Adanya infeksi bakterial atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi otak,
perdarahan pada telinga tengah dan trauma temporal dapat menyebabkan tuli konduktif
yang dapat mengakibatkan gangguan wicara.
4.Patofisiologi
Permasalahan yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang menderita
kehilangan pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah kemampuan
mereka untuk mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang mengalami
gangguan. Untuk menghasilkan bunyi prosesnya juga tidak sederhana karena
dibutuhkan kerjasama berbagai organ tubuh dimulai dari aliran udara pernafasan yang
berasal dari paru-paru, getaran pita suara (fonasi) yang dilewati aliran udara sehingga
di hasilkan nada tertentu, pipa tenggorokan yang berperan sebagai tabung udara yang
menimbulkan getaran pada saat dilalui udara (resonansi), penutupan langit-langit lunak
agar udara tidak memasuki rongga hidung dan pengatupan bibir dengan maksud udara
terkumpul di rongga mulut, yang akan membuka pada saat telah terjadi getaran pita
suara. Proses ini masih diikuti dengan gerakan tertentu dari otot-otot lidah, rongga
mulut dan gigi sehingga terjadi penyusupan suara kedalam bentuk kata-kata yang akan
menandai karakter artikulasi.
Berbagai faktor penyebab seperti kelainan struktur anatomi, infeksi oleh
mikroorganisme, atau penyebab lain akan menyebabkan kerusakan pada struktur
koklea dan nervus akustik berupa atrophi dan degererasi sel-sel rambut penunjang pada
organ dan reseptor corti disertai perubahan vasculer pada stria vaskularis. Hal ini akan
menyebabkan gangguan penghantaran/transmisi impuls pada nuclei cochlearis (sebagai
tempat untuk merespon frekuensi bunyi) dan nuclei olivaris superior (sebagai penentu

ketepatan lokasi dan arah sumber bunyi) yang menyebabkan impuls ini tidak dapat
dipersepsikan oleh nervus auditorius melalui serabut eferent.
Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali
otak melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas
bahwa gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat),
yang terjadi didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan
wicara.
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang timbul pada anak yang mengalami gangguan
pendengaran

yang

diikuti

oleh

gangguan

berkomunikasi

adalah

Pendengaran akan berkurang secara perlahan-lahan, progresif dan simetris pada kedua
telinga.
Telinga berdenging
Klien dapat mendengar suara tetapi sulit memahaminya
Dapat disertai oleh nyeri, tinitus, dan vertigo
beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya adanya kerusakan
pendengaran :
Respon Orientasi
- Kurangnya refleks beguman atau mengedip pada bunyi keras
Menetapnya refleks Moro diatas 4 bln (dihubungkan dengan retardasi
mental)
- Kegagalan untuk terbangun oleh kebisingan lingkungan yang keras selama
masa bayi
- Kegagalan untuk melokalisasi sumber bunyi pada usia 6 bln
- Kesamaan umum pada bunyi
- Kurangnya respon terhadap kata yang diucapkan, gagal untuk mengikuti
petunjuk verbal
- Respon terhadap bising keras sebagai perlawanan terhadap bunyi
Vokalisasi dan Produksi Bunyi
- Kualitas monoton, bicara tidak jelas, kurang tertawa
- Kualitas normal pada kehilangan auditorius pusat
- Kurang pengalaman bermain bunyi dan menjerit

- Penggunaan normal jargon selama awal masa bayi kehilangan auditorius


pusat.
- Tidak ada gumanan atau perubahan nada suara pada usia 7 tahun.
- Kegagalan untuk mengembangkan bicara yang jelas pada usia 24 bulan.
- Bermain vokal, membenturkan kepala, atau ketukan kaki untuk sensasi
vibrasiBerteriak atau bunyi melengking untuk mengekspresikan kesenangan,
kejengkelan, atau kebutuhan.
Perhatian Visual
Menambah kesadaran visual dan perhatian
Berespon lebih banyak pada ekspresi wajah daripada penjelasan verbal.
-

Waspada pada sikap tubuh dan gerakan


- Penggunaan sikap tubuh bukan verbalisasi untuk mengekspresikan

keinginan, khususnya setelah 15 bulan


Hubungan Sosial dan Adaptasi
- Kuang berminat dan kurang terlibat dalam permainan vokal preokupasi
terus-menerus dengan benda daripada orang
- Menghindari interaksi sosial, sering bingung dan tidak bahagia dalam
situasi tersebut
- Ekspresi wajah bertanya, kadang bingung
- Kesadaran curiga, kadang diintepretasikan sebagai paranoia, bergantian
dengan kerjasama
- Reaktivitas nyata terhadap pujian, perhatian, dan afeksi fisik
- Menunjukan kurang minat kepada teman sebaya dalam percakapan
- Sering tidak memperhatikan kecuali jika lingkungan tenang dan
pembicara dekat dengan anak
- Lebih responsif pada gerakan darpada bunyi
- Terus menerus memperhatikan kecuali wajah pembicara, berespon lebih
terhdap ekspresi wajah daripada verbalisasi
- Sering meminta pengulangan pertanyaan
- Mungkin
tidak
mengikuti
pengarahan

dengan

tepat

Perilaku Emosional
- Menggunakan kemarahan untuk memancing perhatian pada dirinya atau
kebutuhannya
- Sering keras kepala karena kurangnya pemahaman

- Peka rangsang karena tidak memahami


- Malu, takut dan menarik diri
- Sering tampak bermimpi dalam dunianya sendiri atau tidak perhatian
sama sekali. Selain itu adapun petunjuk yang dapat dijadikan sebagai
pedoman rujukan mengenai kerusakan komunikasi yaitu sebagai berikut :
Tabel.

Pedoman

rujukan

mengenai

kerusakan

komunikasi

Usia Temuan Pengkajian 2 tahun secara umum.


- Gagal untuk berbicara kata-kata bermakna secara spontan
- Penggunaan sikap tubuh yang konsisten bukan vokalisasi
- Kesulitan dalam mengikuti petunjuk verbal
- Gagal untuk berespon secara konsisten terhadap bunyi
3 tahun
- Bicara sangat tidak jelas
- gagal untuk menggunakan kalimat dari tiga kata-kata atau lebih
- Sering mengabaikan konsosnan awal
- Penggunaan huruf hidup bukan konsonan
5 tahun
- Gagap atau jenis ketidakfasihan yang lain
- Struktur kalimat secara nyata terganggu
- Mengganti suara-suara yang mudah dihasilkan dengan bunyi-bunyi yang
sulit
- Menghilangkan ujung kata (jamak, kalimat kerja, dan sebagainya
Usia Sekolah
- Kualitas suara buruk (monoton, keras, atau hampir tidak terdengar)
- Nada suara tidak jelas untuk usianya
- Adanya distorsi, pengabaian atau penambahan bunyi setelah 7 tahun
- Bicara yang berhubungan dicirikan dengan penggunaan konfusi yang
tidak biasa atau kebalikan
- Ada anak dengan tanda-tanda yang menunjukan kerusakan pendengaran
- Ada anak yang malu atau terganggu oleh bicaranya sendiri

- Orang tua yang perhatiannya terlalu berlebihan atau yang terlalu menekan
anak untuk bicara pada tingkat diatas usia yang seharusnya.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai
kemampuan mendengar yang dapat merusak gangguan wicara anak/bayi
yaitu :
1) Pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan garpu tala yang
meliputi :
Tes penala
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach
2) Pemeriksaan secara kuantitatif yang meliputi :
Free field test untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan
respon terhadap sumber bunyi.
3) Behavioral observation, (0-6 bulan)
4) Conditioned test, (2-4 tahun)
Audiometri nada murni (anak) > 4 tahun yang kooperatif)
BERA (brain evoked response audiometry), yang dapat memberikan
informasi obyektif tentang fungsi pendengaran pada bayi baru lahir.
7. Penatalaksanaan
Penemuan kasus gangguan pendengaran dan bicara serta berbahasa
dalam bentuk apapun harus dilakukan sedini mungkin, sehingga dapat
dilakukan penanganan lebih cepat sehingga cacat bicara ataupun
komunikasi

ini

dapat

diatasi.

Dengan

memahami

tahapan

perkembangan bicara dan mendengar, diharapkan orang tua dapat


segera membawa anak yang diduga mengalami keterlambatan atau
gangguan

berbicara

dan

mendengar

tersebut

pada

ahlinya.

Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan


pendengaran serta upaya penanganan yang sesuai diperlukan

kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai disiplin ilmu, antara lain:
dokter THT, dokter syaraf anak, ahli psikologi, ahli jiwa, dan ahli
terapi bicara.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian :
Pengkajian Fisik
Anamnese, yang meliputi :
1. Riwayat Keluarga :
- Gangguan genetik yang berhubungan dengan kerusakan
pendengaran atau berbicara.
- Anggota keluarga, khususnya saudara ataupun orang tua dengan
gangguan pendengaran atau bicara.
2. Riwayat Prenatal :
- Keguguran/abortus
- Penyakita yang menyeratai kehamilan (rubella, sifilis, diabetes)
- Pengobatan yang diperoleh selama kehamilan
- Eklamsia
3. Riwayat Persalinan :
- Durasi persalinan, tipe persalinan- Gawat janin
- Presentasi (terutama letak sungsang)- Pengobatan yang
digunakan
- Ketidakcocokan darah
4. Riwayat Kelahiran
- Berat badan lahir < 1500 g
- Hiperbilirubinemia yang berlebihan merupakan indikasi untuk
exchange transfuse
- Asfiksia berat
- Prematuritas
- Infeksi virus perinatal kongenital (sitomegalivirus, rubela,
herpes, sifilis, toksoplasmosis)
- Anomali kongenital yang mengenai kepala dan leher
5. Riwayat Kesehatan Masa lalu
- Immunisasi
- Penyakit sistem syarat seperti meningitis bacterial

- Kejang
- Demam tinggi yang tidak diketahui penyebabnya
- Obat ototoksik
- Pilek, infeksi telinga dan alergi
- Kesulitan penglihatan
- Terpapar bising yang berlebihan
6. Perkembangan Pendengaran
- Kekhawatiran orang tua mengenai kerusakan pendengan (apa
-

petunjuknya serta usia berapa)


Respon terhadap suara, bising yang keras, bunyi dengan

frekuensi yang berbeda.


- Akibat pengujian audiometrik sebelumnya
7. Perkembangan Bicara
- Usia berguman, kata pertama yang bermakna dan frase
- Kejelasan bicara
- Perbendaharaan kata terakhir
8. Perkembangan Motorik
- Usia duduk, berdiri dan berjalan
- Tingkat kemandirian dalam perawatan diri, makan, toileting,
dan berdandan
9. Perilaku Adaptif
- Aktivitas bermain
- Sosialisasi dengan anak lain
- Perilaku; tempertranum, menyerang, self-vexation, stimulus
-

fibrasi
Pencapaian pendidikan
Perilaku terbaru/atau perubahan kepribadian

b. Diagnosa Keperawatan :
1) Perubahan sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan
kerusakan pendengaran.
2) Kerusakan
komunikasi

verbal

berhubungan

dengan

ketidakmampuan untuk mendengar petunjuk audiotorius.


3) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan
dengan kerusakan komunikasi.

4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan diagnosa


ketulian pada anak.
5) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan,
infeksi.
6) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi/peradangan.
7) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang

konisi

anaknya.

c. Intervensi Keperawatan/Rasional
Perubahan sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan
kerusakan pendengaran.
Sasaran : Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum.
Hasil yang diharapkan :
- Anak memerlukan dan menggunakan alat bantu dengar
dengan tepat.
- Anak tidak memakan/teraspirasi batere alat bantu dengar
Intervensi :
- Bantu keluarga mencari penyalur alat bantu dengar.
Rasional : Untuk menentukan satu alat yang dapat
dipercaya.
- Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang
tepat.
Rasional : Untuk menjamin keuntungan yang lebih
-

maksimum.
Tekankan pada keluarga pentingnya penyimpanan alat batu
dengar dan ajari anak untuk menggunakan dan mengatur alat
bantu dengar tersebut.
Rasional : Untuk mencegah anak memakan alat bantu dan

memanfaatkannya secara maksimum.


- Bantu anak berfokus pada semua bunyi dilingkungan dan
mendiskusikan hal tersebut.

- Rasional : Untuk memaksimalkan pendengaran.


Untuk anak yang lebih besar, diskusikan metode
penyamaran alat bantu
Rasional : Untuk

membuatnya

tidak

menyolok

dimata/dilihat.
Kerusakan

komunikasi

verbal

berhubungan

dengan

ketidakmampuan untuk mendengar petunjuk audiotorius.


Sasaran :
- Pasien terlibat dalam proses komunikasi dalam batas
kerusakan
- Pasien menunjukan kemampuan membaca gerak bibir.
Hasil yang diharapkan :
- Klien terlibat dalam proses komunikasi dalam batas
kerusakan.
- Pasien menunjukan kemampuan untuk membaca gerak
bibir.
- Anak berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang
diajarkan.
- Individu yang berkomunikasi denga anak menggunakan
teknik komunikasi yang baik.
Intervensi

- Dorong keluarga untuk ikut dalam program rehabilitasi


dengan mempelajari bahasa isyarat.
Rasional : Melanjutkan pembelajaran dirumah dengan bahasa
isyarat sebagai metode komunikasi.
- Ajari bahasa untuk menyampaikan tujuan yang bermanfaat.
Rasional
-

Dorong

Membantu
penggunaan

dalam
bahasa

proses
dan

komunikasi.

buku

dirumah.

Rasional : Merangsang komunikasi verbal dan meningkatkan


perkembangan normal.
- Dorong klien untuk memperbaiki bicara dan menggunakan
bahasa spontan.
Rasional
:
Meningkatkan
-

Melakukan

tes

untuk

perkembangan
masalah

bicara.

penglihatan.

Rasional : Mengidentifikasi masalah penglihatan yang dapat


mengganggu pembelajaran membaca gerak bibir atau
penggunaan bahasa isyarat.
- Ajari keluarga dan orang lain yang terlibat dengan anak
tentang perilaku yang memudahkan untuk membaca gerak
bibir.
Rasional : Meningkatkan proses komunikasi.
Perubahan

pertumbuhan

dan

perkembangan

berhubungan dengan kerusakan komunikasi.


Sasaran

yang
:

- Pasien mencapai kemandirian optimal sesuai dengan usia.


- Pasien mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas bermain dan sosialisasi.
Pasien mendapat kesempatan pendidikan dikelas reguler.
Hasil yang diharapkan :
- Anak melakukan aktivitas hidup sehari-hari sesuai dengan
tingkat perkembangan.
- Anak mempunyai hubungan dan pengalaman dengan teman
sebaya.
- Anak masuk sekolah dengan teratur.
- Anak berkomunikasi dengan orang
Intervensi

lain

dikelas.
:

- Bantu keluarga mengalihkan praktik membesarkan anak


normal pada klien.

Rasional

Meningkatkan

perkembangan

optimal.

- Ajarkan anak untuk mandiri dalam perawatan diri dan


berikan

alat-alat

yang

membantu

kemandiriannya.

Rasional : Membantu meningkatkan perkembangan yang


optimal.
- Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya disiplin dan
penyusunan batasan-batasan.
Rasional : Merangsang anak memenuhi kebutuhan ini.
-

Bantu

keluarga

dalam

memilih

mainan.

Rasional : Memaksimalkan penggunaan indera penglihatan


dan taktil, serta pendengaran residual.
- Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok
dan mengembangkan persahabatan dengan teman sebaya.
Rasional

Membantu

meningkatkan

sosialisasi

dan

menciptakan kesenangan pada anak.


- Bantu anak mengikuti diskusi kelompok dengan menunjuk
pembicara dan mengatur kelompok untuk duduk semi
lingkaran.
Rasional : Membantu dalam mendengar dan/atau membaca
gerak bibir.
- Anjurkan menggunakan televisi yang memakai tulisan.
Rasional
-

Diskusikan

meningkatkan
dengan

guru

kesenangan
dan

anak

pada

anak.

tentang

cara

berkomunikasi efektif..
Rasional : Memfasilitasi pendidikan anak
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan diagnosa
ketulian pada anak.
Sasaran

- Pasien (keluarga) menyesuaikan diri terhadap kehilangan

pendengaran.
- Pasien (keluarga) mendapat dukungan emosional.
- Keluarga menunjukan kedekatan pada anak.
Hasil yang diharapkan :
- Keluarga mengekspresikan kekhawatirannya terhadap
kehilangan pendengaraan pada anak
- Keluarga menunjukan pemahaman tentaang implikasi
kehilangan pendengaran.
- Keluarga terlibat dalam program yang tepat dan
menyediakan diri menjadi sumber.
- Keluarga menunjukan hubungan

yang

Intervensi

positif.
:

- Beri kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan dan


kekhawatirannya
Rasional : Meningkatkan penyesuaian.
- Antisipasi reaksi berduka dan bantu keluarga menghadapi
perasaannya tentang respon sebelumnya terhadap anak.
Rasional : Meminimalkan perasaan bersalah dan sebagai
penyesuaian terhadap kehilangan.
- Diskusikan keuntungn dan batasan alat bantu dengan jenis
kehilangan

pendengaran

yang

berbeda.

Rasional : Membantu keluarga untuk membuat keputusan


berdasarkan informasi.
- Dorong rehabilitasi

formal

sesegera

mungkin.

Rasional : Membantu mengembangkan pertumbuhan dan


perkembangan normal anak.
- Bantu keluarga untuk bepartisipasi dan mendiskusikan
perasaan mereka.
Rasional : Meningkatkan koping dan membantu memberikan
dukungan bagi klien.
- Tekankan kemampuan anak bukan ketidakmampuannya.
Rasional : Meningkatkan perkembangan optimal pada anak.

- Bantu keluarga mengidentifikasi petunjuk-petunjuk verbal


untuk meningkatkan komunikasi anaknya.
Rasional : Membantu meningkatkan kemampuan komunikasi
sebagai

bagian

penting

dari

proses

kedekatan.

- Dorong keluarga untuk menstimuli anak dengan isyarat


visual dan tekankan untuk terus berbicara dengan anak
meskipun ia tidak mendengar.
Rasional : Meningkatkan normalisasi dan membantu anak
memahami penggunaan bahasa isyarat.
Resiko

tinggi

cedera

berhubungan

dengan

bahaya

lingkungan, infeksi.
Sasaran

- Pasien tidak mengalami kehilangan pendengaran yang lebih


parah.
Hasil yang diharapkan :
- Anak tidak mengalami pendengaran.
- Anak tidak terpapar pada tingkat kebisingan yang
berlebihan.
- Anak diimunisasi dengan cepat.
Intervensi

- Bagi bayi, anjurkan untuk imunisasi pada usia yang tepat.


Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural
yang

didapat

karena

penyakit

- Minimalkan tingkat kebisingan


Rasional : Mencegah kerusakan

masa

anak-anak.

atau

kehilangan

pendengaran.
- Cegah infeksi telinga dengan melakukan deteksi ini.
Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural.

Tingkatkan

kepatuhan

terhadap

terhadap

program

pengobatan terhadap otitis media.


Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan pendengaran
akibat otitis media dan membantu perbaikan.
- Evaluasi kemampuan auditorius yang cenderung mengalami
masalah telinga.
Rasional : Mendeteksi

dini

kerusakan

pendengaran.

- Kaji sumber-sumber kebisingan yang berlebihan disekitar


anak dan lakukan tindakan untuk mengurangi tingkat
kebisingan.
Rasional : Kebisingan yang berlebihan menyebabkan
kehilangan pendengaran sesorineural.

Hipertermi berhubungan dengan proses


nflamasi/peradangan.
Hasil yang diharapkan : Anak menunjukan suhu tubuh dalam
batas normal (37C)
Intervensi

- Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, perhatikan apakah


anak

menggigil.

Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu


38,9C 41,1C menunjukan proses infeksi. Menggigil
sering mendahului puncak peningkatan suhu.
- Pertahankan lingkungan yang sejuk.
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan
suhu mendekati normal.
- Beri kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es.
Rasional : Membantu mengurangi demam. Alkohol/air es
dapat menyebabkan kedinginan dan mengeringkan kulit.

- Beri antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) esuai indikasi.


Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentral pada
hipotalamus.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang konisi anaknya.
Hasil yang diharapkan :Kecemasan orang tua berkurang
yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan mereka
dalam mendampingi dan memberi dukungan pada anak
dengan menjelaskan kondisinya.
Intervensi

- Berikan informasi yang adekuat pada orang tua dan


keluarga.
Rasional : Informasi yang adekuat merupakan suatu apek
penting

dalam

membantu

proses

perawatan

klien.

- Biarkan orang tua tetap mendampingi klien selama


hospitalisasi.
Rasional : Orang tua dapat mengetahui perkembangan
informasi tentang kondisi anaknya.
- Kaji pehaman orang tua tentang kondisi anaknya dan
gambaran perawatan.
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua
tentang konsi anaknya dan gambaran perawatan sehingga
dapat membantu dalam melaksanakan intervensi selanjutnya.
- Jelaskan semua prosedur pada anak dan orang tua
(keluarga).
Rasional : Untuk meminimalkan rasa takut/cemas terhadap
hal-hal yang tidak diketahui.
- Beri dukungan emosional pada orang tua selama anak
masih dirawat di RS.

Rasional : Diharapkan orang tua dapat mengenal dan


menghadapi rasa cemas dengan adanya dukungan dan
konseling.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dismpulkan beberapa hal yaitu sebagai
berikut :
1. Cacat ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan / ketidakmampuan
dalam proses pendengaran yang baik itu konduktif ataupun sensorineural, yang
diikuti oleh gangguan dalam berbicara/berbahasa sebagai manifestasi dari
kerusakan reseptor yang berfungsi sebagai transmisi impuls suara.
2. 2. Gangguan pendengaran ini disebabkan oleh berbagai faktor terutama selama
masa pre-nataal, perinatal dan post-natal. Tidak semua gangguan pendengaran
akan

menyebabkan

kerusakan/gangguan

pada

komunikasi.

3. Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran


serta upaya penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli
dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karenya penting untuk mengenal sejak dini
tanda-tanda

perkembangan

pendengaran

yang

abnormal.

Saran
Makalah kecil ini mencoba mengupas konsep medis dan konsep keperawatan
tentang cacat ganda. Kelompok menyadari bahwa apa yang disajikan masih jauh
dari kesempurnaan, dan oleh karenya kelompok sangat mengharapkan masukan
dari rekan-rekan mahasiswa dan terlebih kepada Ibu dosen pembimbing mata
kuliah ini, sehingga apa yang dibahas diatas tidak hanya merupakan sesuatu
yang sifatnya hanya merupakan sebuah konseptual, melainkan dapat menjadi
pijakan bagi mahasiswa dalam konteks aplikatifnya.
3. DAFTAR PUSTAKA
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1988.
Suwanto R. Hendarmin, Deteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak untuk
Optimalisasi Perkembangan Kecerdasan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996.
Roamadewi, Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Keterlambatan Wicara
dan Bahasa, Akademi Terapi Wicara YBC, Jakarta, 2000.
Donna L. Wong, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2003.
Arif Manjoer dkk., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta, 2001.
Internet.

Anda mungkin juga menyukai