PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendengaran merupakan lintasan sensorik yang primer melalui anak, secara
normal memperkembangkan kemampuan berbicara serta bahasa mereka. Gangguan
pendengaran pada usia berapapun dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan
pendengaran dengan derajat yang ringan sekalipun, akan dapat mengakibatkan
terjadinya permasalahan pada kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta belajar.
Oleh karena itu merupakan sesuatu yang esensial bahwa terdapatnya kehilangan
pendengaran pada anak dapat dikenali sedini mungkin serta pengelolahannya
direncanakan dengan segera. Ketrampilan yang dimiliki oleh audiologist yang
bersangkutan adalah esensial dalam mengenali terdapatnya derajat tipe gangguan
pendengaran yang bersangkutan.
Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai suatu sarana untuk
mengungkapkan konsep pikiran, perasaan dan emosi. Salah satu komponen utama
dalam berkomunikasi adalah kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Wicara
merupakan salah satu kemampuan yang diperoleh melalui suatu proses perkembangan
yang rumit, dimulai segera setelah bayi lahir. Secara umum gangguan wicara
diakibatkan oleh faktor organik, fungsional, ataupun keduanya. Wicara adalah
kemampuan berbahasa vokal (motorik) dengan mengartikulasikan bahasa. Untuk dapat
berbahasa membutuhkan kemahiran reseptif (memahami bahasa), mengelolah
infformasi yang diterima dan kemampuan ekspresif (mengemukakan ide/kehendak,
gagasan, dan pengetahuan kepada orang lain). Ekspresi bahasa dapat disampaikan
dalam bentuk wicara, mimik, isyarat, tulisan maupun bahasa tubuh. Gangguan wicara
pada anak erat kaitannya dalam proses tumbuh kembang. Ada tidaknya gangguan
wicara pada anak dapat dinilai dan dievaluasi dengan membandingkan proses
pematangan dan kemampuan inividu normal.
Pada anak kemampuan berbahasa dan/atau wicara dapat normal, terlambat,
terganggu atau menyimpang dari pola normal. Ketidaktahuan akan tahap
perkembangan mendengar dan wicara menyebabkan kelambatan penemuan dini kasuskasus gangguan wicara yang tentu saja berakibat pada terlambatnya penanganankasus.
Saat ini di Indonesia beluam ada data pasti mengenai jumlah kasus anak dengan
gangguan wicara dan berbahasa. Data dari 808 anak yang datang dengan masalah
gangguan wicara di Pusat Kesehatan Telinga dan Gangguan Komunikasi bagian THT
RSCM menunjukan 82.79 % disebabkan gangguan pendengaran, sedangkan 15.35 %
anak dengan gangguan wicara tanpa masalah pendengaran.
I.2 Rumusan Masalah
Kemampuan berbicara daan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses
tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor usia. Proses
perkembangan dan pertumbuhan ini tentunya melalui berbagai tahapan yang harus
dialalui oleh anak/bayi untuk dapat mencapai kemampuan berbicara dan mendengar
secara baik.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi term of reference dalam
makalah ini adalah :
Apa yang dimaksudkan dengan cacat ganda ?
Bagaimana proses perkembangan mendengar dan berbicara pada anak ?
Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya (etiologi) gangguan
bicara dan gangguan pendengaran ?
Bagaimana pathofisiologi, manifestasi klinis yang terjadi serta pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada cacat ganda ?
Bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
(anak) yang menderita cacat ganda ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.2 Pengertian
Berdasarkan
sinyal
bunyi
ini
dimulai
proses
produksi
bunyi.
Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali
otak melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas
bahwa gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat),
yang terjadi didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan
wicara.
II.2 Proses Perkembangan Bicara dan Mendengar
1.1 Proses Perkembangan Mendengar
Kemampuan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses tumbuh
kembang sehingga dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama faktor usia. Pada bayi
spektrum frekuensi suara masih terbatas dan umumnya lebih sensitif terhadap bunyi
dengan nada inggi. Demikian pulah dengan reaksi yang diperlihatkan terhadap bunyi
dipengaruhi oleh faaktor usia. Sampai beberapa minggu setelah setelah lahir reaksi
bayi terhadap bunyi masih bersifat refleks, seperti menangis, terkejut, mengejapkan
mata, membuka mata, gerakan menarik lengan kearah tubuh, dan bernapas cepat.
Pada usia sekitar 4 bulan, saat otot-otot mata telah cukup kuat maka iaa akan
berupaya mencari sumber bunyi dengan menggerakan bola matanya dan bila otot-otot
lehernya telah kuat bayi akan mampu mencari sumber bunyi dengan menolehkan
kepalanya. Reaksi terhadap bunyi juga dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh
sebelumnya, baik berupa hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
Kekerasan bunyi (intesitas) yang dibutuhkan untuk menimbulkan respon juga
dipengaruhi oleh faktor usia.
2.Proses Perkembangan Bicara
Ada beberapa tahap perkembangan berbicara pada seorang anak. Pada bayi baru
lahir kontak dengan lingkungan telah dimulai walaau hanya berupa ekspresi wajah atau
menangis. Tahap perkembangan berbicara paling awal adalah menangis (refleks
vocalization), yang akan diikuti oleh tahap kedua yang berlangsung pada usia 5 6
bulan berupa ocehan ulang (babbling). Bunyi yang dihasilkan merupakan
penggabungan konsonan atau huruf mati seperti p, m, b, g dengan huruf vokal yang
diulang, misalnya: papapa, mamama, atau gagaga seperti sedang berguman.
Pada usia sekitar 6 7 bulan, penggulangan bunyi tidak lagi bersifat refleks namun
karena bayi benar-benar mendengarkannya dan menyukaianya (lailing), bunyi yang
diproduksi misalnya: pa..pa, ma..ma, mi..mi dan sebagainya. Pada usia 10 bulan suara
yang dihasilkan merupakan peniruan terhadap sejumlah bunyi suara sendiri atau bunyi
yang didengar dari lingkungannya (echolalia). Selanjutnya pada usia 12-18 bulan telah
dapat memproduksi kelompok kjata atau kalimat pendek (true speech), anak sudah
memperlihatkan kemampuan pemahaman bicara dan bahasa. Anak telah dapat
mengerti pembicaraan orang lain sebatas pengalaman dengar yang telah dimilikinya.
Apabila pada usia ini anak tidak mampu mengoceh atau meniru pembicaraan orang
lain maka perlu diwaspadai terhadap kemungkinan adanya gangguan berbicara.
Secara lebih terperinci tahap perkembangan kemampuan berbicara serta berbahasa
dapat dilihat pada tabel berikut :
3. Etiologi
Secara umum diketahui beberapa faktor yang diketahui menjadi faktor penyebab
terjadinya kerusakan pendengaran yang berdampak pada gangguan berbicara (cacat
ganda) yaitu sebagai berikut :
Masa prenatal :
1) Genetik herediter
2) Non genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi oleh bakteri atau
virus: TORCH, campak, parotis), kelainan struktur anatomik (misalnya akibat obatobatan ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea), dan kekurangan zat gizi.
Masa perinatal :
Prematuritas, berat badan lahir rendah (< 2.500 gram), tindakan dengan alat pada
proses kelahiran (ekstraksi vacum, forcep), hiperbilirubinemia (> 20 mg/100ml),
asfiksia, dan anoksia otak merupakan faktor resiko terjadinya cacat ganda.
Masa postnatal :
Adanya infeksi bakterial atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi otak,
perdarahan pada telinga tengah dan trauma temporal dapat menyebabkan tuli konduktif
yang dapat mengakibatkan gangguan wicara.
4.Patofisiologi
Permasalahan yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang menderita
kehilangan pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah kemampuan
mereka untuk mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang mengalami
gangguan. Untuk menghasilkan bunyi prosesnya juga tidak sederhana karena
dibutuhkan kerjasama berbagai organ tubuh dimulai dari aliran udara pernafasan yang
berasal dari paru-paru, getaran pita suara (fonasi) yang dilewati aliran udara sehingga
di hasilkan nada tertentu, pipa tenggorokan yang berperan sebagai tabung udara yang
menimbulkan getaran pada saat dilalui udara (resonansi), penutupan langit-langit lunak
agar udara tidak memasuki rongga hidung dan pengatupan bibir dengan maksud udara
terkumpul di rongga mulut, yang akan membuka pada saat telah terjadi getaran pita
suara. Proses ini masih diikuti dengan gerakan tertentu dari otot-otot lidah, rongga
mulut dan gigi sehingga terjadi penyusupan suara kedalam bentuk kata-kata yang akan
menandai karakter artikulasi.
Berbagai faktor penyebab seperti kelainan struktur anatomi, infeksi oleh
mikroorganisme, atau penyebab lain akan menyebabkan kerusakan pada struktur
koklea dan nervus akustik berupa atrophi dan degererasi sel-sel rambut penunjang pada
organ dan reseptor corti disertai perubahan vasculer pada stria vaskularis. Hal ini akan
menyebabkan gangguan penghantaran/transmisi impuls pada nuclei cochlearis (sebagai
tempat untuk merespon frekuensi bunyi) dan nuclei olivaris superior (sebagai penentu
ketepatan lokasi dan arah sumber bunyi) yang menyebabkan impuls ini tidak dapat
dipersepsikan oleh nervus auditorius melalui serabut eferent.
Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali
otak melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas
bahwa gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat),
yang terjadi didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan
wicara.
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang timbul pada anak yang mengalami gangguan
pendengaran
yang
diikuti
oleh
gangguan
berkomunikasi
adalah
Pendengaran akan berkurang secara perlahan-lahan, progresif dan simetris pada kedua
telinga.
Telinga berdenging
Klien dapat mendengar suara tetapi sulit memahaminya
Dapat disertai oleh nyeri, tinitus, dan vertigo
beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya adanya kerusakan
pendengaran :
Respon Orientasi
- Kurangnya refleks beguman atau mengedip pada bunyi keras
Menetapnya refleks Moro diatas 4 bln (dihubungkan dengan retardasi
mental)
- Kegagalan untuk terbangun oleh kebisingan lingkungan yang keras selama
masa bayi
- Kegagalan untuk melokalisasi sumber bunyi pada usia 6 bln
- Kesamaan umum pada bunyi
- Kurangnya respon terhadap kata yang diucapkan, gagal untuk mengikuti
petunjuk verbal
- Respon terhadap bising keras sebagai perlawanan terhadap bunyi
Vokalisasi dan Produksi Bunyi
- Kualitas monoton, bicara tidak jelas, kurang tertawa
- Kualitas normal pada kehilangan auditorius pusat
- Kurang pengalaman bermain bunyi dan menjerit
dengan
tepat
Perilaku Emosional
- Menggunakan kemarahan untuk memancing perhatian pada dirinya atau
kebutuhannya
- Sering keras kepala karena kurangnya pemahaman
Pedoman
rujukan
mengenai
kerusakan
komunikasi
- Orang tua yang perhatiannya terlalu berlebihan atau yang terlalu menekan
anak untuk bicara pada tingkat diatas usia yang seharusnya.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai
kemampuan mendengar yang dapat merusak gangguan wicara anak/bayi
yaitu :
1) Pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan garpu tala yang
meliputi :
Tes penala
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach
2) Pemeriksaan secara kuantitatif yang meliputi :
Free field test untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan
respon terhadap sumber bunyi.
3) Behavioral observation, (0-6 bulan)
4) Conditioned test, (2-4 tahun)
Audiometri nada murni (anak) > 4 tahun yang kooperatif)
BERA (brain evoked response audiometry), yang dapat memberikan
informasi obyektif tentang fungsi pendengaran pada bayi baru lahir.
7. Penatalaksanaan
Penemuan kasus gangguan pendengaran dan bicara serta berbahasa
dalam bentuk apapun harus dilakukan sedini mungkin, sehingga dapat
dilakukan penanganan lebih cepat sehingga cacat bicara ataupun
komunikasi
ini
dapat
diatasi.
Dengan
memahami
tahapan
berbicara
dan
mendengar
tersebut
pada
ahlinya.
kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai disiplin ilmu, antara lain:
dokter THT, dokter syaraf anak, ahli psikologi, ahli jiwa, dan ahli
terapi bicara.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian :
Pengkajian Fisik
Anamnese, yang meliputi :
1. Riwayat Keluarga :
- Gangguan genetik yang berhubungan dengan kerusakan
pendengaran atau berbicara.
- Anggota keluarga, khususnya saudara ataupun orang tua dengan
gangguan pendengaran atau bicara.
2. Riwayat Prenatal :
- Keguguran/abortus
- Penyakita yang menyeratai kehamilan (rubella, sifilis, diabetes)
- Pengobatan yang diperoleh selama kehamilan
- Eklamsia
3. Riwayat Persalinan :
- Durasi persalinan, tipe persalinan- Gawat janin
- Presentasi (terutama letak sungsang)- Pengobatan yang
digunakan
- Ketidakcocokan darah
4. Riwayat Kelahiran
- Berat badan lahir < 1500 g
- Hiperbilirubinemia yang berlebihan merupakan indikasi untuk
exchange transfuse
- Asfiksia berat
- Prematuritas
- Infeksi virus perinatal kongenital (sitomegalivirus, rubela,
herpes, sifilis, toksoplasmosis)
- Anomali kongenital yang mengenai kepala dan leher
5. Riwayat Kesehatan Masa lalu
- Immunisasi
- Penyakit sistem syarat seperti meningitis bacterial
- Kejang
- Demam tinggi yang tidak diketahui penyebabnya
- Obat ototoksik
- Pilek, infeksi telinga dan alergi
- Kesulitan penglihatan
- Terpapar bising yang berlebihan
6. Perkembangan Pendengaran
- Kekhawatiran orang tua mengenai kerusakan pendengan (apa
-
fibrasi
Pencapaian pendidikan
Perilaku terbaru/atau perubahan kepribadian
b. Diagnosa Keperawatan :
1) Perubahan sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan
kerusakan pendengaran.
2) Kerusakan
komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
konisi
anaknya.
c. Intervensi Keperawatan/Rasional
Perubahan sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan
kerusakan pendengaran.
Sasaran : Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum.
Hasil yang diharapkan :
- Anak memerlukan dan menggunakan alat bantu dengar
dengan tepat.
- Anak tidak memakan/teraspirasi batere alat bantu dengar
Intervensi :
- Bantu keluarga mencari penyalur alat bantu dengar.
Rasional : Untuk menentukan satu alat yang dapat
dipercaya.
- Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang
tepat.
Rasional : Untuk menjamin keuntungan yang lebih
-
maksimum.
Tekankan pada keluarga pentingnya penyimpanan alat batu
dengar dan ajari anak untuk menggunakan dan mengatur alat
bantu dengar tersebut.
Rasional : Untuk mencegah anak memakan alat bantu dan
membuatnya
tidak
menyolok
dimata/dilihat.
Kerusakan
komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
Dorong
Membantu
penggunaan
dalam
bahasa
proses
dan
komunikasi.
buku
dirumah.
Melakukan
tes
untuk
perkembangan
masalah
bicara.
penglihatan.
pertumbuhan
dan
perkembangan
yang
:
lain
dikelas.
:
Rasional
Meningkatkan
perkembangan
optimal.
alat-alat
yang
membantu
kemandiriannya.
Bantu
keluarga
dalam
memilih
mainan.
Membantu
meningkatkan
sosialisasi
dan
Diskusikan
meningkatkan
dengan
guru
kesenangan
dan
anak
pada
anak.
tentang
cara
berkomunikasi efektif..
Rasional : Memfasilitasi pendidikan anak
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan diagnosa
ketulian pada anak.
Sasaran
pendengaran.
- Pasien (keluarga) mendapat dukungan emosional.
- Keluarga menunjukan kedekatan pada anak.
Hasil yang diharapkan :
- Keluarga mengekspresikan kekhawatirannya terhadap
kehilangan pendengaraan pada anak
- Keluarga menunjukan pemahaman tentaang implikasi
kehilangan pendengaran.
- Keluarga terlibat dalam program yang tepat dan
menyediakan diri menjadi sumber.
- Keluarga menunjukan hubungan
yang
Intervensi
positif.
:
pendengaran
yang
berbeda.
formal
sesegera
mungkin.
bagian
penting
dari
proses
kedekatan.
tinggi
cedera
berhubungan
dengan
bahaya
lingkungan, infeksi.
Sasaran
didapat
karena
penyakit
masa
anak-anak.
atau
kehilangan
pendengaran.
- Cegah infeksi telinga dengan melakukan deteksi ini.
Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural.
Tingkatkan
kepatuhan
terhadap
terhadap
program
dini
kerusakan
pendengaran.
menggigil.
dalam
membantu
proses
perawatan
klien.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dismpulkan beberapa hal yaitu sebagai
berikut :
1. Cacat ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan / ketidakmampuan
dalam proses pendengaran yang baik itu konduktif ataupun sensorineural, yang
diikuti oleh gangguan dalam berbicara/berbahasa sebagai manifestasi dari
kerusakan reseptor yang berfungsi sebagai transmisi impuls suara.
2. 2. Gangguan pendengaran ini disebabkan oleh berbagai faktor terutama selama
masa pre-nataal, perinatal dan post-natal. Tidak semua gangguan pendengaran
akan
menyebabkan
kerusakan/gangguan
pada
komunikasi.
perkembangan
pendengaran
yang
abnormal.
Saran
Makalah kecil ini mencoba mengupas konsep medis dan konsep keperawatan
tentang cacat ganda. Kelompok menyadari bahwa apa yang disajikan masih jauh
dari kesempurnaan, dan oleh karenya kelompok sangat mengharapkan masukan
dari rekan-rekan mahasiswa dan terlebih kepada Ibu dosen pembimbing mata
kuliah ini, sehingga apa yang dibahas diatas tidak hanya merupakan sesuatu
yang sifatnya hanya merupakan sebuah konseptual, melainkan dapat menjadi
pijakan bagi mahasiswa dalam konteks aplikatifnya.
3. DAFTAR PUSTAKA
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1988.
Suwanto R. Hendarmin, Deteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak untuk
Optimalisasi Perkembangan Kecerdasan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996.
Roamadewi, Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Keterlambatan Wicara
dan Bahasa, Akademi Terapi Wicara YBC, Jakarta, 2000.
Donna L. Wong, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2003.
Arif Manjoer dkk., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta, 2001.
Internet.