Anda di halaman 1dari 3

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Kelapa Sawit
Taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Setyamidjaja (2006) yaitu divisi
Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Monocotyledonae, famili Areraceae,
Sub famili Cocoideae, genus Elaeis, dan spesies Elaeis guineensis Jacq.
Sistem perakaran tanaman kelapa sawit merupakan sistem perakaran
serabut yang terdiri atas akar primer, akar sekunder, akar tertier, dan akar
kuarterner. Akar tertier dan akar kuarterner adalah akar yang aktif mengambil hara
dan air dari dalam tanah.
Secara umum, sistem perakaran yang aktif pada kelapa sawit berada dekat
permukaan tanah, yaitu pada kedalaman antara 5-35 cm. Batang kelapa sawit
tumbuh tegak lurus ke atas. Batang berbentuk silindris tetapi pada pangkalnya
membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang memanjangkan batang.
Kecepatan pertumbuhan batang rata-rata 35- 75 cm per tahun. Hal ini dipengaruhi
oleh sifat genetik tanaman, keadaan iklim, pemeliharaan (terutama pemupukan),
kerapatan tanaman, umur, dan sebagainya.
Daun kelapa sawit terdiri atas pangkal pelepah daun sebagai tempat
duduknya helaian daun yang terdiri atas rachis, tangkai daun, duri-duri, dan
helaian anak daun. Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar.
Panjang pelepah daun bisa mencapai 9 meter. Daun kelapa sawit memiliki
susunan spiral 1/8. Daun ke-1, ke-9, ke-17, dan seterusnya terletak dalam satu
garis kedudukan.
Secara umum, bunga kelapa sawit termasuk berumah satu, yaitu dalam
satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Akan
tetapi, sering dijumpai pula tandan bunga betina yang mendukung bunga jantan
(hermaprodit). Bunga muncul dari ketiak daun dan setiap ketiak daun hanya
mampu menghasilkan satu tandan bunga. Bunga betina yang telah dibuahi akan
berkembang menjadi buah. Buah kelapa sawit terdiri atas pericarp yang
terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp, dan endocarp (cangkang) yang
membungkus 1-4 inti/kernel

2.2 Permasalahan gulma pada Budidaya Kelapa Sawit


Gulma dapat merugikan tanaman pertanian karena bersaing dalam
mendapatkan unsur hara, cahaya matahari, air dan ruang. Beberapa jenis gulma
sering menjadi inang hama dan penyakit tanaman tertentu atau mengandung zat
allelopati yang dapat merugikan tanaman utama. Gulma yang terlalu rapat dapat
mempersulit pekerjaan di kebun seperti panen, menyemprot, dan lain-lain
(Djojosumarto, 2000).
Gulma dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Sastroutomo (1990)
mengelompokkan gulma berdasarkan daur hidupnya menjadi gulma semusim,
gulma dua musim, dan gulma tahunan. Gulma semusim mempunyai daur hidup
satu tahun atau kurang, mulai dari perkecambahan biji sampai dapat menghasilkan
biji lagi. Gulma dua musim dapat hidup lebih dari satu tahun tetapi tidak lebih
dari dua tahun. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat tumbuh lebih dari dua
tahun.
Perkebunan kelapa sawit tidak pernah lepas dari masalah gulma. Menurut
Tjitrosoedirdjo et al, (1984), jenis gulma yang tumbuh biasanya sesuai dengan
kondisi perkebunan. Misalnya pada perkebunan yang baru diolah, maka gulma
yang banyak dijumpai adalah gulma semusim, sedangkan pada perkebunan yang
telah lama ditanami, gulma yang banyak terdapat adalah gulma jenis tahunan.
Sukman (2002) menyebutkan perkembangbiakan gulma ditinjau dari segi
mekanisme perkembangannya adalah sangat efisien, dan bila diperhatikan jauh
lebih efisien dari pada tanaman budidaya yang diusahakan. Gulma berkembang
biak secara generatif (biji) maupun secara vegetatif. Secara umum gulma semusim
berkembang biak melalui biji. Biasanya produksi biji sangat banyak, bahkan dapat
menghasilkan lebih dari 40 000 biji dalam satu musim, sebagai contoh adalah
jejagoan

(Echinochloa

crusgalli).

Gulma

tahunan

lebih

efisien

perkembangbiakannya dari pada gulma semusim, karena gulma ini dapat


berkembang biak dengan biji ataupun secara vegetatif. Sebagai contoh adalah teki
dan alang-alang.

2.3 Pengendalian Gulma secara Kimiawi


Pengendalian Gulma Secara Kimiawi Pengendalian gulma pada prinsipnya
merupakan usaha meningkatkan daya saing tanaman utama dan melemahkan daya
saing gulma. Keunggulan tanaman pokok harus menjadi sedemikian rupa
sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhan secara
berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman utama. Dalam
pengertian ini semua praktek budidaya di pertanaman dapat dibedakan mana yang
lebih meningkatkan daya saing tanaman utama atau meningkatkan daya saing
gulma (Sukman dan Yakup, 2002).
Pengendalian gulma secara kimiawi ialah pengendalian gulma dengan
menggunakan bahan kimiawi yang dapat menekan atau bahkan mematikan gulma.
Bahan kimiawi itu disebut herbisida (Moenandir, 1988). Pengendalian gulma
secara kimiawi mempunyai beberapa segi keuntungan dan kerugian jika
dikembangkan di negara-negara yang sedang berkembang. Meningkatnya
penggunaan herbisida di perkebunan mungkin disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut : perkebunan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga
dapat mendukung biaya yang dibutuhkan bagi pengendalian kimiawi, herbisidaherbisida yang telah mendapat persetujuan, cukup memberikan hasil yang baik
dan pegawai perkebunan dapat diberikan pendidikan dan latihan tentang cara-cara
penggunaan herbisida dengan biaya yang memang cukup tersedia. Penggunaan
yang berhasil sangat tergantung akan kemampuannya untuk membasmi beberapa
jenis tumbuhan (gulma) dan tidak membasmi jenis-jenis lainnya (tanaman
budidaya).

Anda mungkin juga menyukai