1. Pengertian Kemiskinan
Definisi kemiskinan bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah konsep dimana
pendapatan seseorang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan minimum.
Kebutuhan minimum meliputi sandang, pangan, dan perumahan dalam tingkatan
yang sangat minimal. Untuk mengukurnya maka penghasilan seseorang harus
dikaitkan dengan harga barang-barang, yang berarti penghasilan riil.
Namun demikian untuk mengukur kemiskinan absolut masih sulit, karena
tergantung dari kesepakatan para ahli untuk mengukurnya. Terdapat perbedaan
yang besar di setiap negara tentang ukuran kebutuhan makanan, pakaian, dan
perumahan minimal. Tergantung dari adat istiadat dan dipengaruhi jaga oleh
kondisi politik dan struktur sosial dan politik Negara tersebut.
Untuk mengukur kemiskinan ini dipakai konsep kebutuhan dasar. Menurut
United Nation Research Institute for Sosial Development (UNRISD), kebutuhan
dasar manusia digolongkan menjadi 3 kelompok, yang pertama kebutuhan fisik
yang berupa kebutuhan gizi, perumahan, dan kesehatan. Kedua, kebutuhan kultural
yang terdiri dari pendidikan, waktu luang, dan rekreasi serta ketenangan hidup.
Yang ketiga adalah kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan yang lebih
tinggi.
Kebutuhan dasar tidak hanya meliputi kebutuhan orang atau keluarga, tetapi juga
meliputi kebutuhan fasilitas lingkungan kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan
oleh International Labor Organization (ILO, 1976) sebagai berikut:
2. Indikator Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini (BPS 2009) sebesar 32 juta jiwa, atau 15% dari
jumlah penduduk, yang berarti menurun dibanding tahun 2008 yang sebesar 34 juta jiwa.
Namun menurut Bank Dunia (2009), jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 90 juta
sampai 100 juta orang. Setiap lembaga mempunyai patokan sendiri-sendiri untuk menentukan
garis kemiskinan sesuai dengan kepentingannya masing-masing.
Sebenarnya indikator kemiskinan harus jelas dan transparan, sehingga bisa dibandingkan
kondisi antara wilayah satu dengan wilayah yang lain dan Negara yang satu dengan Negara
yang lain. Menurut BPS, untuk menentukan kategori penduduk miskin digunakan ukuran
kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk makanan digunakan patokan
sebesar 2.100 kalori per hari. Mengukur makanan dengan basis makanan minimum disebut
pendekatan kebutuhan dasar, sedang untuk ukuran kebutuhan minimum yang lain disebut
Head Count Index.
Indikator kemiskinan ada bermacam-macam yakni: konsumsi beras per kapita per tahun,
tingkat pendapatan, tingkat kecukupan gizi, kebutuhan fisik minimum (KFM) dan tingkat
kesejahteraan.
Garis kemiskinan yang lain adalah yag diusulkan oleh Sajogya (1977), yang
mendefinisikan kemiskinan dengan dasar tingkat konsumsi beras setahun. Sajogya
mengusulkan tingkat kemiskinan adalah setara dengan harga beras sebanyak
240kg, sedang untuk daerah perkotaan sebesar 360 kg per perkapita per tahun.
Sajogya mendefinisikan kemiskinan menjadi 3 golongan, yaitu: melarat, sangat
miskin, dan miskin. Penduduk dikatakan melarat jika konsumsinya setara 180 kg
beras di pedesaan dan 270 kg beras di perkotaan.
Secara lebih terinci Sajogyo membagi lagi indikator kemiskinan tersebut
menjadi 3 kelompok:
Pedesaan Perkotaan
a. Melarat 180 kg 270 kg
b. Sangat Miskin 240kg 360kg
c. Miskin 320kg 480kg
Namun sejak tahun 1979 garis Melarat dihilangkan dan kemudian ditambah
dengan garis Nyaris Miskin, yaitu dengan 480kg di desa dan 720kg di perkotaan
(Sajogyo, dalam BPS, 1986)
b. Tingkat Pendapatan
Penduduk di daerah perkotaan mempunyai kebutuhan yang relatif sangat
beragam dibandingkan dengan daerah pedesaan sehingga mempengaruhi pola
pengeluaran. Batas garis kemiskinan antara daerah perkotaan dan pedesaan,
presentase penduduk miskin, dan jumlah penduduk miskin di Indonesia dapat
dilihat pada table di bawah ini.
Tabel
Garis kemiskinan. Persentase, dan jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia Tahun 2008
Jumlah Penduduk Miskin % Penduduk Miskin
Wilayah
Kota Desa K+D Kota Desa K +D
Sumatra 2567,8 4726,1 7293,9 135,27 148,29 283,56
Jawa & Bali 8674,4 11517,2 20191,6 71,5 103,96 175,46
Nusa
679,7 1499,3 2179 44,97 47,61 92,58
Tenggara
Kalimantan 364,3 849,8 1214,1 27,47 44,13 71,6
Sulawesi 441,1 2663,9 3105 70,62 175,81 246,43
Irian Jaya 41,1 938,5 979,6 12,95 89,7 102,65
Jumlah 12768,4 22194,8 34963,2 362,78 609,5 972,28
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
c. Indikator Kesejahteraan Rakyat
Selain data pendapatan dan pengeluaran, ada berbagai komponen tingkat
kesejahteraan yang lain yang sering digunakan. Pada publikasi UN (1961) yang
berjudul International Definition and Measurement of Living: An interin Guide
disarankan 9 komponen kesejahteraan yaiut kesehatan, konsumsi makanan dan
gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi
dan kebebasan.
Indikator yang lain dibuat oleh Hendra Esmara yang menilai garis
kemiskinan dari pengeluaran aktual pada sekelompok barang dan jasa esensial
seperti yang diungkapkan berturut-turut dalam Susenas. Kebaikan indikator dari
Esmara adalah mampu menangkap dampak inflasi terhadap pendapatan, sehingga
apabila kondisi inflasi yang tinggi jumlah penduduk miskin bertambah. Kondisi ini
lebih riil dilapangan.
3. Penyebab dan Solusi Kemiskinan
Penyebab Kemiskinan
Negara berkembang sampai kini masih memiliki ciri-ciri terutama sulitnya mengelola
pasar dalam negerinya menjadi pasar persaingan yang lebih sempurna. Ketika mereka tidak
dapat mengelola pembangunan ekonomi, maka kecenderungan kekurangan kapital dapat
terjadi, diikuti dengan rendahnya produktivitas, turunnya pendapatan riil, rendahnya
tabungan, dan investasi mengalami penurunan, sehingga melingkar ulang menuju keadaan
kurangnya modal.
1. Berdasarkan mobilisasi tenaga kerja yang masih belum didayagunakan (idle) dalam
rumah tangga petani gurem agar terjadi pembentukan modal di pedesaan. Ide bahwa
tenaga kerja yang masih belum didayagunakan pada rumah tangga petani kecil dan
gurem merupakan sumber daya yang tersembunyi dan merupakan potensi tabungan.
Beberapa cara perlu dilakukan untuk mengamankan tabungan dalam rumah tangga
tersebut. Alternatif cara yang digunakan adalah:
Dengan metode ini ternyata memungkinkan adanya kenaikan yang substansial dalam:
- Hasil tanaman
- Proses ini juga menciptakan pola permintaan yang kondusif terhadap pertumbuhan
Ukuran Kelurahan
Kategori
Kecil Sedang Besar
Jumlah penduduk kelurahan < 3000 jiwa 3000 s/d 10.000 jiwa >10.000 juta
tahun 2000
Jumlah KK miskin < 300 KK ≥ 300 KK < 1.000 KK ≥ 1.000 KK ≥ 1.000 KK
Jumlah alokasi dana BLM Rp150 – 250 juta Rp250 – Rp450 juta Rp450 juta
Plafon Maksimal dana BLM
untuk tipa usulan pinjaman Rp30 juta
bergulir per KSM
Minimal jumlah anggota per
5 orang
KSM
Plafon maksimal pinjaman Pinjaman pertama sebesar Rp500 ribu dan pinjaman selanjutnya
per anggota KSM sebesar Rp2 juta
Sumber: Dirjen Perumahan dan Permukiman (2003)
Kegiatan yang secara Pembangunan sarana dan Sebagai dana hibah yang
langsung memberikan prasarana dasar perumahan tidak harus dikembalikan.
manfaat kepada sejumlah dan pemukiman, pelatihan Diharapkan dana ini dapat
besar warga atau seluruh pengembangan SDM bagi menggugah pertisipasi dan
warga masyarakat tertama anggota UPK-BKM-KSM keswadayaan warga,
warga miskin. dalam pengembangan terutama yang mampu
kapasitas dan penguatan menyumbang agar kegiatan
organisasi. ini terjadi lebih besar
manfaatnya.
Kegiatan yang bersifat Penyantunan kepada warga Sebagai dan hibah dan
penyantunan. Hal ini harus yang sangat miskin, anak diharapkan dapat
sesuai menurut kesepakatan yatim piatu miskin, warga menggugah partisipasi
forum warga dan disetujui terkena musibahdan bencana warga lainnya dalam ikut
KMW. yang benar-benar menyumbang atau
membutuhkan santunan. memberikan kontribusi bagi
masyarakat miskin.
Sumber: Dirjen Perumahan dan Permukiman (2003)
Alokasi Paket
Jumlah BKM Kecil Sedang Besar
Alokasi paket Tahun 1 Rp1 miliar Rp1,5 miliar Rp2 miliar
Tahun 2 Rp1,5 miliar Rp2 miliar Rp2,5 miliar
Tahun 3 Rp2 miliar Rp2 miliar Rp3 miliar
Total Rp4,5 miliar Rp6,5 miliar Rp7,5 miliar
Plafon usulan Paket per
subproyek/kelompok Minimal 30 juta dan maksimal Rp200 juta
kemitraan
Sumber: Dirjen Perumahan dan Permukiman (2003)
Rp.397.000
(kabupaten)
Rp.400.000
SD/MI Rp.235.000 Rp.254.000 Rp.254.000 (kota)
Rp.570.000
(kabupaten)
Rp.575.000
SMP/MTs Rp.324.000 Rp.354.000 Rp.354.000 (kota)
5) Raskin
Raskin (beras untuk rumah tangga miskin) merupakan program nasional
yang bertujuan membantu memenuhi kecukupan pangan dan mengurangi beban
finansial rumah tangga miskin (RTM) melalui penyediaan beras bersubsidi.
Program Raskin merupakan sebuah program beras bersubsidi bagi keluarga
miskin yang menyediakan 10 kg beras per rumah tangga miskin dengan harga
Rp1.000 per kg.
f. Inisiatif Pemda
Selain itu, peranan pemerintah daerah sangat dibutuhkan demi mengurangi jumlah
kemiskinan di tingkat nasional. Peran pemda dalam membangun daerah menjadi titik sentral
dan menjadi sangat besar, karena daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur
otonominya sendiri agar mampu mandiri sesuai dengan diberlakukannya UU No. 22/tahun
1999, tentang pemerintahan daerah (Otonomi Daerah). Otonomi daerah pada prinsipnya
mengandung tiga spirit. Pertama, spirit otonomi daerah, yang mendorong tumbuh dan
berkembangnya prakarsa lokal. Kedua, spirit good governance yang mendorong terciptanya
tata pemerintahan yang baik. Dan, ketiga, prinsip people empowerment, yang memberikan
power kepada masyarakat melalui proses pemampuan, pemberian tanggung jawab yang jelas
dan pelibatan secara proporsional dalam pengelolaan pembangunan.
Dengan adanya UU No 22/tahun 1999 tentang otonomi daerah dan tuntutan reformasi,
memberikan peluang besar bagi daerah dalam pembangunan daerahnya, dengan
menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan tersebut. Artinya, pemerintah
tidak lagi sebagai provider dan pelaksana, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator dari
dinamika pembangunan.
Guna memenuhi hak-hak sosial masyarakat, pemda perlu mendorong dan menumbuh-
kembangkan kelembagaan partisipatif masyarakat berupa:
1. Hak Sosial Masyarakat
Pemda perlu menjamin pemenuhan akses pelayanan sosial dasar, seperti kesehatan,
pendidikan, air bersih, serta kebutuhan sosial lainnya
2. Hak Ekonomi Masyarakat
Pemda perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber pendapatan
masyarakat untuk memenuhi kehidupannya secara layak dan manusiawi, penciptaan lapangan
kerja
3. Hak Politik Masyarakat
Pemda wajib memberikan ruang yang seluas-luasnya pada masyarakat untuk dilibatkan
dalam proses pengambilan kebijakan publik. Untuk mendukung semua ini tentu pemda perlu
menyediakan sarana dan prasarana, regulasi, fasilitasi yang cukup memadai sesuai aspirasi
dan kemampuan pembiayaan daerah. .
Selain peran di atas, pemda juga mempunyai peran mendasar dalam penanggulangan
kemiskinan, antara lain, pertama, pemda sebagai fasilitator, yaitu menciptakan kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan pembangunan. Kedua, pemda sebagai regulator, yaitu menyiapkan
arah dan kebijakan. Ketiga, pemda sebagai dinamisator, yaitu menggerakkan partisipasi
semua unsur yang ada di masyarakat. Keempat, pemda sebagai koordinator, yaitu
mengintegrasikan program-program berbasis penanggulangan kemiskinan, melalui
mekanisme perencanaan partisipatif.
Untuk itu, peran pemda perlu dikedepankan sebagai pelaku utama penanggulangan
masalah kemiskinan, perlu pendekatan substansi dan membangun kemitraan antara pelaku
program dengan pihak pemda. Selanjutnya, program bantuan pemerintah perlu difungsikan
secara nyata dalam program penanggulangan kemiskinan, melalui penguatan-penguatan
seperti lokakarya, semiloka serta sosialisasi yang terus-menerus dan berkelanjutan.